Kitab
IRSYADUL ANAM
FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM
Karya:
Al Habib Usman bin Abdullah
bin ‘Aqil bin Yahya Al Alawi Al Husaini.
DAFTAR ISI
Pasal Ke satu Kewajiban Menuntut Ilmu
Pasal Ke dua Arti Balligh
Pasal Ke tiga Nikmat Islam & Iman
Pasal Ke empat Rukun Iman
Pasal Ke lima Rukun Islam
Pasal Ke enam Air Suci Menyucikan
Pasal Ke tujuh Istinja’ dengan Air
Pasal Ke delapan Istinja’ dengan Batu
Pasal Ke sembilan Rukun Air Wudhu
Pasal Ke sepuluh Mandi Hadash
Pasal Ke sebelas Syarat Air Wudhu &
Mandi Hadash
Pasal Ke duabelas Yang Membatalkan Air
Wudhu
Pasal Ke tigabelas Hukum bagi orang yang
Tidak Berwudhu
Pasal Ke empatbelas Hukum bagi orang yang
Hadash Besar
Pasal Ke limabelas Perihal Tayammum
Pasal Ke enambelas Barang-barang yang Najis
Pasal Ke tujuhbelas Membasuhkan Barang yang
terkena Najis
Pasal Ke delapanbelas Perihal Haid dan Nifash
Babush Shalah Bab yang
menerangkan perihal shalat
Pasal Ke sembilanbelas Syarat-syarat Sahnya Shalat
Pasal Ke duapuluh Rukun-rukun Shalat
Pasal Ke duapuluhsatu Pembagian akan Rukun-rukun
Shalat
Pasal Ke duapuluh dua Sunnah-sunnah dalam
Shalat
Pasal Ke duapuluh tiga Bacaan Rukun Qauli
& Sunnah Qauliyah
Pasal Ke dua puluh
empat Zikir-zikir
didalam Shalat
Pasal Ke
duapuluhlima Zikir-zikir setelah Shalat
Pasal Ke duapuluhenam Sunnah-sunnah Ab’ad
Pasal Ke duapuluhtujuh Pekerjaan yang Makruh di dalam Shalat
Pasal Ke duapuluhdelapan Yang Membatalkan Shalat
Pasal Ke duapuluhsembilan Sunnah Sujud Sahwi
Pasal Ke tigapuluh Sunnah Sujud Tilawah
Pasal ke Tigapuluhsatu Shalat-shalat Sunnah
Pasal ke Tigapuluh dua Dosa Meninggalkan Shalat
Pasal ke Tigapuluh tiga Kewajiban Orangtua terhadap Anaknya
Pasal Ke tigapuluh empat Hadist Nabi SAW tentang Shalat
Pasal Ke tigapuluh lima Shalat Berjama’ah
Pasal Ke tigapuluh enam Shalat Qashar dan Jama’
Pasal Ke tigapuluh tujuh Shalat Jum’at
Pasal Ke tigapuluh delapan Pakaian yang Diharamkan
Pasal Ke tigapuluh Sembilan Shalat Idhul Fitri dan Idhul Adha
Pasal Ke empatpuluh Shalat Gerhana
Pasal Ke empatpuluh satu Sholat Sunnah Istisqa
(Minta Hujan)
Pasal Ke empatpuluh dua Shalat Janazah
Babush Zakah Bab yang menerangkan
prihal Zakat
Pasal Ke empatpuluh tiga Zakat Binatang
Pasal Ke empatpuluh empat Zakat Buah-buahan & Tumbuh-tumbuhan
Pasal
Ke empatpuluh lima Zakat Mas dan Perak
Pasal Ke empatpuluh enam Zakat Dagangan/Perniagaan
Pasal Ke empatpuluh tujuh Zakat Rakaz / Harta Terpendam
Pasal Ke empatpuluh delapan Zakat Ma’din
Pasal Ke empatpuluh sembilan Zakat Fitrah
Pasal Ke limapuluh Yang Berhak Menerima Zakat
Babush Shiyam Bab yang
menjelaskan prihal Puasa
Pasal Ke limapuluh satu Menentukan Awal Puasa
Pasal Ke limapuluh dua Syarat-syarat
Sahnya Puasa
Pasal Ke limapuluh tiga Syarat-syarat Wajib
Berpuasa
Pasal
Ke limapuluh empat Makruh Dalam Berpuasa
Pasal Ke limapuluh lima Sunnah-Sunnah Dalam Berpuasa
Pasal Ke limapuluh enam Yang Membatalkan Pahala
Puasa
Pasal Ke
limapuluh tujuh Puasa-puasa Sunnah
Babul Hajji Bab yang
menjelaskan perihal Ibadah Haji
Pasal Ke
limapuluh delapan Idh-hiyyah atau Qurban
Pasal Ke
limapuluh sembilan Prihal Sunnah ‘Aqiqah
Pasal Ke
enampuluh Penutup
KATA PENGANTAR
INI KITAB BERNAMA IRSYADUL
ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM. Ada didalamnya segala rukun-rukun yang wajib
dipelajarkannya oleh tiap-tiap mukallaf (muslim yang aqil balig), dan
ada didalamnya juga segala rukun-rukun qauli dan sunnah qauliyah didalam
perihal Shalat, dan beserta segala do’a-do’a dan zikir-zikir sekaliannya itu
dengan memakai lughat bahasa melayu betawi.
Adapun yang mengarang kitab ini
yaitu hamba yang dhaif: As Syekh Usman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al
Alawi, yang mengharap pada Allah Ta’ala bahwa ia memberi manfaat dengan kitab
ini bagi yang membaca dan bagi yang mendengar padanya dengan ikhlas karena
Allah Ta’ala.
Adapun jikalau ada didalam kitab
ini lebih atau kurang hurufnya atau lafadznya maka diharapkan bagi yang
mengerti bahwa ia memperbaikinya dengan yang shawab pada ulama.
Dan satu lagi tiada halal bagi
seseorang jika ia serakah mencetak kitab ini. dan tiada halal bagi yang menjual
tiruan itu.
Dan tidak halal bagi yang membaca
jika tujuannya untuk menggandakan, dan tidak akan didapat ilmu yang manfaat;
sebab hamba tiada ridha’ hati sekali-kali bagi yang serakah mengcopy tanpa ijin
karya seseorang, karena hal itu tiada berkah.
بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ
أَلْحَمْدُ ِللهِ
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاصَّحْابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Waba’du, kemudian daripada itu
maka kitab ini bernama IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM
yang artinya Petunjuk Kebajikan kepada mahluk didalam perihal Memaknakan
Rukun-rukun Islam.
Bermula barang yang ada tersebut
di dalam kitab ini maka sekaliannya itu tersalin daripada kitab-kitab fiqih
bahasa arab yang mu’tamad, disalin dengan bahasa melayu Jakarta dengan tiada
disebut lafadz arabnya lagi, melainkan jika ada seumpama do’a maka disebut
lafadz arabnya dengan memakai lughat untuk mempermudah dipelajari oleh
orang-orang yang baru belajar.
Pasal Ke satu
Kewajiban Menuntut Ilmu
Wajib atas tiap-tiap mukallaf
yakni aqil baligh, bahwa ia menuntut ilmu segala pekerjaan agama yang wajib
atasnya.
Demikian pula wajib atas seorang
bapak atau suami bahwa ia mengajarkan yang demikian itu akan anak-anaknya atau
istrinya.
Adapun jikalau keduanya itu tidak
dapat mengajarkan mereka itu, maka wajib menyerahkan kepada seorang pengajar.
Jika yang belajar itu perempuan maka yang mengajarkannyapun perempuan,
melainkan jikalau tiada didapat guru perempuan, maka boleh guru laki-laki akan
tetapi syaratnya aman daripada fitnah, lagi wajib pakai dinding antaranya.
Pasal Ke dua
Arti Balligh
Artinya Balligh
yaitu cukup umurnya 15 tahun qamariah (hijriah), yakni
hitungan bulan-bulan Islam, sama saja anak laki-laki ataupun perempuan.
Demikian pula jika keduanya itu mendapat mimpi jima’ hingga mengeluarkan air
mani sejak berumur sembilan tahun atau lebih. Demikian pula anak perempuan jika
mendapatkan haid (mens) sejak berumur sembilan tahun atau lebih.
Pasal Ke tiga
Nikmat Islam & Iman
Bahwa Nikmat Tuhan yang paling
besar kepada hamba-Nya yaitu Nikmat Islam dan Nikmat Iman, karena amalan-amalan
keduanya itu menjadikan manusia masuk syurga dan selamat dari siksa api neraka.
Pasal Ke empat
Rukun Iman
Artinya Iman yaitu percaya pada 6 (enam) rukun,
yaitu:
1.
Percaya adanya Allah Ta’ala
dengan segala I’tiqad (keyakinan) yang wajib bagi-Nya, dan yang mustahil, dan yang harus, sebagaimana telah dinyatakan sekaliannya
itu didalam Kitab Sifat Duapuluh.
2.
Percaya kepada sekalian
Malaikat-malaikat-Nya.
3.
Percaya kepada sekalian
Kitab-kitab-Nya.
4.
Percaya kepada sekalian
Rasul-rasul-Nya.
5.
Percaya kepada Hari Qiyamat.
6.
Percaya kepada takdir Allah
Ta’ala atas tiap-tiap sesuatu kejadian.
Sebagaimana telah tersebut satu
persatunya itu di dalam Kitab Sifat Dua puluh.
Pasal Ke lima
Rukun Islam
Artinya Islam yaitu
menerima dan menjunjung (menjalankan) akan segala perintah Allah Ta’ala dengan
mengamalkan segala rukun-rukunnya.
Rukun Islam 5 (lima) perkara, yaitu:
1.
Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat,
dengan mengerti arti keduanya seperti yang telah tersebut didalam Kitab Sifat
Duapuluh.
2.
Mendirikan Shalat lima waktu.
3.
Memberi Zakat jika ada hartanya
yang diwajibkan zakat atasnya.
4.
Puasa pada bulan Ramadhan.
5.
Pergi Haji jika mampu pergi
padanya.
Pasal Ke enam
Air Suci Menyucikan
Artinya Air yang suci menyucikan
yaitu air yang belum pernah terkena najis dan yang belum Musta’mal
(dipakai untuk berwudhu).
Jikalau air itu sedikit yaitu
kurang dari 2 (dua) kullah, maka jika hendak bersuci daripadanya maka jangan
dikobok (dicelup) dalam menyuci atau mengambil air wudhu atau mandi, melainkan
dengan gayung.
Sebab jika dikobok (dicelup)
dengan barang yang ada najisnya kedalam air itu niscaya air itu menjadi najis
sekalipun tidak berubah rupanya atau rasanya atau baunya.
Adapun jika dimasukkan tangan
didalam air itu oleh yang mengambil wudhu, sesungguhnya membasuh mukanya dengan
tidak niat membasuh tangannya diluar tempat air itu, niscaya jadilah air itu Musta’mal.
Adapun jikalau air yang banyak,
yaitu sekedar banyaknya tigaratus lima kati atau yang disebut dua qullah
(dalam ukuran liter +/- 216 liter atau perbandingan panjang x lebar x tingginya
=60 Cm x 60 Cm x 60 Cm), maka tidak menjadi suatu apa-apa jika dikobok
didalamnya, melainkan jika berubah air itu dengan najis maka jadilah air itu
najis.
Adapun apabila hilang berubahnya
itu maka jadilah air itu suci kembali.
Pasal Ke tujuh
Istinja’ dengan Air
Syarat Istinja’ (bersuci)
dengan air ialah menghilangkan bau, rupa dan rasa dengan air yang suci
mensucikan, demikian pula syarat membasuh tiap-tiap najis yang pertengahan (najis
mutawassithah).
Pasal Ke delapan
Istinja’ dengan Batu
Syarat Istinja’ (bersuci)
dengan batu atau seumpamanya seperti kayu, atau kain atau kertas (tissu), maka
syaratnya adalah Thahir dan kasat lagi bukan muhtaram yakni bukan barang
yang diharamkan pada Syara’ dan syaratnya juga jangan yang sudah kering
najisnya, dan wajib dengan 3 (tiga) kali sapunya.
Adapun afdhalnya adalah istinja’
itu lebih dahulu dengan seumpama batu kemudian dibasuh dengan air.
Sunnat dibaca do’a berikut ini
apabila hendak masuk ke WC, sebelum masuk WC dibaca do’a:
بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ
الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ.
Artinya:
Dengan Nama Allah wahai
Tuhanku, bahwa aku berlindung dengan Engkau daripada penggoda segala syaitan
laki-laki dan segala syaitan perempuan.
Dan sunnah pula dibaca apabila
keluar dari WC dengan mendahulukan kaki kanan, adapun ketika masuk maka
mendahulukan kaki kiri.
Inilah do’a yang dibaca sesudah keluar dari WC:
غُفْرَا
نَكَ الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِ أَذْهَبَ عَنِّى اْلاَذَى وَعَافَانِىْ.
Artinya:
Hamba harap ampunan Engkau,
segala Puji bagi Allah Tuhan yang melakukan daripadaku segala penyakit dan
‘afiatkan daku.
Kemudian sunnah dibaca do’a
berikut ini jika selesai daripada istinja’ diluar WC, inilah do’a-nya:
اَللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِى مِنَ النِّفَاقِ وَحَصِّنْ فَرْجِى مِنَ
الْفَوَاحِشِ.
Artinya:
Wahai Tuhanku, sucikan
hatiku daripada munafiq dan peliharakanlah kemaluanku daripada perbuatan yang
keji-keji.
Pasal Ke sembilan
Rukun Air Wudhu
Perihal rukun air wudhu yaitu 6 (enam) perkara:
1.
Niat didalam hati diwaktu
membasuh muka, seperti “aku mengambil fardhu air wudhu” atau “aku
mengangkat hadash yang kecil”.
2.
Membasuh muka.
3.
Membasuh kedua tangan sampai
sikunya.
4.
Menyapu (kulit) kepala dengan air
sekalipun sedikit.
5.
Membasuh kedua kaki hingga mata
kakinya.
6.
Tertib, yaitu beraturan membasuh
anggota yang tersebut satu persatunya.
Adapun sunnah dalam berwudhu
diawali dengan membaca بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ , bersugi (bersikat gigi),
kumur-kumur, memasukkan air ke hidung, dan sunnah membasuh maupun menyapu semua
anggota wudhu dengan basuhan atau sapuan sebanyak tiga kali, mendahulukan yang
kanan atas yang kiri, serta menghadap kiblat. Dan sunnah menyapu semua (kulit)
kepala seluruhnya dengan air.
Sunnah pula membaca do’a berikut
ini jika selesai daripada mengambil air wudhu sambil menengadahkan muka ke atas
serta mengangkat kedua tangannya, inilah do’a-nya:
أَشْهَدُ أَنْ لآَ إِلَـهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَلَهُ، وَ أَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِىْ مِنَ
الْمُتَطَهِّرِيْنَ، سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَ وَبِحَمْدِكَ، اَشْهَدُاَنْ لآَ إِلَـهَ
اِلاَّ اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ.
Artinya:
Aku ketahui dengan ikrar
bahwasanya tiada Tuhan yang disembah hanya Allah Yang Esa, tiada sekutu
bagi-Nya. Dan aku ketahui dengan ikrar bahwasanya Nabi Muhammad hamba Allah dan
Utusan-Nya.
Wahai Tuhanku jadikanlah
aku daripada orang yang bertaubat dan jadikanlah aku daripada orang yang
bersuci, Mahasuci Engkau wahai Tuhanku dan segala Puji bagi Engkau, aku ketahui
dengan ikrar bahwasanya tiada Tuhan yang disembah dengan sebenar-benarnya hanya
Engkau, aku mohon ampun kepada Engkau dan aku bertobat kepada Engkau.
Pasal Ke sepuluh
Mandi Hadash
Jika mendapat hadash besar
daripada jima’ (berhubungan suami istri) atau keluar mani, atau selesai
daripada haid (mens) atau nifash (wanita sehabis
melahirkan), maka diwajibkan mandi atas sekalian badan dengan dua rukun, yaitu:
1. Niat
didalam hati diwaktu permulaan mandi, seumpama berkata dalam hatinya “aku
mengangkat hadash besar daripada sekalian badan” atau “aku niat mandi
fardhu”.
2. Membasuh
sekalian badan.
Adapun sunnah dalam mandi bermula daripada itu mendahulukan membasuh
najis yang dibadan dan membasuh segala kotoran yang dibadan.
Sunnah membaca بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ di permulaan mandi dan
mendahulukan mengambil air wudhu, menghadap kiblat, membasuh badan sebanyak
tiga kali, serta membaca do’a setelah selesai daripada mandi yaitu do’a seperti
selesai mengambil air wudhu yang tersebut di atas.
Pasal Ke sebelas
Syarat Air Wudhu & Mandi
Hadash
Syarat Air Wudhu dan Syarat Mandi
Hadash yaitu 8 perkara, yaitu:
1.
Beragama Islam
2.
Tamyiz, yakni sudah bisa olehnya
membedakan mana barang yang suci daripada barang yang keji (najis) dan bisa melakukan
makan dan minum sendiri.
3.
Suci daripada haid dan nifash.
4.
Bahwa tiada ada yang mencegah air
kepada anggota seumpama lilin atau getah atau sisik ikan (atau tato, cat dsb).
5.
Mengetahui akan segala
Fardhu-nya.
6.
Jangan meng-I’tiqad-kan
(berkeyakinan) bahwa sesuatu daripada segala fardhu-nya itu adalah sunnah.
7.
Dengan menggunakan air yang suci
dan menyucikan.
8.
Jangan ada didalam anggota
badannya barang yang merubahkan air (baik merubah rupa, warna, rasa, maupun
bau)
Adapun jikalau orang yang
mengambil air wudhu itu memiliki hadash daim yakni senantiasa keluar air
kencing atau darah (pada kemaluan depan maupun belakang), maka ditambah
syaratnya yaitu (mengambil air wudhunya) sudah masuk waktu dan segera
(melakukan shalatnya).
Pasal Ke duabelas
Yang Membatalkan Air Wudhu
Yang membatalkan air wudhu 4 perkara, yaitu:
1.
Mengeluarkan najis atau angin
atau lainnya daripada qubul atau duburnya (kemaluan depan atau belakang).
2.
Bersentuhan laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram dan tiada ada dinding (lapisan penghalang) diantara
keduanya dan keduanya itu berseru atas digembirahi (dewasa).
3.
Bersentuhan akan kemaluan qubul
atau dubur dengan telapak tangan.
4.
Hilang akalnya karena gila atau
ayan atau karena tidur, melainkan tidur yang tetap (dalam posisi) duduk bersila.
Pasal Ke tigabelas
Hukum bagi orang yang Tidak
Berwudhu
Apabila batal air wudhunya maka
haram hukumnya melakukan shalat, dan haram melakukan tawaf di Ka’bah, dan haram
hukumnya memegang Al-Qur’an atau mengangkatnya, melainkan kanak-kanak yang
hendak melakukan pengajian.
Pasal Ke empatbelas
Hukum bagi orang yang Hadash
Besar
Apabila mendapat hadash besar
daripada jima’ (berhubungan seks) atau keluar air mani, maka haram
hukumnya yang tersebut itu (pada pasal 13) dan ditambah lagi haram
hukumnya membaca Al-Qur’an dengan qasad tilawah (niat membaca) dan haram
duduk di Masjid.
Adapun bagi perempuan yang
mendapatkan haid atau nifash maka haram hukumnya atas sekalian yang tersebut
itu (pasal 13 dan pasal 14) dan ditambah lagi haram hukumnya
berjalan di dalam Masjid, dan haram atasnya berpuasa, dan haram melakukan jima’
atau bergurau yakni bercanda (bercumbu) antara pusar sampai lututnya, dan haram
hukumnya atas seorang suami menjatuhkan thalaq (perceraian) diwaktu
istrinya itu sedang haid, melainkan jika atas permintaan istrinya diwaktu itu.
Pasal Ke limabelas
Perihal Tayammum
Tayammum (bersuci dengan debu)
yaitu jikalau ketiadaannya air atau mendapatkan penyakit yang menjadikan
darurat (membahayakan) kalau terkena air, maka wajib tayammum sebagai pengganti
daripada mengambil air wudhu, atau daripada mandi wajib (hadash besar) atau
mandi sunnah.
Adapun syaratnya tayammum adalah:
1.
Wajib menggunakan tanah debu yang
suci.
2.
Sesudah (melakukan) istinja’ (bersuci).
3.
Suci daripada najis.
4.
Sudah masuk waktu shalat.
5.
Sekali tayammum hanya
diperbolehkan untuk satu shalat fardhu saja adapun shalat sunnah boleh
berkali-kali.
Rukun tayammum adalah sebagai berikut:
1.
Memindahkan tanah debu itu ke
muka sekali saja, dan kedua tangannya sekali.
2.
Berniat “sahjaku mengharuskan
bershalat fardhu dengan ini tayammum” maka adalah niat ini wajib
berbarengan pada meletakkan kedua telapak tangannya di atas debu itu dan jangan
lenyap niat ini hingga menyapu muka dengan debu itu.
3.
Menyapu muka sekali.
4.
Menyapu kedua tangan hingga
sikunya sekali pula. Tidak sunnah dua tiga kali.
5.
Tertib, yaitu antara menyapu muka
dan menyapu kedua tangannya.
Adapun sunnahnya membaca بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ di permulaan tayammum dan jika telah selesai maka sunnah
membaca do’a seperti sesudahnya mengambil air wudhu.
Sedangkan yang membatalkan
tayammum yaitu seperti tiap-tiap yang membatalkan air wudhu.
Pasal Ke enambelas
Barang-barang yang Najis
Perihal barang-barang yang najis adalah:
1.
Anjing dan babi.
2.
Arak (minuman keras) dan
tiap-tiap minuman yang memabukkan.
3.
Air kencing manusia atau
binatang.
4.
Kotoran manusia atau kotoran
binatang.
5.
Darah.
6.
Nanah.
7.
Madzi (cairan yang keluar sebelum
keluar air mani) dan wadhi (cairan yang keluar bila seseorang yang
bekerja keras)
8.
Bangkai segala binatang kecuali
bangkai ikan dan balang kayu.
9.
Segala anggota tubuh binatang
yang hidup jika berpisah daripada binatangnya maka hukumnya itu seperti
bangkai, kecuali bulu binatang yang halal dimakan dagingnya.
Pasal Ke tujuhbelas
Membasuhkan Barang yang terkena
Najis
Membasuh barang yang terkena
najis yang mughalladhah (najis besar) yaitu anjing dan babi, maka wajib
di sertu yaitu membasuhkannya tujuh kali, dan yang sekalinya itu dengan
campuran tanah atau lumpur yang suci, sesudah hilang akan rasa, bau dan
rupanya.
Adapun najis yang lain maka jika najis
‘ayniyah, yaitu najis yang ada rupanya atau rasanya atau baunya, maka wajib
dibasuh hingga hilang ketiga-tiganya itu.
Adapun jikalau najis hukmiyah,
yaitu bekas terkena najis akan tetapi tidak ada rupanya atau rasanya atau
baunya, maka memadai membasuhnya dengan menyiram air padanya sekali saja, yaitu
jika rata terkena air berjalan pada tempat-tempat yang terkena najis itu.
Pasal Ke delapanbelas
Perihal Haid dan Nifash
Bermula sekurang-kurangnya waktu
haid (mens) sehari semalam, dan ghalibnya (umumnya) enam atau tujuh hari, dan
sebanyak-banyaknya lima belas hari, inilah yang dihinggakan (batas) hari
banyaknya (bilamana lebih dari 15 hari adalah darah dari suatu penyakit).
Sedangkan sekurang-kurangnya suci
antara dua haid yaitu lima belas hari, dan tidak dihinggakan (batas) hari
banyaknya.
Sekurang-kurangnya nifash itu
sekali mengeluarkan darah sehabis melahirkan, dan ghalibnya (umumnya) empat
puluh hari, dan sebanyak-banyaknya enampuluh hari.
Akan tetapi apabila dapat suci
(bersih darah) daripada haidh, sekalipun belum cukup hari sebagaimana biasanya,
atau dapat suci (bersih darah) daripada nifash sekalipun belum empatpuluh hari,
maka wajib atas keduanya itu mandi hadash, kemudian melakukan shalat jika masih
ada waktu shalat.
Dan apabila waktu itu tiada boleh
(tidak cukup waktu) buat mandi hadash beserta shalat, maka diwajibkan qadha’
shalatnya itu sekalipun di akhir waktu sekedar takbiratul ihram lamanya.
Dan apabila mendapat suci itu
(bersih darah) di akhir waktu ashar, maka wajib mengqadha’ Ashar dan Zhuhur.
Demikian pula jika mendapat suci
(bersih darah) di waktu Isya’ maka wajib mengqadha’ Isya dan Maghrib.
Akan tetapi jika mendapat suci
(bersih darah) diluar akhir waktu shalat itu (misalnya diakhir waktu zhuhur
atau maghrib), maka diwajibkan mengqadha’ shalat di waktu itu saja.
Adapun perempuan yang kedatangan
haid atau nifash sesudah masuknya waktu shalat fardhu sekedar cukup waktunya
untuk melakukan shalat, padahal ia belum melakukan shalat, maka diwajibkan
atasnya mengqadha’ shalat tersebut setelah suci nanti.
Babush Shalah
Bab yang menerangkan perihal
shalat
Pasal Ke sembilanbelas
Syarat-syarat Sahnya Shalat
Syarat-syarat sahnya shalat 10 perkara, yaitu:
1.
Beragama Islam.
2.
Tamyiz (dapat membedakan barang yang najis).
3.
Suci daripada dua hadash (kecil
dan besar).
4.
Suci daripada najis dibadannya,
pakaiannya dan di tempat shalatnya, melainkan najis yang ada maafnya yaitu
seumpama sedikit darah daripada tubuhnya atau dari lainnya, demikian pula
sedikit nanah jika daripada tubuhnya, demikian pula setitik najis yang tidak
dapat dilihat dengan mata karena amat sedikitnya.
5.
Menutup Aurat, yaitu aurat laki-laki
antara pusar sampai lutut, dan aurat perempuan sekalian badannya melainkan muka
dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan.
6. Menghadap
Kiblat, adapun kiblat untuk Jakarta dan negeri-negeri yang dekat padanya yaitu
sebelah kanan dari barat laut sekedar tiga derajat. Maka jika dari barat daya
ke kanan sekedar duapuluh lima derajat, diketahuinya itu menggunakan kompas.
7.
Masuk waktu, bermula waktunya
shalat Zhuhur yaitu gelincir matahari dan berakhirnya jika telah bersamaan
bayangan tiap-tiap suatu benda yang berdiri tegak dengan sekedar tingginya
setelah dibuang zhalul istiwa’ jika ada. Adapun waktu shalat Ashar yaitu
apabila telah keluar waktu Zhuhur dan berakhir masuknya (terbenam) Matahari.
Sedangkan waktunya shalat Maghrib adalah masuknya (terbenam) Matahari dan
berakhirnya masuk Syafaqul Ahmar, yaitu mega merah disebelah barat.
Adapun waktunya shalat Isya’ yaitu apabila keluar waktu Maghrib dan berakhir
terbitnya fajar shadiq. Sedangkan waktunya shalat Shubuh yaitu terbitnya
sinar fajar shadiq yaitu yang terang sinarnya disebelah timur, dan
berakhirnya adalah terbitnya Matahari. Pengetahuan segala jadwal waktu shalat dengan
jam demikian juga pengetahuan arah Kiblat, maka telah diatur kedua-duanya itu
didalam jadwal waktu adanya.
8.
Mengetahui bahwa Shalat Lima
Waktu itu Fardhu, dan mengetahui akan rukun-rukunnya.
9.
Jangan meng-I’tiqad-kan
(berkeyakinan) bahwa sesuatu daripada rukun-rukunnya (dianggap) bahwa ia
sunnah.
10.
Menjauhkan (diri dari) segala
yang membatalkan shalat.
Pasal Ke duapuluh
Rukun-rukun Shalat
Rukun-rukun Shalat 13 (tiga
belas) perkara dengan menjadikan segala thuma’ninah yang di empat rukun
itu lazimnya satu rukun, adapun jikalau dijadikan tiap-tiap thuma’ninah yang di
empat rukun itu bahwa ia rukun sendiri-sendiri, maka jadilah bilangan rukun
Shalat itu 17 (tujuhbelas) perkara, yaitu:
1. Niat
di dalam hati ketika mengucapkan takbiratul ihram (اَللهُ اَكْبَرُ)
Apabila Shalat Fardhu maka:
a.
wajib qashad, artinya “sajahku
Shalat”.
b.
wajib ta’ridh lilfardhiyah, artinya menyebut kata “fardhu”
c.
wajib ta’yin, artinya menentukan
waktu “Zhuhur” atau “Ashar” atau lainnya.
Adapun
jikalau Shalat Sunnat yang ada waktunya atau ada sebabnya, maka wajib qashad
dan wajib ta’yin saja. Sedangkan jikalau Shalat Sunnat yang tidak ada
waktu dan tidak ada sebabnya, yaitu nafal muthlaq maka wajib qashad
saja, sebagian lagi mengatakan wajib maqarinah ‘arfiyah yaitu wajib mengadakan
qashad ta’ridh ta’yin di dalam hati ketika mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ (takbiratul ihram).
Artinya maqarinah
‘arfiyah yakni dengan mengucapkan ketiga-tiganya itu di dalam hati
seluruhnya, atau beraturan maka jangan ada yang keluar daripada masa
mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ.
Adapun
jikalau Shalat berjama’ah maka wajib hukumnya atas ma’mum menambah lagi niat مَأْمُوْمًا (artinya mengikuti imam)
Adapun
jikalau Shalat Jum’at maka wajib hukumnya atas imam menambah niat اِمَامًا artinya menjadi imam.
Sedangkan
pada Shalat yang lain seperti Shalat Zhuhur atau Ashar atau lainnya, maka
hukumnya Sunnah bagi imam niat اِمَامًا.
2. Takbiratul
Ihram.
Syarat
takbiratul ihram adalah bahwa wajib dengan lafadz bahasa arab, yaitu اَللهُ اَكْبَرُ,
dan wajib ketika mengucapkan itu berdiri sendiri dan jangan menukarkan sesuatu
daripada hurufnya dengan huruf yang lain, dan jangan menambah atau mengurangi
satu hurufpun, dan jangan memanjangkan alif-nya atau ha-nya atau ba-nya.
Dan wajib tertib antara dua lafadznya itu yakni wajib mendahulukan اَللهُ atas lafaz اَكْبَرُ.
3. Qiyam, artinya berdiri jika
kuasa yaitu didalam Shalat Fardhu.
Adapun
jikalau Shalat Sunnah maka boleh berduduk sekalipun kuasa untuk berdiri, akan
tetapi afdhalnya adalah berdiri.
Adapun
jikalau tidak kuasa berdiri di dalam Shalat Fardhu, maka boleh berduduk, dan
jika tidak kuasa berduduk maka boleh berbaring atau sebagaimana kuasanya.
4. Membaca
Surah Al-Fatihah.
Membaca
Al-Fatihah dengan segala syiddah-nya, dan jangan
digantikan hurufnya dengan huruf yang lain, seperti Ha dengan Kha,
atau ‘ain dengan hamzah dan lain sebagainya.
Demikian
pula hukumnya pada lain-lain rukun qauli seperti tasyahud akhir. Dan
wajib membaca Al-Qur’an dengan tajwid sebagaimana telah diatur didalam tajwid,
dan demikian pula hukum salah membaca Al-Fatihah atau Surah atau rukun qauli
yang lain maka telah diatur didalam jadwal Al-Fatihah dengan segala dalil-dalilnya.
5. Ruku’.
Bermula
sekurang-kurangnya Ruku’ adalah menunduk hingga mendapatkan dua telapak tangan
pada lutut dengan berdiri lurus dua kakinya. Adapun afdhalnya yaitu hingga rata
punggung dan tengkuknya, dan wajib thuma’ninah artinya berdiam segala
anggota badannya sekedar masa mengucapkan سُبْحَانَ اللهِ .
6. I’tidal.
Artinya
bangkit daripada Ruku’ kepada sebelumnya Ruku’, yakni jika ia Shalat berdiri
maka kembali berdiri, dan jika ia Shalat berduduk maka kembali berduduk, dan
wajib thuma’ninah.
7. Sujud.
Yakni
dilakukan dua kali, dengan meletakkan tujuh anggota badannya, yaitu:
Jidat/keningnya maka wajib terbuka, kedua telapak tangan, kedua lutut maka
wajib tertutup, dan setengah perut jari kedua kakinya maka sunnah terbuka bagi
laki-laki dan wajib tertutup bagi perempuan. Dan wajib thuma’ninah.
8. Duduk
antara dua Sujud.
Duduk antara
dua sujud afdhalnya adalah duduk Iftirasy yaitu seperti duduk pada
tahiyat awwal dan duduk istirahat. Adapun artinya duduk iftirasy adalah
duduk diatas telapak kaki kiri, dan wajib thuma’ninah.
9. Membaca
Tasyahud Akhir.
Membaca
tasyahud akhir dengan segala syarat-syaratnya seperti yang tersebut di rukun
fatihah di atas.
10. Duduk
didalam membaca tasyahud akhir.
Maka
afdhalnya adalah duduk tawarruk artinya mengeluarkan kaki kiri dari
sebelah bawah kaki kanan, dan duduknya di atas tikar/sejadah.
11. Membaca
Shalawat atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada Tasyahud Akhir.
Maka sekurang-kurangnya adalah: اَللَّـهُمَّ صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ. Adapun afdhalnya maka nanti akan diterangkan pula dengan
segala artinya.
12. Memberi
Salam.
Maka
sekurang-kurangnya adalah: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ.
Adapun afdhalnya nanti akan diterangkan pula dengan segala artinya.
13. Tertib.
Tertib
artinya beraturan satu persatu daripada segala Rukun Shalat tersebut di atas.
Pasal Ke duapuluhsatu
Pembagian akan Rukun-rukun Shalat
Segala rukun-rukun Shalat yang
tersebut di atas, terbagi kepada tiga bagian, yaitu:
1.
Rukun Qalbi, artinya suatu rukun
yang diwajibkan hadirnya di dalam hati, maka yaitu Niat Shalat.
2.
Rukun Qauli, artinya suatu rukun
yang diwajibkan untuk mengucapkannya, yaitu: Takbiratul Ihram, Al-Fatihah,
Tasyahud Akhir, Shalawat atas Nabi Muhammad SAW dan Salam yang pertama.
3.
Rukun Fi’li, artinya suatu rukun
yang diwajibkan untuk melakukannya dengan perbuatan, yaitu: Qiyam atau
berdiri, Ruku’, I’tidal, Kedua Sujud, Duduk antara dua Sujud, Duduk Tasyahud
Akhir dan Tertib.
Pasal Ke duapuluh dua
Sunnah-sunnah dalam Shalat
Sunnah Shalat terbagi dengan 3 (tiga) bahagian,
yaitu:
A. Sunnah
sebelum Shalat.
B. Sunnah
di dalam Shalat.
C. Sunnah
setelah habis Shalat.
Adapun
sunnah yang dibaca maka disebut sunnah qauliyah, sedangkan yang
dihadirkan di dalam hati disebut sunnah qalbiyah, dan yang dikerjakannya
dengan perbuatan disebut sunnah fi’liyah.
Adapun
segala rukun-rukun qauli dan sunah-sunnah qauliyah maka sekaliannya itu nanti
akan dijelaskan di dalam satu pasal tersendiri dengan memakai gantung luqhat.
A. Segala
sunnah sebelum Shalat, maka yaitu:
1. Sunnah
Adzan, maka terbagi itu dengan 3 (tiga) bahagian, yaitu:
a.
Sunnah a’in, yaitu bagi laki-laki
yang bershalat munfarid yakni shalat sendiri, maka tidak di sunnahkan jahir
yakni keras.
b.
Sunnah Kifayah khash-shah, yaitu sekedar
berjama’ah yang hendak bershalat, maka sunnah jahir (keras) sekedar didengar
oleh jama’ah itu saja.
c.
Sunnah Kifayah ‘aqah, yaitu bagi sekalian
orang yang di dalam suatu kampung atau dusun, maka sunnah jahir (keras) dengan
suara keras lagi bagus, ditempat yang tinggi, dan sunnah berpaling kepalanya
(si peng-azan) kekanan di حَيَّ عَلَىالصَّلاَةِ dan kekiri di حَيَّ
عَلَىالْفَلاَحِ.
Dan sunnah
di waktu Adzan Shubuh sesudahnya حَيَّ عَلَىالْفَلاَحِ membaca اَلصَّلاَةُ
خَيْرٌمِنَ النَّوْمِ , artinya: Shalat lebih berkebajikan daripada tidur.
2.
Sunnah Iqamat, Yaitu bagi
laki-laki dan perempuan, dan sunnah bahwa tempat melakukan qamat berlainan
tempatnya dengan adzan, dan lebih perlahan suaranya daripada adzan.
3.
Sunnah membaca shalawat dan
berdo’a sesudah selesai dari adzan maupun qamat.
4.
Sunnah membuat suatu batas
dihadapan orang yang sedang shalat seperti tembok, atau pagar atau tiang yang
jarak antaranya tiga hasta.
5.
Sunnah bersugi (bersikat gigi
dengan siwak) sebelum melakukan shalat.
6.
Sunnah berlafaz niat shalat.
7.
Sunnah meratakan shaf
(barisan), dan menyuruh meratakannya oleh seorang imam adalah lebih afdhal.
B. Segala
Sunnah di dalam Shalat, maka yaitu:
1. Sunnah
mengangkat kedua tangan pada; takbiratul ihram, ketika hendak ruku, bangun
daripada ruku’ dan bangun daripada tasyahud awal.
2.
Sunnah membaca do’a istiftah
setelah takbiratul ihram.
3. Sunnah
membaca اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيْمِ sebelum membaca
Al-Fatihah.
4.
Sunnah membaca آمِيْنْ setelah
membaca Al-Fatihah.
5.
Sunnah membaca surah pada dua
raka’at Shalat Subuh dan dua raka’at pada shalat-shalat yang lain.
6.
Sunah membaca dengan jahir
(keras) bagi munfarid (shalat sendiri) dan bagi imam pada dua raka’at
Shalat Shubuh, Shalat Jum’at, Shalat Idhul Fitri & Idul Adha, dan dua
raka’at pada permulaan Shalat Maghrib dan Isya.
7. Sunnah
mengucapkan takbir intiqal yakni mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ ketika berpindah daripada suatu rukun kepada rukun yang
lain, melainkan ketika bangun dari ruku’ maka sunnah mengucapkan سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ..
8.
Sunnah membaca tasbih pada saat
ruku’ dan sujud sebanyak tiga kali.
9.
Sunnah membaca do’a I’tidal.
10.
Sunnah membaca do’a qunut setelah
do’a I’tidal pada Shalat Subuh.
11.
Sunnah membaca do’a antara dua
sujud.
12.
Sunnah membaca do’a setelah
tasyahud akhir.
13.
Sunnah meletakkan kedua tangan
dibawah dan diatas pusar ketika sedang berdiri Shalat.
14.
Sunnah memandang kepada tempat
sujud.
15.
Sunnah meletakkan kedua tangan di
atas lutut ketika duduk tasyahud, dan sunnah memegang seluruh jari-jari tangan
kanannya kecuali telunjuknya maka dilepaskannya dan diangkatnya ketika
mengucapkan اِلاَّ اللهُ.
16. Sunnah
berpaling muka ke kanan pada salam yang pertama dan berpaling ke kiri pada
salam yang kedua.
Pasal Ke
duapuluh tiga
Bacaan Rukun Qauli &
Sunnah Qauliyah
Segala lafadz rukun qauli
dan segala sunnah qauliyah adalah sebagai berikut:
1.
Sunnah qauliyah Adzan:
Inilah Lafaznya:
* اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ. (2×)
* اَشْهَدُاَنْ لآَ اِلَـهَ اِلاَّاللهُ. (2×)
* اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدً ارَّسُوْلُ اللهْ. (2×)
* حَيَّ عَلَىالصَّلاَةِ. (2×)
* حَيَّ عَلَىالْفَلاَحِ. (2×)
* اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ.
*
لآَ اِلَـهَ اِلاَّاللهُ.
Artinya:
* Allah
Tuhan Yang Maha Besar, Allah Tuhan Yang Maha Besar. (2X)
* Aku
ketahui dengan Ikrar bahwasanya tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah. (2X)
* Aku
ketahui dengan ikrar bahwasanya Nabi Muhammad Utusan Allah. (2X)
* Marilah
atas ber-Shalat. (2X)
* Marilah
atas keberuntungan. (2X)
* Allah
Tuhan Yang Maha Besar, Allah Tuhan Yang Maha Besar.
*
Tiada Tuhan yang disembah
melainkan Allah.
2.
Adapun yang mendengar Adzan maka
sunnah baginya mengikuti lafaz adzan tersebut, melainkan pada: حَيَّ عَلَىالصَّلاَةِ dan حَيَّ عَلَىالْفَلاَحِ maka dijawab dengan:
لاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّبِاللهِ.
Artinya:
Tiada
daya upaya atas membuat taat atau meninggalkan maksiat hanya dengan pertolongan
Allah Ta’ala.
Dan ketika muadzzin (peng-adzan)
mengucapkan:
أَلصَّلاَةُ خَيْرٌمِنَ النَّوْمِ.
pada Adzan Subuh, maka dijawab
dengan:
صَدَقْتَ وَبَرِرْتَ.
Artinya:
Benarlah engkau dan
berbaktilah engkau.
3. Sunnah
membaca shalawat dan berdo’a sesudah selesai dari adzan.
Inilah Lafaznya:
اَللَّـهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
Artinya:
Hai
Tuhanku beri Rahmat ta’zim dan sejahtera atas Sayyidina Muhammad dan atas
keluarga Sayyidina Muhammad.
اَللَّهُمَّ رَبَّ
هَـذِهِ الدَّعْوَةِ التَّآمَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَآئِمَةِ، آتِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدَا
اِنلْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ الْمَقَامَا لْمَحْمُوْدَ
انِلَّذِيْ وَعَدْتَهُ، يَآ اَرْحَمَ ارَّحِمِيْنَ.
Artinya:
Allah Tuhanku, ini panggilan
yang sempurna yakni Adzan, Dan Shalat yang berdiri, Berilah kiranya oleh Engkau
atas Sayyidina Muhammad tempat yang amat tinggi di surga.
4.
Sunnah qauliyah Qamat:
Inilah Lafaznya:
* اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ.
* اَشْهَدُ اَنْ لآَ اِلَـهَ اِلاَّ اللهُ.
* اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدً ارَّسُوْلُ اللهْْ.
* حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ.
* حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ.
* قَدْقَامَتِ الصَّلاَةُ.
* قَدْقَامَتِ الصَّلاَةُ.
* اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ.
* لآَ اِلَـهَ اِلاَّ اللهُ.
Artinya:
* Allah Tuhan Yang Maha Besar, Allah Tuhan Yang Maha Besar.
* Aku
ketahui dengan Ikrar bahwasanya tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah.
* Aku
ketahui dengan ikrar bahwasanya Nabi Muhammad Utusan Allah.
* Marilah
atas ber-Shalat.
* Marilah
atas menuju keberuntungan.
* Telah
hampir berdiri Shalat.
* Telah
hampir berdiri Shalat.
* Allah
Tuhan Yang Maha Besar, Allah Tuhan Yang Maha Besar.
* Tiada
Tuhan yang disembah melainkan Allah.
Do’a sesudah selesai dari Qamat.
Inilah Bacaannya:
اَللَّـهُمَّ
رَبَّ هَـذِهِ الدَّعْوَةِ التَّآمَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَآئِمَةِ، صَلِّ وَسَلِّمْ
عَلَىسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآتِهِ سُؤْلَهُ يَوْمَ الْقِيَامَتِ.
Artinya:
Allah
Tuhanku, ini panggilan yang sempurna yakni Qamat, Dan Shalat yang berdiri, Shalawat
serta sejahtera atas Sayyidina Muhammad, Berikanlah padanya segala permintaan
dihari Qiyamat.
5.
Sunnah dibaca ketika berdiri pada
Shaf Shalat.
Inilah Bacaannya:
اَللَّـهُمَّ آتِنِى أَفْظَلَ مَا تُؤْتِى عِبَادِكَ
الصَّالِحِيْنَ.
Artinya:
Allah
Tuhanku, berikanlah aku yang lebih afdhal yang Engkau berikan kepada segala
hamba Engkau yang shaleh.
Pasal
Ke dua puluh empat
Zikir-zikir
didalam Shalat
1.
Segala zikir di dalam Shalat
adalah sebagai berikut:
a. Niat
Shalat sebelum Takbiratul Ihram.
Segala lafaz
niat yang akan datang ini yaitu jika shalat munfarid yakni sendiri, adapun jika
menjadi ma’mum maka ditambah مَأْمُوْمًا yakni mengikuti imam, dan jika
menjadi imam maka ditambah اِمَامًا yakni menjadi imam.
Niat Shalat Shubuh:
اُصَلِّىفَرْضَ
الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا/اِمَامًا) ِللهِ تَعَالَى، اَللهُ اَكْبَرُ.
Artinya:
Sahjaku
Shalat fardhu Shubuh dua raka’at (mengikuti
imam/menjadi imam) Lillahi Ta’ala, Allah yang Maha Besar.
Niat Shalat Zhuhur:
اُصَلِّىفَرْضَ
الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ (مَأْمُوْمًا/اِمَامًا) ِللهِ تَعَالَى، اَللهُ
اَكْبَرُ.
Artinya:
Sahjaku
Shalat fardhu Zhuhur empat raka’at (mengikuti
imam/menjadi imam) Lillahi Ta’ala, Allah yang Maha Besar.
Niat Shalat Ashar:
اُصَلِّىفَرْضَ
الْعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ (مَأْمُوْمًا/اِمَامًا) ِللهِ تَعَالَى، اَللهُ
اَكْبَرُ.
Artinya:
Sahjaku
Shalat fardhu Ashar empat raka’at (mengikuti imam/menjadi imam) Lillahi Ta’ala,
Allah yang Maha Besar.
Niat Shalat Maghrib:
اُصَلِّىفَرْضَ
الْمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ (مَأْمُوْمًا/اِمَامًا) ِللهِ تَعَالَى، اَللهُ اَكْبَرُ.
Artinya:
Sahjaku
Shalat fardhu Maghrib tiga raka’at (mengikuti imam/menjadi imam) Lillahi
Ta’ala, Allah yang Maha Besar.
Niat Shalat Isya:
اُصَلِّىفَرْضَ
الْعِشَآءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ (مَأْمُوْمًا/اِمَامًا) ِللهِ تَعَالَى، اَللهُ
اَكْبَرُ.
Artinya:
Sahjaku
Shalat fardhu Isya empat raka’at (mengikuti imam/menjadi imam) Lillahi Ta’ala,
Allah yang Maha Besar.
b. Do’a
Istiftah dibaca sesudah Takbiratul Ihram.
Inilah Bacaannya:
اَللهُ
اَكْبَرُكَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً
وَّاَصِيْلاً، وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَـوَاتِ وَاْلاَرْضَ
حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَااَنَامِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. اِنَّصَلاَتِىْ وَنُسُكِيْ
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِىْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذَ
لِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَا لْمُسْلِمِيْنَ.
Artinya:
Allah
yang Maha Besar Kebesarannya, dan segala Puji bagi Allah puji yang banyak, Maha
Suci Allah Ta’ala senantiasa pagi dan sore.Aku hadapkan mukaku pada Rahmat
Tuhan yang menjadikan segala langit dan bumi pada hal muslim dan tiada aku
daripada orang yang musyrik (menyekutukan) Sesungguhnya Shalatku dan ibadahku dan
hidupku dan matiku hanya bagi Allah, Tuhan seru sekalian Alam. Tiada sekutu
bagi-Nya dan dengan yang demikian itu tidak aku diperintahkan dan aku daripada
kaum yang Islam.
c. Membaca Surah Al-Fatihah.
Inilah Bacaannya:
*
اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
* بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ.
*
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
*
اَلرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ.
*
مَـلِكِ يَوْمِ الدِّ يْنِ.
*
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ.
*
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ.
*
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ، غَيْرِالْمَغْضُوْبِ
عَلَيْهِمْ، وَلاَالضَّآلِّيْنَ.
*
آمِيْنْ.
Artinya:
* Aku
berlindung dengan Kuasa Allah Ta’ala daripada godaan Syaitan yang terkutuk.
* Dengan
nama Allah Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
* Segala
Puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.
* Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
* Raja
di Hari Qiyamat. Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya pada Engkau kami
memohon pertolongan.
* Tunjukanlah
kami jalan yang lurus.
* Yaitu
perjalanan yang telah Engkau beri nikmat atas mereka itu Anbiya dan Mursalin
Auliya Shalihin, bukan perjalanan yang dimurkai atas mereka itu daripada Yahudi
dan bukan perjalanan yang sesat daripada Nasrani.
*
Terimalah wahai Tuhanku.
d. Membaca
Surah Al-Kafirun setelah Al-Fatihah pada raka’at yang pertama.
Inilah bacaannya:
* بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ.
* قُلْ يَـأَ يُّهَا الْكَـفِرُوْنَ.
* لآ اَعْبُدُمَا تَعْبُدُوْنَ.
* وَ لآ اَنْتُمْ عَـبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ.
* وَ لآ اَنَاعَابِدٌمَّا عَبَدْتُّمْ.
* وَ َلآ اَنْتُمْ عَـبِدُوْنَ مَآ اَعْبُدُ.
*
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ.
Artinya:
* Dengan
nama Allah Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
* Katakanlah
olehmu Ya Muhammad: Hai orang-orang kafir.
* Tiada
aku menyembah akan yang kamu sembah.
* Dan
tiada kamu menyembah akan Tuhan yang ku sembah.
* Dan
tiada aku sembah barang yang kamu sembah.
* Dan
tiada nanti kamu sembah akan Tuhan yang ku sembah.
*
Bagimu adalah agamamu dan bagiku
adalah agamaku.
e. Membaca
Surah Al-Ikhlas setelah Al-Fatihah pada raka’at yang kedua.
Inilah bacaannya:
* بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ.
* قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ.
* اَللهُ الصَّمَدُ.
* لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ.
*
وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُوًا اَحَدٌ.
Artinya:
* Dengan
nama Allah Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
* Katakanlah
olehmu Ya Muhammad: Allah ituTuhan Yang Esa.
*
Lagi yang diqasadkan oleh mahluk
padanya tiada Allah Ta’ala beranak dan tiada diberanakkan dan tiada ada jadi
baginya bandingan.
f. Takbir Intiqal ketika
hendak Ruku’ dan bacaan ruku’
Inilah bacaannya:
اَللهُ اَكْبَرُ.
سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ (3×)
Artinya:
Allah Maha Besar.
Maha Suci Tuhanku yang
Maha Besar dan segala puji baginya.
g. I’tidal
setelah bangun dari ruku’.
Inilah bacaannya:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ.
رَبَّنَا لَكَ
الْحَمْدُ مِلْءَالسَّمَـوَاتِ وَمِلْ ءَ اْلاَرْضِ، وَمِلْ ءَمَا شِئْتَ مِنْ
شَيْئٍ بَعْدُ.
Artinya:
Dikabulkan Allah Ta’ala
bagi yang memuji padanya.
Hai Tuhan kami bagi
Engkau segala puji sepenuhnya segala langit dan sepenuhnya bumi, dan sepenuhnya barang yang Engkau tentukan daripada ‘Arasy
dan Kursy sesudahnya yang demikian itu.
h. Do’a Qunut setelah membaca do’a I’tidal untuk Shalat Shubuh.
Inilah bacaannya:
اَللَّـهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ
هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ
لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَىعَلَيْكَ،
وَإِنَّهُ لاَيَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا
وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ إِلَيْكَ،
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَىآلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلَّمَ.
Artinya:
Hai Tuhanku berikan aku Hidayat didalam bilangan kaum yang Engkau berikan
Hidayat Dan beri Afiat padaku didalam bilangan kaum yang Engkau berikan Afiat
padanya. Dan peliharakan aku didalam bilangan kaum yang Engkau peliharakan
mereka itu Dan beri Barokah bagiku didalam bilangan barang yang Engkau beri
padaku. Dan selamatkan aku daripada kejahatan yang engkau taqdirkan. Dan
bahwasanya Engkau jua yang menghukumkan dan tidak dihukumkan atas Engkau. Dan
bahwasanya tiada menjadi hina oleh orang yang Engkau peliharakan. Dan tiada
menjadi mulya oleh orang yang Engkau seterukan dia. Telah Amat Kebesaran Engkau
hai Tuhan kami dan Amat Ketingian Engkau maka bagi Engkau segala puji atas
barang yang Engkau hukumkan. Aku mohon ampunan dan aku bertobat pada Engkau Dan
berikan shalawat atas
Nabi Muhammad yang ummi dan atas keluarganya dan sahabatnya dan berikanlah
salam.
i. Sujud yang pertama setelah I’tidal.
Inilah bacaannya:
اَللهُ اَكْبَرُ.
سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلاَعْلَى وَبِحَمْدِهِ (3×)
Artinya:
Allah Maha Besar.
Mahasuci Tuhanku yang Maha Tinggi.
j. Duduk Antara dua Sujud setelah sujud pertama.
Inilah bacaannya:
اَللهُ
اَكْبَرُ.
رَبِّ
اغْفِرْ لِيْ،
وَارْحَمْنِىْ، وَاجْبُرْ نِىْ، وَارْ فَعْنِىْ، وَ ارْزُ قْنِىْ، وَاهْدِ نِىْ، وَعَا فِنِىْ، وَاعْفُا عَنِّى.
Artinya:
Allah Maha Besar.
Hai Tuhanku
ampuni bagiku, dan berikanlah Rahmat bagiku, dan sempurnakan kekuranganku, dan
tinggikanlah derajatku, dan berikanlah rizki padaku, dan beri hidayat kepadaku,
dan afiatkan aku, dan maafkanlah aku.
k.
Sujud yang kedua
setelah duduk antara dua sujud.
Inilah bacaannya:
اَللهُ اَكْبَرُ.
سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلاَعْلَى وَبِحَمْدِهِ (3×)
Artinya:
Allah Maha Besar
Mahasuci
Tuhanku yang Maha Tinggi.
l. Di akhir Shalat maka
duduk Tahiyyat.
Inilah bacaannya:
اَللهُ اَكْبَرُ.
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَـاتُ
الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَـاتُ ِللهِ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ
اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. اَلسَّلاَمُ عَلَيِنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً ارَّسُوْلُ
اللهِ.
اَللَّـهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ
النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وُذُرِّيَّتِهِ
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ.
وَبَارِكْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وُذُرِّيَّتِهِ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ.
فِي
الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّـهُمَّ إِنِّيْ
أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمِ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ
الْمَحْيَا وَ الْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ، وَمِنَ
الْمَغْرَمِ وَالْمَأْثَمِ.
اَللَّـهُمَّ اغْفِرْلِيْ
مَا قَدَّمْتُ، وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ، وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ،
وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّيْ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَ أَنْتَ الْمُؤَخِّرُ،
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ.
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ.(2×)
Artinya:
Allah Maha Besar.
Segala
kehormatan, segala keberkahan, segala Shalat, dan segala kesempurnaan hanya
bagi Allah Ta’ala. Sejahtera atas engkau hai Nabi Muhammad, dan
Rahmat Allah dan segala berkahnya. Sejahtera atas kami dan atas hamba Allah
yang saleh-saleh. Aku ketahui dengan ikrar bahwa tiada Tuhan yang wajib
disembah hanya Allah. Aku ketahui dengan ikrar bahwa Nabi Muhammad utusan Allah.
Hai
Tuhanku berikan Rahmat atas Sayyidina Muhammad dan atas keluarga Sayyidina
Muhammad. Hamba Engkau dan utusan Engkau Nabi yang ummi dan atas keluarga
Sayyidina Muhammad dan
atas sekalian istrinya dan keluarganya sebagaimana telah Engkau berikan shalawat
atas Nabi Ibrahim dan atas keluarga Nabi Ibrahim.
Dan berikanlah
barokah atas Sayyidina Muhammad. Hamba Engkau dan utusan Engkau Nabi yang ummi,
dan atas keluarga Sayyidina Muhammad. Dan atas sekalian istrinya dan
keluarganya, sebagaimana telah Engkau berikan barokah atas Nabi Ibrahim dan
atas keluarga Nabi Ibrahim.
Di dalam
sekalian bahwasanya Engkau jua Yang Terpuji lagi Yang Amat Mulya.
Hai
Tuhanku bahwasanya aku berlindung dengan Engkau daripada siksa api neraka, Dan
daripada siksa kubur, dan daripada fitnah dimasa hidup maupun setelah mati. Dan
daripada kejahatan fitnah si mata buta sebelah yaitu dajjal. Dan daripada
perutangan dan perbuatan dosa.
Hai
Tuhanku ampuni bagiku daripada segala dosa yang terdahulu, dan yang akan
datang, dan yang aku sembunyikan, dan yang aku nampakkan, dan yang aku
terlampaukan Dan yang Engkau terlebih mengetahui daripadaku, dan Engkaulah
mendahulukan, dan Engkau yang mengakhirkan.
Tiada Tuhan yang disembah
hanya Engkau adanya.
Sejahtera atas kamu dan Rahmat Allah (2X)
Pasal
Ke duapuluhlima
Zikir-zikir
setelah Shalat
2.
Setengah daripada zikir dan do’a
yang dibaca setelah habis Shalat lima waktu adalah:
a.
(3×) اَسْتَغْفِرُ اللهَ
Artinya:
Aku mohon ampunan
daripada Allah.
b.
Kemudian dilanjutkan dengan:
اَللَّـهُمَّ أَنْتَ
السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ. فَحَيِّنَا رَبَّنَا
بِا لسَّلاَمِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَالسَّلاَمِ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَا ذَالْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ.
اَللَّـهُمَّ لاَ مَا نِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ
مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ رَادَّ لِمَا قَضَيْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ
مِنْكَ الْجَدُّ.
سُبْحَانَ اللهِ. (33×)
اَلْحَمْدُ ِللهِ. (33×)
اَللهُ اَكْبَرُ. (33×)
Artinya:
Hai
tuhanku Engkau bernama As-Salaam, dan daripada
Engkau jua Salaam, dan pada Engkau kembalinya Salaam. Maka hormatkanlah kami
wahai Tuhan kami dengan Salaam, dan masukkanlah kami kedalam surga darus
salaam. Telah Amat Kebesaran Engkau Ya Tuhan kami, dan Amat Ketinggian Engkau Ya Tuhan yang mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan.
Ya
Tuhanku tidak ada yang menambah bagi barang yang Engkau berikan, dan tidak ada
yang memberi bagi barang yang engkau tambahkan, dan tidak ada yang dapat
menolak bagi barang yang Engkau hukumkan. Dan tidak dapat memberi manfaat akan
orang yang mempunyai harta daripada siksa Engkau oleh hartanya.
Maha Suci Allah. (33X)
Segala Puji Allah. (33X)
Allah yang Maha Besar.
(33X)
c. Dan
ditambah lagi khusus sehabis Shalat Shubuh dan Shalat Maghrib, sebelumnya yang
demikian itu (sehabis Istighfar) dan sebelum menggeser atau merubah posisi
duduk iftirash, maka dibaca sebagai berikut:
لاَ إِلَـهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، يُحْيِي وَيُمِيْتُ، وَهُوَ
اَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. (10×)
اَللَّـهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ النّاَرِ (7×)
Artinya:
Tiada
Tuhan yang disembah dengan sebenar-benarnya hanya Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Dan bagi-Nya Kerajaan, dan bagi-Nya segala Puji,
dan adalah Tuhan yang menghidupkan dan yang mematikan, dan Ia-lah atas
tiap-tiap sesuatu itu Maha Kuasa. (10 X)
Ya Tuhanku Jauhkan aku
daripada siksa api neraka.(7 X)
d.
Kemudian setelah itu membaca:
اَللَّـهُمَّ
أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ.
Dan seterusnya ……
e.
Kemudian membaca do’a di bawah
ini, diawali dengan membaca Shalawat atas Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi
Wasallam dan diakhiri atau ditutup juga dengan Shalawat.
Inilah do’anya:
اَللَّـهُمَّ أَعِنِّيْ
عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ.
اَللَّـهُمَّ اجْعَلْ
خَيْرَ عُمُرِ أَخِرَهُ، وَ خَيْرَ عَمَلِيْ خَوَاتِيْمَهُ، وَاجْعَلْ خَيْرَ
أَيَّامِيْ يَوْمَ الْقَائِكَ.
اَللَّـهُمَّ إِنِّى
أَسْأَ لُكَ الْجَنَّةَ، وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ، وَعَمَلٍ،
وَنِيَّةٍ، وَاعْتِقَادِ. وَ أَعُوْذُبِكَ مِنْ النَّارِ، وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا
مِنْ قَوْلٍ، وَعَمَلٍ، وَنِيَّةٍ، وَاعْتِقَادِ.
اَللَّـهُمَّ إِنِّى
أَسْأَ لُكَ الْعَفْوَ وَالْعَا فِيَةَ، فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَ اْلآ
خِرَةِ.
Artinya:
Ya Allah
Tuhanku, tolongkan aku atas mengucap Zikir pada Engkau, dan atas memberi Syukur
pada Engkau, dan membaguskan ibadah pada Engkau
Ya Allah
Tuhanku, jadikanlah yang terlebih kebajikan umurku diakhirnya, dan jadikanlah
terlebih kebajikan segala amalku dipenghabisannya, dan jadikanlah yang
terlebih kebajikan segala hari-hariku, yaitu hari yang aku bertemu pada Engkau.
Ya Allah
Tuhanku, bahwasanya aku mohon pada Engkau Syurga, dan segala amal yang
mendekatkan aku padanya dari perkataanku, perbuatanku, niatku dan keyakinanku. Dan
aku berlindung dengan Engkau daripada api neraka, dan daripada segala amal yang
mendekatkan padanya dari perkataanku, perbuatanku, niatku dan keyakinanku.
Ya Allah
Tuhanku, bahwasanya aku mohon pada Engkau ma’af dan affiat di dalam perkara
Agama, dan di dalam hal dunia dan akhirat. Amiiin.
Pasal Ke dua puluh enam
Sunnah-sunnah Ab’ad
Sunnah-sunnah Ab’ad ialah
sunnah-sunnah di dalam Shalat, yang apabila tidak dikerjakan salah satunya disebabkan
oleh karena lupa atau tertinggal, maka disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi.
Sunnah Ab’ad ada 7 perkara,
manakala tiada dapat dikerjakan salah-satu daripadanya maka sunnah sujud sahwi,
yaitu:
1.
Tidak membaca Tasyahud Awwal
2.
Tidak Duduk dalam membaca
Tasyahud Awwal
3.
Tidak membaca Shalawat atas Nabi
Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam di Tasyahud Awwal
4.
Tidak Membaca Shalawat atas
Keluarga Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam di Tasyahud Akhir
5.
Tidak membaca do’a qunut pada
Shalat Shubuh
6.
Tidak membaca Shalawat dan Taslim
atas Nabi dan atas keluarganya dan sahabatnya di dalam do’a qunut.
7.
Tidak berdiri pada saat membaca
do’a qunut.
Pasal Ke duapuluh tujuh
Pekerjaan yang Makruh di dalam
Shalat
Perihal pekerjaan yang makruh (dibenci Allah) di
dalam shalat yaitu:
1.
Menengok ke atas atau ke kanan
atau kiri.
2.
Menyimpulkan rambut atau kain
atau baju dengan tiada hajat (maksud/sebab)
3.
Bershalat dengan menahan hadast
(menahan buang air kecil/besar atau angin)
4.
Berdiri dengan sebelah kaki atau
memajukan salah satu kakinya dengan tiada uzur (sebab)
5.
Bersender pada sesuatu barang
yang sekiranya dilakukannya niscaya jatuh olehnya.
6.
Bertolak pinggang.
7.
Jahir di dalam Shalat Sir
(bersuara keras pada shalat Zuhur dan Ashar) dan Sir ditempat yang jahir
(bersuara pelan di Shalat Shubuh, Maghrib dan Isya’).
8.
Membarengkan gerakan Imam di
dalam ruku’, sujud atau lainnya.
Pasal Ke dua puluh delapan
Yang Membatalkan Shalat
Perihal yang membatalkan shalat, yaitu:
1.
Kedatangan hadast kecil atau
besar.
2.
Kedatangan najis yang tiada
dimaaf, melainkan jika najis yang kering dan segera dijatuhkan dengan tiada
memegang atau memikulnya dan tiada ada bekas-bekasnya ditempat kenanya itu
3.
Terbuka aurat jika tidak segera
ditutup.
4.
Dengan sengaja menyebut dua huruf
sekalipun tidak ada artinya atau satu huruf yang ada memiliki arti.
5.
Sengaja makan atau minum
sekalipun sedikit atau banyak, sekalipun karena lupa.
6.
Bergerak tiga kali berturut-turut
sekalipun karena lupa.
7.
Menambah satu rukun fi’li dengan
sengaja.
8.
Mendahulukan gerakan Imam dengan
dua rukun fi’li atau ketinggalan daripadanya dengan dua rukun fi’li dengan
tiada uzur (sebab).
9.
Niat di dalam hati untuk
membatalkan shalat atau menggantungkan niat itu dengan sesuatu barang (keadaan)
atau pergi datang fikiran untuk membatalkannya itu.
Pasal Ke duapuluh sembilan
Sunnah Sujud Sahwi
Sunnah melakukan sujud sahwi dua
kali sujud, disebabkan karena 3 perkara, yaitu:
1. Meninggal
sunnah ab’ad, misalnya:
a.
Meninggalkan Tasyahud Awwal
b.
Meninggalkan Shalawat di Tasyahud
Awwal
c.
Meninggalkan Shalawat atas
keluarga Nabi di Tasyahud akhir.
d.
Tidak membaca do’a qunut diwaktu
shalat shubuh.
e.
Tidak membaca shalawat atau
taslim atas Nabi, keluarga atau sahabatnya di dalam do’a qunut.
2.
Mengerjakan yang membatalkan
shalat. Jika dikerjakannya itu dengan lupa maka tidak batal tetapi sunnah sujud
sahwi, misalnya:
a.
makan sedikit karena lupa
b.
berkata-kata sedikit karena lupa
c.
menambah satu rukun fi’li karena
lupa.
3.
Mengerjakan rukun fi’li dengan
syak (ragu-ragu) apakah lebih atau tidak, misalnya:
a.
Syak (ragu-ragu) apakah sudah
sujud dua kali atau baru sekali, maka wajib sujud sekali lagi dan sunnah sujud
sahwi.
b.
Syak (ragu-ragu) apakah sudah
empat raka’at atau baru tiga raka’at, maka wajib satu raka’at lagi dan sunnah
sujud sahwi.
Adapun jatuhnya (dapat dilakukan)
sujud sahwi itu bagi Munfarid (shalat sendiri) atau bagi Imam, dan niatnya (di
dalam hati untuk melakukan sujud sahwi) wajib atas keduanya dengan tiada
berlafaz (tidak diucapkan), jika berlafaz maka menjadi batallah shalatnya itu.
Adapun ma’mum maka wajib atasnya
mengikuti imamnya jika imamnya melakukan sujud sahwi.
Pasal Ke tigapuluh
Sunnah Sujud Tilawah
Sunnah melakukan Sujud Tilawah
sekali sujud, yaitu bagi orang yang membaca suatu ayat atau orang yang
mendengarkan suatu ayat yang ada perintah untuk melakukan sujud.
Maka ayat yang memerintahkan
sujud di dalam Al-Qur’an itu ada 14 (empat belas) ayat.
Jika yang membaca atau mendengar
ayat itu berada di luar shalat, maka syarat melakukan Sujud Tilawah adalah sama
seperti syarat-syarat shalat, yaitu:
1. Suci
daripada hadast kecil dan besar.
2. Suci
daripada najis.
3. Menghadap
Qiblat.
4. Menutup
aurat.
Adapun rukun Sujud Tilawah 4 perkara, yaitu:
1. Niat
di dalam hati: “Sahjaku Sujud Tilawah karena Allah Ta’ala”, berbarengan
dengan Takbiratul Ihram.
2. Takbiratul
Ihram (اَللهُ اَكْبَرُ).
3. Sekali
Sujud dengan Thuma’ninah (diam anggota badan sekedar سُبْحَانَ اللهِ).
4. Mengucapkan
Salam seperti shalat, tetapi tidak dengan tasyahhud.
Jika yang membaca atau mendengar
ayat itu berada di dalam shalat, maka sunnah bagi munfarid (shalat sendiri)
atau bagi imam melakukan Sujud Tilawah.
Adapun niat sujud tilawah di
dalam shalat maka ada khilaf (perselisihan pendapat) diantara ulama-ulama, ada
yang mengatakan wajib niat ada yang mengatakan sunnah niatnya, tetapi
kedua-duanya mu’tamad (memiliki kekuatan).
Sedangkan bagi ma’mum maka wajib
atasnya mengikuti imamnya bilamana imam melakukan sujud tilawah
Pasal ke Tigapuluh satu
Shalat-shalat Sunnah
Shalat-shalat Sunnah, yaitu:
1.
Sunnah yang Mu’akkad (yang
dianjurkan), jumlahnya ada 10 (sepuluh) raka’at, yaitu:
a.
Dua raka’at sebelum (qabliyah)
shalat Shubuh.
b.
Dua raka’at sebelum (qabliyah)
shalat Zhuhur atau Jum’at
c.
Dua raka’at setelah (ba’diyah)
shalat Zhuhur atau Jum’at.
d.
Dua raka’at setelah (ba’diyah)
shalat Maghrib.
e.
Dua raka’at setelah (ba’diyah)
shalat Isya’.
2.
Sunnah yang bukan Mu’akkad (bukan
yang dianjurkan), jumlahnya ada 12 (duabelas) raka’at, yaitu:
a.
Dua raka’at ditambahkan sebelum
shalat Zhuhur atau Jum’at.
b.
Dua raka’at ditambahkan setelah
shalat Zhuhur atau Jum’at.
c.
Empat raka’at sebelum shalat
Ashar.
d.
Dua raka’at sebelum shalat
Maghrib.
e.
Dua raka’at sebelum shalat Isya’.
3.
Sunnah shalat Witir,
sekurang-kurangnya satu raka’at, pertengahannya tiga raka’at dan
sebanyak-banyaknya sebelas raka’at. Adapun waktunya adalah dari sehabis shalat
Isya’ hingga Fajar.
4.
Sunnah shalat Dhuha’,
sekurang-kurangnya dua raka’at dan sebanyak-banyaknya delapan raka’at. Waktunya
adalah dari terbitnya Matahari sekedar sependirian hingga masuknya waktu shalat
Zhuhur.
5.
Sunnah shalat Wudhu’ (sunnatul
wudhu’), yaitu dua raka’at sesudahnya mengambil Air Wudhu.
6.
Sunnah Shalat Tahyatul Masjid
(menghormati masjid), yaitu dua raka’at jika memasuki masjid.
7.
Sunnah shalat Taraweh, yaitu dua
puluh raka’at dan tiap-tiap dua raka’at daripadanya dengan tasyahhud dan salam.
TANBIH:
Bermula orang yang mempunyai Qadha’
Shalat fardhu (meninggalkan shalat wajib) maka jika dengan uzur (sebab) yaitu
karena lupa atau ketiduran, atau karena dipaksa, maka wajib atasnya Shalat Qadha’
kapan saja waktunya tetapi sunnahnya adalah dengan segera membayar qadha’nya
itu, dan sunnah mendahulukannya atas shalat-shalat sunnah.
Adapun jikalau orang yang
mempunyai Qadha’nya itu dari tinggal shalat tidak dengan uzur (sengaja tidak
shalat) maka wajib atasnya segera membayar qadha’ itu dan tidak harus shalat sunnah,
hingga selesai daripada membayar qadha’nya itu.
Pasal ke Tigapuluh dua
Dosa Meninggalkan Shalat
Dosanya orang yang meninggalkan
shalat adalah terlalu amat besar dan siksanya terlalu amat keras.
Maka telah diriwayatkan oleh
setengah daripada ulama bahwa ada seorang perempuan yang suka meninggalkan
shalat, kemudian dia mati.
Sewaktu diturunkannya mayat itu
kedalam kubur oleh saudara laki-lakinya, maka terjatuhlah ke dalam lobang kubur
sebuah kantong konjen yang berisi uang milik saudaranya itu.
Maka setelah ditutup lobang
kuburnya itu, saudaranya itu ingat bahwa kantong konjen berisi uangnya itu
terjatuh ke dalam lobang kubur.
Kemudian baliklah saudaranya itu
yang bermaksud hendak menggali kuburan itu untuk mengeluarkan kantong konjennya
itu sebab ada uangnya.
Sewaktu ia mulai menggali kuburan
itu maka keluarlah api daripada kuburan itu, dan ia tidak dapat tahan atas
panasnya.
Lalu ia kembalikan tanah kuburan
itu, dan ia menangis berjalan pulang, kemudian menanyakan kepada ibunya, “betapakan
dosa saudaraku semasa hidupnya?” dan diceritakannyalah kepada ibunya itu
mengenai kejadian di atas kuburan saudaranya itu.
Maka ibunyapun sangat amat
menangis sedih hatinya mendengan cerita tentang kuburan anak perempuannya itu,
maka berkatalah ibunya “tiada dosa yang diperbuat oleh saudara perempuanmu
melainkan terkadang ia suka meninggalkan shalat lima waktu dengan tiada uzur
(tak ada sebab)”.
Pasal ke Tigapuluh tiga
Kewajiban Orangtua terhadap Anaknya
Wajib hukumnya atas orangtua Ayah
maupun Ibu untuk memerintahkan anak-anaknya mengerjakan shalat semenjak anaknya
berumur 7 (tujuh) tahun.
Dan jika sampai umur anaknya 10
(sepuluh) tahun belum juga mau melakukan shalat, maka wajib atas Ayah dan Ibu
memerintahkannya dengan ancaman suatu pukulan yang pantas dan tidak membuatnya
terlalu kesakitan.
Pasal Ke tigapuluh empat
Hadist Nabi SAW tentang Shalat
Bersabda Rasullullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam:
مَنْ
تَرَكَ الصَّلاَةَ مُتَعَمِّدًا فَقَدْ كَفَرَ.
Artinya:
Siapa orang yang
meninggalkan Shalat dengan sengaja maka telah Kafirlah ia.
Maka berdasarkan atas ini hadist,
dimaknakan oleh Imam Hanbali Radhiyallahu ‘an, dengan zahirnya (kelihatannya),
yakni tiap-tiap orang yang meninggalkan shalat dengan tiada uzur (sebab) maka
kafirlah ia.
Sedangkan yang dimaknakan oleh
Imam Syafi’I Radhiyallahu ‘an, yaitu jikalau orang yang meninggalkan shalat
dengan tidak meng-I’tiqadkan (tidak berkeyakinan) bahwa shalat itu wajib
baginya, maka kafirlah ia. Adapun jika ia meninggalkan shalat dikarenakan oleh
sebab malas saja padahal ia ber-I’tiqad (berkeyakinan) bahwa shalat itu walau
bagaimanapun wajib bagi dirinya, maka tidak menjadi kafir, tetapi dosanya
amatlah besar.
Pasal Ke tigapuluh lima
Shalat Berjama’ah
Shalat Berjama’ah (bersama-sama
imam) bagi laki-laki itu lebih afdhal daripada munfarid (shalat sendiri).
Sedangkan bagi perempuan afdhalnya
adalah shalat di rumahnya sekalipun munfarid (shalat sendiri), dan jikalau
dapat dirumahnya itu berjama’ah dengan sama-sama perempuan atau mahramnya (yang
tidak menjadikan ia haram) maka itu lebih afhal lagi.
Syarat-syarat Shalat Berjama’ah 10 (sepuluh)
perkara:
1.
Bahwa janganlah ma’mum meng-I’tiqadkan
(berkeyakinan) bahwa Shalat imamnya itu batal, atau imamnya itu sedang shalat qadha’
2.
Janganlah ma’mum mengikuti
ma’mum.
3.
Janganlah seorang imam itu tidak
pandai mengucapkan huruf bacaan Al-Fatihah, atau imam menggantikan sesuatu huruf dengan huruf yang lain, misalnya: alhamdulillah
diganti dengan khabasara, melainkan jika ma’mumnya saja yang melakukan
kesalahan seperti itu.
4.
Janganlah ma’mum labih maju
berdirinya atau duduknya daripada imam.
5.
Janganlah ma’mum laki-laki
mengikuti imam perempuan atau banci, akan tetapi perempuan atau banci sah
mengikuti imam laki-laki.
6.
Berniat (didalam hati) oleh
ma’mum akan ma’muman (mengikuti imam) sewaktu di Takbirathul Ihram.
7.
Bahwa ma’mum mengetahui akan
imamnya ketika ruku’, sujud, duduk dan lainnya, dengan melihat padanya atau
mendengar suara imamnya takbir intiqal (mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ)
atau dengan takbir Muballigh (maksudnya suara bilal atau yang mengeraskan suara
imam), atau melihat pada sebahagian ma’mum akan ruku’ sujudnya.
8. Jangan
ada palang (penghalang) yang mencegah orang untuk berjalan antara tempat imam
dan tempat ma’mum. Misalnya antara imam dan ma’mum dihalangi oleh bambu yang
melintang, pintu tertutup, atau bale-bale yang tinggi, yang karena tingginya
itu mencegah akan orang yang berjalan sebagaimana biasa orang yang berjalan,
melainkan ia harus dengan sangat menunduk atau melompat.
9. Ma’mum
wajib mengikuti gerakan imamnya, maka afdhalnya adalah jika imam telah sampai
di batas ruku’ maka barulah ma’mum ruku’, dan jika imam telah sampai di batas
berdiri maka barulah ma’mum bangkit daripada ruku’, dan jika imam telah sampai
di batas sujud maka barulah ma’mum turun sujud, demikian pula pada rukun-rukun
yang lain.
a. Makruh
hukumnya bagi ma’mum membarengi gerakan imam dalam shalat, dan haram hukumnya
mendahulukan imam pada satu rukun fi’li, dan batal shalatnya ma’mum jika
mendahulukan imam dengan dua rukun fi’li.
b. Makruh
hukumnya bagi ma’mum bila tertinggal gerakan imam dengan tiada uzur hingga imam
mendapat satu rukun fi’li, dan batal shalatnya ma’mum jika tertinggal gerakan
imam dengan dua rukun fi’li jika ketiadaan uzur.
c. Adapun
jika ada uzur seumpama ma’mum lambat membaca Al-Fatihah dan Imamnya terlalu
cepat membacanya, atau ma’mum terlupa membaca Al-Fatihah maka setelah imamnya
ruku’ barulah ma’mum ingat, atau ma’mum yang muwaffak membaca do’a
istiftah dan imamnya ruku’ sebelum ma’mum membaca Al-Fatihah, maka dengan salah
satu uzur dalam kondisi yang tersebut ini boleh ma’mum ketinggalan daripada
imamnya karena menghabiskan bacaan Al-Fatihah hingga imamnya bangkit daripada
sujud yang kedua.
10.
Jangan berlawanan gerakan ma’mum
dengan gerakan imamnya dengan perbedaan yang sangat berbeda (mencolok)
dilihatnya, yaitu seumpama imam sujud tilawah atau sujud sahwi maka tidak
diikuti oleh ma’mum akan sujud tilawah atau sujud sahwi itu. Perbedaan gerakan
oleh sebab yang demikian itu akan menjadi batal shalat ma’mum jika ia tidak
berniat mufarraqah (berpisah dari imam).
Artinya muwaffak:
yaitu makmum yang memulai didalam pendirian shalatnya bersama-sama imam, dimana
waktu yang yang didapat ma’mum cukup muat untuk membaca Al-Fatihah seluruhnya.
Artinya Masbuk:
yaitu ma’mum yang tidak mendapatkan waktu yang cukup membaca Al-Fatihah
seluruhnya kecuali hanya takbiratul ihram atau mendapatkan imamnya lagi ruku’.
Ketentuan-ketentuan Masbuk:
1.
Jika Masbuk mendapatkan imamnya
lagi berdiri, maka sesudahnya ma’mum takbiratul ihram harus segera ia membaca
Al-Fatihah dengan tidak perlu membaca اَعُوْذُبِاللهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ atau do’a istiftah lagi,
karena apabila imam ruku’ sedangkan ma’mum belum menyelesaikan Al-Fatihah, maka
ia boleh langsung mengikuti imamnya untuk ruku. Dan ma’mum mendapatkan raka’at
itu.
2.
Apabila Masbuk mendapatkan imam
lagi ruku’, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram ia langsung ruku’ mengikuti
imam dengan sunnah membaca takbir intiqal (اَللهُ اَكْبَرُ), maka jika
ma’mum mendapatkan thuma’ninah (diam sekedar سُبْحَانَ اللهِ) bersama-sama imam di dalam
ruku’ itu, maka dapatlah ma’mum akan raka’at itu.
Akan tetapi bilamana ma’mum tidak mendapatkan thuma’ninah itu bersama-sama
imam (misalnya ma’mum ruku’ bersamaan imamnya I’tidal) maka ma’mum tidak
mendapatkan raka’at itu.
3.
Adapun jikalau Masbuk mendapatkan imam lagi sujud atau lagi duduk antara dua sujud
atau lagi tasyahhud, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram, dia langsung
mengikuti imam dimana adanya dengan tidak membaca takbir intiqal lagi. Dan
ma’mum dalam hal ini tidak mendapatkan raka’at itu.
Pasal Ke tigapuluh enam
Shalat Qashar dan Jama’
Arti Qashar adalah:
Mengurangi 2 (dua) raka’at daripada shalat (yang empat raka’at) seperti Shalat
Zhuhur, Ashar dan Isya’.
Arti Jama’ adalah:
menggabungkan dua shalat fardhu didalam satu waktu.
Syarat-syarat Qashar 7 perkara:
1.
Mengetahui akan harusnya bagi
orang yang berlayar (musafir/bepergian) yang perjalanannya itu berjarak dua marhalah
yaitu perjalanan 90 pal (kilometer).
2.
Jangan kurang kadar jarak
pelayarannya itu dari yang ditentukan diatas itu.
3.
Pelayarannya itu bukan dengan
maksud maksiat (piknik maksiat misalnya mau nonton bola)
4.
Qasadnya (tempat yang akan
dituju) pada tempat yang sudah ditentukan sebelumnya.
5.
Niat Qashar di dalam takbiratul
ihram.
6.
Jangan mengikuti imam yang sedang
shalat tamam (shalat yang lengkap/biasa).
7.
Senantiasa pelayarannya itu
hingga akhir shalat.
Arti Jama’ Taqdim
yaitu: mendahulukankan Shalat Asyar diwaktu Zhuhur atau mendahulukankan Shalat
Isya’ diwaktu Maghrib.
Maka syaratnya ada 4 perkara:
1.
Mendahulukan shalat Zhuhur baru
kemudian Asyar atau mendahulukan shalat Maghrib baru kemudian Isya’.
2.
Niat Jama’ di dalam shalat yang
didahulukan itu (didalam shalat Zhuhur atau shalat Maghrib), dengan mengatakan
di dalam hatinya saja: “sahjaku menjama’ shalat Ashar di waktu Zhuhur”
atau “sahjaku menjama’ shalat Isya diwaktu Maghrib”.
3.
Segera melakukan shalat antara
keduanya (maksudnya setelah salam shalat Zhuhur langsung takbiratul ihram lagi
untuk shalat Ashar)
4.
Senantiasa pelayarannya
(perjalanannya) itu hingga habis waktu untuk takbiratul ihram shalat yang kedua
(shalat Ashar atau Isya’).
Arti Jama’ Ta’khir
yaitu: menta’khirkan shalat Zhuhur di waktu Asyar atau menta’khirkan shalat
Maghrib di waktu Isya’.
Maka syaratnya ada 2 perkara:
1.
Niat menta’khirkan diwaktu yang
awal (misalnya di waktu Zhuhur tetapi diluar shalat atau di waktu Maghrib
tetapi diluar shalat) dan sunnah berlafaz akan niat itu sebagai berikut:
نَوَيْتُ تَأْخِيْرَ الظُّهْرِ إِلَى الْعَصْر.
Artinya: Aku niat
menta’khirkan Zhuhur kepada Ashar.
Atau:
نَوَيْتُ تَأْخِيْرَ الْمَغْرِبِ إِلَى الْعِشَآءِ
Artinya: Aku niat
menta’khirkan Maghrib kepada Isya’
2.
Senantiasa pelayarannya
(perjalanannya) itu hingga shalat yang kedua. (shalat Ashar atau Isya tetapi
cukup waktunya untuk melakukan shalat jama’ tersebut).
Pasal Ke tigapuluh tujuh
Shalat Jum’at
Bahwasanya Shalat Jum’at itu
adalah Fardhu ‘Ain (fardhu yang diwajibkan kepada perorangan) atas
tiap-tiap laki-laki yang balligh, merdeka dan mukim (bertempat tinggal).
Pahala mengerjakan Shalat Jum’at
itu sangat terlalu besar, dan dosa bagi yang meninggalkan Shalat Jum’at-pun
sangat terlalu besar. Bahkan jikalau berturut-turut meninggalkan Shalat Jum’at
3 (tiga) kali dengan tiada uzur (sebab) maka menjadikan orang tersebut Munafik
(keluar dari Islam).
Jika suatu dusun (kampung) mudah
berkumpul orang-orangnya di dalam satu Masjid maka tidak boleh beberapa Masjid
yang mengadakan Shalat Jum’at (satu Masjid saja).
Tetapi jika sukar untuk
mengumpulkan dalam satu Masjid, maka boleh dua Masjid dan jika tidak dapat dua
Masjid maka boleh tiga Masjid. Jadi bilamana harus beberapa Masjid dijadikan
Shalat Jum’at itu dikarenakan uzur tidak muat atau terlalu jauh sehingga menjadi
musyaqqat (darurat) maka diperbolehkan.
Adapun bilamana orang-orang dalam
suatu dusun (kampung) tidak cukup 40 (empat puluh) orang, maka jikalau dapat
terdengar azan Shalat Jum’at dari tempat Shalat Jum’at yang cukup 40 (empat
puluh) orangnya, wajib atas orang-orang di dusun (kampung) yang kekurangan itu
datang ber-Shalat Jum’at ketempat yang cukup itu.
Tetapi bilamana tidak dapat
terdengar azan Shalat Jum’at dari tempat Shalat Jum’at yang cukup 40 (empat
puluh) orang itu, maka afdhalnya mengerjakan Shalat Jum’at mengikut qaul qadim
bagi Imam Syafi’I yang telah dikuatkan oleh beberapa Ulama padanya, tetapi
dengan ihtiyath mengulang Shalat Zhuhur sehabis Shalat Jum’at .
Syarat-syarat Shalat Jum’at:
1.
Waktunya di dalam waktu Shalat
Zhuhur, maka tidak Shah jika diluar waktu Zhuhur.
2.
Tempat melakukan Shalat Jum’at
itu masuk pada bilangan Negeri Jum’at (suatu tempat dimana diperbolehkannya
mendirikan Shalat Jum’at).
3.
Wajib terlebih dahulu membaca Dua
Khutbah, dengan 5 (lima) rukun-rukunnya, yaitu:
a. Mengucapkan
اَلْحَمْدُ ِللهِ .
b. Membaca
Shalawat atas Nabi Muhammad.
c. Wasiat
bit taqwa yakni memerintahkan kepada jama’ah Shalat Jum’at untuk mengerjakan yang
wajib-wajib dan mencegah dari perbuatan yang haram.
(Ketiga-tiganya rukun ini wajib
dikerjakan di dalam Dua Khutbah itu.)
d. Membaca
satu ayat dari Al-qur’an di dalam salah satu khutbah dari Dua Khutbah itu.
e. Mendo’akan
mu’minin dan mu’minat (orang Islam yang laki-laki dan perempuan) pada khutbah
yang ke dua dari Dua Khutbah itu.
Sunnah-sunnah dalam ber-Shalat Jum’at:
1.
Mandi Sunnah Jum’at.
2.
Memakai pakaian yang berwarna
putih bersih dan wangi.
3.
Membaca Al-Qur’an Surah Al-Kahfi.
4.
Membaca Shalawat atas Nabi
Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam.
5.
Setelah Shalat Jum’at sebelum
berkata-kata dan sebelum berubah tempat duduknya maka sunnah membaca:
a.
Surah Al-Fatihah sebanyak tujuh
kali.
b.
Surah Al-Ikhlas sebanyak tujuh
kali.
c.
Surah An-Falaq sebanyak tujuh
kali.
d.
Surah An-Naas sebanyak tujuh
kali.
6.
Dilanjutkan dengan membaca do’a
dibawah ini:
اَلْحَمْدُ
ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
اَللَّـهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
اَللَّـهُمَّ يَاغَنِيُّ
يَاحَمِيْدُ، يَامُبْدِئُ يَامُعِيْدُ، يَارَحِيْمُ يَاوَدَوْدُ.
أَغْنِنِىْ
بِحَلاَ لِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ، وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ
سِوَاكَ.
Artinya:
Segala Puji bagi Allah
seru sekalian alam.
Ya Allah Tuhanku, berikan
Rahmat atas Sayyidina Muhammad dan atas keluarga Sayyidina Muhammad.
Ya Allah Tuhanku, Engkau
yang Maha Kaya, Engkau yang Maha Terpuji, Engkau yang Maha Memulakan, Engkau
yang Mengulangkan, Engkau yang Maha Penyayang, Engkau yang sibuk memberi
pemberian kebajikan.
Kayakanlah aku dengan
yang Engkau halalkan, yang jauh daripada yang Engkau haramkan, dan kayakan aku
dengan membuat taat dan jauhkan aku daripada membuat maksiat, dan kayakan aku
dengan kelebihan Engkau pada lain daripada Engkau.
Pasal Ke tigapuluh delapan
Pakaian yang Diharamkan
Bahwasanya haram hukumnya bagi
laki-laki memakai pakaian dari bahan sutra seluruhnya, atau pakaian yang banyak
mengandung sutra daripada benangnya menurut timbangannya.
Dan boleh bagi perempuan dan bagi
anak-anak yang belum balligh memakai sutra dan emas atau perak.
Adapun bagi laki-laki yang sudah
balligh maka haram atasnya memakai emas atau suwasa (emas dicampur tembaga)
atau perak atau ketiga-tiganya dari benda itu yang berupa/berbentuk benang.
Melainkan yang diperbolehkan
yaitu berbentuk cincin perak yang sederhana besarnya.
Haram hukumnya baik bagi
laki-laki atau perempuan memakai bejana (barang-barang pecah belah, sendok, dll)
yang terbuat daripada emas atau perak atau suwasa, atau sepuhan yang tebal
dengan lapisan dari ketiga benda itu.
Sekalipun bejana itu hanya untuk
disimpan saja (dikoleksi) walaupun tidak dipakai tetap haram juga.
Pasal Ke tigapuluh Sembilan
Shalat Idhul Fitri dan Idhul Adha
Shalat Idhul Fitri yakni shalat
hari raya Syawal (lebaran) dan Idhul Adha yakni shalat hari raya Haji, sunnah
melakukan Takbir Muthlaq yaitu dimulai dari waktu Maghrib pada malam hari raya
keduanya itu, hingga takbiratul ihram shalat Idh itu.
Lafazh takbir Muthlaq yang afdhal adalah sebagai
berikut:
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ
اَكْبَرُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهِ وَللهُ
اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ. (3×)
اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا،
وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّاَصِيْلاً. لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ
نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّ يْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ.
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، وَصَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَا بَ
وَحْدَهُ. لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهِ وَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ
اَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ.
Artinya:
Allah Maha Besar, Allah
Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan yang disembah selain Allah, Allah
yang Maha Besar, Allah yang Maha besar Yang Maha Terpuji.(3 kali)
Allah yang Maha Besar
Kebesarannya, segala puji bagi Allah akan pujian yang banyak, dan Mahasuci Allah
senantiasa pagi dan petang. Tiada Tuhan yang disembah selain Allah, dan tiada
kami sembah hanya pada-Nya, padahal kami berikhlas baginya kan agama Islam dan
sekalipun dibenci oleh sekalian orang yang kafir. Tiada Tuhan yang disembah
hanya Allah yang Maha Esa, maka benarlah janjinya, dan telah memenangkan
hambanya yakni Nabi Muhammad dan telah mengalahkan semua kaum kafir dengan
sendirinya. Tiada Tuhan yang disembah hanya Allah Tuhan yang Maha Besar, Tuhan
yang Maha Besar dan segala Puji bagi Allah.
Persamaan dan perbedaan Ibadah
sunnah yang dapat dilakukan pada Hari Raya Idhul Fitri dan Idhul Adha:
HARI RAYA IDHUL FITRI
|
HARI RAYA IDHUL ADHA
|
|
sunnah memperbanyak membaca takbir itu didalam
malam hari raya (malam takbiran) hingga takbiratul ihram shalat Iedh.
|
sunnah memperbanyak membaca takbir itu didalam
malam hari raya (malam takbiran) hingga takbiratul
ihram shalat Iedh.
|
|
Tidak ada Sunnahnya membaca Takbir setelah
Shalat Iedh
|
Bagi orang yang tidak sedang mengerjakan Ibadah
Haji, maka Sunnah memperbanyak membaca Takbir Muqayyad yaitu disunnahkan
setiap habis shalat fardhu, disunnahkan membaca takbir mulai sehabis shalat
Shubuh pada hari Arafah (9 Zulhijjah) hingga waktu Ashar di hari tgl 13
Zulhijjah
|
Bagi orang yang sedang mengerjakan Ibadah Haji
maka Sunnah memperbanyak membaca Takbir Muqayyad yaitu disunnahkan setiap
habis shalat fardhu, disunnahkan membaca takbir mulai waktu Zhuhur hari nahar
(10 Zulhijjah) sampai dengan waktu Shubuh di hari tanggal 13 Zulhijjah)
|
Sunnah bergadang dengan membuat segala ibadah
baik membaca Al-Qur’an maupun Takbir pada malam hari raya.
|
Sunnah bergadang dengan membuat segala ibadah
baik membaca Al-Qur’an maupun Takbir pada malam hari raya.
|
|
Sunnah mandi dan memakai pakaian yang paling
bagus dan yang halal pada pagi hari raya.
|
Sunnah mandi dan memakai pakaian yang paling
bagus dan yang halal pada pagi hari raya.
|
|
sunnah makan dahulu sebelum pergi shalat Iedh.
|
sunnah tidak makan dahulu sebelum shalat Iedh.
|
|
Waktunya shalat Iedh di hari raya adalah mulai
terbitnya Matahari sampai dengan masuknya waktu Shalat Zhuhur.
|
Waktunya shalat Iedh di hari raya adalah mulai
terbitnya Matahari sampai dengan masuknya waktu Shalat Zhuhur.
|
|
Sunnah mengucapkan kata pengganti dari qamatnya
dengan ucapan:
أَلصَّلاَةَ
جَامِعَةً.
Artinya: ini shalat sunnah berjama’ah.
|
Sunnah mengucapkan kata pengganti dari qamatnya
dengan ucapan:
أَلصَّلاَةَ
جَامِعَةً.
Artinya: ini shalat sunnah berjama’ah
|
|
Niat Shalat Idhul Fitri:
اُصَلِّى سُنَّةً عِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى.
Artinya: Sahjaku shalat Idhul Fitri dua raka’at
lillahi ta’ala.
|
Niat Shalat Idhul adha:
اُصَلِّى سُنَّةً عِيْدِ الأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى.
Artinya: Sahjaku shalat Idhul Adha dua raka’at
lillahi ta’ala.
|
|
Sesudahnya takbiratul ihram di raka’at yang
pertama sesudahnya membaca do’a istiftah sebelumnya اَعُوْذُبِاللهِ
maka sunnah takbir lagi 7 (tujuh) kali, dan pada raka’at yang kedua sebelum
membaca اَعُوْذُبِاللهِ 5
(lima) kali takbir
|
Sesudahnya takbiratul ihram di raka’at yang
pertama sesudahnya membaca do’a istiftah sebelumnya اَعُوْذُبِاللهِ
maka sunnah takbir lagi 7 (tujuh) kali, dan pada raka’at yang kedua sebelum
membaca اَعُوْذُبِاللهِ 5 (lima) kali takbir.
|
|
sunnah membaca disela-sela takbir itu:
سُبْحَانَ اللهِ،
وَالْحَمْدُ ِللهِ، وَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ.
|
sunnah membaca disela-sela takbir itu:
سُبْحَانَ اللهِ،
وَالْحَمْدُ ِللهِ، وَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ.
|
|
selesai daripada shalat ‘iedh maka tidak
disunnatkan membaca takbir lagi melainkan membaca do’a saja, kemudian membaca
khutbah.
|
sunnah membaca takbir lagi sesudah shalat iedh
itu, yaitu takbir muqayyad
|
|
Dan sunnah dua khutbah sesudah iedh dengan
segala rukun-rukun khutbah yang tersebut pada pasal 37 mengenai shalat jum’at.
|
dan sunnah dua khutbah sesudah iedh dengan
segala rukun-rukun khutbah yang tersebut pada pasal 37 mengenai shalat
jum’at.
|
|
sunnah takbir di awal khutbah pertama 9
(sembilan) kali berturut-turut dan di awal khutbah yang kedua 7 (tujuh) kali
berturut-turut
|
sunnah takbir di awal khutbah pertama 9
(sembilan) kali berturut-turut dan di awal khutbah yang kedua 7 (tujuh) kali
berturut-turut
|
|
disebutkan pada khutbah idhul fitri mengenai
perihal zakat fitrah
|
disebutkan pada khutbah idhul Adha mengenai
prihal idhhiyyah (qurban).
|
Pasal Ke empatpuluh
Shalat Gerhana
Sunnah melakukan Shalat Kusufil
Syamsi, yakni Shalat Gerhana Matahari, dan Shalat Khusufil Qamari,
yakni Shalat Gerhana Bulan.
Bilamana mendapatkan
Gerhana Matahari atau Gerhana Bulan maka sunnah dua raka’at dan afdhalnya
berjama’ah.
Niat shalat Gerhana adalah sebagai berikut:
1.
Niat Shalat Gerhana Matahari:
أُصَلِّى سُنَّةَ الْكُسُوْفِ الشَّمْسِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ
تَعَالَى.
Artinya: Sahjaku shalat Sunnah
Gerhana Matahari dua raka’at karena Allah Ta’ala.
2.
Niat Shalat Gerhana Bulan:
أُصَلِّى سُنَّةَ الْخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى.
Artinya: Sahjaku shalat Sunnah
Gerhana Bulan dua raka’at karena Allah Ta’ala.
Niat shalat gerhana berbarengan
dengan Takbiratul Ihram seperti shalat pada umumnya.
Sunnah-sunnah dalam Shalat Gerhana:
1.
Setelah I’tidal: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ pada tiap raka’at maka sunnah membaca Al-fatihah lagi untuk yang kedua kali
dan dilanjutkan dengan bacaan surah.
2.
Jadi pada tiap-tiap raka’at
dilakukan 2 kali qiyam (berdiri), 2 kali membaca Al-Fatihah, 2 kali ruku’ dan 2
kali I’tidal.
3.
Sunnah shalat dengan jahir (suara
keras) pada Gerhana Bulan dan sir (bersuara perlahan) pada Gerhana Matahari.
4.
Waktu mengerjakan shalatnya
terjadi semenjak mulai gerhana Matahari/Bulan sampai dengan hilangnya gerhana
itu yaitu setelah masuknya Matahari pada Gerhana Matahari atau terbitnya
kembali Matahari pada Gerhana Bulan.
5.
Sunnah membaca khutbah pada kedua
shalat itu, afdhalnya adalah dengan 2 khutbah seperti shalat hari raya.
Pasal Ke empatpuluh satu
Sholat Sunnah Istisqa (Minta
Hujan)
Sholat sunnah Istisqa’ adalah shalat
minta hujan kepada Allah Subanahu Wata’ala, ini dapat dilakukan apabila terjadi
kekurangan hujan karena musim panas yang berkepanjangan yang mengakibatkan
darurat misalnya menjadi mahalnya harga harga makanan karena rusaknya
pohon-pohon (sawah gagal panen), atau matinya binatang ternak dan sebagainya,
maka di sunnahkan melakukan shalat minta hujan tersebut.
Adapun urut-urutan minta hujan
pada Allah Subhanahu Wata’ala dapat dilakukan dengan 3 cara:
1.
Sekurang-kurangnya minta hujan
itu dengan do’a pada setiap Khutbah Jum’at dan sehabis Shalat Jum’at.
2.
Shalat Istisqa’ (minta hujan) 2 raka’at
dengan niat pada takbiratul ihram sebagai berikut:
اُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ سُنَّةَ اْلإِسْتِشْقَآءِ ِللهِ تَعَالَى.
artinya: Sahjaku shalat
dua raka’at minta hujan lillahi ta’ala.
3. Yang
paling afdhal adalah:
a. lebih
dahulu puasa selama 3 (tiga) hari yang dilakukan oleh para penduduk suatu negeri
itu (yang kekurangan air).
b. Kemudian
masing-masing penduduk itu bertaubat kepada Allah Ta’ala serta mengembalikan
(jikalau ada) semua hak orang lain yang pernah diambil dengan dzalim.
c. Pada
hari keempat puasa lagi dan Shalat Istisqa’ pada hari itu dua raka’at
berjama’ah pada pagi hari seperti shalat Iedh yang dilakukannya boleh di
alun-alun (lapangan) atau di dalam Masjid.
d. Sunnah
mengajak semua orang-orang tua dan kanak-kanak serta membawa binatang
peliharaan yang boleh dibawa.
e. Sunnah
memakai pakaian biasa saja (pakaian sehari-hari), berlawanan dengan pada hari
raya.
f. Shalatnya
dilakukan seperti shalat Iedh, yaitu dengan takbir 7 kali pada raka’at pertama
dan 5 kali pada raka’at kedua.
g. Sunnah
melakukan 2 khutbah sebagaimana khutbah hari raya Iedh, perbedaannnya adalah
takbir diawal Khutbah diganti dengan Istighfar, yaitu 9 kali istighfar
berturut-turut pada awal khutbah yang pertama dan 7 kali berturut-turut pada
awal khutbah yang kedua.
h. Sunnah
memperbanyak membaca do’a minta hujan di dalam khutbah yang kedua, yang
diucapkan oleh khatib (penghutbah) terkadang dengan jahir (suara keras) dan
terkadang dengan sir (suara perlahan). Adapun jika do’a itu diucapkan dengan
jahir maka ma’mum mengucapkan آمِيْنْ dengan jahir pula, dan jika
diucapkan dengan sir maka ma’mum berdo’a sendiri dengan sir.
i.
Sunnah pada akhir khutbah yang
kedua ;
1) khatib
menghadap qiblat.
2) bagi
khatib dan sekalian ma’mum membalikkan selendangnya (sorbannya) dengan
menjadikan yang sebelah atas menjadi kebawah dan yang sebelah kanan menjadi
kekiri.
3)
kemudian berpaling lagi oleh khatib
membelakangi kiblat pada akhir khutbah yang kedua itu.
Pasal Ke empatpuluh dua
Shalat Janazah
Shalat Janazah adalah menyalatkan
mayyit atau orang yang sudah meninggal.
Dan ini merupakan Fardhu
Kifayah atas sekalian orang dalam suatu negeri atau kampung yang mengetahui
akan meninggalnya seseorang yang Muslim.
Arti Fardhu Kifayah adalah: jika
sudah dikerjakan oleh sebahagian orang-orang tersebut maka terlepaslah/gugurlah
kewajibannya itu atas yang lain, dan bilamana tidak dikerjakan
sama-sekali oleh orang-orang yang telah mengetahui akan meninggalnya seorang
mayyit muslim, maka berdosalah seluruh orang-orang itu.
Ada 4 (empat) perkara yang menjadi Fardhu Kifayah,
yaitu:
A.
Memandikan mayyit.
B.
Mengkafankan mayyit.
C.
Menyalatkan mayyit.
D.
Menguburkan mayyit.
A. Memandikan Mayyit:
Sekurang-kurangnya
memandikan mayyit adalah meratakan sekalian tubuhnya dengan air yang suci dan
menyucikan, dengan terlebih dahulu membasuh segala najis yang ada.
Beberapa hal dalam Memandikan
Mayyit:
1.
Sunnah niat Memandikan Mayyit.
2.
Sunnah memandikannya ditempat
yang tertutup dengan pagar atau langsa.
3.
Sunnah membakar dupa pada saat
memandikan mayyit.
4.
Wajib tidak terlihat antara pusat
sampai lutut si mayyit itu.
5.
Sunnah melipat sepotong kain
(pakai sarung tangan) di tangan kiri bagi yang memandikan mayyit untuk membasuh
najis yang ada pada mayyit, dan sepotong kain yang lain untuk suginya
(giginya), dan sepotong kain lagi untuk menggosok badannya.
6.
Sunnah pada permulaan
memandikannya dengan air campur bidara, yang kedua dengan air biasa saja,
kemudian di penghabisannya dengan air yang dicampur dengan sedikit kapur barus,
semuanya tiga kali-tiga kali sambil di petel (digosok) sekalian badannya.
7.
Sunnah mengambilkan wudhu (air
sembahyang) bagi mayyit, sedangkan niatnya adalah wajib bagi yang mengambilkan
wudhu itu.
B. Mengkafankan Mayyit:
Sekurang-kurangnya
mengkafankan mayyit adalah dengan sehelai (satu lapis) kain yang menutupi
sekalian badannya.
Beberapa hal dalam Mengkafankan
Mayyit:
1.
Bagi mayyit laki-laki sunnah
dikafankan dengan 3 (tiga) helai kain putih yang baru dan tiap-tiap helai
menutupi sekalian badannya.
2.
Bagi mayyit perempuan sunnah
memakai ghamis yaitu baju kurung dan telengkung (mukenah) dan kain dan
masing-masing 2 (dua) helai.
3.
Sunnah bagi keduanya (mayit
laki-laki atau perempuan) dipakaikan kapas yang dicampur dengan cendana dan
kapur barus yang diletakkan diatas tiap-tiap lubang badan dan anggota sujud.
C. Menyalatkan Mayyit (shalat Janazah):
Rukun Shalat Janazah 7 (tujuh) perkara, yaitu:
1.
Niat Shalat Janazah.
2.
Shalatnya dengan 4 (empat) takbir,
dimana Takbir pertama adalah Takbiratul ikhram.
3.
Membaca Al-Fatihah dengan sunnah
membaca اَعُوْذُبِاللهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ saja dan tidak sunnat
membaca do’a istiftah.
4.
Shalat dilakukan dengan berdiri
jika kuasa.
5.
Membaca Shalawat seperti shalawat pada tashahhud akhir sesudahnya takbir yang kedua.
6.
Mendo’akan Mayyit setelah takbir
yang ke tiga, sekurang-kurangnya yaitu: اَللَّـهُمَّ اغْفِرْلَهُ artinya: Ya
Allah Tuhanku ampunilah bagi mayyit ini.
7.
Memberi salam setelah takbir yang
ke empat, sunnah dengan menambahkan وَبَرَكَاتُهُ .
Adapun aturan dalam Shalat
Janazah pada takbir yang pertama dan yang ke dua, maka Wajibnya dan Sunnahnya
adalah sama saja bagi mayyit laki-laki atau perempuan.
Sedangkan pada takbir yang ke
tiga dan ke empat, maka ada perbedaan dhamirnya (sebutannya).
Berikut adalah Tatacara Shalat Janazah:
1.
Niat Shalat Janazah:
اُصَلِّى عَلَى
هَـذَا الْمَيِّتِ أَرْ بَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالَى.
Artinya: Sahjaku shalat atas
mayyit ini dengan 4 takbir fardhu kifayah lillahi ta’ala.
2.
Takbiratul ihram: اَللهُ اَكْبَرُ
(berbarengan dengan niat itu)
3.
Dilanjutkan dengan membaca
Al-Fatihah dan sunnah اَعُوْذُبِاللهِ, yaitu:
*
اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
* بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ.
*
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
*
اَلرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ.
*
مَـلِكِ يَوْمِ الدِّ يْنِ.
*
اِيَّا كَ نَعْبُدُ وَ اِيَّا كَ نَسْتَعِيْنُ.
*
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ.
*
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ، غَيْرِالْمَغْضُوْبِ
عَلَيْهِمْ، وَلاَالضَّآلِّيْنَ.
*
آمِيْنْ.
Tidak Sunnah membaca Surah setelah Al-Fatihah.
4.
Takbir yang kedua: اَللهُ اَكْبَرُ
5.
Dilanjutkan dengan membaca Shalawat:
َللَّـهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ
وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَأَزْوَاجِهِ وُذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ.
وَبَارِكْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْ لِكَ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ، وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وُذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ.
6.
Takbir yang ketiga: اَللهُ اَكْبَرُ
7.
Dilanjutkan dengan do’a mayyit:
Bagi mayyit laki-laki adalah
sebagai berikut:
اَللَّـهُمَّ
اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ
مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا
يُنَقَّىالثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ
دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ
الْجَنَّةَ وَأًعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ عَذَابِ النَّارِ.
Bagi mayyit perempuan adalah
sebagai berikut:
اَللَّـهُمَّ
اغْفِرْلَهَ وَارْحَمْهَ وَعَافِهَ وَاعْفُ عَنْهَ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهَ وَوَسِّعْ
مَدْخَلَهَ، وَاغْسِلْهَ بِالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهَ مِنَ الْخَطَايَا
كَمَا يُنَقَّىالثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِ لَّهَ دَارًا
خَيْرًا مِنْ دَارِهَ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهَ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ
زَوْجِهَ، وَأَدْخِلْهَ الْجَنَّةَ وَأًعِذْهَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ عَذَابِ
النَّارِ.
Artinya:
Ya Allah
Tuhanku, ampuni bagi mayyit ini dosanya dan berikan Rahmat padanya dan
sentosakannya dan maafkan padanya, dan mulyakan datangnya dan luaskan kuburnya
dan sucikan dia dengan embun dan dengan air dan dengan air barad, dan bersihkan
dia daripada segala dosa seperti dibersihkannya kain putih daripada segala
kotoran, dan gantikan baginya rumah yang terlebih baik dari rumahnya, dan
keluarga yang terlebih baik daripada keluarganya, dan Istri yang lebih baik
daripada istrinya (bagi wanita: dan perangai suami yang lebih baik dari
perangai suaminya didunia), dan masukkan dia ke dalam syurga dan jauhkan dia
dari siksa kubur dan siksa api neraka.
8.
Takbir yang ke Empat: اَللهُ اَكْبَرُ
9.
Dilanjutkan dengan ber do’a:
Bagi mayyit laki-laki adalah
sebagai berikut:
اَللَّـهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا اَجْرَهُ، وَلاَ تُفْتِنَّا
بَعْدَهُ، وَاغْفِرْلَنَا وَلَهُ.
Bagi mayyit perempuan adalah
sebagai berikut:
اَللَّـهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا اَجْرَهَ، وَلاَ تُفْتِنَّا
بَعْدَهَ، وَاغْفِرْلَنَا وَلَهَ.
Artinya:
Ya Allah
Tuhanku, janganlah luputkan kami akan pahalanya, dan janganlah fitnahkan kami
sesudahnya, dan ampuni kami dan baginya.
10.
Memberi salam 2 (dua) kali, yaitu:
اَلسَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.(2×)
D. Menguburkan Mayyit:
Sekurang-kurangnya
Mengubur Mayyit adalah mengubur dalam satu lobang yang dapat menutup aroma bau
dan mencegahnya dari (korekan/galian) binatang-binatang buas.
Sunnahnya
bahwa dalamnya kubur itu sependirian ditambah satu hasta (setinggi orang dewasa
yang sedang berdiri sambil mengangkat/melambaikan tangannya).
Wajib
menghadapkan mayyit ke arah Kiblat, dan sunnah dibacakan Talqin dan do’a
wahabah, maka sekalian itu tersebut di dalam kitab “Maslikul Akhyar”
dengan segala artinya.
Babush Zakah
Bab yang menerangkan prihal Zakat
Macam-macam Zakat ada 7 (tujuh) macam, yaitu:
1.
Zakat Binatang Ternak.
2.
Zakat Buah-buahan dan
Tumbuh-tumbuhan.
3.
Zakat Mas dan Perak.
4.
Zakat Dagangan/Perniagaan.
5.
Zakat Rakaz / Harta Terpendam.
6.
Zakat Ma’din.
7.
Zakat Fitrah.
Pasal Ke empatpuluh tiga
Zakat Binatang
Binatang yang wajib dizakatkan
daripadanya ada 3 (tiga) macam dan memenuhi syarat, yaitu:
1.
Onta
2.
Lembu (sapi) atau Kerbau.
3.
Kambing.
1.
Untuk Zakat Onta, tidak dibahas
disini.
2.
Zakat Lembu (sapi) atau Kerbau:
Nisabnya yakni batas kewajiban
mengeluarkan zakatnya, yaitu:
*
Jika telah cukup jumlahnya 30
(tiga puluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 1 (satu) ekor daripada
anaknya yang telah berumur 1 (satu) tahun.
*
Jika telah cukup jumlahnya 40
(empat puluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 1 (satu) ekor
daripada anaknya yang telah berumur 2 (dua) tahun.
*
Jika telah cukup jumlahnya 50
(lima puluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 1 (satu) ekor daripada
anaknya yang telah berumur 3 tahun.
*
Jika telah cukup jumlahnya 60
(empat puluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 2 (dua) ekor daripada
anaknya yang telah berumur 1 (satu) tahun.
*
Demikian seterusnya kelipatan 30,
ditambah satu ekor.
3.
Zakat Kambing:
Nisabnya, yakni batas kewajiban
mengeluarkan zakatnya yaitu:
*
Jika telah cukup jumlahnya 40
(empat puluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 1 (satu) ekor
daripada kambing itu yang telah berumur 2 (dua) tahun, adapun jika dari jenis
kambing kibas maka yang umurnya 1 (satu) tahun.
*
Jika telah cukup jumlahnya 120
(seratus duapuluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 2 (dua) ekor.
*
Jika telah cukup jumlahnya 201
(duaratus satu) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 3 (tiga) ekor.
*
Jika telah cukup jumlahnya 400
(empat ratus) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 4 (empat) ekor.
*
Demikian seterusnya setiap
bertambah kelipatan seratus, maka ditambah zakatnya 1 (satu) ekor.
Syarat wajib Zakat Binatang:
1.
Waktunya telah cukup setahun lamanya.
2.
Makanannya didapat daripada
angonan (menggembala) yang tidak membeli.
3.
Binatang itu tidak dipakai untuk
bekerja apapun (bajak sawah dll).
Pasal Ke empatpuluh empat
Zakat Buah-buahan & Tumbuh-tumbuhan
Yang diwajibkan mengeluarkan
zakat buah-buahan adalah adalah Buah Korma dan Kismis (anggur), adapun
tumbuh-tumbuhan yang diwajibkan mengeluarkan zakatnya adalah tumbuh-tumbuhan
yang dimakan untuk kehidupan seperti gandum, terigu, jagung dan padi, serta
kacang-kacangan.
Adapun nisab yang demikian itu
adalah lima wisik, yaitu sekedar tiga di atas gantung fitrah, yaitu sembilan
pikul enam puluh lima kati bersih daripada kulit.
Adapun bagi zakat padi maka
nisabnya dua kali, yaitu sembilan belas pikul tigapuluh kati.
Bagi tumbuhan yang airnya didapat
dengan tidak memerlukan usaha/disiram, yang wajib dikeluarkan yaitu satu
bahagian daripada sepuluh bahagian, atau yang disebut ‘usyur
(sepersepuluhnya atau sepuluh persen)
Sedangkan jikalau tumbuhannya
dengan disiram atau memerlukan ongkos (biaya) untuk membeli air maka zakatnya
adalah didalam duapuluh bahagian dikeluarkan satu bagian, atau yang disebut nisful
‘usyur (seperduapuluh atau lima persen)
Yang wajib dikeluarkan itu
dihitung dari seberapa dapatnya dari sawahnya itu, bukan dihitung dari hasil
bersih setelah membayar cukai (pajak) dan upah memotong padi.
Pasal Ke empatpuluh lima
Zakat Mas dan Perak
Nisabnya zakat Mas adalah
duapuluh misqal, yaitu berat tiga rial ditambah dengan setengah suku.
Nisabnya zakat Perak adalah
beratnya duaratus dirham, yaitu limapuluh delapan rupiah zaman sekarang
ditambah setengah rupiah.
Yang wajib dikeluarkan daripada
keduanya itu yaitu satu bahagian daripada empat puluh bagian, yaitu yang
disebut rubu’ul ‘asyro (seper empatpuluh atau 2,5 persen), dan cukup
setahun dari waktu memilikinya, maka wajib dikeluarkan zakatnya dan sebagaimana
lebihnya Mas dan Perak itu daripada nisabnya, maka dikeluarkan zakatnya pula
sekedarnya.
Pasal Ke empatpuluh enam
Zakat Dagangan/Perniagaan
Zakat perdagangan atau zakat tijrah,
yaitu apabila telah cukup satu tahun dari mulai berdagang/berusaha tiba-tiba di
akhir tahun itu telah cukup nishabnya, yaitu seperti nishabnya zakat perak,
maka wajib ditaksir atas dagangan itu kemudian dikeluarkan zakatnya dengan uang
perak dalam empat puluh dikeluarkan satu (2,5 persen) seperti zakat perak.
Adapun pada permulaan dagang maka
tidak disyaratkan cukup nishabnya.
Pasal Ke empatpuluh tujuh
Zakat Rakaz / Harta Terpendam
Harta terpendam daripada Mas dan
Perak yang dipendam oleh orang-orang dahulu sebelum Nabi Muhammad Sallallohu
‘Alaihi Wasallam, jika didapat (ditemukan) harta itu dan cukup akan nishabnya,
maka wajib dikeluarkan zakatnya dengan segera, yaitu Khumus (seperlima atau 20
persen) yakni satu bahagian dari lima bahagian.
Pasal Ke empatpuluh delapan
Zakat Ma’din
Zakat Ma’din yaitu zakat Emas dan
Perak yang didapat dari dalam tanah menurut asal kejadiannya (dari hasil
tambang).
Maka apabila didapat daripadanya
mencukupi nishabnya, wajib atasnya mengeluarkan zakatnya yaitu satu bahagian
dari empatpuluh bahagian yakni rubu’ul ‘asyro (seper empatpuluh atau 2,5
persen).
Pasal Ke empatpuluh sembilan
Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah wajib bagi
setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, yang mendapatkan masa sebelum
waktu maghrib dan sesudahnya Maghrib di malam hari raya syawwal (Malam Hari
raya Idhul Fitri).
Yang dikeluarkannya adalah yang
melebihi daripada makanan yang dimakan wajib nafkahnya atas dirinya pada malam
hari raya itu beserta hari rayanya. (lebih kurang 2,5 kg makanan pokok).
Wajib atas seorang suami membayar
zakat fitrah istrinya dan anak-anaknya yang belum balligh, begitu juga
membayarkan zakat fitrah bagi ayah-ibunya yang tidak mampu mengeluarkan zakat
fitrah.
Zakat Fitrah boleh dibayar pada
awal bulan Ramadhan, tetapi afdhalnya adalah pada pagi hari raya syawwal (pagi
Hari Raya Idhul Fitri) sebelum melakukan shalat Iedh, atau pada malam hari raya
itu.
Makruh hukumnya jika dita’khirkan
hingga selesai shalat Iedh.
Haram hukumnya jika dita’khirkan
hingga waktu maghrib pada hari raya itu, sehingga menjadi qadha’.
Pasal Ke limapuluh
Yang Berhak Menerima Zakat
Dari tujuh macam zakat yang
tersebut, maka wajib diberikan zakat itu kepada orang-orang yang telah
ditentukan dan diperintahkan oleh Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an akan memberi
zakat kepada mereka itu, yang tersebut didalam Firman Allah:
إِنَّمَا الصَّدَ قَـتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسَـكِيْنِ وَالْعَا
مِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَ لَّفَةِ قُلُوْ بُهُمْ وَفِ الرِّقَابِ
وَالْغَارِمِيْنَ وَفِى سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ.
Bahwasanya segala zakat
itu itu maka wajib diberikan kepada segala fakir dan miskin dan bagi orang yang
mengurusnya, dan bagi segala mu’allaf kafir masuk islam, dan bagi budak ‘abid
yang buat tebus dirinya daripada tuannya, dan bagi orang yang menanggung
hutang, dan bagi orang yang di dalam sabillillah, dan bagi orang yang musafir
minta zakat.
Jika telah diketahui daripada ini
ayat Al-Qur’an bahwasanya yang mempunyai hak yaitu delapan macam itu, dan yang
ada dinegeri kita dari delapan macam itu hanya lima macam, yaitu fakir-fakir,
dan miskin-miskin, dan mu’allaf, dan orang yang menanggung hutang, dan orang
yang musafir minta zakat.
Maka dengan perintah Allah Ta’ala
di dalam Al-Qur’an atas wajib memberi zakat bagi mereka itu, maka tidak boleh
dan tidak syah zakat itu diberikan kepada lain-lain orang yang bukan iya
termasuk daripada delapan macam yang tersebut.
Adapun aturan membagi zakat
kepada mereka itu maka adalah zakat itu dibagi dengan seberapa bilangan
macam-macam yang ada daripada delapan macam itu, dan tiap-tiap satu bahagian
dibagi satu macam dan jikalau boleh dapat rata maka diberi pada sekalian itu
tiap-tiap macam. Adapun jika tidak boleh dapat rata maka diberi pada tiap-tiap
macam pada tiga orang saja.
Wajib niat atas yang mengeluarkan
zakat pada masa ia memberikan pada yang mempunyai hak zakat, atau kepada
wakilnya yaitu dengan mengatakan di dalam hatinya dan sunnah ber lafaz “Sahjaku
mengeluarkan Zakat Hartaku atau Zakat Fitrahku Lillali Ta’ala”
Babush Shiyam
Bab yang menjelaskan prihal Puasa
Pasal Ke limapuluh satu
Menentukan Awal Puasa
Disini akan disebut segala
sebab-sebab yang mewajibkan melakukan puasa Ramadhan:
Ru’yatul Hilal:
Maka adalah:
* Setiap
orang yang melihat bulan dengan matanya sendiri, maka wajib atasnya berpuasa,
walaupun Sabit Ru’yah (terlihat bulan sabit) malam itu atau tidak.
Begitupun bagi orang yang tidak melihat bulan, jika ia mengi’tiqadkan (meyakini
diri) akan kebenaran orang yang melihat bulan itu, sekalipun yang melihatnya
itu orang yang bukan adil, maka wajib atasnya berpuasa.
*
Jika orang hanya menyangka
(mengira-ngira) akan kebenaran orang yang melihat bulan itu, maka boleh baginya
puasa.
*
Jika ia syak (meragukan) akan
kebenaran yang melihat bulan itu, maka tidak diharuskan baginya berpuasa.
Hisab (hitungan):
Berpuasa dengan memakai Hisab (perhitungan) dalam
menetapkan bulan Ramadhan, atau bulan Sya’ban atau lainnya, maka tidak
mengharuskan orang berpuasa, melainkan jika yang menghisab itu (mengitung itu)
orang yang telah pandai ilmunya dalam ilmu Hisab Taqwim yaitu ilmu yang
mempelajari akan perjalanan Matahari, Bulan, Buruj dan munzalah, yang berada
keduanya itu pada malam ru’yah atau pada malam adanya bulan, serta ada berapa
derajat didalam buruj-buruj atau munzalah dan berapa derajat antara keduanya.
*
Maka apabila seseorang mengetahui
akan sekalian ilmu itu, disebutlah orang itu Hasib (ahli menghitung),
boleh bagi dirinya sendiri berpuasa dengan hisab taqwimnya, itupun tidak
menjadi puasanya itu pada bilangan bulan Ramadhan, Pada Syekh Ibnu Hajar di
tahfid, melainkan jadi puasanya itu puasa sunnah saja.
*
Jika seseorang kepandaian ilmu
hisabnya hanya sekedar taqlid (garis besar) saja, atau disebut Ahjaza
Dabawuda atau dengan almunka, padahal ia tidak mengetahui akan
taqwim seperti yang tersebut di atas, maka tidak boleh dan tidak sah baginya
berpuasa dengan hisabnya itu. Karena bukan seperti itu yang dinamakan Hasib
(ahli hitung) oleh kalangan ulama.
Hisab dan Ru’yah:
Jika satu orang melihat bulan
Sya’ban dengan matanya sendiri atau ia mengi’tiqadkan (berkeyakinan) akan kebenaran
orang yang melihatnya, sekalipun orang itu bukan adil; maka apabila cukup
hitungan 30 (tigapuluh) hari akan bulan Sya’ban, wajiblah bagi keduanya itu
berpuasa sekalipun orang lain kebanyakan belum berpuasa.
Dan hukum ini berlaku hanya kepada orang tersebut
saja.
Tetapi jika hanya sekedar
mendapat keterangan dari salah satu orang yang melihat bulan itu, maka tidak
harus baginya berpuasa.
Penentuan Puasa Secara Umum:
Sedangkan hukum berpuasa secara
umum pada sekalian orang adalah:
*
Jika bulan Sya’ban itu dilihat
oleh banyak orang pada malam 30 (tigapuluh) Rajab.
Maka apabila
telah cukup 30 (tigapuluh) hari dari bulan Sya’ban, wajiblah hukumnya berpuasa
bagi sekalian orang pada negeri itu, sekalipun tidak terlihat bulan Ramadhan
atau tidak ada Qadhi Syar’i (orang atau lembaga yang menerima akan suatu
kesaksian misalnya Departemen Agama) pada negeri itu.
* Jika
telah cukup 30 Sya’ban, 30 Kamal Rajab dan dari ru’yahnya pula yang sabit pada
orang-orang banyak adanya, maka wajib berpuasa secara umum jika pada malam 30
Sya’ban dapat terlihat bulan Ramadhan oleh orang banyak.
* Jika
pada malam 30 Rajab atau 30 Sya’ban atau 30 Ramadhan tidak banyak orang yang
melihat bulan, melainkan hanya dua atau tiga orang, kemudian beberapa orang itu
bersaksi bahwa mereka mengaku dengan sebenar-benarnya melihat bulan, maka
syarat memberlakukan puasa secara umum adalah seperti yang disebut oleh
sebahagian besar ulama di dalam kitab yang mu’tamad, bahwa saksi-saksi itu
harus lengkap padanya syarat-syarat adil, dan syarat-syarat mar’ut, dan
diterima akan saksi-saksi itu oleh qadhi syar’i, yaitu yang sempurna baginya
ruku-rukun qadhi dan syarat-syaratnya.
Jika tidak
sempurna baginya yang demikian itu, atau tidak sempurna bagi saksi-saksi akan
syarat-syarat adil dan syarat-syarat mar’ut, maka tidak wajib dan tidak harus
bagi umum sekalian berpuasa, malainkan hanya bagi orang-orang yang mengi’tiqadkan
(berkeyakinan) kebenaran akan saksi-saksi itu, maka wajib baginya berpuasa,
itupun jikalau tidak didapat keterangan yang menyalahkannya (membantah).
Syarat-syarat
adil dan syarat-syarat mar’ut maka telah tersebut sekaliannya itu di dalam
segala kitab yang mu’tamad, dan syaratnya terlalu banyak.
Sebahagian daripada syarat-syarat adil adalah
bahwa orang tersebut memiliki sikap sebagai berikut:
1.
Selalu memerintahkan akan yang
wajib, dan mencegah atas perbuatan yang haram.
2.
Tidak pernah mendengarkan
bunyi-bunyian yang haram.
3.
Mencegah orang lain meninggalkan
shalat.
Adapun syarat-syarat Mar’aut adalah:
1.
Orang tersebut tidak pernah
meninggalkan Shalat Sunnah.
2.
Tidak pernah jatuh akan bulu
jenggotnya.
Apakah ada manusia yang memiliki
syarat-syarat seperti ini pada jaman sekarang?
Apalagi ditambah dengan
syarat-syarat yang lain, maka hendaknya diketahui akan syarat-syarat yang lain
itu dan dapat dilihat di dalam kitab Fiqih yang Mu’tamad, yaitu bagi mereka
yang mengetahui akan bahasa arab dan sudah lama waktunya ia mengaji (menuntut
ilmu agama) pada guru-guru yang mengerti.
Maka nanti akan di dapat
keterangan baginya apakah ada atau tidak di negerinya akan saksi yang memiliki
syarat-syarat saksi serta rukun-rukun qadhi dan syarat-syaratnya.
Bilamana hendak mengetahui akan
yang demikian itu maka dapat dibaca pada kitab yang dinaqol dari kitab-kitab
yang mu’tamad sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami, yaitu pada kitab Taudhihul
Adillah, atau kitab Qauninul Syar’iyyah.
Pasal Ke limapuluh dua
Syarat-syarat Sahnya Puasa
Syarat-syarat Shahnya berpuasa adalah:
1. Islam.
2. Niat
setiap malam pada puasa wajib seperti Ramadhan atau puasa wajib lainnya. Jika
puasa sunnah maka afdhalnya niatnya pada malamnya, tetapi boleh niatnya sebelum
tergelincir Matahari dan belum makan dan minum.
Lafaz niat Puasa Ramadhan yang
aqmal adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ أَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَّهْرِ رَمَضَانَ
هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى.
Artinya: Sahjaku puasa esok
hari daripada menunaikan fardhu bulan Ramadhan pada ini tahun Lillahi Ta’ala.
(niat ini dibaca di dalam hati)
3. Mencegah
diri daripada sengaja makan dan minum, serta memasukkan sesuatu barang atau
benda kedalam lubang badannya.
4. Mencegah
diri daripada sengaja muntah.
5. Mencegah
diri daripada jima’ atau pekerjaan lainnya yang mengeluarkan mani.
*
Apabila makan atau minum atau
jima’ oleh karena ia lupa, tidak menjadi batal puasanya.
*
Tetapi jika ia ingat pada
tengah-tengah pekerjaan yang demikian itu maka wajib segera diberhentikan.
*
Tidak batal puasa jika menelan
ludah yang tidak dicampur apa-apa seperti riak/lendir atau darah atau
bekas-bekas sisa makanan, atau lainnya.
*
Adapun merokok atau menyisik
tembakau maka membatal-kan puasa karena termakan sedikit diludahnya yang
bercampur dengan sedikit bekas-bekas benda itu.
6. Suci
daripada Haidh (menstruasi) dan Nifas (mengeluarkan darah melahirkan) pada
seharian berpuasa itu.
7. Berakal
pada seharian berpuasa itu.
*
Apabila mendapat haid (mens) atau
nifas (keluar darah) sekalipun sedikit dan waktunya sebentar saja pada hari
berpuasa itu, maka batal puasanya.
*
Demikian pula jika mendapat
hilang akal seperti gila atau mabuk daripada minuman atau makanan maka batal
puasanya sekalipun hilang akal atau mabuknya itu hanya sebentar saja.
* Adapun
mabuk yang diuzurkan oleh Syara’ misalnya, pada malamnya (atau diwaktu sahur)
ia makan suatu makanan yang dia tidak mengetahui bahwa makanan itu memabukkan.
Jika tiba-tiba pada siang harinya ia menjadi mabuk, maka tidak menjadi batal
puasanya, jika mabuknya tidak terus-menerus pada seharian itu.
*
Demikian pula jika mendapat
penyakit pitam (ayan), jika tidak terus-menerus pada seharian itu, maka tidak
batal puasanya.
Hari-hari yang diharamkan berpuasa:
1. Tidak
Sah dan haram hukumnya orang yang berpuasa pada dua hari raya yaitu hari raya
Idhul Fitri dan Idhul Adha.
2. Tidak
Sah dan haram orang yang berpuasa pada hari-hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12
dan 13 daripada bulan haji atau Zulhijjah.
3. Haram
hukumnya mengawali puasa pada hari yang syak (ragu-ragu), yaitu pada hari
tanggal 30 Sya’ban jika ada yang mengabarkan bahwa ada orang melihat bulan
tetapi tidak cukup syarat qabulnya.
Sebagaimana
yang tersebut maka bersabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَ أَ بَا الْقَاسِمِ.
Artinya: Barangsiapa berpuasa
dihari Syak maka niscaya bermaksiat olehnya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
4.
Haram hukumnya berpuasa sunnah
yang di mulai dihari 16 bulan Sya’ban hingga akhir bulan Sya’ban.
Pasal Ke limapuluh tiga
Syarat-syarat Wajib Berpuasa
Syarat-syarat Wajib Berpuasa:
1.
Islam
2.
‘Aqil Balligh (berakal dan
dewasa)
3.
Kuasa.
Tidak wajib qadha puasa atas
seorang kafir jika masuk Agama Islam, begitu pula kepada orang gila bila sudah
sembuh dan juga anak-anak jika telah balligh (dewasa).
*
Wajib atas seorang Bapak dan Ibu
untuk memerintahkan anak-anaknya untuk berpuasa ketika anaknya itu telah
berumur 7 tahun, dan boleh dipukul dengan pukulan yang tidak melukai bilamana
anak tersebut tidak mau berpuasa padahal anak itu telah berumur 10 tahun,
itupun jika anak-anak tersebut kuasa untuk berpuasa.
*
Tidak wajib berpuasa bagi orang
yang tidak kuasa berpuasa dikarenakan sangat tuanya atau karena terkena suatu
penyakit yang tidak dapat diharapkan lagi untuk kesembuhannya.
*
Tetapi Wajib atas keduanya itu
untuk mengeluarkan fidyah setiap hari 1 (satu) mud selama ia tidak berpuasa,
yaitu setengah gentong fitrah (2,5 kg) yang diberikan kepada fakir miskin
seperti zakat fitrah.
*
Orang yang sakit yang tidak
sanggup berpuasa atau orang yang sedang berlayar (musafir) sejauh dua marhalah
(90 KM) maka boleh bagi keduanya itu tidak berpuasa, tetapi wajib qadha’ di
kemudian hari, adapun jika ia tidak mengqadha’ hingga bertemu lagi pada bulan Ramadhan
berikutnya, maka wajib bagi keduanya itu bersama-sama dengan qadha’ puasanya
adalah membayar fidyah atas tiap-tiap hari yang tidak berpuasa 1 (satu) mud.
Jika
orang tersebut senantiasa sakit terus-menerus hingga meninggal dunia, maka
tidak wajib suatu apapun.
Jika
orang tersebut telah sembuh dan sehat yang membolehkan dia membayar qadha’
puasanya, tapi tidak juga dia membayar qadha’nya itu hingga dia meninggal
dunia, maka wajib padanya tiap-tiap satu hari tidak berpuasa adalah 1 (satu)
mud.
Pasal Ke limapuluh empat
Makruh Dalam Berpuasa
Makruh (dibenci Allah SWT) atas
orang yang berpuasa memakai wangi-wangian, sifat mata, bersugi (sikat gigi)
apabila sudah gelincir matahari.
Pasal Ke limapuluh lima
Sunnah-Sunnah Dalam Berpuasa
Sunnah-sunah dalam berpuasa, yaitu:
1. Membaca
kitab suci Al-Qur’an dengan memakai adab dan tatacaranya.
2. Sunnah
berI’tikaf (berdiam) di dalam Masjid.
3. Menyegerakan
berbuka puasa jika yakin sudah masuk Maghrib.
4. Mengakhirkan
waktu sahur sebelum masuk waktu imsak.
5. Sunnah
berbuka puasa dengan kurma.
6. Sunnah
membaca do’a ini setelah berbuka puasa:
أَللَّـهُمَّ لَكَ
صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، ذَهَبَ الظَمَأُ وَابْتَلَتِ الْعُرُوْقُ، وَثَبَتَ
اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَلَى.
Artinya:
Ya Allah
Tuhanku bagi Engkau aku berpuasa dan atas rizki Engkau aku berbuka puasa, telah
berlalu rasa dahaga dan telah basah selurut urat-urat badan, dan telah tetap
ganjaran pahalanya Insya Allah Ta’ala.
Pasal Ke limapuluh enam
Yang
Membatalkan Pahala Puasa
Tersebut di dalam
Hadist Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam:
خَمْسُ
يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ الْكِذْبُ وَالْغِيْبَةُ وَالنَّمِيْمَةُ وَالْيَمِيْنُ
الْكَاذِبَةُ وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ.
Artinya:
Ada lima
perkara yang membatalkan pahala puasa, yaitu: Berdusta (berbohong), mengumpat
(marah-marah), mengadu domba satu sama lain (menceritakan orang), bersumpah
dusta (sumpah bohong), melihat dengan syahwat.
Pasal
Ke limapuluh tujuh
Puasa-puasa
Sunnah
Puasa-puasa sunnah yang dapat
dikerjakan adalah:
1. Sunnah berpuasa pada 6 hari di bulan Syawwal dan afdhalnya dari hari yang
ke-2 setelah Hari Raya Idhul Fitri, berturut-turut.
2. Sunnah berpuasa pada tanggal 8 dan 9 bulan Zulhijjah, yaitu yang dinamakan yaumal
tarwiyah (hari tarwiyah) dan yaumal arofah (hari orang berwukuf).
3. Sunnah berpuasa pada tanggal 9 dan 10 bulan Muharram, yaitu yang dinamakan yauma
tasu’a dan yauma ‘asyura.
4. Sunnah berpuasa di bulan Rajab, bulan Sya’ban, bulan Zulqaidah, dan bulan
Zulhijjah selain daripada hari raya Idhul Adha dan hari tasyrik yaitu tanggal
11, 12 dan 13 Zulhijjah.
5.
Sunnah berpuasa pada
setiap hari Senin dan Kamis.
Babul Hajji
Bab
yang menjelaskan perihal Ibadah Hajji
Ibadah Hajji dan Umrah
adalah wajib bagi setiap orang yang mukallaf (Islam dan Dewasa) dan mustati’
yakni mampu untuk melaksanakan keduanya itu, dalam seumur hidupnya satu kali.
Maksudnya mampu disini yaitu ;
1.
Memiliki biaya untuk
pergi ke Mekkah dan biaya hidup disana serta memiliki biaya yang cukup untuk
pulang kembali ke negerinya.
2.
Biaya yang dipakai
itu bukan dari hutang.
3.
Ada nafkah yang cukup
untuk keluarganya yang ditinggalkan selama ia pergi hingga sekembalinya.
4.
Kuasa untuk melakukan
perjalanan ke Mekkah.
5.
Tidak ada halangan
besar pada perjalanannya itu (mis.ada perang teluk dsb).
Jika lengkap
syarat-syarat tersebut, maka itu dinamakan mustati’ dan wajiblah atasnya untuk
pergi melakukan ibadah itu.
Adapun jika tidak
lengkap padanya akan syarat-syarat yang tersebut, maka tidaklah wajib atasnya
melakukan Ibadah Hajji dan Umrah, malahan kepadanya akan menjadi dosa jika ia
melakukan kesusahan atas dirinya dan keluarganya, misalnya seperti menanggung
hutang atau menyusahkan keluarganya yang ditinggalkan karena kekurangan nafkah.
Ibadah Hajji Bagi
Seorang Perempuan:
Jikalau yang hendak
melakukan Ibadah Hajji itu perempuan maka dibutuhkan biaya yang lebih besar,
karena harus menyewa kamar atau pemondokan yang tidak dapat bercampur dengan
laki-laki ijnabi, dan mesti ada mahramnya (orang yang tidak haram atasnya) atau
bersama-sama dengan suaminya menunaikan Ibadah Hajji itu.
Maka apabila tidak
dengan sebagaimana yang tersebut diatas, Haram hukumnya seorang perempuan
menunaikan Ibadah Hajji itu, apalagi jika sampai meninggalkan Shalat (sama saja
laki-laki atau perempuan), maka adalah rugi yang teramat besar.
Berkata sebahagian
besar ulama bahwa, Pahala seribu kali Ibadah Hajji tidak akan cukup untuk
menutupi dosa meninggalkan satu Shalat Fardhu.
Adapun prihal segala
amalan-amalan Ibadah Hajji dan Umrah, baik itu rukun-rukun dan syarat-syaratnya
serta tata cara berziarah ke makam Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
dan perihal qiblat dan segala Shalat Qashar Jama’, maka sekalian yang demikian
itu telah diuraikan di dalam kitab Manasik Hajji, yang kami buat beserta segala
do’a-do’a yang ada di dalamnya secara lengkap dan sempurna.
Maka tidak dijelaskan yang demikian
itu pada kitab ini.
Pasal
Ke limapuluh delapan
Idh-hiyyah atau
Qurban
Idh-hiyyah atau yang
biasa disebut qurban hukumnya Sunnah Muakkadah (sunnah-sunnah yang dianjurkan),
waktunya adalah dari setelah selesai Shalat Idhul Adha hingga tanggal 13 bulan
Zulhijjah.
Binatang yang Sah dibuat idh-hiyyah
(qurban) adalah:
1.
Unta, Sah dibuat
Idh-hiyyah unta yang telah berumur 5 tahun atau lebih.
2.
Lembu (sapi) atau
kerbau; Sah dibuat Idh-hiyyah yang telah berumur 2 tahun atau lebih.
3.
Kambing; Jika kambing
ma’jun atau kambing jawa yang telah berumur 2 tahun atau lebih.
Jika kambing Kibas atau do’an maka yang telah berumur 1 tahun atau lebih.
Jika kambing itu sudah kupak (sudah bertumbuh gigi dengan lengkap) walaupun
belum cukup umurnya 1 tahun maka sah dibuat idh-hiyyah.
Syarat-syarat binatang/hewan yang di
jadikan idh-hiyyah:
1. Janganlah binatang itu terlalu kurus.
2. Jangan yang kuring atau ompong sekalian giginya.
3. Jangan yang terpotong kupingnya atau ekornya atau buta matanya atau bermata
sebelah.
Keafdhalan hewan yang di jadikan
idh-hiyyah adalah sbb:
1.
Jenis hewannya yang
paling afdhal adalah Unta, kemudian Lembu (sapi) atau kerbau, Kambing Kibas,
Kambing Jawa
2.
Warna bulu atau kulit
binatang yang dijadikan idh-hiyyah afdhalnya adalah berbulu putih, kemudian
berbulu kuning, berbulu Dauk (abu-abu), berbulu merah, berbulu belang (campur)
dan berbulu hitam
3.
Bertanduk lebih afdhal
daripada yang tidak bertanduk.
4.
Jenis kelaminnya,
lebih afdhal jantan daripada betina.
Adapun seekor
daripada Unta, lembu (sapi) atau Kerbau, maka boleh untuk Idh-hiyyah sendiri
(seorang) atau boleh juga untuk 7 orang, sedangkan seekor kambing hanya
diperbolehkan untuk satu orang.
Wajib niat pada saat
menyembelih hewan, dan sunnahnya berlafaz: “sahajaku membuat sunnah
idh-hiyyah” bagiku atau bagi si fulan jika ia wakil daripadanya.
Dan sunnah membaca
do’a dibawah ini pada saat menyembelih hewan:
بِسْـمِ اللهِ، اَللهُ أَكْبَرُ، أَللَّهُـمَّ هَذَا مِنْكَ
وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلَهَا مِنِّى يَا كَرِيْمُ.
Artinya:
Dengan Nama
Allah, Allah yang Maha Besar.
Ya Allah Tuhanku, ini qurban daripada Engkau dan kembali pada Engkau
maka kabulkanlah wahai Tuhan yang Maha Murah.
Dan wajib memberi
sedekah sedikit daging daripada idh-hiyyah itu daging yang mentah, dan tidak
boleh dijual akan sesuatu daripadanya sekalipun kulitnya.
Sunnah membagi daging itu menjadi 3
bagian, dimana:
1.
satu bagian di
sedekahkan kepada fakir miskin.
2.
satu bagian untuk
dihadiahkan kepada sahabat dan handai taulan
3.
satu bagian lagi
untuk makan keluarganya.
Pasal
Ke limapuluh sembilan
Prihal Sunnah ‘Aqiqah
Sunnah hukumnya
bilamana seorang ayah membuat ‘Aqiqah bagi anaknya pada lingkup waktu antara
anaknya itu berumur 60 hari dari semenjak anak tersebut dilahirkan.
Juga sunnah bagi
seorang ayah membuat ‘Aqiqah itu dari semenjak anaknya dilahirkan hingga anak itu
balligh.
Jika Ayahnya tidak
mampu untuk meng-‘aqiqahkan anaknya, maka sunnah bagi ibunya membuatkannya jika
ia mampu, atau orang lain yang melakukannya dengan seizin ayah atau ibunya.
Hewan yang sah dibuat
‘Aqiqah sama halnya dengan hewan yang sah dibuat ‘Idh-hiyyah. Dengan segala
syarat-syaratnya, wajibnya dan sunnah-sunnahnya.
Afdhalnya menyembelih
hewan ‘Aqiqah adalah pada hari ke 7 (tujuh) dari anak tersebut dilahirkan, jika
tidak maka pada hari yang ke 14 (empatbelas), jika tidak maka pada hari ke 21
(duapuluh satu).
Sunnah-sunnah dalam ‘Aqiqah:
1.
Sunnah mencukur
rambut bayi itu pada hari menyembelih hewan ‘aqiqah.
2.
Sunnah menimbang
rambut bayi itu, dan berat rambutnya di nilai dengan emas atau perak, dan
senilai emas atau perak itu disedekahkan kepada fakir miskin.
3.
Sunnah memberi nama
akan bayi itu dengan nama yang baik, maka afdholnya jika laki-laki menggunakan
nama: Abdullah, Abdul Rahman atau seumpamanya. Muhammad, Ahmad atau
seumpamanya. Maka yang tersebut itu lebih afdhal dari lainnya.
4.
Sunnah di cicipkan
pada lidah bayi itu dengan sedikit kurma atau lainnya yang manis-manis.
5.
Sunnah diberikan akan
paha belakang daripada kambing ‘aqiqah itu kepada dukun beranak yang membantu.
6.
Sunnah dimasak daging
‘Aqiqah itu dengan campuran sedikit gula dan dihadiahkan kepada fakir miskin
dan kepada sahabat serta handai taulan dan buat makan di rumah. Ulama
mengatakan campuran manis itu akan menjadi manis juga perangai anak itu, yakni
menjadi baik budi bahasanya dengan taqdir Allah Ta’ala.
Pasal
Ke enampuluh
Penutup
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَاصَّحْابِهِ اَجْمَعِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ،
وَالسَّلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Di bawah ini adalah
do’a dan tasbih yang dinaqol dari kitab “maslikul akhyar”, maka
hendaklah dibaca bila hendak mengaji (menuntut ilmu) ilmu syar’I, Insya Allah
faedahnya lekas dapat dan faham:
اَللَّـهُمَّ افْتَحْ لَنَاحِكْمَتَكَ وَانْشُرْ عَلَيْنَا
رَحْمَتَكَ يَا ذَالْجَلاَ لِ وَ اْلإِكْرَامِ.
Artinya:
Ya Allah
Tuhanku, bukakan bagi kami Ilmu daripada Engkau, dan hamburkan atas kami wahai
yang mempunyai Kebesaran dan Kemulyaan.
Dibawah ini
tasbihnya, maka hendaklah dibaca setiap habis mengaji, Insya Allah faedahnya
apa yang sudah di dapat maka tidak akan lupa dan yang belum dapat akan lebih
mudah untuk mendapatkannya:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ
اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
عَدَدَ كُلِّ حَرْفٍ كُتِبَ أَوْ يُكْتَبَ اَبَدَ اْلآبِدِيْنَ
وَ دَهْرَءَ الدَاهِرِيْنَ
Artinya:
Mahasuci Allah dan
segala Puji bagi Allah dan tiada Tuhan yang disembah hanya Allah dan Tuhan yang
Maha Besar, sebilangan tiap-tiap huruf telah tertulis atau lagi akan tertulis
selama-lamanya, artinya bertahun-tahun lamanya.
terimakasih izin ikut copy file semoga diberkahkan
BalasHapus