Kata Pengantar
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan
petunjuk, bantuan dan pertolongan kepada kita sekalian, sehingga kita dapat
menjadi pemeluk agama Islam, yang memiliki tiga macam ajaran. Ketiga ajaran
tersebut yaitu:
ajaran tentang keimanan untuk membimbing manusia selaku
makhluk yang dapat berpikir dan memiliki keyakinan, ajaran tentang peribadatan
untuk membimbing tingkah laku lahir manusia sebagai penggejalaan dari nafsu
manusia, dan ajaran tentang akhlak untuk membimbing manusia selaku makhluk yang
memiliki budi pekerti.
Salawat dan salam semoga tetap tercurah atas
Nabi Besar Muhammad saw yang telah menyelesaikan ketiga macam ajaran tersebut
dengan sukses. Karenanya beliau menjadi pemimpin dunia terbesar yang belum dan
tidak akan pernah ditandingi oleh siapa pun sepanjang sejarah.
Ajaran iman yang kita ketahui memiliki enam sendi.
Ternyata ajaran iman tersebut memiliki 77 cabang yang harus kita ketahui dan
kita amalkan. Kitab yang menuturkan 77 cabang iman secara ringkas dan mudah
difahami adalah Qami' ath-Thughyan karangan Syeikh Muhammad Nawawi
bin 'Umar dari Banten. Kitab tersebut merupakan ulasan dari kitab Syu'ab
al-Imanyang berbentuk syair karya Syeikh Zainuddin bin 'Ali. Terjemahan
kitab tersebut lengkap dengan syair-syairnya dimaksudkan untuk dapat dijadikan
bahan bacaan yang mudah bagi mereka yang ingin menambah pengetahuan agama.
Syeikh Muhammad Nawawi bin 'Umar Banten mengawali ulasan
syair yang menuturkan cabang-cabang iman dengan tiga syair pembuka kitab Syu'ab
al-Iman sebagai berikut:
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى قَدْ صَـيَّرَا *
اِيْمَانَ شَخْصٍ ذَا شُعَبْ فَتُتَمَّمُ
هَذِىْ بُيوْتٌ مِنْ كِتَابِ
الْكُوْشِنِى * مَنْ قَـالَ بَعْدَ صَـلاَتِنَا َنُسَـلِّمُ
لِمُحَـمَّدٍ وَلآلِـهِ
وَصَــحَـابَتِهْ * مَادَارَ شَمْسٌ فِى السَّمَـاءِ وَاَنْجُمُ
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan iman
seseorang mempunyai cabang-cabang, sehingga cabang tersebut harus disempurnakan.
Bait-bait syair ini diambil dari kitab Syeikh Zainuddin
al-Kusyini, yaitu orang yang berkata setelah kami membaca salawat dan salam,
bagi Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau, selama matahari dan
bintang-bintang di langit masih beredar.
Akhirnya kami memohon kepada Allah swt semoga risalah
kecil ini dapat bermanfaat bagi generasi muda Islam pada khususnya dan umat
Islam pada umumnya, sebagaimana Allah telah memberikan manfaat yang besar
kepada kitab aslinya.
77 CABANG IMAN
Dalam ajaran agama Islam disebutkan bahwa rukun atau
sendi iman ada enam sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Imam Muslim. Iman
tersebut mempunyai cabang sebanyak 77 (tujuh puluh tujuh). Setiap cabang berupa
pekerjaan yang harus dikerjakan oleh setiap orang yang mengaku beriman. Apabila
77 pekerjaan tersebut dilakukan seluruhnya, maka sempurnalah iman seseorang.
Apabila ada yang ditinggalkan, maka berarti berkurang ketebalan imannya. Cabang
iman sebanyak 77 adalah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh para ahli
hadits yang berbunyi:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : اَلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً ، اَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ
اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَدْنَاهَا اِمَاطَةُ الاَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ ،
وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيْمَانِ رَوَاهُ الْمُحَدِّثُوْنَ
Rasulullah saw bersabda: "Iman itu 77
cabangnya. Yang paling utama dari cabang-cabang tersebut adalah mengucapkan
"La ilaha illallah" (tiada Tuhan melainkan Allah) dan cabang yang
paling rendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalan. Malu (berbuat maksiat)
adalah satu cabang dari iman." H.R. Para Ahli Hadits.
Ketujuh puluh tujuh cabang iman tersebut dituturkan dalam
bait syair:
اِيْمَانُنَا بِضْعٌ وَعَــيْنٌ شُعْبَـةً *
يَسْتَكْمِلَنْهَا اَهْـلُ فَضْلٍ يَعْظُمُ
Iman kita ada 77 cabang, yang para ahli
keutamaan benar-benar akan menyempurnakannya, sehingga menjadi orang besar di
sisi Allah.
RUKUN IMAN
Cabang iman 1-5 disebutkan dalam bait syair:
آمِنْ بِرَبِّكَ وَالْمَلآئِكِ وَالْكُتُبِ *
وَالأَنْبِيَا وَبِيَوْمِ يَفْنَى لْعَـالَمُ
Berimanlah engkau kepada Tuhanmu, para
malaikat, kitab-kitab, para nabi dan hari kerusakan alam.
Beriman kepada Allah
Kita wajib beriman bahwa Allah adalah:
§ Maha
Esa yang sama sekali tidak ada sekutu bagi-Nya.
§ Maha
Tunggal yang sama sekali tidak ada yang serupa dengan-Nya, tempat meminta
pertolongan yang sama sekali tidak ada yang menandingi-Nya.
§ Maha
Sedia tanpa permulaan.
§ Maha
Berdiri dengan pribadi-Nya sendiri.
§ Maha
Kekal.
§ Maha
Abadi.
§ Maha
Dahulu yang tidak ada permulaan bagi-Nya.
§ Maha
Akhir yang sama sekali tidak ada kesudahan bagi-Nya.
§ Maha
Tegak yang tidak dilenyapkan oleh masa dan tidak diubah oleh sangkaan.
§ Maha
Permulaan, Maha Akhir, Maha nampak pekerjaannya dan Maha Tersembunyi yang tidak
tampak Dzat-Nya.
§ Maha
Suci dari jasmani, tak sesuatupun yang menyerupai-Nya.
Beriman kepada para malaikat
Kita wajib membenarkan wujud mereka sebagai:
§ para
hamba Allah yang dimuliakan.
§ tidak
pernah maksiat atau mendurhakai Allah terhadap segala yang telah diperintahkan
oleh Allah kepada mereka dan selalu melaksanakan semua yang diperintahkan.
§ jasmani
yang halus dan bernyawa.
§ sesuatu
kekuatan yang dijadikan oleh Allah untuk berubah-ubah bentuk yang indah.
§ dibuat
dari cahaya.
Beriman kepada kitab Allah
Kita wajib membenarkan bahwa sesungguhnya kitab yang
diturunkan oleh Allah kepada para nabi-Nya adalah wahyu Allah yang memuat hukum
dan kabar-Nya.
Beriman kepada para nabi
Kita wajib membenarkan bahwa sesungguhnya para nabi
adalah:
§ orang-orang
jujur dalam segala hal yang mereka khabarkan dari Allah.
§ di
antara mereka ada yang diutus kepada makhluk untuk memberi petunjuk dan untuk
menyempurnakan kehidupan mereka di dunia serta tempat kembali mereka di
akhirat.
§ diberi
mukjizat oleh Allah yang dapat menunjukkan kebenaran mereka.
§ menyampaikan
risalah Allah dan menerangkan segala sesuatu kepada orang-orang mukallaf.
Beriman kepada kerusakan seluruh alam semesta
Kita wajib beriman bahwa alam semesta, alam dunia maupun
benda di angkasa akan hancur binasa pada hari kiamat. Amal yang kita kerjakan
akan dibalas dengan cara perhitungan amal, penimbangan amal, titian, surga dan
neraka.
Cabang iman 6-8:
وَالْبَعْثِ وَالْقَدَرِ الْجَلِيْلِ
وَجِمْعِنَا * فِي مَحْشَرٍ فِيهِ الْخَلاَئِقُ تَحَشَمُ
Dan (beriman) kepada: kebangkitan, qadar dari
Yang Maha Agung, dan kumpul kita di Padang Mahsyar yang di situ para makhluk
merasa malu (sehingga pucat mukanya).
Beriman kepada kebangkitan orang mati
Kita wajib beriman bahwa sesungguhnya Allah swt akan membangkitkan
atau menghidupkan semua makhluk yang sudah mati, baik yang dikubur, mati
tenggelam, atau sebab lainnya. Menurut pendapat yang disepakati oleh seluruh
ulama, yang dibangkitkan adalah wujud dari badan dan bukan yang semisal dari
badan ini. Dalam surat at-Taghabun ayat 7 Allah swt berfirman:
زَعَمَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا اَنْ لَنْ
يُبْعَثُوْا قُلْ بَلَى وَرَبِّى لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا
عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْرٌ
Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa
mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: "Tidak demikian,
demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". Yang demikian adalah mudah bagi
Allah.
Beriman kepada qadar
Kita harus yakin bahwa Allah swt mewujudkan segala
sesuatu sesuai dengan pengetahuan Allah yang telah mendahuluinya. Semua
perbuatan makhluk adalah sesuai dengan ketentuan Allah Ta'ala. Oleh karena itu
sepatutnyalah bagi manusia untuk rela terhadap keputusan-Nya.
Syekh Afifuddin az-Zahid menceritakan bahwa sewaktu
berada di Mesir beliau mendengar sesuatu yang terjadi di Baghdad tentang
pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap kaum muslimin. Kota
Baghdad hancur, selama tiga setengah tahun tidak mempunyai pemerintahan. Juga
tentang perbuatan orang-orang kafir mengalungkan mushaf al-Quran pada
leher-leher anjing, membuang kitab karangan para ulama ke sungai sehingga
menjadi seperti jembatan yang dapat dilalui oleh kuda mereka. Syekh Afifuddin
az-Zahid mengingkari hal tersebut dan bertanya kepada Allah swt, "Wahai
Tuhanku, bagaimana hal ini dapat terjadi, sedangkan di antara kaum muslimin
yang dibunuh itu terdapat anak-anak dan orang-orang yang tidak berdosa?"
Pada waktu tidur Syekh Afifuddin az-Zahid bermimpi
melihat seorang laki-laki yang membawa sebuah tulisan, lalu beliau ambil.
Tulisan tersebut berbunyi:
دَعِ الإِعْتِرَاضَ فَمَا الأَمْرُ لَـكَ *
وَلاَ الْحُكْمُ فِى حَرَكَاتِ الْفَلَكِ
وَلاَ تَسْـأَلِ اللهَ عَنْ فِعْلِــهِ *
فَمَنْ خَـاضَ لُجَّةَ بَحْـرٍ هَلَكَ
Tinggalkanlah menentang putusan Allah, karena
urusan itu bukanlah milikmu; dan tiadalah hukum itu tergantung pada
gerakan-gerakan bintang.
Janganlah engkau bertanya kepada Allah
mengenai pekerjaan-Nya. Barang siapa yang mengarungi gelombang lautan niscaya dia
akan binasa.
Beriman bahwa semua makhluk sesudah dibangkitkan dari
kubur akan digiring ke Padang Mahsyar, yaitu tempat pemberhentian mereka pada
hari kiamat
Padang Mahsyar adalah tanah putih, berupa lembah datar,
sama sekali tiada bengkokannya, tak ada bukit tempat orang dapat bersembunyi di
belakangnya, tak ada jurang tempat merendahkan pandangan, kecuali sebuah padang
luas yang sama sekali tak ada perbedaannya. Manusia akan dihalau ke Padang
Mahsyar secara berombongan, sesuai tingkatannya. Di antara mereka ada yang:
§ naik
kendaraan, yaitu orang yang bertakwa,
§ berjalan
dengan kedua kakinya, yaitu orang yang sedikit amalnya,
§ berjalan
dengan mempergunakan mukanya, yaitu orang-orang kafir.
Dari tempat pemberhentian ini, manusia diberangkatkan ke
surga atau neraka. Mereka akan melalui titian atau jembatan. Dalam meniti
jembatan, menurut Syeikh Muhammad al-Hamdani umat Nabi Muhammad saw terbagi
menjadi tujuh macam:
a.
Orang siddiq, yang akan meniti
secepat kilat.
b.
Orang alim, yang akan meniti secepat angin yang
kencang.
c.
Para wali abdal, yang akan meniti
secepat burung terbang dalam satu saat yang sebentar.
d.
Orang yang mati syahid, yang akan meniti
secepat kuda balap dalam waktu setengah hari.
e.
Orang yang mati pada saat menunaikan ibadah
haji, yang akan meniti dalam waktu satu hari penuh.
f.
Orang yang taat, yang akan meniti dalam waktu
satu bulan.
g.
Orang yang maksiat, yang meletakkan kaki
mereka di atas titian, sedangkan dosa mereka diletakkan di atas punggung.
Ketika mereka lewat, neraka Jahanam mendatangi untuk
membakar mereka. Kemudian neraka Jahanam melihat cahaya iman di hati mereka,
lalu berkata:
"Lewatlah wahai orang mukmin, karena
sesungguhnya cahaya imanmu memadamkan kobaran apiku!"
Di Padang Mahsyar, para makhluk pucat mukanya dan malu
karena amal jelek mereka akan dibeberkan di hadapan Allah swt. Setiap orang
akan sibuk dengan urusannya sendiri dengan memasukkan jari-jari tangan kanannya
ke sela-sela jari tangan kirinya. Keadaan mereka tersebar seperti belalang yang
tersebar di bumi. Masing-masing orang dapat saling melihat keluarganya dan
dapat saling mengenal, akan tetapi tidak berbicara. Mereka berjalan di Padang
Mahsyar tidak beralas kaki dan dalam keadaan telanjang bulat, sebagaimana sabda
Nabi Muhammad saw:
يُبْعَثُ النَّاسُ حُفَاةً عُرَاةً غَرْلاً
قَدْ اَلْجَمَهُمُ الْعِرْقُ وَبَلَغَ شُحُوْمَ الآذَانِ
Manusia akan dibangkitkan dalam keadaan tidak
beralas kaki, telanjang bulat, lagi tidak berkhitan. Keringat telah
mengendalikan mereka dan keringat tersebut sampai di daun telinga.
Cabang iman 9 disebutkan dalam bait syair:
وَبِاَنَّ مَرْجِعَ مُسْـلِمٍ لِجِنَـانِهِ *
وَبِاَنَّ مَرْجِـــعَ كَافِرٍ لِجَهَنَّمُ
Dan beriman bahwa sesungguhnya tempat kembali
orang muslim adalah surganya, dan bahwa sesungguhnya tempat kembali orang kafir
adalah neraka Jahanam".
Beriman bahwa sesungguhnya surga adalah tempat tinggal
yang kekal bagi orang muslim; sedangkan neraka Jahanam adalah tempat tinggal
yang kekal bagi orang kafir
Orang muslim adalah orang yang mati dalam keadaan
beragama Islam, meskipun sebelumnya kafir. Orang-orang yang berbuat maksiat
dapat tergolong orang muslim, sehingga tempat kembali dan tempat mereka yang
kekal adalah surga. Jika mereka dimasukkan ke dalam neraka, mereka tidak kekal
di dalamnya. Bahkan siksaan mereka tidak langgeng selama di dalam neraka;
karena setelah masuk ke dalam neraka mereka akan mati sekejap yang hanya
diketahui ukurannya oleh Allah swt dan mereka tidak hidup sehingga keluar dari
neraka. Mati di sini maksudnya bahwa mereka itu tidak dapat merasakan siksa,
dan bukan mati dengan keluar nyawa dari tubuhnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan orang kafir di sini ialah
orang yang mati dalam keadaan kafir, meskipun dia hidup sepanjang umurnya dalam
keadaan beriman. Termasuk juga orang yang sungguh-sungguh mempergunakan akal
fikirannya, akan tetapi tidak dapat sampai kepada kebenaran sejati; sementara
ia meninggalkan taklid yang diwajibkan baginya.
Anak-anak orang musyrik tidak termasuk kafir, bahkan
mereka di dalam surga, menurut pendapat yang benar. Dalam hal kafir tidak ada
perbedaan antara manusia dan jin.
MENCINTAI ALLAH
Cabang iman 10-13, disebutkan dalam bait
syair:
وَاحْبُبْ اِلَهَكَ خَفْ اَلِيْمَ عِقَابِهِ *
وَلِرَحْمَةِ ارْجُ تَوَكَّلَنْ يَا مُسْلِمُ
Cintailah Tuhanmu, takutlah akan kepedihan
siksa-Nya, berharaplah engkau akan rahmat Allah, dan bertawakallah benar-benar
wahai orang muslim.
Mencintai Allah
Secara logical framework, kecintaan kepada
Allah digambarkan oleh Imam Sahal:
"Tanda mencintai Allah adalah mencintai
al-Quran. Tanda mencintai Allah dan al-Quran adalah mencintai Nabi Muhammad
saw. Tanda mencintai Nabi Muhammad saw adalah mencintai sunnah (ucapan, tingkah
laku, dan sikap) beliau. Tanda mencintai sunnah adalah mencintai akhirat. Tanda
mencintai akhirat adalah membenci dunia (pujian orang, penampilan, kemewahan
dan lain-nya). Tanda membenci dunia adalah tidak mempergunakan harta benda
dunia kecuali sebagai bekal menuju akhirat."
Syeikh Hatim bin Alwan berkata: "Barang siapa
mengaku tiga hal tanpa tiga hal lainnya, maka ia adalah pembohong:
orang yang mengaku mencintai Allah tanpa menjauhi
larangan-Nya,
orang yang mengaku mencintai Nabi Muhammad saw tanpa
mencintai kefakiran, dan
orang yang mengaku mencintai surga tanpa mau
menyedekahkan hartanya."
Sebagian dari ahli makrifat berkata: "Jika iman
seseorang berada di luar hati, maka ia akan mencintai Allah dengan kecintaan
yang sedang. Jika iman seseorang telah masuk ke tengah hati, maka dia akan
mencintai Allah dengan kecintaan yang sepenuhnya dan akan meninggalkan
kemaksiatan-kemaksiatan."
Pada pokoknya mengaku cinta adalah menanggung resiko.
Oleh karena itu Syeikh Fudlail bin Iyadl berkata: "Jika kamu ditanya
apakah engkau mencintai Allah, maka diamlah! Karena sesungguhnya jika engkau
mengatakan "tidak", maka engkau "kafir" dan jika mengatakan
"ya", maka sifatmu bukanlah sifat dari orang-orang yang
mencintai-Nya."
Takut kepada siksa Allah
Menurut Imam al-Ghozali dalam kitab Ihya' Ulumiddin,
derajat takut yang paling minim adalah menahan diri dari hal-hal yang dilarang,
yang dinamakan wara'. Jika kekuatan takut bertambah, maka akan menahan diri
dari hal-hal yang tidak diyakini keharamannya; dan hal ini dinamakan takwa.
Jika pada rasa takut tergabung usaha untuk memurnikan waktunya hanya semata
untuk melayani Allah, sehingga tidak membangun rumah yang tidak akan ditempati
selamanya, tidak mengumpulkan harta yang tidak akan dimakan, dan tidak menoleh
kepada kesenangan dunia karena mengetahui bahwa dunia itu akan berpisah
dengannya, sehingga tidak mempergunakan satu nafaspun selain untuk Allah, maka
hal ini dinamakan shidqun atau jujur dan orangnya dinamakan shiddiq.
Jadi takwa termasuk dalam shidqun, wara' masuk
dalam takwa, dan iffah (meninggalkan yang haram) masuk
dalam wara'.
Mengharap rahmat Allah Ta'ala
Dalam surat az-Zumar ayat 53 Allah swt berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا
عَلَى اَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوْا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ اِنَّ اللهَ يَغْفِرُ
الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا اِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang
melampaui batas terhadap diri sendiri, janganlah kamu sekalian berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Rasulullah saw bersabda:
اَلْفَاجِرُ الرَّاجِى لِرَحْمَةِ اللهِ
تَعَالَى اَقْرَبُ اِلَى اللهِ تَعَالَى مِنَ الْعَابِدِ الْقَانِطِ
Orang durhaka yang mengharap rahmat Allah
Ta'ala adalah lebih dekat kepada Allah Ta'ala dari pada ahli ibadah yang putus
harapan.
Diriwayatkan dari Umar, dari Zaid bin Aslam bahwa ada
seorang laki-laki dari umat terdahulu yang giat beribadah dan memperberat
dirinya dalam ibadah, sedangkan ia adalah orang yang tidak mengharapkan rahmat
Allah. Ketika laki-laki tersebut mati dan bertanya kepada Allah: "Ya
Tuhanku, apakah bagianku di sisi-Mu?" Allah berfirman: "Bagianmu
adalah neraka!" Laki-laki tersebut berkata: "Wahai Tuhanku, di
manakah ibadah dan kegiatanku?" Allah berfirman: "Engkau adalah orang
yang tidak mengharap rahmat-Ku di dunia, maka pada hari ini Aku memutuskan
engkau dari rahmat-Ku!"
Dalam kitab Ihya' Ulumiddin dijelaskan bahwa hakekat
"harapan" adalah kesenangan hati karena menanti sesuatu yang
dicintai. Akan tetapi sesuatu yang dicintai itu harus dapat terjadi dan harus
berdasarkan sebab. Jika sebabnya tidak ada, disebut "tipuan" dan
"ketololan". Jika sebabnya tidak diketahui ada atau tidak ada,
disebut "angan-angan". Jika dalam hati kita tergerak keadaan sebab
tersebut dalam waktu yang telah lampau, disebut "mengingat". Jika
dalam hati kita tergerak keadaan sebab tersebut dalam waktu sekarang, disebut
"menemukan" dan "merasakan". Jika dalam hati kita tergerak
keadaan dari sesuatu pada waktu yang akan datang, dan keadaan sesuatu tersebut
sangat menguasai hati kita, maka disebut "menanti" dan
"mengharap". Jika yang dinanti adalah sesuatu yang dibenci yang
menghasilkan rasa sakit dalam hati, dinamakan "takut" atau
"ketakutan". Jika yang dinanti adalah sesuatu yang dicintai yang
menghasilkan kelezatan dan kesenangan, maka kesenangan tersebut disebut
"harapan" atau raja'.
Tawakal
Dalam surat al-Ma'idah ayat 23 Allah swt berfirman yang
antara lain sebagai berikut:
... وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوْا اِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ
... dan hanya kepada Allah hendaknya kamu
sekalian bertawakal, jika kamu sekalian benar-benar beriman.
tawakal terdiri dari tiga unsur, yaitu: makrifat, keadaan
hati, dan amal.
Makrifat, yaitu keyakinan dan kesadaran hati bahwa
selain dari Allah Ta'ala tidak ada yang dapat mendatangkan sesuatu manfaat atau
kenikmatan kepada kita. Sedangkan keyakinan atau iman di sini terdiri dari
empat tingkat:
1.
Iman dari orang munafik
Yaitu orang yang mengucapkan dua kalimah
syahadat tetapi hatinya sama sekali tidak meyakini kebenaran makna yang
terkandung dalam dua kalimah syahadat.
2.
Ilmul yaqin
Yaitu keyakinan dari orang yang mengucapkan
dua kalimah syahadat dan hatinya meyakini kebenaran makna yang terkandung dalam
dua kalimah syahadat berdasarkan ilmu yang dipelajari.
3.
Aynul yaqin
Sebagai kelanjutan dari tingkat kedua, yaitu
keyakinan dari orang yang telah jernih pandangan mata hatinya sehingga dapat
memandang kekuasaan Allah melalui segala sesuatu yang dipandang oleh mata
kepalanya.
4.
Haqqul yaqin
Sebagai kelanjutan dari tingkat ketiga, yaitu
keyakinan dari orang yang hatinya benar-benar telah dapat menyadari dan
menghayati hakekat dari wujud dan kekuasaan Allah swt.
Hal atau keadaan hati dari orang yang bertawakal terdiri
dari tiga urutan tingkat:
keadaan orang yang bertawakal mengenai hak Allah dan
mengenai keyakinannya terhadap tanggungan dan pertolongan Allah swt seperti
keadaan mengenai keyakinan hatinya kepada kemampuan seorang wakil yang
menangani urusannya. keadaan orang yang bertawakal terhadap Allah swt seperti
keadaan anak kecil terhadap ibunya
Yaitu kondisi anak kecil yang tidak mengenal orang lain,
selain ibunya. Tidak berlindung dari kesulitan kecuali kepada ibunya. Tidak
bersandar dan tidak menggantungkan segala keperluannya kecuali kepada ibunya.
Jika melihat ibunya niscaya dirangkulnya. Jika ada sesuatu yang menimpa dirinya
sewaktu ibunya tidak ada, maka ucapan yang pertama kali keluar dari mulutnya
adalah,"Ibu!". Yang pertama kali tergerak dalam hatinya adalah
ibunya. Sesungguhnya ia benar-benar telah yakin terhadap pemeliharaan dan kasih
sayang ibunya dengan keyakinan yang penuh.
keadaan orang yang bertawakal terhadap Allah dalam setiap
gerak dan diamnya seperti mayat di tangan orang yang memandikannya; ia tidak
berpisah dengan Allah karena melihat dirinya bagaikan mayat yang digerakkan
oleh kekuasaan Allah yang azali, seperti mayat yang digerakkan oleh tangan
orang yang memandikannya. Inilah tingkat tawakal yang paling tinggi dari orang
yang telah kuat iman dan keyakinannya bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala adalah
Dzat Yang Maha Penggerak.
Amal tawakal terdiri dari tiga macam, yaitu:
1.
Jalbun nafi'
Yaitu melakukan pekerjaan yang dapat menjadi
sebab dari kedatangan manfaat. Terdiri dari tiga tingkat:
Meyakinkan
Seperti menyuap nasi yang sudah tersedia bagi
orang yang ingin menghilangkan rasa lapar dari perutnya.
Diduga keras
Seperti menanak nasi bagi orang yang ingin
menghilangkan rasa lapar dari perutnya, dan berasnya sudah tersedia.
Diperkirakan
Seperti mencari uang untuk membeli beras bagi
orang yang ingin menghilangkan rasa lapar dari perutnya.
2.
Qath'ul adza
Yaitu melenyapkan atau menghilangkan hal-hal
yang dapat merusak kemanfaatan yang ada. Terdiri dari tiga tingkat:
Meyakinkan
Seperti meminum obat dari dokter bagi orang
yang ingin menghilangkan rasa sakit dari badannya.
Diduga keras
Seperti pergi ke apotik untuk membeli obat
resep dari dokter bagi orang yang ingin menghilangkan rasa sakit dari badannya.
Diperkirakan
Seperti mencari uang untuk membeli obat resep
dari dokter bagi orang yang ingin menghilangkan rasa sakit dari badannya.
3.
Daf'ul madlarrat
Yaitu menolak kedatangan hal-hal yang dapat
merusak kemanfaatan yang ada. Terdiri dari tiga tingkat:
4.
Meyakinkan
Seperti menghalau atau mengusir kucing yang
akan makan ikan yang ada di meja makan.
Diduga keras
Seperti menyimpan ikan dalam lemari makan dan
menguncinya agar tidak dimakan kucing.
Diperkirakan
Seperti pergi untuk membeli lemari makan guna
menyimpan ikan agar tidak dimakan kucing.
MENCINTAI NABI MUHAMMAD
Cabang iman 14-16 disebutkan dalam bait syair:
وَاحْبُبْ نَبِيَّكَ ثُمَّ عَظِّمْ قَدْرَهُ *
وَابْخِلْ بِدِيْنِكَ مَا يُرَى بِكَ مَأْثَمُ
Cintailah nabimu, kemudian agungkan
derajatnya; dan kikirlah dengan agamamu selama dilihat perbuatan dosa bagimu.
Mencintai Nabi Muhammad saw
Nabi Muhammad saw bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى اَكُوْنَ
اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ
اَجْمَعِيْنَ
Tiadalah salah seorang dari kalian beriman,
sehingga aku lebih dicintai olehnya dari pada dirinya, hartanya, anaknya, orang
tuanya dan manusia semuanya.
Manusia dalam hadits ini adalah selain orang-orang yang
telah disebutkan, seperti kerabat, kenalan, tetangga, teman, dan lainnya.
Mencintai Rasulullah saw adalah perwujudan dari mencintai Allah Ta'ala,
demikian pula mencintai ulama dan orang-orang yang bertakwa, karena Allah
Ta'ala mencintai mereka dan mereka juga mencintai Allah. Semua itu kembali
kepada kecintaan yang asli dan tidak boleh melampauinya. Karena pada hakekatnya
sama sekali tidak ada yang dicintai bagi orang-orang yang tajam pandangan mata
hatinya kecuali Allah Ta'ala, dan sama sekali tidak ada yang berhak untuk
dicintai kecuali Dia.
Mengagungkan derajat Nabi Muhammad saw
Mengagungkan derajat Nabi Muhammad saw berarti mengetahui
ketinggian derajatnya, menjaga tatakrama dan sopan santun pada waktu menyebut
nama beliau, dan mendengar nama serta hadits beliau, memperbanyak membaca
salawat atas beliau, dan memusatkan perhatian dalam mengikuti sunnah beliau.
Dalam suratal-Hujurat ayat 2 Allah swt berfirman:
يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ
تَرْفَعُوْا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُوْا لَهُ
بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ
لاَ تَشْعُرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata
kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian dari kamu
terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus pahala amalmu sedangkan kamu
tidak menyadari.
Bakhil terhadap agama Islam
Bakhil terhadap agama berarti lebih senang dibunuh dan
dimasukkan ke dalam api dari pada menjadi orang kafir, dan menyadari bahwa
agama Islam adalah jauh lebih mulia dari pada semua harta dan anak-anaknya.
Umar bin Abdul Aziz pada waktu menjabat sebagai kepala
negara telah mengirimkan sepasukan tentara untuk melawan serangan tentara
Romawi. Dalam peperangan tersebut 20 orang tentara muslim ditawan oleh pasukan
Romawi. Kaisar Romawi memerintahkan salah seorang dari tentara muslim yang
ditawan untuk meninggalkan agama Islam dan memeluk agama kekaisaran Romawi
serta menyembah tuhannya:
Kaisar: Hai orang muslim, jika kamu mau memeluk
agamaku dan menyembah tuhan yang aku sembah, maka kujadikan kamu sebagai kepala
pemerintahan di daerah yang besar. Aku akan memberimu: bendera, wanita
penghibur, piala, dan terompet. Jika kamu tidak mau masuk agamaku, maka aku
akan membunuh dan memenggal lehermu dengan pedang.
Tawanan: Aku tak akan menjual agama dengan harta
benda dunia.
Kaisar lalu memerintahkan untuk membunuhnya. Tawanan
tersebut dibawa ke alun-alun dan dipenggal lehernya dengan pedang. Setelah
lehernya putus, kepalanya berputar mengelilingi alun-alun sambil membaca ayat
al-Quran, al-Fajr 30:
يَآ اَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِى اِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِى فِى عِبَادِى وَادْخُلِى
جَنَّتِى
Wahai jiwa yang tenang, kembalilah engkau
kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridlai-Nya. Masuklah dalam kelompok
hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.
Kaisar makin marah dan memerintahkan untuk mengambil
tawanan yang kedua.
Kaisar: Masuklah ke agamaku, nanti kau kujadikan
kepala pemerintahan di kota Anu. Jika engkau menolak, maka akan kupotong
lehermu seperti kupotong leher temanmu.
Tawanan: Aku tidak akan menjual agama dengan harta
benda dunia. Jika kamu mempunyai kekuasaan untuk memotong leherku, maka kamu
tidak memiliki kekuasaan untuk memotong imanku.
Kaisarpun memerintahkan untuk memotong lehernya. Setelah
putus, kepalanya berputar mengelilingi alun-alun tiga kali seperti kepala
temannya sambil membaca ayat al-Quran, al-Haqqah 21-23:
فَهُوَ فِى عِيْشَةٍ رَاضِيَةٍ فِى جَنَّةٍ
عَالِيَةٍ قُطُوْفُهَا دَانِيَةٌ
Maka dia telah berada dalam kehidupan yang
diridlai, yaitu dalam surga yang tinggi, yang bebuahannya terjangkau.
Kaisar makin menjadi marah, dan memerintahkan untuk
mengambil tawanan yang ketiga, seorang muslim yang celaka.
Kaisar: Apa yang akan kau katakan? Apakah engkau mau
masuk agamaku dan akan kujadikan engkau seorang kepala pemerintahan?
Tawanan: Aku mau masuk agamamu dan memilih dunia
dari pada akhirat.
Kaisar: Menteri, buatkan surat keputusan untuk
tawanan ini. Berikan kepadanya wanita, piala, dan bendera.
Menteri: Baginda Kaisar, katakanlah kepadanya:
"Jika engkau orang yang jujur dalam ucapanmu, bunuhlah salah seorang dari
temanmu, agar kami dapat mempercayai omonganmu."
Tawanan terkutuk itu mengambil salah seorang temannya dan
membunuhnya di hadapan Kaisar Romawi.
Kaisar: Menteri, buatkan untuk dia SK Pengangkatan.
Menteri: Baginda Kaisar, hal ini tidak masuk akal
bila Baginda membenarkan omongannya. Tawanan ini sudah tidak mau lagi
memelihara hak saudaranya yang dia lahir dan dibesarkan bersamanya.
Bagaimanakah dia akan dapat memelihara hak kita?
Kemudian Kaisar Romawi memerintahakan untuk memenggal
leher tawanan yang celaka tersebut. Setelah lehernya putus, kepalanya berputar
mengelilingi alun-alun sambil membaca ayat al-Quran, az-Zumar 19:
اَفَمَنْ حَقَّ عَلَيْهِ كَلِمَةُ الْعَذَابِ
اَفَأَنْتَ تُنْقِذُ مَنْ فِى النَّارِ ؟
Apakah kamu hendak mengubah nasib orang-orang
yang telah pasti ketentuan adzab atasnya? Apakah kamu akan menyelamatkan
orang-orang yang berada dalam api neraka?
Kepala tawanan yang terkutuk tersebut berhenti di ujung
alun-alun dan tidak berkumpul dengan kedua kepala temannya. Dia kembali menuju
siksa Allah. Semoga Allah melindungi kita sekalian dari kesesatan.
MENCARI ILMU
Cabang iman 17-20, disebutkan dalam bait
syair:
وَاطْلُبْ لِعِلْمٍ ثُمَّ لَقِّـنْهُ الْوَرَى
* عَظِّمْ كَلاَمَ الرَّبِّ وَاطْهُر تُعْصَمُ
Carilah ilmu, ajarkan kepada manusia;
agungkanlah kalam Tuhanmu dan bersucilah, pasti engkau terjaga dari bencana.
Mencari ilmu
Sabda Rasulullah saw riwayat dari Abdullah bin Mas'ud:
مَنْ تَعَلَّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ
يَنْتَفِعُ بِهِ فِى آخِرَتِهِ وَدُنْيَاهُ كَانَ خَيْرًا لَهُ مِنْ عُمْرِ
الدُّنْيَا سَبْعَةَ آلاَفِ سَنَةٍ صِيَامَ نَهَارِهَا وَقِيَامَ لَيَالِيْهَا
مَقْبُوْلاً غَيْرَ مَرْدُوْدٍ
Barang siapa yang mempelajari satu bab dari
ilmu yang dia dapat memperoleh manfaat dunia akhirat, maka hal itu lebih baik
baginya dari pada umur dunia 70.000 tahun yang dipergunakan puasa pada siang
hari dan salat pada malam hari dalam keadaan diterima, tidak ditolak.
Dari Mu'adz bin Jabal katanya: Rasulullah saw bersabda:
تَعَلَّمُوْا الْعِلْمَ فَاِنَّ تَعَلُّمَهُ
ِللهِ حَسَنَةٌ وَدِرَاسَتَهُ تَسْبِيْحٌ وَالْبَحْثَ عَنْهُ جِهَادٌ وَطَلَبَهُ
عِبَادَةٌ وَتَعْلِيْمَهُ صَدَقَةٌ وَبَذْلَهُ ِلاَهْلِهِ قُرْبَةٌ وَالْفِكْرَ
فِى الْعِلْمِ يَعْدِلُ الصِّيَامَ وَمُذَاكَرَتَهُ تَعْدِلُ الْقِيَامَ
Pelajarilah ilmu, sebab mempelajari ilmu
karena Allah adalah kebaikan, mendaras ilmu sama dengan bertasbih, membahas
ilmu sama dengan berjuang, mencari ilmu adalah ibadah, mengajarkan ilmu adalah
sedekah, memberikan ilmu kepada yang memerlukan adalah pendekatan diri kepada
Allah, memikirkan ilmu sebanding dengan pahala puasa dan memusyawarahkan ilmu
sebanding pahala salat malam.
Rasulullah saw bersabda:
اُطْلُبِ الْعِلْمَ وَلَوْ كَانَ بَيْنَكَ
وَبَيْنَهُ بَحْرٌ مِنَ النَّارِ
Tuntutlah ilmu, meskipun di antara kamu dan
ilmu terbentang lautan api.
Sabda Rasulullah saw:
اُطْلُبِ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى
اللَّحْدِ
Tuntutlah ilmu sejak dari ayunan sampai ke
liang lahat.
Mempelajari ilmu adalah wajib setiap saat dan keadaan. Sebagian
dari para ulama salaf (ulama dahulu) berpendapat bahwa ilmu ada empat macam:
§ Ilmu
untuk membetulkan amalan agama.
§ Ilmu
kedokteran untuk menyehatkan badan.
§ Ilmu
falak untuk menentukan waktu salat.
§ Ilmu
nahwu untuk membetulkan bacaan.
Ilmu dapat dihasilkan dengan dua cara:
a.
Usaha, yaitu ilmu yang dapat diperoleh dengan
jalan belajar dan membaca secara terus menerus.
b.
Mendengarkan, yaitu belajar dari para ulama
dengan mendengarkan permasalahan agama dan dunia. Hal ini tidak dapat berhasil
kecuali dengan mencintai para ulama, bergaul dengan mereka, menghadiri
majlis-majlis taklim mereka dan meminta penjelasan dari mereka.
Orang yang menuntut ilmu wajib berniat dalam usaha
menghasilkan ilmu tersebut:
§ mencari
keridlaan Allah,
§ mencari
kebahagiaan akhirat,
§ menghilangkan
kebodohan dirinya dan semua orang yang bodoh,
§ menghidupkan
agama,
§ mengabadikan
agama dengan ilmu, dan mensyukuri kenikmatan akal dan kesehatan badan
Ia tak boleh berniat agar manusia menghadap
kepadanya, mencari kesenangan dunia dan kemuliaan di depan pejabat dsb.
§ Menyebarkan
ilmu agama
Nabi Muhammad saw bersabda:
لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ مِنْكُمُ الْغَائِبَ
Hendaklah orang yang hadir di antara kamu
sekalian menyampaikan kepada orang yang tidak hadir.
Wajib bagi seseorang yang mendengarkan untuk menyampaikan
segala sesuatu yang didengarkan kepada orang yang tidak hadir. Hadits ini
ditujukan kepada para sahabat dan orang-orang sesudah mereka sampai hari
kiamat. Jadi wajib bagi seseorang yang memiliki (ahli) ilmu untuk bertabligh.
Setiap orang yang mengetahui satu masalah adalah ahli ilmu dalam masalah
tersebut. Setiap orang awam yang mengetahui syarat salat, wajib mengajarkan
kepada orang lain. Jika ia tidak mau mengajarkan, maka ia bersekutu dalam dosa
dengan orang yang belum mengetahuinya.
Pada setiap masjid dan tempat wajib ada seorang ahli
agama yang mengajar kepada manusia dan memberikan pemahaman kepada mereka
mengenai masalah-masalah agama. Demikian juga halnya di setiap desa. Setiap
ahli agama setelah selesai melaksanakan fardlu 'ain, yaitu mengajar di
daerahnya sendiri, melakukan fardlu kifayah, yaitu keluar ke daerah yang
berdekatan dengan daerahnya, untuk mengajarkan agama dan kewajiban syariat
kepada penduduk desa tersebut. Ahli agama tersebut wajib membawa bekal untuk
dimakan sendiri, dan tidak boleh ikut makan makanan orang yang diajar.
Jika sudah ada salah seorang yang menunaikan kewajiban
ini, maka gugurlah dosa dari para ahli ilmu yang lain. Jika tidak ada sama
sekali orang yang menunaikan kewajiban ini, maka dosanya akan menimpa semua
orang. Orang yang alim berdosa karena keteledorannya tidak mau pergi ke daerah
tersebut; sedangkan orang yang bodoh berdosa karena keteledorannya dalam
meninggalkan menuntut ilmu. Ini adalah pendapat Syeikh Ahmad as-Suhaimi yang
dinukil oleh Imam al-Ghozali.
Ada 3 tanda bagi orang alim yang ingin mencari
kebahagiaan akhirat:
1.
Ia tidak mencari kesenangan dunia dengan ilmunya.
2.
Kesibukannya dalam ilmu dimaksudkan untuk
mendapatkan kebahagiaan akhirat, sehingga ia memperhatikan ilmu yang dapat
dipergunakan untuk memperbaiki batin dan hatinya.
3.
Ia menyandarkan ilmunya pada taklid
(mengikuti) kepada Pemilik Syariat, Nabi Muhammad saw, dalam ucapan dan
perbuatannya.
Tanda orang yang tidak mencari kesenangan dunia dengan
ilmunya ada lima:
1.
Ucapannya tidak menyalahi perbuatannya,
sehingga ia menjadi orang yang pertama kali melakukan perintah dan meninggalkan
larangan.
2.
Ia memperhatikan ilmu menurut kadar
kemampuannya, dan senang kepada ketaatan serta menjauhi ilmu yang memperbanyak
perdebatan.
3.
Ia menjauhi kemewahan dalam makanan, tempat
tinggal, perkakas rumah tangga dan pakaian.
4.
Ia menahan diri dari mempergauli para
pejabat, kecuali untuk memberi nasihat kepadanya atau untuk menolak kedlaliman,
atau untuk memberikan pertolongan dalam hal yang diridlai oleh Allah Ta'ala.
5.
Ia tidak cepat-cepat memberikan fatwa kepada
orang yang bertanya, tetapi mengatakan: "Tanyakan kepada orang yang ahli
memberi fatwa!", karena kehati-hatiannya. Ia mencegah diri dari berijtihad
dalam sesuatu masalah, jika masalah tersebut tidak jelas bagi dirinya. Bahkan ia
mengatakan: "Saya tidak tahu!" apabila ijtihad tersebut tidak mudah
baginya.
Mengagungkan dan menghormati al-Quran
Mengagungkan dan menghormati Al-Quran harus dilakukan
dengan jalan:
§ Membacanya
dalam keadaan suci.
§ Tidak
menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci.
§ Bersikat
gigi pada waktu ingin membacanya.
§ Duduk
dengan lurus dan tidak boleh bertelekan pada waktu membaca al-Quran selain
dalam salat.
§ Memakai
pakaian yang bagus, karena orang yang membaca al-Quran pada hakekatnya
beraudiensi dengan Tuhannya.
§ Menghadap
kiblat pada waktu membaca al-Quran.
§ Berkumur
setiap kali berdahak.
§ Berhenti
membaca al-Quran pada waktu menguap (angob = Jawa ngaheuay = sunda).
§ Membaca
al-Quran dengan serius (bersungguh-sungguh) dan tartil.
§ Membaca
setiap huruf dengan benar.
§ Tidak
meninggalkan al-Quran dalam keadaan terbuka pada waktu meletakkannya.
§ Tidak
meletakkan sesuatu di atas al-Quran, sehingga mushaf al-Quran selamanya berada
di atas segalanya.
§ Meletakkan
mushaf Al-Quran di pangkuannya atau di atas sesuatu di mukanya dan jangan
meletakkannya di atas lantai ketika membacanya.
§ Tidak
menghapus tulisan al-Quran dengan ludah, tetapi harus dengan air.
§ Tidak
mempergunakan mushaf yang telah rusak dan kertasnya telah rapuh, agar mushaf
tetap utuh dan tidak menyia-nyiakannya.
§ Tidak
membaca al-Quran di pasar, tempat keramaian, dan tempat pertemuan orang-orang
bodoh.
§ Tidak
membuang basuhan tulisan al-Quran untuk berobat di tempat sampah, tempat najis,
atau tempat yang diinjak-injak, tetapi harus dibuang di tempat yang tidak diinjak
oleh orang, atau menggali lubang di tempat yang suci dan menyiram badannya di
lubang tersebut, lalu lubang tersebut ditutup kembali, atau menyiram badannya
di sungai yang besar, sehingga airnya mengalir bercampur dengan air sungai.
§ Menyebut
nama Allah (membaca basmalah) pada waktu menulis al-Quran atau meminum tulisan
al-Quran dan mengagungkan niat dalam hal tersebut, karena Allah akan memberinya
menurut kadar niatnya.
§ Bersuci
Dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 6
Allah swt berfirman:
يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِذَا
قُمْتُمْ اِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى
الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوْا بِرُؤُوْسِكُمْ وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الْكَعْبَيْنِ
وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْا وَاِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى اَوْ عَلَى
سَفَرٍ اَوْ جَاءَ اَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ اَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَآءَ
فَلَمْ تَجِدُوْا مَآءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا
بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيْدُ اللّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ
مِنْ حَرَجٍ وَلكِنْ يُرِيْدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan salat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan mata kaki. Jika kamu
junub, mandilah. Jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (WC) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia ingin
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Rasulullah saw bersabda:
اَلطُّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْمَانِ
Bersuci itu separuh dari iman.
Menurut Syeikh Suhaimi hadits ini berarti bahwa berwudlu
lahir batin dilihat dari pahalanya adalah separoh dari iman. Syeikh Hatim
al-Asham berkata kepada 'Ashim bin Yusuf: "Apabila waktu salat telah
datang, berwudlulah engkau dengan dua wudlu, yaitu wudlu lahir dan batin!"
'Ashim bin Yusuf berkata: "Bagaimana wudlu tersebut?" Syeikh Hatim
al-Asham berkata: "Wudlu lahir sudah engkau ketahui. Sedangkan wudlu batin
ialah dengan bertaubat, menyesali perbuatan dosa, meninggalkan perasaan dendam,
menipu, keragu-raguan, kesombongan, dan meninggalkan kesenangan kepada
penampilan dunia, pujian manusia, dan politik praktis.
Sahabat 'Umar bin Khattab berkata: "Wudlu yang bagus
dapat menolak kejahatan syaithan dari Anda".
Menunaikan
Shalat Fardlu Pada Waktunya Dengan Sempurna
Cabang
iman 21-26 disebutkan dalam bait syair:
صَلِّ
الصَّلاَةَ وَزَكِّ مَالَكَ ثُمَّ صُمْ * وَاعْكُفْ وَحُجَّ وَجَاهِدَنَّ
فَتُكْرَمُ
Salatlah
engkau, zakatilah hartamu, kemudian puasalah; dan lakukan i'tikaf, haji, dan
berjuang dengan sungguh-sungguh, maka engkau akan dimuliakan".
Menunaikan
salat fardlu pada waktunya dengan sempurna
Rasulullah
saw bersabda:
عَلَمُ
الإِيْمَانِ الصَّلاَةُ فَمَنْ فَرَغَ لَهَا قَلْبُهُ وَحَافَظَ عَلَيْهَا
بِحُدُوْدِهَا فَهُوَ مُؤْمِنٌ
Bendera
iman adalah salat. Barang siapa yang mengosongkan hatinya untuk salat dan
menjaga salat dengan ketentuan-ketentuannya, maka ia adalah orang mukmin.
Rasulullah
saw pernah ditanya tentang tanda dari orang mukmin dan orang munafik, beliau
menjawab: "Orang mukmin itu cita-citanya mengenai salat, puasa, dan
ibadah. Sedangkan orang munafik itu cita-citanya adalah mengenai makanan dan
minuman seperti binatang.
Memberikan
zakat kepada yang berhak dengan niat khusus
Orang
yang mengeluarkan zakat hendaknya berniat dengan hatinya untuk menunaikan zakat
wajib. Ia tidak wajib menyatakan jenis harta yang dizakati. Apabila seseorang
telah memiliki harta satu nisab berupa emas, perak, ternak, bebijian, bebuahan
(kurma dan anggur), maka wajib baginya memberikan zakatnya kepada delapan macam
golongan yang berhak menerima zakat, atau orang-orang yang ada dari kedelapan
macam golongan tersebut seperti: orang fakir, orang miskin, musafir yang
memerlukan biaya perjalanan dan orang yang dibebani hutang.
Rasulullah
saw bersabda:
مَا
خَالَطَتِ الزَّكَاةُ مَالاً قَطُّ اِلاَّ اَهْلَكَتْهُ
Tiadalah
sama sekali zakat itu menyampuri sesuatu harta, kecuali merusaknya.
Puasa
Ramadlan
Orang
yang berpuasa pada bulan Ramadlan dengan niat pada malam hari untuk mentaati
Allah hendaknya meninggalkan seluruh perbuatan yang membatalkan puasa. Puasa
itu dilakukan mulai dari terbit fajar sampai matahari terbenam, dalam keadaan
tidak haidl, tidak nifas, tidak sedang dalam keadaan melahirkan anak, tidak
pingsan, dan tidak mabuk pada sebagian hari.
Syeikh
Suhaimi dalam kitab Lubab at-Thalibinmenjelaskan bahwa yang
membatalkan puasa adalah seperti makan, minum, bersetubuh, dan merokok. Apabila
seseorang yang berpuasa makan atau minum karena benar-benar lupa, maka puasanya
sah; karena sesungguhnya dia diberi makan dan minum oleh Allah swt
I'tikaf
I'tikaf
artinya diam dalam masjid dengan niat i'tikaf, disunnatkan setiap waktu,
meskipun dalam waktu yang makruh untuk melakukan salat. I'tikaf diharamkan bagi
wanita kecuali dengan izin suaminya, dan haram bagi budak belian kecuali dengan
izin majikannya, meskipun i'tikaf dari wanita dan budak belian tersebut sah
hukumnya. Suami berhak untuk menyuruh keluar isterinya dari masjid; demikian
pula majikan berhak menyuruh keluar budaknya dari masjid.
Unsur
i'tikaf ada empat, yaitu:
Berniat
yang dibarengi dengan diam di dalam masjid. Niat yang dibaca sambil berjalan
pada waktu sedang masuk ke dalam tidaklah cukup, dan wajib berniat fardlu atau
nadzar pada i'tikaf yang dinadzarkan.
Masjid
yang dipergunakan i'tikaf haruslah masjid yang murni, artinya tidak sah
beri'tikaf di tempat yang namanya masyhur sebagai masjid padahal sebenarnya
tempat tersebut bukan masjid. Berbeda halnya dengan salat tahiyyatal masjid,
maka boleh di tempat seperti ini.
Berdiam
sebentar sekedar yang dapat disebut tinggal di masjid, meskipun tidak dalam
keadaan tenang, yaitu dalam waktu yang lebih lama dari pada waktu tumakninah
dalam salat. I'tikaf boleh dilakukan dengan mondar-mandir atau lewat tanpa
berhenti, asal niatnya dibaca dalam keadaan diam. Jika seseorang bernadzar i'tikaf
secara mutlak, maka cukup dilakukan sebentar yang melebihi waktu tumakninah
dari ruku' atau lainnya.
Orang
yang melakukan i'tikaf. Bagi orang yang melakukan i'tikaf harus beragama Islam,
berakal, dan suci dari hadats besar. Bila di tengah-tengah i'tikaf jatuh
pingsan atau gila, maka i'tikafnya tidak batal. Sedangkan waktu selama pingsan
atau gila tersebut dihitung i'tikaf. I'tikaf terputus karena sengaja murtad
atau sengaja mabuk yang berturut-turut.
Haji
Haji
adalah menuju Baitullah untuk melakukan ibadah haji atau umrah jika mampu,
yaitu mendapatkan bekal dan kendaraan. Perbuatan yang wajib dilakukan ketika
berhaji adalah:
Wukuf
di Arafah pada tanggal 9 Dzul Hijjah atau malam tanggal 10 Dzul Hijjah.
Thawaf
bagi orang yang suci, yaitu mengelilingi Ka'bah tujuh kali dalam keadaan yakin
telah masuk waktunya, sesudah tengah malam tanggal 10 Dzul Hijjah, dan tidak
ada batas akhir waktu thawaf.
Sa'i
antara Shofa dan Marwah.
Jihad
Jihad
adalah berjuang melawan serangan orang-orang kafir untuk membela agama Islam.
Pada zaman permulaan Islam jihad merupakan amal yang paling utama. Rasulullah
saw bersabda:
رَأْسُ
الاَمْرِ اَلإِسْلاَمُ وَعَمُوْدُهُ اَلصَّلاَةُ وَذَرْوَةُ سَنَامِهِ اَلْجِهَادُ
Pokok
dari perkara adalah Islam, tiangnya adalah salat, dan puncak ketinggiannya
adalah berjuang.
Pengertian
dari hadits ini menurut Syeikh Suhaimi adalah bahwa asal dari kepentingan agama
adalah mengucapkan dua kalimah syahadat dengan meyakini kebenaran makna yang
terkandung di dalamnya. Amal ibadah apapun tidak sah kecuali dengan Islam.
Sesuatu yang dapat meninggikan agama adalah salat lima waktu. Sedangkan sesuatu
yang paling tinggi nilainya dalam agama Islam adalah mengerahkan kemampuan
untuk memerangi orang-orang kafir guna menegakkan agama Islam. Jihad dalam
hadits ini juga dapat diartikan berjuang melawan nafsu dengan jalan
mengekangnya dari semua keinginannya dan mencegahnya dari membiarkan nafsu
dalam berbagai kelezatan; dan mengharuskan nafsu untuk melakukan segala
perintah dan menjauhi semua larangan. Inilah jihad yang paling besar dan lebih
utama dari pada berperang melawan serangan orang kafir.
Murabathah
Cabang
iman 27-29, disebutkan dalam bait syair:
رَابِطْ
تَثَبَّتْ اَدِّ خُمْسَ مَغَـانِمٍ * حَتَّى يُفَرِّقَهُ الإِمَامُ الْحَــاكِمُ
Pertahankan
garis demarkasi, jangan mundur dari medan pertempuran, dan berikan seperlima
dari hasil rampasan perang; agar kepala negara yang memutuskan perkara
membaginya.
Murabathah
Arti murabathah adalah
mempertahankan garis demarkasi, yaitu tetap bertahan di wilayah yang menjadi
batas antara wilayah yang dikuasai oleh orang muslim dengan wilayah yang
dikuasai orang kafir yang memusuhi Islam, meskipun mereka telah menjadikan
tempat tersebut sebagai tempat pemukiman.
Rasulullah
saw bersabda:
رِبَاطُ
يَوْمٍ فِى سَبِيْلِ اللهِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
Mempertahankan
garis demarkasi satu hari dalam membela agama Allah adalah lebih baik nilainya
dari pada dunia seisinya.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
مَاتَ مُرَابِطًا فِى سَبِيْلِ اللهِ اَمِنَ مِنَ الْفَزَعِ الاَكْبَرِ
Barangsiapa
yang mati sedang mempertahankan garis demarkasi dalam membela agama Allah,
niscaya dia aman dari terkejut yang paling besar (yaitu diperintah masuk ke
dalam neraka).
Tetap
berperang dan tidak lari dari medan pertempuran
Allah
swt telah berfirman dalam surat al-Anfal ayat 46:
يَآ
اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اِذَا لَقِيْتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوْا وَاذْكُرُوْا
اللهَ كَثِيْرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Wahai
orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan musuh, maka berteguh
hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.
Jika
kamu memerangi pasukan kafir, maka tetaplah kamu bertahan dan janganlah kamu
terpukul mundur dan lari. Sebutlah nama Allah dan agungkanlah Dia dalam keadaan
berperang, agar kamu mendapat keuntungan dengan tercapai maksudmu dalam
memperoleh pertolongan dan pahala dari Allah.
Memberikan
seperlima dari rampasan perang
Seperlima
dari harta rampasan perang harus diserahkan kepada kepala negara atau wakilnya
untuk dibagi. Kepala negara wajib mendahulukan pemberian bagian rampasan perang
kepada orang muslim yang membunuh musuh dan merampas hartanya, kemudian sisanya
dibagi lima. Empat perlima dibagikan kepada orang-orang yang ikut hadir dalam
medan pertempuran, meskipun tidak ikut menyerang musuh dan kepada pasukan
militer, meskipun tidak ikut berangkat ke medan pertempuran. Untuk pasukan yang
berjalan kaki satu bagian dan untuk penunggang kuda (milik sendiri) dua bagian.
Sisanya yang seperlima, dibagi lagi menjadi lima. Seperlima dipergunakan untuk
kemaslahatan umum kaum muslimin, seperti menutup lubang-lubang dan memperbaiki
benteng-benteng; untuk memberi honorarium para qadli, orang alim, imam masjid
dan muadzin. Seperlima dibagikan kepada kerabat Nabi saw, yaitu anak turun bani
Hasyim dan bani Muthallib: untuk laki-laki mendapat dua kali lipat dari bagian
wanita. Seperlima untuk anak-anak yatim. Seperlima untuk para fakir miskin, dan
seperlima untuk musafir yang kehabisan bekal.
Memerdekakan
Budak Yang Mukmin
Cabang
iman 30-35 disebutkan dalam bait syair:
وَاعْتِقْ
وَكَفِّرْ اَوْفِ بِالْوَعْدِ اشْكُرَنْ * وَاحْفَظْ لِسَانَكَ ثُمَّ فَرْجَكَ
تَغْنَمُ
Merdekakanlah
budak, bayarlah kafarat, penuhi janji, bersyukurlah dengan sungguh-sungguh;
jaga lidah dan kemaluanmu, niscaya engkau beruntung.
Memerdekakan
budak yang mukmin
Budak
di sini adalah yang dimiliki karena keturunan dari budak yang dimiliki
sebelumnya, atau ikut terbeli karena membeli rumah termasuk budak yang
memeliharanya, atau budak yang diwariskan oleh keluarga yang meninggal dunia.
Nabi saw bersabda:
مَنْ
اَعْتَقَ رَقَبَةً مُسْلِمَةً سَلِيْمَةً اَعْتَقَ اللهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهَا
عُضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ حَتَّى فَرْجِهِ بِفَرْجِهِ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Barangsiapa
yang memerdekakan budak muslim lagi tidak cacat, niscaya Allah akan
memerdekakan setiap satu anggauta badan dari budak tersebut dengan satu
anggauta badan dirinya dari api neraka, hingga kemaluan dengan kemaluannya.
H.R. Muslim.
Membayar
kafarat
Jenis
kafarat atau denda ada empat, yaitu:
1.
kafarat dhihar
2.
kafarat
pembunuhan
3.
kafarat
karena bersetubuh dengan isteri pada siang hari bulan Ramadlan secara sengaja,
dan
4.
kafarat
sumpah
Tiga
bentuk kafarat pertama adalah:
§ Memerdekakan budak beriman tanpa cacat yang
dapat mengganggu bekerja; jika tidak mampu maka:


§ Untuk kafarat sumpah harus dilakukan dengan
memberi makanan kepada 10 (sepuluh) orang miskin, setiap orang sebanyak satu
kati dari bahan makanan pokok daerah tempat melakukan pelanggaran, atau memberi
pakaian kepada 10 (sepuluh) orang miskin, atau memerdekakan budak yang beriman.
Jika tidak mampu, harus berpuasa selama 3 hari, meskipun terpisah-pisah.
Memenuhi
janji
Dalam
surat al-Isra ayat 34 Allah swt berfirman:
... وَاَوْفُوْا
بِالْعَهْدِ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُوْلاً
... dan
penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.
Rasulullah
saw bersabda:
اَلْعِدَةُ
عَطِيَّةٌ
Janji
adalah pemberian.
dan
اَلْعِدَةُ
دَيْنٌ
Janji
adalah hutang.
Dalam
hadits lain Rasulullah saw bersabda:
ثَلاَثٌ
فِى الْمُنَافِقِ : اِذَا حَدَثَ كَذَبَ وَاِذَا وَعَدَ اَخْلَفَ وَاِذَا اؤْتُمِنَ
خَانَ
Tiga
perkara yang ada pada orang munafik: Jika berbicara berdusta, jika berjanji
menyalahi, dan jika diamanati khianat.
Jika
tiga hal tersebut terdapat pada diri seseorang muslim, maka keadaannya adalah
menyerupai keadaan orang munafik, sebagaimana keterangan Syeikh al-'Aziziy.
Bersyukur
Dalam
surat al-Baqarah ayat 152 Allah swt berfirman:
... وَاشْكُرُوْا لِى
وَلاَ تَكْفُرُوْنَ
... dan
bersyukurlah kepada-Ku, jangan kau ingkari nikmat-Ku.
Dalam
surat an-Nisa ayat 147 Allah swt berfirman:
مَا
يَفْعَلُ اللهُ بِعَذَابِكُمْ اِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللّهُ
شَاكِرًا عَلِيْمًا
Mengapa
Allah akan menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman? Allah adalah Maha
Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.
Rasulullah
saw bersabda:
اَرْبَعُ
خِصَالٍ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَمُلَ اِسْلاَمُهُ وَلَوْكَانَ لَهُ مِنْ قَرْنِهِ
اِلَى قَدَمِهِ خَطَايَا اَلصِّدْقُ وَالشُّكْرُ وَالْحَيَاءُ وَحُسْنُ الْخُلُقِ
Ada
empat hal, Barangsiapa yang pada dirinya terdapat hal tersebut niscaya sempurna
keislamannya, meskipun dari ujung rambut sampai kakinya terdapat kesalahan.
Empat hal tersebut adalah: kejujuran, syukur, malu berbuat maksiat, dan budi
pekerti yang baik.
Syukur
mengandung tiga unsur, yaitu:
Ilmu
Yaitu
mengetahui bahwa bahwa semua kenikmatan yang diterima pada hakekatnya adalah
dari Allah swt Sedangkan semua orang yang menjadi sebab dari kenikmatan
tersebut pada hakekatnya hanyalah sebagai perantara semata-mata yang dipaksa
oleh kehendak dan kekuasaan Sang Pemberi nikmat, Allah swt Namun Allah swt
mengajarkan kepada kita agar kita pandai berterima kasih kepada orang-orang
yang menjadi perantara dari kenikmatan Allah swt tersebut, sebagaimana sabda
Nabi Muhammad saw:
لاَ
يَشْكُرُ اللهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ مَنْ لَمْ يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ
يَشْكُرِ اللهَ رواه أبو داود
Yang
tidak termasuk bersyukur kepada Allah adalah orang yang tidak bersyukur kepada
manusia. Barangsiapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka dia tidak
bersyukur kepada Allah.
Hal
atau keadaan
Yaitu
kegembiraan karena nikmat datang:
Gembira
karena melihat wujud dari kenikmatan yang datang.
Gembira
karena melihat manfaat dari kenikmatan yang datang.
Gembira
karena memandang kepada pemberian nikmat dari Sang Pemberi nikmat.
Kegembiraan
hati yang termasuk unsur syukur adalah yang terakhir.
Amal
Yaitu
penggunaan kenikmatan yang telah diterima:
untuk
maksiat.
untuk
menuruti keinginan nafsu yang bukan maksiat.
sesuai
dengan keinginan dan tujuan Sang Pemberi nikmat, Allah swt
Amal yang termasuk unsur syukur adalah yang terakhir.
Amal yang termasuk unsur syukur adalah yang terakhir.
Menurut
Syeikh Syubuli, syukur adalah memandang kepada Sang Pemberi nikmat dan tidak
memandang kepada kenikmatan. Sebagian ulama berpendapat bahwa kesyukuran orang
awam adalah terhadap kebutuhan dasar yaitu makanan, minuman, dan pakaian.
Sedangkan kesyukuran orang khusus adalah terhadap hal-hal yang datang pada hati
(jiwa).
Menjaga
lidah dari omongan yang tidak pantas
Dalam
surat Qaf ayat 18 Allah swt berfirman:
مَا
يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ
Tiada
suatu kata yang diucapkan, kecuali di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir.
Rasulullah
saw bersabda:
قَيِّمُ
الدِّيْنِ اَلصَّلاَةُ وَسَنَامُ الْعَمَلِ اَلْجِهَادُ وَاَفْضَلُ اَخْلاَقِ
الإِسْلاَمِ اَلصَّمْتُ حَتَّى يُسَلِّمَ النَّاسُ
Tegaknya
agama adalah dengan salat; puncak amal adalah berjuang; dan akhlak Islam yang
paling utama adalah diam, sehingga orang memberi salam.
Sahabat
Abu Hurairah ra meriwayatkan hadits Rasulullah saw:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah dia berkata baik atau
diam.
Menurut Imam asy-Syafii, jika seseorang ingin berbicara, ia harus
memikirkan hal yang akan diucapkan. Jika nampak kemaslahatannya, ia boleh
berbicara, dan jika ragu hendaknya tak usah bicara sehingga jelas
kemaslahatannya. Sebagian orang bijak berkata: "Barangsiapa yang berbicara
selain dalam kebaikan, maka ia telah berbuat sia-sia. Barangsiapa yang melihat
sesuatu tanpa mengambil pelajaran dari yang dilihatnya, maka ia benar-benar telah
lupa. Barangsiapa yang diam tanpa berfikir, maka ia benar-benar telah berbuat
percuma." Kata orang bijak: "Apabila pembicaraan membuatmu heran,
diamlah. Dan apabila diam telah membuatmu heran, maka berbicaralah!"
Menjaga
kemaluan dari hal yang dilarang oleh Allah
Maksudnya
adalah menjaga kemaluan dari zina, liwath (homo seksual), musahaqah
(lesbian) dan mufakhadzah.
Liwath adalah memasukkan kemaluan lelaki ke dalam dubur pria.
Musahaqah adalah perbuatan yang dilakukan orang perempuan dengan perempuan
lain dengan farjinya.
Mufakhadzah adalah perbuatan yang dilakukan seorang lelaki dengan dzakarnya
pada lelaki lain di pahanya.
Dalam
surat al-Isra ayat 32 Allah swt berfirman:
وَلاَ
تَقْرَبُوْا الزِّنَى اِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَآءَ سَبِيْلاً
Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji dan
jalan yang buruk.
Dalam
surat asy-Syu'ara ayat 165 Allah swt berfirman:
اَتَأْتُوْنَ
الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِيْنَ
Mengapa
kamu mendatangi jenis laki-laki dari manusia?
Dalam
surat al-A'raf ayat 81 Allah swt berfirman:
اِنَّكُمْ
لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُوْنِ النِّسَآءِ بَلْ اَنْتُمْ قَوْمٌ
مُسْرِفُوْنَ
Sesungguhnya
kamu sekalian mendatangi para lelaki untuk memuaskan nafsumu (kepada mereka),
bukan kepada wanita, bahkan kamu sekalian adalah kaum yang melampaui batas.
Rasulullah
saw bersabda:
إِنَّ
اللهَ لاَ يَسْتَحْيِىْ مِنَ الْحَقِّ لاَ تَأْتُوْنَ النِّسَآءَ فِى
أَدْبَارِهِنَّ
Sungguh
Allah tidak memerintahkan bersikap malu dalam menerangkan kebenaran. Janganlah
kamu sekalian mendatangi para wanita pada dubur mereka.
Menunaikan
Amanat Kepada Yang Berhak
Cabang
iman 36-39 disebutkan dalam bait syair:
اَدِّ
اْلاَمَانَةَ لاَ تُقَـاتِلْ مُسْــلِمًا * وَاحْذَرْ طَعَامًا ثُمَّ مَالَكَ
تَحْرُمُ
Tunaikanlah
amanat, janganlah kamu membunuh orang muslim, jagalah makanan, jaga hartamu
dari yang haram, niscaya kamu menjadi terhormat.
Menunaikan
amanat kepada yang berhak
Dalam
surat an-Nisa ayat 58 Allah swt berfirman:
اِنَّ
اللهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوْا اْلاَمَانَاتِ اِلَى اَهْلِهَا ... الآية
Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu sekalian agar menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya ...
Rasulullah
saw bersabda:
ثَلاَثٌ
مَنْ كُنَّ فِيْهِ اَوْ وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ فَلْيَتَزَوَّجْ مِنَ الْحُوْرِ
الْعِيْنِ مَا شَآءَ رَجُلٌ اُؤْتُمِنَ عَلَى اَمَانَةٍ فَاَدَّاهَا مَخَافَةَ
اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَرَجُلٌ خَلَّى عَنْ قَاتِلِهِ وَرَجُلٌ قَرَأَ فِى
دُبُرِكُلِّ صَلاَةٍ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ اِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً. رَوَاهُ
ابْنُ عَسَاكِرَ
Ada
tiga hal yang bila ketiganya atau salah satu terdapat pada diri seseorang,
dipersilakan mengawini bidadari yang ia inginkan. Tiga hal tersebut adalah:
orang
yang diamanati sesuatu dan menunaikannya karena takut kepada siksa Allah Yang
Maha Menang lagi Maha Agung,
/orang
yang memaafkan kesalahan orang yang membunuhnya (sebelum ia mati), dan /
orang
yang membaca surat al-Ikhlas 11 kali setiap selesai salat.
H.R. Ibnu Asakir.
H.R. Ibnu Asakir.
Tidak
membunuh orang muslim
Dalam
surat an-Nisa ayat 93 Allah swt berfirman:
وَمَنْ
يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ
اللهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَاَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيْمًا
Barangsiapa
yang membunuh seseorang muslim dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam,
ia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya dan mengutuknya serta menyiapkan
azab yang besar baginya.
Dalam
surat al-An'am ayat 151 Allah swt berfirman:
... وَلاَ تَقْتُلُوْا
النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ اللهُ اِلاَّ بِالْحَقِّ ...
... dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk membunuhnya, kecuali
ada sebab yang benar ...
Rasulullah
saw bersabda:
اَعْظَمُ
الْكَبَائِرِ عِنْدَ اللهِ قَتْلُ النَّفْسِ فَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِسِكِّيْنٍ
لاَ تَزَالُ الْمَلاَئِكَةُ تَطْعَنُهُ بِتِلْكَ السِّكِّيْنِ فِى اَوْدِيَةِ
جَهَنَّمَ ؛ وَاِنْ اَلْقَى نَفْسَهُ مِنْ مَكَانٍ حَتَّى يَمُوْتَ لاَ تَزَالُ
الْمَلاَئِكَةٌ تُلْقِيْهِ مِنْ شَاهِقٍ اِلَى وَادٍ فِى النَّارِ: وَاِنْ عَلَّقَ
نَفْسَهُ بِحَبْلٍ فَمَاتَ لاَ يَبْرَحُ مُعَلَّقًا فِى جُذُوْعٍ مِنَ النَّار؛
وَاِنْ قَتَلَ غَيْرَهُ بِغَيْرِ حَقٍّ لاََتزَالُ الْمَلاَئِكَةُ تَذْبَحُهُ
بِسِكِّيْنٍ مِنْ نَارٍ ؛ وَهكَذَا فَالْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ
Dosa
yang paling besar menurut Allah adalah membunuh jiwa. Barangsiapa bunuh diri
dengan pisau, maka para malaikat selalu menikamnya dengan pisau tersebut di
jurang Jahannam. Barangsiapa yang menjatuhkan dirinya dari suatu tempat hingga
mati, maka para malaikat akan selalu menjatuhkan dia dari puncak sampai ke
jurang dalam neraka. Barangsiapa yang menggantung diri dengan tali hingga mati,
maka ia akan selalu digantung di tonggak dari api. Dan Barangsiapa yang
membunuh orang lain tanpa alasan yang benar, maka para malaikat akan selalu
menyembelihnya dengan pisau dari api. Demikian seterusnya, balasan itu adalah
dari jenis perbuatan.
Menjaga
diri dari makanan dan minuman haram
Sabda
Rasulullah saw riwayat Abu Bakar as-Siddiq ra:
لاَ
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِيَ بِحَرَامٍ رواه أبو يعلى وغيره
Jasad
yang diberi makan dengan makanan yang haram tidak dapat masuk surga. H.R. Abu
Ya'la dan lainnya.
Peringatan
dari wasiat Syeikh al-Kamil Ibrahim al-Matbuliy:
Seseorang
yang makan di rumah temannya, setelah selesai makan seyogyanya membaca doa
seperti yang diamalkan oleh Syeikh Afdlaluddin al-Azhari sebagai berikut:
اَللّهُمَّ
اِنْ كَانَ هذَا الطَّعَامُ حَلاَلاً فَوَسِّعْ عَلَى صَاحِبِهِ وَاجْزِهِ خَيْرًا
، وَاِنْ كَانَ حَرَامًا اَوْ شُبْهَةً فَاغْفِرْ لِى وَلَهُ وَأَرْضِ عَنِّى
أَصْحَابَ التِّبْعَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِرَحْمَتِكَ يَآ اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
Ya
Allah, jika makanan ini halal, lapangkanlah rizki pemilik makanan dan balaslah
ia dengan yang lebih baik. Dan jika makanan ini haram atau syubhat, ampunilah
aku dan dia serta relakanlah aku mengikuti orang-orang yang mengikuti agama-Mu
pada hari kiamat dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Penyayang.
Orang
yang diundang makan dan ragu akan kehalalannya, seyogyanya membaca doa yang
diamalkan oleh Syeikh asy-Sya'rani sebagai berikut:
اَللّهُمَّ
احْمِنِى مِنَ اْلاَكْلِ مِنْ هذَا الطَّعَامِ الَّذِى دُعِيْتُ اِلَيْهِ، فَاِنْ
لَمْ تَحْمِنِى مِنْهُ فَلاَ تَدَعْهُ يُقِيْمُ فِى بَطْنِى وَاِنْ جَعَلْتَهُ
يُقِيْمُ فِى بَطْنِى فَاحْمِنِى مِنَ الْوُقُوْعِ فِى الْمَعَاصِى الَّتِى
تَنْشَأُ مِنْهُ عَادَةً، فَاِنْ لَمْ تَحْمِنِى مِنَ الْوُقُوْعِ فِى الْمَعَاصِى
فَاقْبَلْ اسْتِغْفَارِى وَأَرْضِ عَنِّى أَصْحَابَ التِّبْعَاتِ ، فَاِنْ لَمْ
تَقْبَلِ اسْتِغْفَارِى وَلَمْ تُرْضِهِمْ عَنِّى فَصَبِّرْنِى عَلَى الْعَذَابِ
يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Ya
Allah, lindungilah aku dari memakan makanan ini yang aku diundang untuknya.
Jika Engkau tidak mau melindungi aku dari memakannya, janganlah Engkau
tinggalkan makanan ini berdiam di perutku. Jika Engkau menjadikan makanan ini
berdiam di perutku, lindungilah aku dari terjatuh dalam kemaksiatan yang
biasanya timbul dari makanan ini. Jika Engkau tidak melindungi aku dari
terjatuh dalam kemaksiatan, terimalah permintaan ampunku dan relakan aku
termasuk orang-orang yang mengikuti perintah-Mu. Dan jika Engkau tidak mau
menerima permintaan ampunku dan tidak merelakan aku termasuk orang-orang yang
mengikuti perintah-Mu, sabarkanlah aku terhadap siksa neraka, wahai Dzat Yang
Maha Penyayang.
Menjaga
diri dari harta yang haram
Orang
yang beriman wajib menjaga dirinya dari harta yang haram, seperti riba dan yang
semacamnya. Oleh karena itu seseorang wajib mencari pekerjaan yang halal,
seperti bertani, berdagang, dan industri. Sebagian dari orang ahli makrifat
berkata: Orang yang tidak bekerja disebabkan oleh tiga alasan: malas, sibuk
bertakwa, atau takut celaan dan congkak:
Orang
yang tidak bekerja karena malas pasti menjadi pengemis.
Orang
yang tidak bekerja karena sibuk dengan ketakwaan pasti akan tamak terhadap
milik orang lain, dan akan makan dari hasil menjual agamanya yang makanan
tersebut hukumnya haram.
Orang
yang tidak bekerja karena takut gengsinya jatuh dan karena congkak pasti akan
mencuri.
Sebagian
dari ahli makrifat berkata: "Barangsiapa yang bekerja untuk menjaga
mukanya dari meminta-minta, maka pada hari kiamat mukanya bagaikan bulan
purnama; ia tidak diungkit-ungkit oleh orang-orang yang bebannya lebih berat
dari pada gunung". Sebagian ulama berkata: "Mencari pekerjaan adalah
wajib seperti kewajiban mencari ilmu. Alasan mencari pekerjaan ada empat:
Fardlu,
yaitu mencari pekerjaan untuk mencukupi keperluan minimal bagi diri, keluarga,
dan agamanya.
Sunnat,
yaitu mencari kelebihan dari kadar kecukupan agar dapat membantu orang yang
fakir atau membantu famili dan kerabat. Ini adalah lebih utama dari pada ibadah
sunnat.
Mubah,
yaitu mencari tambahan dari kadar kecukupan untuk bernikmat-nikmat dan
memperindah tempat tinggal dan pakaian.
Haram,
yaitu mencari tambahan dari kecukupan yang dapat dipergunakan untuk
menyombongkan diri."
Demikianlah
keterangan dari kitab Tuhfatul Muluk.
Menghindari
Berpakaian, Perhiasan dan Bejana Yang Diharamkan
Cabang
iman 40-42 disebutkan dalam bait syair:
وَالزِّيَّ
مَعْ ظَرْفٍ وَلَهْوًا قَدْ نُهِيْ * اَنْفِقْ بِمَعْرُوْفٍ وَإِلاَّ تَأْثَـمُ
Hindarilah
perhiasan, bejana, dan permainan yang dilarang. Belanjakan hartamu dengan baik.
Jika tidak, engkau berdosa.
Menghindari
pakaian, perhiasan, dan bejana yang diharamkan
Orang
laki-laki dan orang banci yang sudah baligh diharamkan memakai pakaian sutera
dan pakaian yang bahannya dicampur dengan sutera lebih dari 50%, serta pakaian
yang ditenun seluruhnya atau sebagiannya dengan benang emas atau perak. Juga
haram memakai campuran salah satu dari emas atau perak, jika campuran tersebut
dihasilkan dengan jalan memanaskannya pada api, kecuali jika emas dan perak
tersebut dapat bertagar (berkarat).
Orang
laki-laki dan orang banci meskipun masih kecil haram mempergunakan bejana yang
terbuat dari emas atau perak. Wali anak kecil haram jika membiarkan anaknya
memakai bejana tersebut. Juga haram mengumpulkan berbagai bejana yang terbuat
dari emas dan perak murni atau campuran, besar atau kecil untuk dibuat
pajangan. Pemakaian oles celak, tempat celak, jarum, tusuk gigi, bingkai kaca,
sendok, sisir, tempat pembakaran dupa dan lainnya yang terbuat dari emas dan
perak juga haram. Nabi Muhammad saw bersabda:
مَنْ
لَبِسَ الْحَرِيْرَ مِنَ الرِّجَالِ فِى الدُّنْيَا اَلْبَسَهُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ثَوْبًا مِنَ النَّارِ
Barangsiapa
orang-orang lelaki yang memakai pakaian dari sutera di dunia, maka pada hari
kiamat Allah akan mengenakan pakaian dari api neraka kepadanya.
Pengertian
hadits di atas ialah bahwa orang laki-laki yang memakai pakaian sutera di dunia
ini dengan sengaja lagi mengetahui bahwa pakaian tersebut adalah sutera dan dia
memakainya tidak dalam keadaan darurat, niscaya pada hari kiamat nanti Allah
swt akan mengenakan pakaian dari api neraka kepadanya, sebagai balasan dari
perbuatannya. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ
لَبِسَ الْحَرِيْرَ فِى الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِى اْلآخِرَةِ
Barangsiapa
memakai sutera di dunia, niscaya ia tidak akan memakainya di akhirat.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ اَعْرَضَ اللهُ عَنْهُ حَتَّى يَضَعَهُ مَتَى يَضَعُهُ
Barangsiapa
memakai pakaian kemasyhuran, niscaya Allah akan berpaling darinya hingga ia
melepaskannya pada waktu ia melepas kannya.
Maksud
hadits di atas ialah bahwa orang yang memakai pakaian kesombongan dan
kecongkakan tidak akan dipandang oleh Allah dengan pandangan kasih sayang,
hingga Allah membuat semua mata dan hati manusia memandang hina terhadapnya.
Rasulullah
saw bersabda:
لاَ
تَأْكُلُوْا فِى آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلاَ تَشْرَبُوْا فِى صَحَافِهَا
Janganlah
kamu sekalian makan pada tempat yang terbuat dari emas dan perak dan jangan
kamu sekalian minum minuman yang berada pada tempat yang terbuat dari emas dan
perak.
Diriwayatkan
bahwa seorang alim, Syeikh Hasan al-Bashri, dan seorang ahli ibadah, Syeikh
Farqad, berada dalam satu jamuan walimah yang menyediakan kurma dalam tempat
terbuat dari emas dan perak. Syeikh Hasan duduk menghadapi makanan tersebut,
sedangkan Syeikh Farqad mengucilkan diri. Syeikh Hasan mengambil kurma dari
tempatnya dan menuangkannya habis di atas roti, lalu beliau makan roti dan
kurma tersebut sambil menoleh kepada Syeikh Farqad dan berkata: "Wahai
Farqad yang tidak alim, tidakkah engkau berbuat seperti ini?". Syeikh
Hasan berpendapat bahwa mengosongkan isi piring yang terbuat dari emas dan
perak tersebut bukanlah berarti memakainya, bahkan menghilangkan kemungkaran
yang diperbuat oleh pemilik rumah. Karena kedalaman ilmu agamanya, beliau telah
menggabungkan antara kesunnatan makan hidangan walimah, menutup kekecewaan hati
orang yang mengundang, menghilangkan kemungkaran, dan sekaligus mengajarkan
hukum fikih. Beliau memandang kecil nama Syeikh Farqad yang tidak alim dengan
"Wahai Farqad kecil" yang memperlihatkan perbuatan mungkar dari
pemilik rumah.
Menjaga
diri dari permainan yang dilarang
Permainan
yang dilarang oleh agama Islam antara lain undian (lotre), meniup seruling,
meniup harmonika, dan gitar.
Sederhana
dalam membelanjakan harta
Setiap
orang yang beriman dilarang boros dalam membelanjakan harta dan dilarang
berbuat pelit. Dalam surat al-Isra ayat 29 Allah swt berfirman:
وَلاَ
تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُوْلَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ
فَتَقْعُدَ مَلُوْمًا مَحْسُوْرًا
Dan
janganlah kamu sekalian jadikan tanganmu terbelenggu di lehermu dan janganlah
kamu sekalian terlalu mengulurkannya, karena itu kamu sekalian menjadi tercela
dan menyesal.
Setiap
orang yang beriman dilarang berbuat pelit dan berbuat boros dalam membelanjakan
hartanya, agar tidak dicela oleh sesama manusia dan oleh Allah swt Jika orang
berbuat pelit, maka ia akan menyesal, dan jika berbuat boros, akhirnya tidak
mempunyai apa-apa lagi. Kejahatan pemboros disamakan dengan kejahatan setan,
sebagai disebut dalam surat al-Isra ayat 26 dan 27:
... وَلاَ تُبَذِّرْ
تَبْذِيْرًا . اِنّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْا اِخْوَانَ الشَّيَاطِيْنَ ...
... dan
janganlah kamu sekalian menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya
para pemboros adalah kawan setan ...
Nabi
Muhammad saw bersabda:
مَا
خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ افْتَقَرَ مَنِ
اقْتَصَدَ
Tidak
akan rugi orang yang beristikharah; tidak akan menyesal orang yang
bermusyawarah dan tidak akan melarat orang yang sederhana (dalam membelanjakan
harta)"
Meninggalkan
Dendam dan Hasud
Cabang
iman 43-44 disebutkan dalam bait syair:
اُتْرُكْ
وَاَمْسِكْ كُلَّ غِلٍّ وَالْحَسَدَ * حَرِّمْ لِعِرْضِ الْمُسْلِمِيْنَ
فَتَسْلَمُ
Tinggalkan
dan cegahlah olehmu setiap dendam dan hasud; haramkan bagi kehormatan orang-orang
muslim, maka engkau akan selamat.
Meninggalkan
dendam dan hasud
Dendam
adalah buah dari kemarahan; sedangkan letak dari kekuatan marah adalah hati.
Marah adalah mendidihnya darah hati untuk menuntut hukuman. Arti dendam ialah
apabila hati selalu merasa berat dan benci; sedangkan perasaan tersebut
langgeng dan tetap.
Rasulullah
saw bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ
لَيْسَ بِحَقُوْدٍ
Orang
mukmin itu bukanlah pendendam.
Definisi
dendam adalah:
Benci
terhadap kenikmatan yang ada pada orang lain dan senang apabila kenikmatan
lenyap dari orang tersebut.
Hasud
adalah buah dari dendam, sedangkan dendam adalah buah dari marah. Jadi hasud
adalah cabang dari cabang, sedangkan marah adalah asal dari asal. Rasulullah
saw bersabda:
لاَ
تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَنَاجَشُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَلاَ
يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ. وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ اِخْوَانًا .
اَلْمُسْلِمُ اَخُو الْمُسْلِمِ
/Janganlah
kamu sekalian saling berbuat hasud. Janganlah saling menambah penawaran.
Janganlah saling membenci. Janganlah bercerai-berai. Janganlah salah seorang
dari kamu sekalian saling berebut pembeli. Dan jadilah kamu sekalian para hamba
Allah yang bersaudara. Orang muslim adalah saudara orang muslim.
Hadits
di atas berarti agar kita sekalian:
jangan
saling mengangan-angankan nikmat yang ada pada orang lain hilang;
jangan
saling menambah harga dari barang yang dijual oleh orang lain bukan karena
senang membelinya, akan tetapi untuk mengecoh orang lain;
jangan
saling membenci dan saling memalingkan muka karena benci;
jangan
saling mengurangi harga barang dagangan bagi seseorang pembeli pada saat khiyar
(saat tawar menawar masih berlangsung) dengan mengatakan: "Batalkan
membeli barang itu dari si A; aku akan menjual kepadamu barang seperti itu
dengan harga yang lebih murah, atau dengan harga seperti itu dengan barang yang
lebih bagus!";
menyibukkan
diri untuk melaksanakan ajaran agama Islam seolah-olah kita sekalian adalah
anak-anak dari satu orang, sebagaimana sesungguhnya kita adalah para hamba
Tuhan Yang Satu.
Hal
tersebut didasarkan bahwa sesungguhnya orang muslim adalah saudara dari orang
muslim lainnya dalam agama.
Sayyidina
Hasan bin Ali ra meriwayatkan dari Rasulullah saw:
اَلْغِلُّ
وَالْحَسَدُ يَأْكُلاَنِ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Dendam
dan hasud memakan amal kebajikan, sebagaimana api memakan kayu bakar.
Diceriterakan
bahwa iblis pernah datang ke pintu Fir'aun lalu mengetuknya. Fir'aun bertanya:
"Siapakah yang mengetuk pintu?" Iblis menjawab: "Jika engkau
Tuhan, niscaya engkau tidak bodoh!" Setelah Iblis masuk, dia berkata
kepada Fir'aun: "Apakah engkau tahu orang di bumi ini yang lebih jahat
dari pada engkau?" Fir'aun bertanya: "Siapakah dia?" Jawab
iblis: "Orang yang hasud, karena ia akan terjatuh pada bencana ini!"
Melarang
mencela orang muslim, di hadapannya atau tidak
Rasulullah
saw bersabda:
بِحَسْبِ
امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ اَنْ يَحْقِرَ اَخَاهُ الْمُسْلِمَ . كُلُّ الْمُسْلِمِ
عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وُمَالُهُ وَعِرْضُهُ .
Seseorang
dianggap berbuat jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap orang
muslim atas orang muslim yang lain haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.
Maksud
hadits tersebut adalah bahwa seseorang itu dianggap cukup melakukan kejahatan
apabila dia menghina saudaranya sesama muslim sebab kemelaratannya atau
lainnya. Seorang muslim seharusnya mengagungkan dan menghormati sesama muslim
lainnya. Semua perbuatan yang menyakitkan orang muslim lain adalah haram,
seperti menumpahkan darahnya, mengambil hartanya dan mencelanya, baik di hadapannya
maupun pada saat dia tidak hadir. Dalam sebuah hadits disebutkan:
مَنْ
مَاتَ تَآئِبًا مِنَ الْغِيْبَةِ فَهُوَ آخِرُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ وَمَنْ
مَاتَ مُصِرًّا عَلَيْهَا فَهُوَ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ النَّارَ وَهُوَ يَبْكِى
Barangsiapa
yang mati dalam keadaan bertaubat dari ghibah (menggunjing orang lain), maka
dia adalah orang yang terakhir masuk surga. Dan Barangsiapa yang mati dalam
keadaan terus menerus (membandel) berbuat ghibah, maka ia adalah orang pertama
yang masuk neraka dalam keadaan menangis.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
حَمَى عِرْضَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ فِى الدُّنْيَا بَعَثَ اللهُ تَعَالَى لَهُ
مَلَكًا يَحْمِيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ النَّارِ
Barangsiapa
yang menjaga kehormatan saudaranya muslim di dunia, niscaya Allah Ta'ala akan
mengutus malaikat pada hari kiamat untuk menjaganya dari api neraka.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
ذُكِرَ عِنْدَهُ اَخُوْهُ الْمُسْلِمُ وَهُوَ يَسْتَطِيْعُ نَصْرَهُ فَلَمْ
يَنْصُرْهُ اَدْرَكَهُ اللهُ بِهَافِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ ذُكِرَ عِنْدَهُ
اَخُوْهُ الْمُسْلِمُ فَنَصَرَهُ نَصَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Barangsiapa
mendengar penuturan cacat saudaranya sesama muslim sedangkan dia mampu
menolongnya namun ia tidak mau menolongnya , niscaya Allah menuntutnya di dunia
dan akhirat. Dan Barangsiapa mendengar demikian dan mau menolongnya, niscaya
Allah akan menolongnya di dunia dan akhirat.
Cabang
iman 45-47 disebutkan dalam bait syair:
أَخْلِصْ
لِرَبِّكَ ثُمَّ سُرَّ بِطَاعَةٍ * وَاحْزَنْ بِسُوْءٍ تُبْ وَاَنْتَ النَّادِمُ
Ikhlaskan
niat karena Tuhanmu, gembiralah dengan ketaatan, susahlah berbuat jelek,
taubatlah dengan penyesalan.
Ikhlas
dalam beramal karena Allah Ta'ala
Imam
al-Ghazali berkata bahwa ikhlas atau memurnikan niat ialah apabila tujuan dari
amal ibadah yang dilakukan seseorang semata-mata untuk mendekatkan diri kepada
Allah Ta'ala. Misalnya orang yang tidur sehingga dapat mengistirahatkan
badannya dengan maksud agar sesudah tidur ia kuat melakukan ibadah, maka
tidurnya adalah ibadah dan ia memperoleh derajat ikhlas dalam hal tersebut.
Jika tidak demikian, maka pintu ikhlas dalam amal ibadah tertutup baginya,
kecuali jarang-jarang. Kebalikan dari ikhlas adalah syirik, yaitu menyekutukan
Allah dalam amal ibadah. Dalam hadits disebutkan bahwa pada hari kiamat orang
yang berbuat riya, yaitu orang yang menjaring hati manusia atau mencari simpati
manusia dengan amal ibadah, akan dipanggil dengan empat macam panggilan:
§ Wahai orang yang berbuat riya,
§ Wahai orang yang menipu,
§ Wahai orang musyrik, dan
§ Wahai orang kafir.
Pengarang
kitab al-Washiyyah berkata: "Kesempurnaan peringkat ikhlas dapat berhasil
dengan penyaksian seseorang hamba bahwa amalnya yang shalih adalah ciptaan
Allah swt berdasar keyakinan yang mantap. Sedangkan dirinya tidaklah memiliki
amal tersebut kecuali sekedar hanya menjalankan ibadah saja. Barangsiapa yang
menyaksikan bahwa amalnya adalah ciptaan Allah Ta'ala berdasar keyakinan yang
mantap, maka ia tidak mencari pahala, dan tidak terjangkit tiga macam penyakit
amal, yaitu: riya', takabbur, dan membanggakan diri.
Senang
sebab taat, sedih sebab kehilangan taat, dan menyesal sebab maksiat
Kesenangan
hati karena dapat melakukan ketaatan kepada Allah swt yang menjadi cabang dari
iman adalah ditinjau dari segi bahwa ketaatan tersebut adalah anugerah dan
pertolongan dari Allah swt sebagaimana firman-Nya dalam surat Yunus ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ
وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
Katakanlah:
"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira, karunia
Allah dan rahmat-Nya lebih baik dari pada apa yang mereka kumpulkan."
Seseorang
tidak patut bergembira karena dapat berbuat taat, dengan tujuan ketaatan
tersebut telah nampak dari pekerjaannya. Kegembiraan semacam ini dicela oleh
agama. Hati yang sedih karena kehilangan kesempatan untuk melakukan ketaatan
haruslah disertai dengan melaksanakan ketaatan tersebut. Jika tidak demikian,
maka kesedihan tersebut termasuk tanda penipuan terhadap diri seseorang.
Barangsiapa yang tidak sedih karena kehilangan kesempatan untuk berbuat taat
dan tidak pula sedih karena melakukan kemaksiatan, maka hal tersebut termasuk
tanda-tanda kematian hati. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
مَنْ
سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوْ مُؤْمِنٌ
Barangsiapa
yang amal baiknya menyenangkan dirinya dan amal jeleknya menyedihkan dirinya,
maka ia adalah orang mukmin.
Bertaubat
Dalam
surat at-Tahrim ayat 8 Allah swt berfirman:
يَآ
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا تُوْبُوْا إِلَى اللهِ تَوْبَةً نَصُوْحًا … الآيَةَ
Wahai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya.
Murni
dalam taubat artinya semata-mata karena Allah swt dan sunyi dari campuran yang
menyertainya.
Rasulullah
saw telah bersabda:
اَلتَّائِبُ
حَبِيْبُ اللهِ وَالتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ
Orang
yang bertaubat adalah kekasih Allah. Orang yang bertaubat dari dosa seperti
orang yang sama sekali tidak ada dosa baginya.
Pengertian
taubat adalah:
Seketika
meninggalkan perbuatan maksiat.
Bercita-cita
meninggalkan maksiat untuk waktu yang akan datang.
Jangan
ragu mengejar keteledoran yang telah dilakukan pada waktu-waktu yang telah
lalu.
Menyesali
perbuatan dosa yang telah lalu dan sedih terhadapnya adalah kewajiban dari
taubat, karena penyesalan adalah jiwa dari taubat, sebagaimana kata al-Ghozali.
Sayyidina
Abu Bakar as-Siddiq mendengar Rasul Allah saw bersabda:
مَامِنْ
عَبْدٍ يَذْنُبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطَّهُوْرَ وَيُصَلِّى ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ
اللهَ اِلاَّ غُفِرَ لَهُ
Tidak
ada seseorang hamba yang melakukan suatu dosa kemudian ia memperbagus
(menyempurnakan) bersuci dan melakukan salat dan memohon ampun kepada Allah,
kecuali dosanya diampunkan baginya.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
قَالَ عَشْرًا حِيْنَ يُصْبِحُ وَحِيْنَ يُمْسِى : "اَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لاَ اِلهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ
اِلَيْهِ وَاَسْأَلُ التَّوْبَةَ وَالْمَغْفِرَةَ مِنْ جَمِيْعِ الذُّنُوْبِ
" غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ رَمْلٍ عَالِجٍ . وَمَنْ قَالَ
: "سُبْحَانَكَ ظَلَمْتُ نَفْسِى وَعَمِلْتُ سُوْءًا فَاغْفِرْ لِى ذُنُوْبِى
فَاِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ " غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ
وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ دَبِيْبِ النَّمْلِ
Barangsiapa
yang mengucapkan sepuluh kali pada waktu pagi dan petang: "Aku memohon
ampun kepada Allah Yang Maha Agung, yang sama sekali tidak ada Tuhan melainkan
Dia, Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Pribadi, dan aku bertaubat kepada-Nya,
aku memohon taubat dan ampunan dari semua dosa", niscaya diampuni
dosa-dosanya meskipun dosa tersebut seperti pasir yang bertumpuk. Dan
Barangsiapa yang mengucapkan: "Maha Suci Engkau, aku telah menganiaya
diriku dan melakukan perbuatan jelek, maka ampunilah dosa-dosaku, karena
sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau",
niscaya dosa-dosanya diampuni meskipun dosa tersebut seperti iring-iringan
semut.
Abu
Abdillah al-Warraq berkata: "Andai dosamu semisal bilangan tetesan hujan
dan buih lautan, maka dosa tersebut dihapus dari dirimu jika kamu memohon ampun
dengan bacaan istighfar ini:
اَللّهُمَّ
اِنِّى اَسْأَلُكَ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كَلِّ ذَنْبٍ تُبْتُ اِلَيْكَ مِنْهُ
ثُمَّ عُدْتُّ فِيْهِ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ مَا وَعَدْتُّكَ مِنْ نَفْسِى
ثُمَّ لَمْ اُوْفِ لَكَ بِهِ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ عَمَلٍ اَرَدْتُّ بِهِ
وَجْهَكَ فَخَالَطَهُ غَيْرُكَ وَاَسْتَغْفِرُكَ مِنْ كُلِّ نِعْمَةٍ اَنْعَمْتَ
بِهَا عَلَيَّ فَاسْتَعَنْتُ بِهَا عَلَى مَعْصِيَتِكَ
Ya
Allah, sungguh aku meminta Engkau dan meminta ampun kepada-Mu dari setiap dosa
yang aku telah bertaubat dari dosa tersebut, kemudian aku kembali kepada dosa
itu. Aku meminta ampun kepada-Mu dari setiap sesuatu yang aku telah janjikan
kepada-Mu dari diriku, kemudian aku tidak memenuhi janji tersebut bagi-Mu. Aku
meminta ampun kepada-Mu dari setiap perbuatan yang aku inginkan keridlaan-Mu,
kemudian telah menyampuri amal tersebut selain keridlaan-Mu. Aku meminta ampun
dari setiap kenikmatan yang telah Engkau berikan kepadaku, kemudian
kupergunakan untuk berbuat maksiat kepada-Mu.
Imam
as-Suhaymi dalam kitab "Lubab at-Thalibin" berkata: "Imam
at-Thabrani meriwayatkan dari Abu Darda' katanya: "Barangsiapa yang
memohonkan ampun bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan pada setiap
hari 27 kali, maka ia termasuk orang yang diampunkan doanya dan diberi
rizki".
Syeikh
Abul Hasan as-Syadzali berkata: "Jika kamu ingin hatimu tidak berkarat,
tidak sedih, tidak ada kotoran, serta tidak tersisa dosa, maka perbanyaklah
bacaan berikut:
سُبْحَانَ
اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ، لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ ثَبِّتْ
عِلْمَهَا فِى قَلْبِى وَاغْفِرْ لِى ذَنْبِى وَاغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَقُلِ الْحَمْدُ ِللهِ وَسَلاَمٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ
اصْطَفَى
Maha
Suci Allah dan dengan pujian-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung. Tidak ada
Tuhan kecuali Allah. Tetapkanlah ilmu kalimat tauhid tersebut dalam hatiku;
ampunilah dosaku dan ampunilah orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dan
katakanlah: "Segala puji bagi Allah dan semoga keselamatan tetap terlimpah
pada para hamba-Nya yang telah Dia pilih.
Cabang
iman 48-49 disebutkan dalam bait syair:
وَائْتِ
الضَّحِيَّةَ وَالْعَقِيْقَةَ وَاهْدِيَنْ*وَاُولِى الاُمُوْرِاَطِعْهُمُ
لاَتَجْرِمُ
Bagikanlah
binatang kurban, aqiqah dan hendaklah engkau sungguh-sungguh menyembelih
binatang hadiah; taatilah penguasa dan janganlah kamu durhaka.
Menyembelih
binatang kurban, aqiqah, dan hadiah
Kurban
ialah menyembelih unta, sapi, atau kambing karena mendekatkan diri kepada Allah
swt Waktu menyembelih binatang kurban adalah sesudah matahari terbit pada hari
nahar, tanggal 10 Dzul Hijjah dan telah berlalu waktu sekedar cukup untuk
melakukan salat Idul Adlha dan dua khutbah. Ini adalah pendapat Imam as-Syafii.
Waktu terakhir untuk menyembelih binatang kurban adalah sebelum matahari
terbenam tanggal 13 Dzul Hijjah. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas
berpendapat bahwa waktu terakhir untuk menyembelih binatang kurban adalah
sebelum matahari terbenam tanggal 12 Dzul Hijjah.
Daging
binatang kurban yang sunnah, bukan kurban yang dinadzarkan, wajib dibagikan
kepada fakir miskin; sedang orang yang menyembelih binatang kurban disunnatkan
untuk tidak ikut memakan dagingnya lebih dari sepertiga. Daging binatang kurban
itu disyaratkan untuk dibagikan dalam keadaan mentah, agar orang yang menerima
dapat mempergunakannya sesuka hatinya, dijual, atau lainnya. Daging dari
binatang kurban tidak sah dibagikan dalam keadaan masak kepada fakir miskin
yang diundang makan ke rumah orang yang menyembelihnya. Adapun kurban yang
dinadzarkan tidak boleh dimakan sama sekali oleh orang yang berkurban meskipun
sedikit. Seluruhnya wajib disedekahkan, termasuk kulit dan tanduknya.
Aqiqah
ialah hewan yang disembelih untuk anak yang baru lahir. Waktu terbaik aqiqah
pada hari ketujuh dari kelahiran anak. Penyembelihannya disunnatkan setelah
terbit matahari. Aqiqah untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk
anak perempuan satu ekor. Aqiqah disunnatkan untuk dihadiahkan kepada fakir
miskin dalam keadaan dimasak terlebih dahulu dengan masakan yang manis dan
berkuah serta diantarkan ke rumah-rumah mereka, artinya tidak mengundang fakir
miskin untuk memakannya di rumah orang yang menyembelih aqiqah; kecuali
kakinya, boleh diberikan dalam keadaan mentah kepada orang yang mau
menerimanya.
Hadiah
ialah hewan yang disembelih di dekat masjid al-Haram di Makkah oleh orang yang
melakukan haji ifrad guna mendekatkan diri kepada Allah swt Waktu penyembelihan
seperti waktu menyembelih hewan kurban.
Taat
kepada ulil amri (penguasa) jika perintahnya sesuai dengan kaidah syariat
Islam; dan mentaati larangannya selama tidak bertentangan dengan kaidah syariat
Islam
Taat
kepada ulil amri wajib bagi semua rakyat secara lahir dan
batin, berdasarkan firman Allah swt dalam surat an-Nisa ayat
59:
يَآاَيُّهَاالَّذِيْنَ
آمَنُوْا أَطِيْعُوْا اللهَ وَاَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَاُولِى اْلاَمْرِ
مِنْكُمْ... الآية
Wahai
orang-orang yang beriman, taatlah kamu sekalian kepada Allah dan taatlah kamu
sekalian kepada Rasul dan orang-orang yang ulil amri di antara kamu ...
Ulil
amri adalah para ulama dan pemegang kekuasaan dalam pemerintahan. Hadits Nabi
Muhammad saw:
مَنْ
اَطَاعَ اَمِيْرِى فَقَدْ اَطَاعَنِى وَمَنْ عَصَى اَمِيْرِى فَقَدْ عَصَانِى
Barangsiapa
yang taat kepada amir saya, maka ia telah mentaati saya. Dan barang-siapa yang
mendurhakai amir saya, maka ia telah mendurhakai saya.
Taat
kepada ulil amri tidak berlaku untuk hal-hal yang haram dan makruh. Adapun taat
mengenai hal-hal yang mubah (diperbolehkan agama) jika mengandung kemaslahatan
bagi orang muslim, wajib ditaati. Jika tidak mengandung kemaslahatan bagi orang
muslim, maka tidak wajib mentaatinya. Jika pemerintah mengundangkan mengenai
larangan merokok, misalnya, maka wajib ditaati seluruh rakyatnya karena
menghentikan merokok membawa kemaslahatan bagi umum dan terus menerus merokok
adalah perbuatan yang hina menurut pandangan masyarakat dan manusia. Demikian
pendapat Imam al-Bajuri.
ayat-ayat tersebut terdapat pemenuhan hajat dunia dan akhirat./
ayat-ayat tersebut terdapat pemenuhan hajat dunia dan akhirat./
Berpegang
Teguh Pada Apa Saja Yang Disepakati Jama'ah
Cabang
iman 50-53 disebutkan dalam dua bait syair:
اَمْسِكْ
حَبِيْبِى مَا عَلَيْهِ جَمَاعَةٌ * وَاحْكُمْ بِعَدْلٍ وَانْهَ مَاهُوَ مَأْثَمُ
وَأْمُرْ
بِمَعْرُوْفٍ وَاَنْتَ اَعِنْهُمُ * جِدًّا عَلَى بِرٍّ وَتَقْوَى تُـكْرَمُ
Pegang
teguh wahai kasihku, apa yang ada pada jamaah; hukumilah dengan adil dan
cegahlah segala yang dosa. Perintahkan apa yang telah diketahui kebaikannya,
bantulah manusia dengan sungguh-sungguh terhadap kebajikan dan ketakwaan, maka
engkau akan dimuliakan.
Berpegang
teguh pada apa saja yang disepakati jamaah
Jamaah
di sini maksudnya adalah orang muslim. Meskipun hanya satu orang muslim boleh
dikatakan jamaah sebagaimana keterangan Syaikhuna Ahmad an-Nahrawi.
Allah
swt berfirman dalam surat Ali Imran ayat 103:
وَاعْتَصِمُوْا
بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا ... الآية
Berpegang
teguhlah kamu sekalian pada agama Allah semuanya saja dan janganlah kamu
bercerai-berai ...
Rasulullah
saw bersabda:
لاَ
يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ اِلاَّ بِاِحْدَى مِنْ ثَلاَثٍ : اَلثَِّيِّبُ
الزَّانِى وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ
لِلْجَمَاعَةِ
Tidak
halal darah seseorang muslim, kecuali salah satu dari tiga sebab: tsayyib yang
berzina, orang yang membunuh orang lain, dan orang yang meninggalkan agamanya
lagi memisahkan diri dari jamaahnya.
Pengertian
dari hadits di atas adalah bahwa tidak boleh membunuh seseorang muslim dengan
sengaja, kecuali salah satu dari tiga hal:
Tsayyib yang berzina. Tsayyib ialah orang merdeka (bukan
budak belian) yang sudah baligh lagi berakal yang pernah melakukan jimak atau
bersetubuh dalam hubungan pernikahan yang sah. Tsayyib yang berbuat zina wajib
dirajam dengan lemparan batu sampai mati.
Orang
yang membunuh orang lain harus dibunuh berdasarkan hukum qishash, sebab
pembunuhan yang dilakukan karena permusuhan dengan syarat-syarat yang telah
disebutkan dalam kitab fikih.
Orang
yang meninggalkan agama Islam dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin,
yaitu berbuat murtad, seperti memaki nabi, malaikat, atau Allah.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
اَحْدَثَ فِى اَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa
yang mengada-ada dalam agama kami ini sesuatu hal yang tidak ada dasar darinya,
maka hal tersebut ditolak.
Artinya,
Barangsiapa membawa sesuatu yang baru dalam agama Islam yang agung derajatnya
dan tidak ada dasarnya dalam agama, maka hal baru tersebut adalah batal.
Menetapkan
hukum dengan adil
Dalam
surat Shad ayat 22 Allah swt berfirman:
... فَاحْكُمْ بَيْنَنَا
بِالْحَقِّ وَلاَ تُشْطِطْ ... الآية
...
maka berilah putusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang ...
Dalam
surat al-Maidah ayat 45 Allah swt berfirman:
... وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ
بِمَا اَنْزَلَ اللهُ فَاُولئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
...
Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut hukum yang diturunkan Allah,
maka mereka adalah orang-orang yang dhalim.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
حَكَمَ بَيْنَ اثْنَيْنِ تَحَاكَمَا اِلَيْهِ وَارْتَضَيَاهُ ، فَلَمْ يَقْضِ
بَيْنَهُمَا بِالْحَقِّ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barangsiapa
yang menghakimi dua orang yang berhukum kepadanya dan rela akan putusan
hukumnya, kemudian ia tidak memutuskan hukum antara keduanya dengan hukum yang
haq (adil), maka atasnya laknat Allah.
Amar
makruf nahi mungkar (menyuruh perkara yang
sudah diketahui kebaikannnya dan melarang perkara yang ditentang oleh akal
pikiran yang sehat)
Dalam
surat Ali Imran ayat 104 Allah swt berfirman:
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ اَمَّةٌ يَدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ، وَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; maka merekalah orang-orang
yang beruntung.
Syeikh
Muhyiddin an-Nawawi berkata mengenai firman Allah dalam surat al-Maidah ayat
105 yang berbunyi:
يَآأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْاعَلَيْكُمْ اَنْفُسَكُمْ لاَيَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ اِذَا
اهْتَدَيْتُمْ.. الآية
Wahai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu. Tiadalah orang yang sesat itu akan
memberi madlarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk ...
Bahwa
sesungguhnya ayat ini termasuk ayat yang membuat banyak orang bodoh tertipu
dalam memahaminya. Mereka mengartikan ayat ini kepada selain yang dimaksudkan.
Pengertian ayat ini yang benar adalah: "sesungguhnya kamu sekalian apabila
telah melakukan sesuatu yang diperintahkan niscaya perbuatan sesat dari orang
yang sesat tidak dapat membahayakan kamu." Di antara sejumlah hal yang
diperintahkan adalah menyuruh kepada perbuatan yang sudah diketahui kebaikannya
oleh akal pikiran yang sehat, dan melarang dari perkara yang mungkar.
Ayat di
atas adalah satu martabat dengan firman Allah swt dalam surat al-Maidah ayat
99:
مَا
عَلَى الرَّسُوْلِ اِلاَّ الْبَلاَغُ ...
Kewajiban
Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan ...
Muhammad
bin Tamam berkata bahwa nasihat adalah pasukan tentara Allah. Perumpamaannya
adalah seperti tanah liat yang dilemparkan pada tembok. Jika tembok tersebut
dapat menahan tanah liat, maka bermanfaat; dan jika tanah liat tersebut jatuh, maka
sudah membekas.
Sulaiman
al-Khawwash menyatakan bahwa Barangsiapa yang memberi nasihat kepada saudaranya
dengan empat mata, maka ia telah memberi nasihat. Jika ia memberi nasihat di
muka umum, maka ia telah mencelanya.
Saling
membantu dalam kebajikan dan ketakwaan
Dalam
surat al-Maidah ayat 2 Allah swt berfirman:
... وَتَعَاوَنُوْا عَلَى
الْبِرِّ وَالتَّقْوَى ... الآية
... dan
tolong menolonglah kamu sekalian dalam mengerjakan kebajikan dan ketakwaan ....
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
مَشَى فِىْ عَوْنِ اَخِيْهِ وَمَنْفَعَتِهِ فَلَهُ ثَوَابُ الْمُجَاهِدِيْنَ فِى
سَبِيْلِ اللهِ
Barangsiapa
yang berjalan dalam usaha membantu saudaranya atau memberi manfaat kepadanya,
maka baginya pahala orang-orang yang berjuang membela agama Allah.
Hadits
riwayat Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda:
مَنْ
اَغَاثَ مَلْهُوْفًا كَتَبَ اللهُ لَهُ ثَلاَثًا وَسَبْعِيْنَ حَسَنَةً ،
وَاحِدَةٌ مِنْهَا يَصْلُحُ بِهَا آخِرَتُهُ وَدُنْيَاهُ ، وَالْبَاقِى فِى
الدَّرَجَاتِ
Barangsiapa
yang memberi pertolongan kepada orang yang dianiaya, maka Allah mencatat
baginya 73 (tujuh puluh tiga) kebaikan. Salah satu dari 73 kebaikan tersebut
adalah urusan akhirat dan dunianya menjadi baik. Sedangkan sisanya adalah untuk
meningkatkan derajatnya.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
قَضَى حَاجَةً لاَخِيْهِ فَكَاَنَّمَا خَدَمَ اللهَ عُمْرَهُ
Barangsiapa
yang memenuhi hajat saudaranya, maka seolah-olah dia telah melayani Allah
sepanjang umurnya.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
اَقَرَّ عَيْنَ مُؤْمِنٍ اَقَرَّ اللهُ عَيْنَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa
yang menyenangkan hati seseorang mukmin, niscaya Allah akan menyenangkan
hatinya pada hari kiamat.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
مَشَى فِىْ حَاجَةِ اَخِيْهِ سَاعَةً مِنْ لَيْلٍ اَوْ نَهَارٍ قَضَاهَا اَوْ لَمْ
يَقْضِهَا كَانَ خَيْرًا لَهُ مِنْ اعْتِكَافِ شَهْرَيْنِ
Barangsiapa
yang berjalan memenuhi hajat saudaranya dalam waktu satu jam pada siang atau
malam hari, baik hajat tersebut terpenuhi atau tidak, niscaya pahalanya lebih
baik baginya dari pada pahala iktikaf dua bulan.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
فَرَّجَ عَنْ مُؤْمِنٍ مَغْمُوْمٍ اَوْ اَعَانَ مَظْلُوْمًا غَفَرَ اللهُ لَهُ
ثَلاَثًا وَسَبْعِيْنَ مَغْفِرَةً
Barangsiapa
yang memberikan jalan keluar dari seseorang mukmin yang susah atau membantu
seseorang yang dianiaya, niscaya Allah akan memberikan ampunan baginya sebanyak
73 (tujuh puluh tiga) ampunan.
Rasulullah
saw bersabda:
اِنَّ
مِنْ اَحَبِّ الاَعْمَالِ اِلَى اللهِ اِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى قَلْبِ
الْمُؤْمِنِ وَاَنْ يُفَرِّجَ عَنْهُ غَمًّا اَوْ يَقْضِيَ عَنْهُ دَيْنًا اَوْ
يُطْعِمُهُ مِنْ جُوْعٍ
Sesungguhnya
di antara amal yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat kesenangan hati
orang mukmin, memberikan jalan keluar satu kesusahan darinya, membayarkan
hutangnya, atau memberi makan ketika lapar.
Sabda
Rasulullah saw riwayat Ali bin Abi Thalib ra:
اِذَا
اَرَادَ اَحَدُكُمُ الْحَاجَةَ فَلْيُبَكِّرْ لَهَا يَوْمَ الْخَمِيْسِ
وَلْيَقْرَأْ اِذَا خَرَجَ مِنْ مَنْزِلَةٍ آخِرَ آلِ عِمْرَانَ وَآيَةَ
الْكُرْسِيِّ وَاِنَّا اَنْزَلْنَاهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَاُمَّ الْكِتَابِ
فَاِنَّ فِيْهَا حَوَائِجَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
/Apabila
salah seorang dari kamu menginginkan sesuatu hajat, hendaklah berangkat
pagi-pagi untuk memenuhi hajat tersebut pada hari Kamis. Apabila ia keluar dari
rumah, hendaklah membaca akhir dari surat Ali Imran, ayat Kursi, Inna anzalnahu
fi laylatil qadri, dan Fatihah. Sesungguhnya pada
Malu
Pada Allah
Cabang
iman 54-57 disebutkan dalam bait syair:
وَاسْتَحْيِ
رَبَّكَ اَحْسِنَنْ لِلْوَالِدِ * رَحِمًا فَصِلْ حَسِّنْ بِخُلْقِكَ تُرْحَمُ
Malulah
engkau pada Tuhanmu, berbuat baiklah kepada orang tua, sambunglah hubungan
famili serta baguskanlah pekertimu, niscaya engkau dirahmati.
Malu
pada Allah
Rasulullah
saw bersabda:
اَلْحَيَاءُ
مِنَ الإِيْمَانِ
Malu
kepada Allah adalah termasuk iman.
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Mas'ud bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
اِسْتَحْيُوْا
مِنَ اللهِ حَقَّ الْحَيَاءِ . قَالَ: فَقُلْنَا يَانَبِيَّ اللهِ ، اِنَّا
نَسْتَحْيِى . قَالَ: لَيْسَ ذَلِكَ ، وَلكِنْ مَنِ اسْتَحْيَى مِنَ اللهِ حَقَّ
الْحَيَاءِ فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا حَوَى وَالْبَطْنَ وَمَا وَعَى
وَالْفَرْجَ وَالْيَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ وَلْيَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلاَ .
وَمَنْ اَرَادَ الآخِرَةَ تَرَكَ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَآثَرَ
الآخِرَةَ عَلَى الأُوْلَى . فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدِ اسْتَحْيَى مِنَ اللهِ
حَقَّ الْحَيَاءِ
Malulah
kamu kepada Allah dengan sebenarnya. Ibnu Mas'ud berkata: Kami berkata:
"Wahai Nabi Allah, kami sungguh malu!" Nabi saw berkata: "Malu
itu bukanlah demikian. Orang yang malu kepada Allah dengan sebenarnya hendaknya
menjaga kepala dan yang berada di sekitar kepala; menjaga perut dan apa saja
yang masuk ke perut; menjaga kemaluan, dua tangan, dan dua kaki. Dan hendaklah
ia mengingat mati dan kehancuran. Barangsiapa yang menginginkan akhirat,
niscaya ia meninggalkan perhiasan hidup di dunia dan lebih mementingkan akhirat
dari pada dunia. Barangsiapa yang melakukan hal tersebut, maka sungguh ia telah
malu kepada Allah dengan sebenarnya.
Sabda
Rasulullah saw riwayat Mu'adz bin Jabal:
يَقُوْلُ
اللهُ : يَا ابْنَ آدَمَ اِسْتَحِ مِنِّى عِنْدَ مَعْصِيَتِكَ وَاَنَا اَسْتَحْيِى
مِنْكَ يَوْمَ الْعَرْضِ الأَكْبَرِ اَنِّى اُعَذِّبُكَ. يَا ابْنَ آدَمَ تُبْ
اِلَيَّ أُكْرِمْكَ كَرَامَةَ الاَنْبِيَاءِ . يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تُحَوِّلْ
قَلْبَكَ عَنِّى ، فَاِنَّكَ اِنْ حَوَّلْتَ قَلْبَكَ عَنِّى اَخْذُلْكَ فَلاَ
اَنْصُرْكَ . يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ لَقِيْتَنِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَعَكَ
حَسَنَاتٌ مِثْلُ اَهْلِ الآَرْضِ لَمْ اَقْبَلْ مِنْكَ حَتَّى تُصَدِّقَ
بِوَعْدِى وَوَعِيْدِى . يَا ابْنَ آدَمَ اِنِّى اَنَا الرَّزَّاقُ وَاَنْتَ
الْمَرْزُوْقُ وَتَعْلَمُ اَنِّى اُوْفِيْكَ رِزْقَكَ فَلاَ تَتْرُكْ طَاعَتِى
بِسَبَبِ الرِّزْقِ فَاِنَّكَ اِنْ تَرَكْتَ طَاعَتِى بِسَبَبِ رِزْقِكَ
اَوْجَبْتُ عَلَيْكَ عُقُوْبَتِى
Allah
berfirman: "Wahai anak Adam, malulah engkau kepada-Ku ketika engkau akan
melakukan maksiat, niscaya Aku akan malu kepadamu bahwa Aku akan menyiksamu
pada hari "menghadap yang agung" (kiamat). Wahai anak Adam,
bertaubatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan memuliakanmu seperti kemuliaan para
nabi. Wahai anak Adam, janganlah kau tutupi hatimu dari Aku; karena
sesungguhnya jika kau tutupi hatimu dari-Ku, niscaya Aku akan menghinakanmu dan
Aku tidak menolongmu. Wahai anak Adam, seandainya kamu menjumpai Aku pada hari
kiamat dengan membawa amal baik seperti amal-amal baik penduduk bumi, niscaya
Aku tidak dapat menerima amal-amal tersebut dari dirimu, sehingga kamu
membenarkan janji dan ancaman-Ku. Wahai anak Adam, sesungguhnya Aku adalah Dzat
Yang Maha Memberi rizki, sedangkan kamu adalah yang diberi rizki; dan kamu tahu
bahwa sesungguhnya Aku memenuhi rizkimu. Oleh karena itu janganlah kau tinggalkan
taat kepada-Ku lantaran mencari rizki. Jika kau tinggalkan taat kepada-Ku
lantaran sibuk mencari rizki, niscaya siksa-Ku akan menimpamu.
Berbuat
baik kepada kedua orang tua
Dalam
surat an-Nisa ayat 36 Allah swt berfirman:
وَاعْبُدُوْا
اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا ... الآية
Sembahlah
Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua (ibu-bapak) ...
Rasulullah
saw bersabda:
بِرُّ
الْوَالِدَيْنِ اَفْضَلُ مِنَ الصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ وَالصَّوْمِ وَالْحَجِّ
وَالْعُمْرَةِ وَالْجِهَادِ فِى سَبِيْلِ اللهِ
Berbakti
kepada kedua orang tua adalah lebih utama dari pada salat, sedekah, puasa,
haji, umrah, dan berjuang membela agama Allah.
Rasulullah
saw bersabda:
مَا عَلَى
اَحَدٍ اِذَا اَرَادَ اَنْ يَتَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ اَنْ يَجْعَلَهَا لِوَالِدَيْهِ
اِذَا كَانَ مُسْلِمَيْنِ فَيَكُوْنُ لِوَالِدَيْهِ اَجْرُهَا وَيَكُوْنُ لَهُ
مِثْلُ اُجُوْرِهِمَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ اُجُوْرِهِمَا شَيْءٌ
Tiada
halangan pahala bagi seseorang yang bersedekah untuk kedua orang tuanya. Jika
kedua orang tuanya muslim, niscaya tersedia pahala bagi kedua orang tuanya dan
bagi dirinya tanpa sedikitpun berbeda nilai pahalanya.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
حَجَّ عَنْ وَالِدِهِ بَعْدَ وَفَاتِهِ كَتَبَ اللهُ لِوَالِدِهِ حَجَّةً وَكَتَبَ
لَهُ بَرَآءَةً مِنَ النَّارِ
Barangsiapa
yang melakukan ibadah haji untuk ayahnya setelah beliau meninggal dunia,
niscaya Allah menulis bagi ayahnya satu ibadah haji dan Allah menulis baginya
pembebasan dari neraka.
Seorang
laki-laki berkata kepada Umar bin Khattab ra: "Saya mempunyai seorang ibu
yang sudah tua. Ibu saya tidak dapat bergerak dan berbuat apapun jika saya
tidak menggendongnya. Apakah aku harus menunaikan hak beliau?" Sayyidina
Umar menjawab: "Tidak, karena sesungguhnya ibumu membuatmu demikian,
sedangkan ibumu mengangan-angankan kelanggengan hidupmu, padahal engkau
melakukan demikian dan mengangan-angankan perpisahan dengannya!".
Silaturrahim
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
سَرَّهُ اَنْ يُمَدَّ لَهُ فِى عُمُرِهِ وَيُوْسَعَ لَهُ فِىْ رِزْقِهِ
فَلْيَـتَّقِ اللهَ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barangsiapa
yang senang untuk dipanjangkan umurnya dan dilapangkan rezekinya, hendaklah
bertakwa kepada Allah dan bersilaturrahim.
Rasulullah
saw bersabda:
صَنَائِعُ
الْمَعْرُوْفِ تَقِى مَصَارِعَ السُّوْءِ . وَصَدَقَةُ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ
الرَّبِّ جَلَّ وَعَلَى . وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ فِى الْعُمْرِ
Perbuatan
baik dapat menghindarkan kematian yang buruk. Sedekah yang tidak ditonjolkan
dapat memadamkan kemarahan Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi. Dan
silaturrahim dapat menambah panjang umur.
Berbudi
pekerti yang baik
Sebagian
ulama mengumpulkan tanda-tanda dari budi pekerti yang baik, yaitu:
§ Banyak rasa malu kepada Allah.
§ Sedikit perbuatan yang menyakiti orang lain.
§ Banyak berbuat kemaslahatan.
§ Jujur lisan.
§ Sedikit bicara.
§ Banyak amal.
§ Sedikit kesalahan.
§ Sedikit perbuatan yang berlebihan.
§ Berbuat kebajikan.
§ Mudah bergaul.
§ Tenang, berwibawa, dan terhormat.
§ Sabar.
§ Suka bersyukur.
§ Berhati rela.
§ Penyantun.
§ Senang berteman.
§ Bersikap perwira.
§ Penyayang.
§ Tak suka melaknat.
§ Tak suka memaki.
§ Tak suka mengadu domba.
§ Tak suka menggunjing (ngrasani-Jw.) orang
lain.
§ Tidak tergesa-gesa.
§ Tidak pendendam.
§ Tidak bakhil.
§ Tak suka hasud.
§ Banyak senyum.
§ Periang.
§ Mencintai, membenci, rela, dan marah karena
Allah.
Berbuat
Baik Kepada Budak Belian
Cabang
iman 58-59 disebutkan dalam bait syair:
اَحْسِنْ
لِقِنِّكَ فَاعْفُ عَنْهُ وَعَلِّمَنْ * وَاِطَاعَةُ السّادَاتِ عَبْدًاتَلْزَمُ
Berbuatlah
baik kepada budakmu, maafkan kesalahannya, dan ajarlah ia dengan
sungguh-sungguh; dan hamba sahaya wajib taat kepada majikannya.
Berbuat
baik kepada budak belian
Kewajiban
terhadap budak belian:
§ Berbuat baik kepadanya.
§ Memaafkan kesalahannya.
§ Mengajarkan hal agama yang wajib diketahui
olehnya.
§ Memberi nafkah menurut kadar kecukupannya.
§ Memperhatikan hal yang disenangi dan dibenci
olehnya.
§ Memberi istirahat kepadanya pada musim panas
dan waktu tidur siang.
Rasulullah
saw bersabda:
لِلْمَمْلُوْكِ
طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ مَا لاَ
يُطِيْقُ
Budak
belian mempunyai hak mendapat makanan dan pakaian dengan baik dan tidak boleh
dipaksa melakukan pekerjaan yang tak mampu dilakukannya.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
لَطَمَ مَمْلُوْكَهُ اَوْ ضَرَبَهُ فِى غَيْرِ تَعْلِيْمٍ وَتَأْدِيْبٍ
فَكَفَّارَتُهُ اَنْ يَعْتِقَهُ
Barangsiapa
yang menampar budaknya atau memukulnya tanpa tujuan memberi pelajaran dan
pendidikan, maka dendanya adalah memerdekakan budak tersebut.
Maksud
hadits di atas adalah bahwa Barangsiapa yang memukul muka atau bagian lain dari
budaknya tanpa tujuan memberi pelajaran dan pendidikan, maka disunnahkan untuk
memerdekakannya dan tidak diwajibkan. Memukul muka hukumnya haram, meskipun
dengan tujuan mendidik.
Diriwayatkan
dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra bahwa akhir dari sabda Rasulullah saw
adalah:
اُوْصِيْكُمْ
بِالصَّلاَةِ وَاتَّقُوْا اللهَ فِيْمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ
Saya
berwasiat kepada kamu sekalian agar mengerjakan salat dan bertakwalah kamu
sekalian dalam mempergauli budakmu sekalian.
Diriwayatkan
dari sahabat Abu Hurairah:
لاَ
يَقُوْلَنَّ اَحَدُكُمْ "عَبْدِى وَاَمَتِى" . كُلُّكُمْ عَبِيْدُ اللهِ
وَكُلُّ نِسَاءِكُمْ اِمَاءُ اللهِ ؛ وَلكِنْ لِيَقُلْ "غُلاَمِى
وَجَارِيَتِى وَفَتَايَ وَفَتَاتِى"
Janganlah
sekali-kali salah seorang dari kamu sekalian mengucapkan "budak
laki-lakiku" dan "budak perempuanku". Kamu sekalian adalah budak
laki-laki Allah; dan isterimu adalah budak perempuan Allah. Akan tetapi katakan
"pemudaku" dan "jariyahku" atau "pemudaku" dan
"pemudiku".
Ketaatan
budak kepada majikannya
Budak
yang beriman wajib taat kepada majikannya dalam hal yang bukan maksiat menurut
batas kemampuannya. Hadits Rasulullah saw riwayatkan Abdullah bin Umar ra:
اِنَّ
الْعَبْدَ اِذَا نَصَحَ لِسَيِّدِهِ وَاَحْسَنَ عِبَادَةَ رَبِّهِ فَلَهُ اَجْرُهُ
مَرَّتَيْنِ
Sesungguhnya
jika seorang budak berbuat ikhlas dan jujur dalam bekerja untuk majikannya, dan
memperbagus ibadah kepada Tuhannya, maka baginya pahala dua kali lipat.
Menjaga
Hak Istri dan Anak-Anak
Cabang
iman 60 disebutkan dalam bait syair:
وَاحْفَظْ
حُقُوْقَ الاَهْلِ وَالاَوْلاَدِ * اَنْفِقْ وَعَلِّمْهُمْ فَذَاكَ مُحَــتَّمُ
Jagalah
hak-hak dari isteri dan anak-anak; berilah nafkah dan ajarlah mereka, karena
hal tersebut adalah kewajiban.
Menjaga
hak isteri dan anak-anak
Orang
laki-laki yang sudah beristeri wajib memberi nafkah kepada isterinya dengan
kemampuan yang sempurna menurut ukuran kepantasan. Jumlah nafkah diperkirakan
setara dengan kesulitan atau kemudahan suami mencari rezeki. Nafkah kepada
isteri tidak gugur karena waktu sudah lewat tanpa memberi nafkah. Nafkah yang
tidak diberikan pada waktu yang lampau menjadi hutang suami; karena nafkah
isteri itu menjadi pengganti dan imbalan pelayanan isteri. Berbeda dengan
pemberian nafkah kepada kerabat yang dapat gugur karena waktunya sudah lewat,
karena nafkah kepada kerabat bersifat bantuan.
Suami
juga berkewajiban mengajar isterinya yang berkaitan dengan ibadah seperti:
bersuci, salat, zakat, puasa, haji, dan haidl. Suami tidak berhak memukul
isteri karena meninggalkan salat dan hak-hak Allah lainnya. Ibnu Barizi
berpendapat lain bahwa hak suami hanya terbatas pada menyuruhnya saja,
sementara isteri perlu menjaga dirinya dengan mempersilahkan laki-laki lain
untuk tidur di tempat tidur suaminya, menutupi anggauta badan yang haram
dipandang laki-laki lain, tidak menuntut suami dengan sesuatu yang melampaui
hajat, dan menjaga diri untuk tidak mengambil harta yang haram. Suami boleh
memukul istri lantaran meninggalkan hak-hak suami tersebut. Suami juga
berkewajiban mengajar isterinya tentang kewajiban taat kepada suami dalam hal
yang bukan maksiat, dan mengajar isteri akan keharaman dusta mengenai
kedatangan haidl dan kesucian darinya, dan lain sebagainya mengenai urusan
agama.
Seorang
ayah berkewajiban memberi nafkah kepada anak-anaknya apabila mereka melarat dan
tidak mampu bekerja karena masih kecil, cacat, gila, atau sakit. Nafkah ini
tidak ditentukan jumlahnya, tetapi sekedar cukup. Nafkah harus dibedakan antara
anak-anak yang besar, kecil, kezuhudan dan kesenangan mereka.
Ayah
juga wajib mengajar sopan santun anak-anaknya pada waktu masih kecil, mengajar
bersuci dan salat. Ia wajib memerintah mereka untuk melakukan salat setelah
tamyiz, yaitu sejak berumur 7 (tujuh) tahun. Ia wajib memukul anak-anaknya jika
meninggalkan salat setelah berumur 10 (sepuluh) tahun; wajib memperingatkan
mereka dari berdusta, berbuat durhaka, melakukan dosa besar, mencuri, dan
larangan-larangan lainnya. Ia juga wajib memberi nama yang baik, permulaan atau
perubahan nama tersebut.
Mencintai
Ahli Agama/Ulama
Cabang
iman yang 61-64 disebutkan dalam bait syair:
وَاحْبُبْ
لأَهْلِ الدِّيْنِ رُدَّ سَلاَمَهُمْ * عُوْدَنَّ مَرْضَى صَلِّ مَوْتَى
أَسْلَمُوْا
Cintalah
ahli agama, jawablah salam mereka; kunjungilah orang yang sakit, salatilah
orang muslim yang mati.
Mencintai
ahli agama
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
سَرَّهُ اَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ
مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ
اللهِ وَلْيَأْتِ اِلَى النَّاسِ مَا يُحِبُّ اَنْ يُؤْتَى اِلَيْهِ
Barangsiapa
senang diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, hendaklah
berupaya agar ketika mati dalam keadaan bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada
Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah; dan suka
berkunjung sebagaimana ia senang untuk dikunjungi.
Sabda
Rasulullah saw riwayat Anas ra:
اَكْثِرُوْا
مِنَ الْمَعَارِفِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ؛ فَاِنَّ لِكُلِّ مُؤْمِنٍ شَفَاعَةً
عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Perbanyaklah
kenalan dengan orang mukmin; karena sesungguhnya setiap orang mukmin mempunyai
syafaat (pertolongan) di sisi Allah pada hari kiamat.
Rasulullah
saw bersabda:
مَثَلُ
الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَآدِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ ؛ اِذَا
اشْتَكَى عُضْوٌ مِنْهُ تَدَاعَى سَائِرُهُ بِالْحُمَى وَالسَّهَرِ
Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kesayangan mereka adalah seperti tubuh;
jika salah satu anggota tubuh mengaduh, maka anggota tubuh lainnya saling
memanggil dengan sakit panas dan tidak dapat tidur.
Rasulullah
saw bersabda:
اِدْخَالُ
السُّرُوْرِ فِى قَلْبِ مُؤْمِنٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادَةِ سِتِّيْنَ سَنَةً
Membuat
kesenangan di hati seorang mukmin adalah lebih baik pahalanya dari pada ibadah
enam puluh tahun.
Melebihkan
penghormatan terhadap seseorang yang sikap dan pakaiannya menunjukkan
ketinggian kedudukannya di masyarakat dari pada lainnya adalah pantas, sehingga
dapat menempatkan seseorang pada kedudukannya yang layak. Dalam suatu
perjalanan Sayyidatina Aisyah singgah di tempat persinggahan dan menyiapkan
makanan. Kemudian seorang pengemis datang, dan beliau berkata: "Berilah
pengemis itu uang satu sen!" Sesudah itu ada seseorang yang naik kendaraan
lewat; lalu Sayyidatina Aisyah ra berkata: "Ajaklah ia untuk ikut makan
!" Beliau ditanya oleh para sahabat: "Tuan putri telah memberi
pengemis yang miskin tadi uang satu sen dan mengundang orang yang kaya untuk
ikut makan?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya Allah Ta'ala telah
menempatkan manusia pada tempat mereka masing-masing. Oleh karena itu kita
harus menempatkan mereka pada tempat mereka yang layak. Pengemis yang miskin
tadi sudah rela dengan pemberian uang sebanyak satu sen; tetapi buruk bagi kita
untuk memberi orang yang keadaannya seperti orang kaya tadi dengan uang satu
sen!"
Menjawab
salam orang muslim
Rasulullah
saw bersabda:
اِذَا
سَلَّمَ الْمُسْلِمُ عَلَى الْمُسْلِمِ فَرَدَّ عَلَيْهِ صَلَّتْ عَلَيْهِ
الْمَلآئِكَةُ سَبْعِيْنَ مَرَّةً
Apabila
seorang muslim memberi salam kepada orang muslim lain, kemudian orang yang
diberi salam tersebut menjawab, maka para malaikat memintakan ampun kepada
orang yang menjawab salam 70 (tujuh puluh) kali.
Rasulullah
saw bersabda:
اِنَّ
الْمَلآئِكَةَ تُعْجِبُ مِنَ الْمُسْلِمِ يَمُرُّ عَلَى الْمُسْلِمِ وَلاَ
يُسَلِّمُ عَلَيْهِ
Sesungguhnya
para malaikat merasa heran terhadap seorang muslim yang melewati orang muslim
yang lain dan ia tidak mengucapkan salam kepadanya.
Salam
sunnah disampaikan sebelum berbicara dan disunnahkan berjabatan tangan pada
waktu memberi salam. Rasulullah saw bersabda:
تَمَامُ
تَحِيَّاتِكُمْ بَيْنَكُمْ الْمُصَافَحَةُ
(Kesempurnaan
salam di antara kamu sekalian adalah berjabatan tangan.)
Mengunjungi
orang sakit
Rasulullah
saw bersabda:
اِذَا
عَادَ الرَّجُلُ الْمَرِيْضَ خَاضَ فِى الرَّحْمَةِ ، فَاِذَا قَعَدَ عِنْدَهُ
قَرَّتْ فِيْهِ
Apabila
seseorang mengunjungi orang sakit, maka ia menyeberangi lautan rahmat dan
apabila ia duduk di dekat orang yang sakit, maka rahmat tersebut tetap pada
dirinya.
Rasulullah
saw bersabda:
اِذَا
عَادَ الْمُسْلِمُ اَخَاهُ اَوْ زَارَهُ قَالَ اللهُ تَعَالَى : طِبْتَ وَطَابَ
مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مَنْزِلاً فِى الْجَنَّةِ
Apabila
seseorang muslim mengunjungi saudaranya atau menziarahinya, maka Allah
berfirman: "Telah berbuat bagus engkau dan bagus perjalananmu dan engkau
akan menempati sebuah rumah di surga".
Rasulullah
saw bersabda:
تَمَامُ
عِيَادَةِ الْمَرِيْضِ اَنْ يَضَعَ اَحَدُكُمْ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ اَوْ عَلَى
يَدِهِ وَيَسْأَلُهُ كَيْفَ هُوَ وَتَمَامُ تَحِيَّاتِكُمْ اَلْمُصَافَحَةُ
Kesempurnaan
mengunjungi orang yang sakit hendaklah kau letakkan tangannya pada dahinya atau
pada tangannya sambil berkata: "Bagaimana keadaannya?" Dan
kesempurnaan salam kamu sekalian adalah berjabatan tangan.
Melakukan
salat pada mayit muslim
Rasulullah
saw bersabda:
اَلْجِهَادُ
وَاجِبٌ مَعَ كُلِّ اَمِيْرٍ بَرًّا كَانَ اَوْ فَاجِرًا وَاِنْ هُوَ عَمِلَ
الْكَبَائِرَ . وَالصَّلاَةُ وَاجِبَةٌ عَلَيْكُمْ خَلْفَ كُلِّ مُسْلِمٍ بَرًّا
كَانَ اَوْ فَاجِرًا وَاِنْ هُوَ عَمِلَ الْكَبَائِرَ . وَالصَّلاَةُ وَاجِبَةٌ
عَلَيْكُمْ وَعَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ بَرًّا كَانَ اَوْ فَاجِرًا وَاِنْ
هُوَ عَمِلَ الْكَبَائِرَ
Berjuang
bersama setiap pemimpin wajib hukumnya, tak peduli apakah ia orang baik atau
orang durhaka meskipun melakukan dosa-dosa besar. Salat bersama setiap imam
yang muslim wajib hukumnya, tak peduli apakah ia orang baik atau orang durhaka
meskipun melakukan dosa-dosa besar. Dan salat itu wajib atas kamu sekalian dan
atas setiap muslim yang mati, tak peduli apakah ia orang baik atau orang
durhaka meskipun melakukan dosa-dosa besar.
Maksud hadits
di atas adalah bahwa berjuang, salat berjamaah, dan salat janazah adalah fardlu
kifayah. Disunnahkan agar jumlah orang yang melakukan salat janazah sebanyak
100 (seratus) orang, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:
مَنْ
صَلَّى عَلَيْهِ مِائَةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ غُفِرَتْ ذُنُوْبُهُ
Barangsiapa
yang jenazahnya disalatkan oleh 100 orang muslimin, niscaya diampunkan baginya
dosa-dosanya.
Syeikh
al-Azizi menukil pendapat Syeikh al-Manawi, bahwa yang nampak dari hadits di
atas adalah dosa-dosa mayit tersebut diampunkan, sampai dengan dosa-dosa besar.
Membaca
Tasmit Bagi Orang Yang Bersin
Cabang
iman 65-66 disebutkan dalam bait syair:
شَمِّتْ
لِعَاطِشِ مُسْلِمٍ حَمِدَ اْلإِلَهَ * وَابْعُدْ اَخِى عَنْ مُفْسِدٍ لاَتُظْلَمُ
Bacalah
tasymit bagi orang muslim yang bersin dan memuji Allah; jauhilah wahai
saudaraku orang yang berbuat kerusakan, niscaya engkau tidak dianiaya.
Membaca tasymit bagi
orang yang bersin
Tasymit ialah mengucapkan:
يَرْحَمُكَ
اللهُ "
Semoga
Allah memberi rahmat kepadamu
kepada
orang yang bersin dan mengucapkan
اَلْحَمْدُ
ِللهِ
Segala
puji tetap bagi Allah.
Tasymit
berarti mendoakan keselamatan dari musibah, atau mendoakan orang yang bersin
agar tetap dalam keadaannya yang semula. Karena bersin terkadang sebagai
penyebab leher menjadi bengkok.
Imam
al-Ghozali berkata bahwa orang bersin yang didoakan dengan
يَرْحَمُكَ
اللهُ
hendaknya
menjawab dengan ucapan
يَهْدِيْكُمُ
اللهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
Semoga
Allah memberi petunjuk kepada kamu dan memperbaiki hatimu sekalian.
Diriwayatkan
dari Ibnu Mas'ud katanya:
كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا بِقَوْلِهِ : اِذَا
عَطِسَ اَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ : اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . فَاِذَا
قَالَ ذَلِكَ فَلْيَقُلْ مَنْ عِنْدَهُ : يَرْحَمُكَ اللهُ . فَاِذَا قَالُوْا
ذَلِكَ فَلْيَقُلْ : يَغْفِرُ اللهُ لِى وَلَكُمْ
Rasulullah
saw telah mengajar kepada kita dengan sabda beliau: "Jika salah seorang
dari kamu bersin, hendaklah mengucapkan:
"
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ "
(Segala
puji bagi Allah yang menguasai seluruh alam). Jika orang yang bersin
mengucapkan hamdalah tersebut, hendaklah orang-orang yang ada di dekatnya
mengucapkan:
"
يَرْحَمُكَ اللهُ "
(semoga
Allah memberi rahmat kepadamu). Apabila mereka mengucapkan tasymit, hendaklah
orang yang bersin mengucapkan:
"
يَغْفِرُ اللهُ لِى وَلَكُمْ "
(Semoga
Allah mengampuni dosa bagiku dan bagi kamu sekalian).
Rasulullah
saw pernah membacakan tasymit untuk seseorang dan tidak membacanya untuk orang
lain yang bersin. Orang yang tidak dibacakan tasymit bertanya kepada beliau
tentang hal tersebut; lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya orang yang saya
bacakan tasymit untuknya tadi, dia membaca hamdalah, sedangkan engkau
diam."
Syarat
membaca tasymit bagi orang yang bersin:
Membaca
hamdalah sesudah bersin.
Bersinnya
tidak dibuat-buat dengan mencium bau yang dapat membuat bersin.
Menjauhi
setiap orang yang berbuat kerusakan
Orang
yang berbuat kerusakan ialah orang kafir, orang yang berbuat bid'ah, orang yang
melakukan dosa besar, orang yang melarikan diri dari fitnah yang akan menimpa
agama, dan yang enggan berhijrah dari daerah orang kafir ke daerah orang Islam.
Seseorang
yang tidak mampu menampakkan agamanya di daerahnya sendiri karena difitnah
wajib pindah ke daerah lain yang mampu menampakkan agamanya. Jika seseorang
mampu menampakkan agamanya, maka lebih utama tidak berhijrah. Adapun orang yang
memiliki kekuatan di daerahnya sendiri atau dapat mengasingkan diri dari
pergaulan masyarakat dan bila berpindah daerahnya akan menjadi kekuasaan musuh,
maka ia wajib menetap di daerahnya, sebagaimana keterangan dari Imam Ramli
dalam kitab Umdat ar-Rabih.
Imam
Ibnu Imad berpendapat bahwa seseorang tidak pantas tinggal bersama dengan orang
yang rusak agamanya. Bila ia selamat dan tidak mengikuti perbuatannya yang
dosa, maka ia akan terpengaruh sebagian dari akhlaknya karena tabiat akan
menyusup dengan cara yang tidak disadari oleh seseorang. Dalam surat al-Isra
ayat 84 Allah swt berfirman:
... قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ
عَلَى شَاكِلَتِهِ
Katakan:
"Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing...
Artinya,
bahwa setiap orang akan berbuat menurut cara yang telah digambarkan dan menurut
pergaulannya. Kata penyair:
عَنِ
الْمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِيْنِهِ * فَكُلُّ قَرِيْنٍ
بِالْمُــقَارَنِ يَقْـتَدِى
Janganlah
kamu tanyakan kelakuan seseorang; tanyakanlah tentang temannya. Karena setiap
teman itu akan mengikuti kelakuan orang yang ditemani.
Pengertian
dari syair tersebut adalah jika engkau ingin mengetahui kelakuan seseorang,
janganlah engkau tanyakan kepadanya, tetapi perhatikanlah siapa orang yang
dipergauli. Orang tersebut akan berbuat dengan cara yang dilakukan oleh orang
yang ditemani.
Memulyakan
Tetangga
Cabang
iman 67-69 disebutkan dalam bait syair:
اَكْرِمِ
لِجَارٍ ثُمَّ ضَيْفٍ وَاسْتُرَنْ *عَوْرَاتِ اَهْلِ الدِّيْنِ تَاْمَنْ تَغْنَمُ
Muliakan
tetangga dan tamu; dan tutuplah aurat-aurat ahli agama, niscaya engkau akan
aman lagi beruntung.
Memuliakan
tetangga
Memuliakan
tetangga maksudnya adalah berbuat baik kepada tetangga dengan jalan:
menampakkan wajah yang cerah dan berseri-seri, memberi makanan kepadanya, dan
menanggung perbuatan tidak baik yang dilakukan olehnya. Jika tidak mampu
berbuat demikian, hendaklah menahan diri untuk tidak menyakiti tetangga.
Rasulullah
saw bersabda:
اَحْسِنْ
مُجَاوَرَةَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا
Berbuat
baiklah dalam mempergauli orang yang menjadi tetanggamu, niscaya engkau menjadi
orang muslim.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah ia memuliakan tetangganya.
Dalam
hadits yang lain disebutkan:
مَنْ
اَرَادَ اَنْ يُحِبَّهُ اللهُ فَعَلَيْهِ بِصِدْقِ الْحَدِيْثِ وَاَدَاءِ
اْلاَمَانَةِ وَاَنْ لاَ يُؤْذِيَ جَارَهُ
Barangsiapa
yang ingin dicintai oleh Allah ia wajib berkata benar, menunaikan amanat, dan
tidak menyakiti tetangganya.
Sabda
Rasulullah saw:
اِنَّ
الْجَارَ الْفَقِيْرَ يَتَعَلَّقُ بِجَارِهِ الْغَنِيِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَيَقُوْلُ يَا رَبِّ سَلْ هَذَا لِمَ مَنَعَنِى مَعْرُوْفَهُ
Sesungguhnya
tetangga yang fakir akan bergantung kepada tetangganya yang kaya pada hari
kiamat seraya berkata: "Wahai Tuhanku, tanyailah tetanggaku ini, mengapa
ia mencegah aku terhadap kebaikannya."
Menurut
Imam as-Suhaymi, kriteria tetangga ialah orang yang jarak antara rumah Anda
dengan rumahnya kurang dari 40 rumah dari berbagai arah.
Memuliakan
tamu
Memuliakan
tamu artinya berbuat baik dalam menyambut tamu yang datang dengan muka
berseri-seri dan ucapan yang bagus, cepat-cepat memberi jamuan yang ada dan
melayaninya sendiri, sebagaimana Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,
dan Umar bin Abdul Aziz melayani tamu dengan pribadi beliau sendiri. Kewajiban
memberi makan tamu adalah selama tiga hari menurut kadar kemampuannya.
Seyogyanya
seseorang tidak perlu memaksakan diri untuk memberi jamuan kepada tamu dengan
mengusahakan sesuatu yang tidak dimiliki. Ia cukup menjamu tamu dengan sesuatu
yang sudah ada dengan ukuran kemampuannya, tidak perlu dengan upaya meminjam
kepada orang lain atau membeli makanan dengan berhutang, berdasarkan sabda Nabi
Muhammad saw:
اَنَا
وَالأَتْقِيَآءُ مِنْ اُمَّتِى بُرَءَآءُ مِنَ التَّكَلُّفِ
Saya
dan umatku yang bertakwa adalah orang-orang yang membebaskan diri dari
memaksakan diri.
Rasulullah
saw bersabda:
لاَ
تَتَكَلَّفُوْا لِلضَّيْفِ فَتَبْغَضُوْهُ فَاِنَّهُ مَنْ اَبْغَضَ الضَّيْفَ
فَقَدْ اَبْغَضَ اللهَ وَمَنْ اَبْغَضَ اللهَ اَبْغَضَهُ اللهُ
Janganlah
kamu sekalian memaksakan diri untuk menyuguh tamu, sehingga kamu benci
kedatangan tamu. Karena sesungguhnya barangsiapa yang membenci tamu, maka ia
telah membenci Allah. Dan Barangsiapa yang membenci Allah, niscaya Allah akan
membenci dia.
Sahabat
Salman al-Farisi berkata bahwa Rasulullah saw telah memerintahkan kepadanya
untuk
tidak
memaksakan diri dalam memberi jamuan kepada tamu dengan sesuatu yang tidak
dimiliki,
memberikan
suguhan kepada tamu dengan sesuatu yang sudah ada padanya,
tidak
boleh membedakan antara tamu kaya atau fakir dalam memberikan suguhan; karena
tamu yang masuk ke dalam rumah adalah membawa rahmat dan keluar bersama dosa
pemilik rumah.
Dalam
salah satu hadits, Rasulullah saw bersabda:
مَا مِنْ
عَبْدٍ مُؤْمِنٍ يَأْتِيْهِ ضَيْفٌ فَيَنْظُرُ فِى وَجْهِهِ بِبِشَاشَةٍ اِلاَّ
حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النَّارِ
Seseorang
beriman yang kedatangan tamu kemudian memandang muka tamu tersebut dengan wajah
berseri-seri, niscaya diharamkan jasadnya masuk neraka oleh Allah.
Diriwayatkan
dari sahabat Abu Darda' dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda:
اِذَا
اَكَلَ اَحَدُكُمْ مَعَ الضَّيْفِ فَلْيُلْقِمَهُ بِيَدِهِ . فَاِذَا فَعَلَ ذلِكَ
كَتَبَ اللهُ لَهُ عَمَلَ سَنَةٍ صِيَامِ نَهَارِهَا وَقِيَامِ لَيْلِهَا
Apabila
salah seorang dari kamu sekalian makan bersama tamu, hendaklah dia menyuapi
tamu dengan tangannya. Apabila ia melakukan demikian, maka Allah mencatat
baginya amal satu tahun, yang dilakukan puasa siang harinya dan salat pada
malam harinya.
Imam
Ahmad as-Suhaymi dan Ahmad bin Imad menuturkan bahwa Nabi Ibrahim as apabila
ingin makan, beliau berjalan satu sampai dua mil untuk mencari tamu yang diajak
makan bersama. Beliau diberi julukan bapak tamu. Beliau ingin membuat jamuan
bagi umat Muhammad saw sampai hari kiamat. Lalu Allah swt berfirman kepada
beliau: "Sesungguhnya engkau tidak mampu berbuat demikian!" Nabi Ibrahim
berdatang sembah: "Wahai Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui keadaan hamba dan
Maha Kuasa mengabulkan permohonan hamba!" Kemudian Allah mengabulkan
permohonannya dan memerintahkan kepada Malaikat Jibril as untuk memberikan
segenggam kapur surga kepada Nabi Ibrahim as, serta memerintahkan kepada Nabi
Ibrahim untuk naik ke atas gunung Abi Qubaisy dan meniupkan kapur tersebut ke
udara. Nabi Ibrahim as melakukan petunjuk Malaikat Jibril, dan tersebarlah
kapur tersebut di muka bumi. Setiap tempat yang kejatuhan sebagian dari kapur
tersebut airnya berubah menjadi asin karena mengandung garam sampai hari
kiamat. Dengan demikian semua garam yang ada di bumi ini adalah suguhan dari
Nabi Ibrahim as.
Adapun
tatakrama dari orang yang menjadi tamu adalah cepat-cepat memenuhi keinginan
tuan rumah dalam beberapa hal antara lain makan makanan dan tidak beralasan
sudah kenyang dan makan semampunya.
Menutupi
aurat atau cacat orang mukmin
Abu Ali
ad-Daqqaq menceriterakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Syeikh Hatim bin
Alwan al-Asham, semoga Allah mensucikan rahasianya, untuk bertanya tentang
sesuatu masalah. Wanita tersebut kentut di hadapan Syeikh Hatim, sehingga muka
wanita tersebut menjadi pucat karena malu. Melihat hal tersebut, Syeikh Hatim
berkata kepada wanita tersebut: "Keraskanlah suaramu!" Dengan ucapan
tersebut Syeikh Hatim memperlihatkan kepada wanita tersebut bahwa beliau tuli;
sehingga wanita tersebut senang hatinya dan berpendapat bahwa Syeikh Hatim
tidak mendengar suara kentutnya. Itulah sebabnya Syeikh Hatim terkenal dengan
nama al-Asham (orang yang tuli).
Syeikh
Ibnul 'Imad mengatakan bahwa menyebutkan kesalahan orang lain karena tujuan
yang benar menurut syara', yang tujuan tersebut tidak dapat terpenuhi kecuali
dengan menyebutkan kesalahan tersebut adalah diperbolehkan dalam 15 (limabelas)
hal:
Menunjukkan
kepada ucapan yang benar. Misalnya Anda mendengar seseorang mengucapkan ucapan
yang mungkar; maka seyogyanya Anda mengatakan kepadanya: "Anda telah
berkata demikian dan demikian. Ucapan itu tidak sesuai; yang benar adalah
demikian!"
Memberi
nasihat kepada orang yang meminta petunjuk dalam persoalan nikah, menitipkan
amanat, atau lainnya. Anda wajib memberitahukan kepadanya keadaan yang
sebenarnya dari orang yang dinikahkan atau dititipi amanat, berdasarkan sabda
Nabi Muhammad saw:
اِذَا
اسْتَنْصَحَ اَحَدُكُمْ اَخَاهُ فَلْيَنْصَحْ لَهُ
Jika
salah seorang dari kamu sekalian meminta nasihat kepada saudaranya, maka
hendaklah ia memberi nasihat kepadanya.
Mengingatkan
orang alim yang salah kepada pengikutnya. Misalnya, apabila ada seseorang
bertanya kepada Anda tentang sesuatu masalah, kemudian ia mengatakan:
"Kyai saya mengatakan demikian dan demikian." Anda boleh mengatakan:
"Kyai saudara salah!" Termasuk juga ucapan para pengarang kitab dalam
kitab-kitab mereka: "Si Fulan berkata demikian. Beliau adalah salah!"
dan lain sebagainya. Hal itu diperbolehkan jika dimaksudkan untuk menjelaskan
kesalahannya agar tidak diikuti. Jika tidak demikian, maka hukumnya haram.
Minta
tolong untuk mengubah kemungkaran, seperti ucapan Anda kepada orang yang Anda
harapkan kemampuannya untuk menghapus kemungkaran: "Si Fulan telah
melakukan demikian, maka tolonglah saya untuk mencegahnya." Hal ini
diperbolehkan dengan syarat apabila maksudnya adalah untuk meminta bantuan guna
melenyapkan kemungkaran. Jika tidak demikian maksudnya, hukumnya haram.
Mengenal
identitas seseorang, seperti ucapan Anda: "Fulan si juling, atau lainnya.
Hal ini diperbolehkan apabila identitas si Fulan tidak dikenal kecuali dengan
menyebut cacatnya, karena kebetulan orang yang bernama Fulan banyak. Jika
identitas si Fulan dapat dikenal tanpa menyebutkan cacatnya, maka lebih utama
tidak usah menyebutkan cacatnya. Kebolehan menyebutkan cacat si Fulan disyaratkan
dengan maksud untuk mengenal. Jika maksudnya untuk mencela, hukumnya haram.
Menjaga
kerusakan, seperti ucapan Anda kepada saksi yang tidak adil: "Orang ini
tidak sah untuk menjadi saksi, karena ia telah melakukan demikian dan
demikian."
Meminta
fatwa, seperti ucapan Anda kepada orang yang dimintai fatwa: "Ayahku,
suamiku, atau saudaraku telah berbuat dhalim kepadaku. Bagaimanakah jalan
keluar untuk menyelamatkan diri dari kedhaliman tersebut?" Jika dapat
menggunakan kata sindiran lebih baik, misalnya: "Bagaimana pendapat Anda
mengenai seseorang yang dianiaya oleh bapaknya, suaminya, atau
saudaranya?" Namun apabila menyebutkan dengan jelas, diperbolehkan dengan
alasan ini, sebagaimana pendapat Imam al-Ghazali.
Mencegah
perbuatan fasik seseorang yang tidak menutupi perbuatan cacatnya, misal orang
yang menceriterakan perbuatan zina dan dosa-dosa besar yang dilakukan. Anda
boleh menuturkan perbuatan fasik yang dilakukan dan bukan perbuatan cacat
lainnya, dengan syarat apabila Anda bermaksud agar orang yang Anda beritahu mau
menyampaikan kepadanya, sehingga ia berhenti dari perbuatannya yang fasik.
Kebolehan menuturkan cacat seseorang di sini adalah jika ia menceriterakan
perbuatan fasik yang telah dilakukan dengan perasaan bangga. Akan tetapi jika
ia menceriterakan dengan perasaan menyesal dan taubat, maka haram menuturkannya
karena sama dengan mengghibah. Jika orang yang menampakkan perbuatan fasik
adalah orang alim, maka haram mengghibahnya secara mutlak. Karena jika orang
awam mendengar perbuatan fasik si alim tersebut, maka dosa-dosa besar tersebut
bagi orang awam menjadi remeh, sehingga mereka berani melakukannya.
Memperingatkan
seseorang dari kejahatan orang lain. Apabila Anda melihat seseorang yang ingin
berkumpul (kerja sama) dengan orang yang mempunyai cacat, maka Anda boleh
menyebutkan cacat tersebut kepada orang yang akan diajak kerja sama, jika
sekiranya orang yang akan diajak kerja sama tidak dapat tercegah dari
kejahatannya tanpa diberi tahu. Jika tidak dengan maksud demikian, maka
penyebutan catat tersebut haram.
Menuturkan
cacat orang yang menampakkan perbuatan bid'ah.
Menuturkan
cacat orang yang menyembunyikan perbuatan bid'ahnya.
Menuturkan
kesalahan lawan kepada hakim pada waktu ada dakwaan atau pertanyaan.
Menyebutkan
catat orang yang dhalim yang mengadukan kepada jaksa atau penguasa.
Menuturkan
cacat orang kafir yang memusuhi kaum muslimin. Orang kafir yang tidak memusuhi
kaum muslimin tidak boleh dituturkan cacatnya.
Menuturkan
cacat orang yang murtad, dalam arti bukan orang yang meninggalkan salat fardlu.
Imam
Ahmad as-Suhaymi menceriterakan kisah Ibnu Arabi dalam kitab "Lubab
at-Thalibin". Ibnul Arabi berkata bahwa setiap orang Islam sepatutnya
berkeyakinan bahwasanya kesalahan yang dilakukan oleh anak cucu Rasulullah saw
tidak boleh dicela karena telah dimaafkan oleh Allah. Hal tersebut didasarkan
atas kisah yang dialami Ibnu Arabi tentang keadaan anak cucu Rasulullah saw.
Seorang yang tsiqah (tepercaya beritanya) menceriterakan kepada Ibnul Arabi di
kota Makkah: "Saya membenci apa yang dilakukan oleh anak cucu Rasulullah
saw terhadap orang-orang di kota Makkah." Ketika tidur Ibnul Arabi melihat
Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah saw berpaling darinya. Ibnu Arabi memberi
salam kepada beliau dan bertanya tentang sebab beliau berpaling. Beliau
bersabda: "Sungguh engkau telah mencela orang-orang yang mulia!" Ibnu
Arabi bertanya: "Wahai Sayyidattina Fatimah, apakah tuan putri tidak
melihat apa yang mereka lakukan terhadap orang-orang?" Beliau bersabda:
"Bukankah mereka itu anak cucu saya?" Lalu Ibnul Arabi berkata kepada
beliau: "Sejak sekarang aku bertaubat!" Kemudian Sayyidatina Fatimah
menghadap kepadanya dan ia terbangun dari tidurnya.
Sabar
Dalam Ketaatan Hingga Selesai Melaksanakannya
Cabang
iman 70-74 disebutkan dalam bait syair:
وَاصْبِرْ
تَزَهَّدْ وَائْتِيَنَّ بِغِيْرَةٍ * اَعْرِضْ عَنْ الْمَلْغَاةِ جُدْ تَتَكَرَّمُ
Bersabarlah,
berzuhudlah, dan benar-benarlah engkau cemburu; berpalinglah dari hal yang
tidak berguna, berbuatlah dermawan, niscaya engkau menjadi orang mulia.
Sabar
dalam ketaatan hingga selesai melaksanakannya
Selain
kesabaran dalam melakukan ketaatan sampai ketaatan tersebut terselesaikan,
kesabaran juga diperlukan dalam beberapa hal seperti:
bersabar
mengalami musibah duniawi, sekira hatinya tidak marah terhadap musibah
tersebut,
bersabar
dalam menjauhi kemaksiatan, sehingga tidak jatuh dalam kemaksiatan tersebut, dan
bersabar
terhadap menghadapi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan jalan tidak
membalas kejahatannya, dan hendaklah hatinya rela serta memaafkan kesalahan
tersebut.
Imam
al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumiddin berkata bahwa sabar itu ada dua macam:
Kesabaran
jasmani, seperti menahan penderitaan yang menimpa badan. Sabar yang demikian
terkadang dengan amal perbuatan, seperti terus menerus melakukan pekerjaan
ibadah yang berat dan lainnya, dan terkadang dengan menahan penderitaan,
seperti sabar terhadap pukulan yang sangat berat dan penyakit yang parah. Sabar
yang demikian adalah terpuji apabila sesuai dengan syariat Islam.
Sabar
kejiwaan. Jenis kesabaran kejiwaan dapat dikategorikan menjadi:
Iffah,
atau sikap perwira jika berasal dari keinginan perut dan kemaluan;
Sabar,
jika berasal dari musibah, kebalikannya adalah "kegelisahan";
Menekan
nafsu, jika dalam keadaan kaya, kebalikannya adalah "sombong";
Pemberani,
jika dalam keadaan peperangan, kebalikannya adalah "licik";
Penyantun,
jika dalam keadaan menahan marah, kebalikannya adalah "marah" dan
"menggerutu";
Kelapangan
data, jika dalam keadaan yang menggelisahkan, kebalikannya adalah
"kegelisahan" dan "kesempitan dada";
Menyimpan
rahasia, jika dalam keadaan menyembunyikan omongan dan orang yang melakukannya
disebut "penyimpan rahasia";
Zuhud,
jika dari hidup yang berlebihan, kebalikannya adalah "tamak" atau
"loba";
Qanaah,
jika kesabaran tersebut terhadap bagian yang sedikit, kebalikannya adalah
"rakus".
Dengan
demikian kebanyakan dari akhlak keimanan masuk pada kategori sabar. Oleh karena
itu Rasulullah saw bersabda:
اَلصَّبْرُ
نِصْفُ الإِيْمَانِ وَالْيَقِيْنُ اَْلإِيْمَانُ كُلُّهُ
Sabar
adalah separuh iman, sedangkan keyakinan adalah iman seluruhnya.
Zuhud
Zuhud
adalah mencukupkan diri pada kadar keperluan dari hal-hal yang diyakini
kehalalannya. Pengertian ini adalah zuhud bagi orang-orang ahli marifat. Adapun
zuhud dalam arti meninggalkan yang haram adalah kewajiban umum yang harus
dilakukan oleh semua orang. Ada yang berpendapat bahwa zuhud adalah
membagi-bagikan harta yang sudah dikumpulkan, meninggalkan mencari sesuatu yang
sudah hilang, dan mendahulukan orang lain dari pada dirinya sendiri pada waktu
ada makanan. Imam al-Ghazali berkata bahwa zuhud adalah apabila seseorang
meninggalkan kesenangan dunia karena pengetahuannya akan kehinaan dunia
dibandingkan dengan akhirat yang sangat mahal. Zuhud bukan berarti meninggalkan
harta dan mengorbankannya mengikuti jalan kedermawanan dan mengikuti jalan
kecenderungan hati, serta mengikuti jalan ketamakan. Karena hal itu semuanya
adalah termasuk adat kebiasaan yang baik; dan peribadatan tidak termasuk dalam
adat kebiasaan.
Cemburu
dan tidak membiarkan isteri bercumbu rayu dengan laki-laki lain
Setiap
laki-laki seyogyanya memiliki sifat cemburu pada waktu melihat sesuatu yang
menyalahi hukum syara' dan pada waktu terdapat keraguan dalam hatinya. Berbeda
dengan sangkaan buruk kepada seseorang tanpa ada keraguan yang dicela oleh
agama. Manusia yang paling mulia dan paling tinggi himmahnya adalah orang yang
lebih kuat kecemburuannya terhadap nafsunya sendiri, terhadap keistimewaan
dirinya dan orang-orang mukmin pada umumnya.
Rasulullah
saw bersabda:
اَلْغِيْرَةُ
مِنَ الإِيْمَانِ وَالْمِذَاءُ مِنَ النِّفَاقِ . رواه البزار والبيهقي
Cemburu
adalah termasuk iman dan membiarkan isteri bercumbu rayu dengan laki-laki lain
adalah termasuk kemunafikan. H.R. al-Bazzar dan al-Baihaqi.
Allah
swt telah menulis di pintu surga sebagai berikut: "Engkau adalah haram
bagi orang yang rela terhadap perbuatan jelek yang dilakukan isterinya".
Orang yang rela isterinya berbuat serong tidak dapat masuk surga. Sesungguhnya
tujuh langit, tujuh bumi, serta gunung-gunung melaknat orang yang berbuat zina
dan orang yang rela isterinya berbuat serong. Laknat tersebut akan diterima
jika ia mengetahui dan mendiamkan. Jika suami tidak mengetahui, maka tidak
pantas berburuk sangka, meneliti permasalahan yang tidak tampak, dan memeriksa
aurat orang lain; karena yang demikian itu dicela oleh syariat Islam.
Berpaling
dari omongan yang tidak berguna
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah berkata yang baik atau
diam. H.R. Bukhari dan Muslim.
Maksud
hadits di atas ialah Barangsiapa yang beriman dengan iman yang sempurna kepada
Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berbicara mengenai apa saja yang ada
manfaat baginya, seperti mengucapkan kalimat yang benar kepada orang yang dhalim,
atau hendaklah ia diam dari omongan yang sama sekali tidak ada manfaat baginya.
Dikisahkan,
ada seorang laki-laki berkata kepada orang yang ahli makrifat: "Berilah
aku wasiat!" Beliau berkata: "Buatlah sampul bagi agamamu seperti
sampul mushaf agar kamu tidak mengotori agamamu!" Laki-laki tersebut
bertanya: "Apakah sampul agama itu?" Beliau berkata:
"Meninggalkan omongan kecuali omongan yang harus diucapkan; meninggalkan
mempergauli manusia kecuali pergaulan yang harus dilakukan; meninggalkan mencari
kesenangan dunia kecuali kesenangan yang wajib diambil."
Menurut
Imam as-Suhaymi, apabila seseorang dipaksa untuk mengucapkan ucapan yang jelek
atau dipaksa diam dari ucapan yang baik, atau takut bencana yang akan menimpa
dirinya karena mengucapkan hal yang baik, maka dia diberi udzur dan dimaafkan
oleh Allah.
Dermawan
Dermawan
adalah membelanjakan harta dalam hal-hal yang dipuji oleh syariat Islam. Imam
al-Ghazali berpendapat bahwa dermawan adalah tengah-tengah antara
"menghambur-hamburkan harta" dan "pelit"; antara membuka
tangan dan menggenggamnya. Antara membelanjakan harta dan menahannya hendaknya
diperkirakan menurut ukuran kewajiban. Hal itu tidak cukup dilakukan dengan
anggauta badan saja, selama hatinya tak senang dan menentang terhadap perbuatannya.
Sabda
Rasulullah saw dalam hadits riwayat Ibnu Abbas ra:
تَجَافَوْا
عَنْ ذَنْبِ السَّخِيِّ فَاِنَّ اللهَ آخِذٌ بِيَدِهِ كُلَّمَا عَثَرَ
Menyingkirlah
kamu sekalian dari dosa orang yang dermawan, karena sesungguhnya Allah akan
membimbing tangannya setiap kali dia jatuh.
Sahabat
Ibnu Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
اَلرِّزْقُ
اِلَى مُطْعِمِ الطَّعَامِ اَسْرَعُ مِنَ السِّكِّيْنِ اِلَى ذَرْوَةِ الْبَعِيْرِ
، وَاِنَّ اللهَ تَعَالَى يُبَاهِى بِمُطْعِمِ الطَّعَامِ الْمَلاَئِكَةَ
Rezeki kepada
orang yang memberi makan adalah jauh lebih cepat dari pada kecepatan pisau
memotong punuk (daging yang menonjol ke atas pada punggung) unta. Dan
sesungguhnya Allah Ta'ala membanggakan orang yang memberi makan kepada para
malaikat.
Sebagian
ulama berkata bahwa sesungguhnya dalam kitab suci yang empat ada lafal-lafal
yang sesuai. Keempat kitab tersebut pertama kali diturunkan dalam bahasa Arab,
kemudian diterjemahkan oleh Nabi dengan bahasa kaumnya:
Dalam
kitab Taurat disebutkan:
اَلْكَرِيْمُ
لاَ يُضَامُ اَبَدًا
Orang
yang dermawan tidak akan ditimpa bahaya selamanya.
Dalam
kitab Injil disebutkan:
اَلْبَخِيْلُ
يَأْكُلُ أَمْوَالَهُ الْعِدَا
Harta
orang yang bakhil akan dimakan oleh musuhnya.
Dalam
kitab Zabur disebutkan:
اَلْحَسُوْدُ
لاَ يَسُوْدُ أَبَدًا
Orang
yang hasud tidak akan bahagia selamanya.
Dalam
al-Qur'an surat al-A'raf ayat 58 Allah swt berfirman:
وَالَّذِى
خَبُثَ لاَ يَخْرُجُ اِلاَّ نَكِدًا
... dan
tanah yang tidak subur, tanamannya hanya tumbuh merana.
Hikayat
Abdullah
bin al-Mubarak berkata bahwa pada suatu waktu ia melakukan ibadah haji. Ia
tidur di Hijir Ismail dan bermimpi melihat Rasululllah saw dan beliau bersabda
kepadanya: "Jika engkau kembali ke Baghdad, masuklah ke tempat demikian
dan demikian. Carilah Pendeta Majusi dan sampaikan salamku kepadanya serta
katakan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala meridlainya." Ia
terbangun dan berkata:
"لاَ حَوْلَ وَلاَ
قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Tiada
daya untuk menyingkir dari kemaksiatan dan tiada kekuatan untuk melakukan
ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Ini
adalah mimpi dari syaithan. Kemudian ia berwudlu, salat, dan melakukan thawaf,
sampai mengantuk dan tertidur, lalu ia bermimpi seperti tersebut sampai tiga
kali. Setelah ia menyempurnakan ibadah haji dan pulang ke Baghdad, ia
menanyakan tempat dan rumah yang disebut dalam mimpi. Di tempat tersebut ia
mendapatkan seorang tua, lalu ia terjadi dialog:
Abdullah:
Apakah Anda pendeta Majusi?
Pendeta:
Ya!
Abdullah:
Apakah Anda mempunyai kebaikan di sisi Allah?
Pendeta:
Ya, saya mempunyai empat orang anak perempuan dan empat orang anak laki-laki.
Keempat orang anak perempuan saya, saya kawinkan dengan empat orang anak
laki-laki saya!
Abdullah:
Ini haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta:
Ya, saya membuat walimah untuk orang-orang Majusi pada saat saya mengawinkan
anak-anak perempuan saya!
Abdullah:
Ini haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta:
Ya, saya mempunyai seorang anak perempuan yang paling cantik, tak ada wanita
lain yang menandingi kecantikannya; lalu aku kawini sendiri. Pada malam pertama
aku mengumpulinya, aku mengadakan pesta perkawinan. Pada waktu itu orang Majusi
yang hadir lebih dari 1000 (seribu) orang.
Abdullah:
Ini juga haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta:
Ya, pada malam aku menyetubuhi anak perempuanku, datang seorang wanita muslimat
dari agama Tuan, yang menggunakan suluh (penerangan) dari lampu saya. Kemudian
ia menyalakan lampu dan keluar. Perempuan tersebut memadamkan lampu dan
kembali; lalu aku masuk. Perempuan itu melakukan hal tersebut tiga kali,
sehingga aku bergumam: "Barangkali wanita ini adalah mata-mata dari
pencuri!" Kemudian aku keluar mengikutinya. Tatkala ia masuk ke rumahnya
dan menjumpai anak-anak perempuannya, mereka bertanya: "Wahai Ibu, apakah
Ibu datang dengan membawa sesuatu bagi kami? Sesungguhnya kami sudah tidak
mampu dan sabar menahan lapar!". Perempuan tersebut mencucurkan air mata
dan berkata: "Saya malu kepada Tuhan untuk meminta kepada seseorang selain
Dia; lebih-lebih dari musuh Allah, yaitu orang Majusi!". Setelah aku
mendengar omongannya, aku pulang ke rumah dan mengambil sebuah talam, lalu aku
penuhi dengan semua jenis makanan dan aku bawa sendiri ke rumahnya.
Abdullah:
Ini adalah suatu kebaikan; dan Anda mendapat kabar gembira.
Kemudian
Abdullah bin al-Mubarak memberi kabar gembira kepadanya tentang mimpi
pertemuannya dengan Rasulullah saw dan diceriterakan kepadanya isi mimpi
tersebut. Setelah mendengar ceritera itu, Pendeta Majusi tersebut mengucapkan
dua kalimah syahadat, kemudian dia jatuh tersungkur dan mati. Abdullah bin
al-Mubarak memandikannya, mengkafani, melakukan salat janazah atasnya, dan
menguburkannya. Ia berkata: "Wahai para hamba Allah, lakukanlah perbuatan
dermawan kepada sesama makhluk Allah, karena kedermawanan itu dapat mengubah
para musuh menjadi kekasih."
Menghormati
yang tua dan Menyayangi yang muda
Cabang
iman 75-76 disebutkan dalam bait syair:
وَقِّرْ
كَبِيْرًا وَارْحَمَنَّ صَغِيْرَنَا * أَصْلِحْ لِهَجْرِ الْمُسْلِمِيْنَ
فَتُكْرَمُ
Hormatilah
orang tua dan sayangilah anak muda; damaikan perselisihan di antara orang-orang
muslim, niscaya Anda dimuliakan.
Menghormat
orang tua dan menyayangi anak muda
Rasulullah
saw bersabda:
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا وَلَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَلَمْ
يَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ
Bukanlah
golongan kami orang muda yang tidak menghormati orang tua, orang tua yang tidak
menyayangi anak muda, dan orang yang tidak mengetahui hak orang alim.
Rasulullah
saw bersabda:
مِنْ
اِجْلاَلِ اللهِ اِكْرَامُ ذِى الشَّيْبَةِ الْمُسْلِمِ
Termasuk
mengagungkan Allah adalah memuliakan orang yang sudah beruban yang beragama
Islam.
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah saw bersabda:
اِنَّ
اللهَ تَعَالَى يَنْظُرُ اِلَى وَجْهِ الشَّيْخِ صَبَاحًا وَمَسَآءً وَيَقُوْلُ :
يَا عَبْدِى قَدْ كَبُرَ سِنُّكَ وَرَقَّ جِلْدُكَ وَدَقَّ عَظْمُكَ وَاقْتَرَبَ
اَجَلُكَ وَحَانَ قُدُوْمُكَ اِلَيَّ فَاسْتَحِ مِنِّى فَاَنَا اَسْتَحْيِى مِنْ
شَيْبَتِكَ اَنْ اُعَذِّبَكَ فِى النَّارِ
Sesungguhnya
Allah Ta'ala memandang ke wajah orang yang sudah tua pada waktu pagi dan petang
seraya berfirman: "Wahai hamba-Ku, umurmu sudah tua, kulitmu sudah
berkeriput, tulangmu sudah rapuh, ajalmu sudah dekat, dan sudah tiba saatnya
engkau menghadap kepada-Ku. Oleh karena itu malulah engkau kepada-Ku, niscaya
Aku malu menyiksa engkau dalam neraka karena ubanmu".
Diceriterakan
bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra pergi ke masjid dengan bergegas untuk
melakukan salat berjamaah subuh. Dalam perjalanannya, beliau bertemu seorang
tua yang berjalan di depannya dengan tenang dan anggun di gang jalan. Sayyidina
Ali bin Abi Thalib ra tidak berani mendahului karena memuliakan dan menghormati
orang tua tersebut sebab ubannya, sampai waktu terbit matahari tiba. Ketika
orang tua tersebut dekat pintu masjid, ia tidak masuk ke dalam masjid, maka
tahulah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra bahwa orang tua tersebut adalah orang
Nasrani.
Kemudian
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra masuk ke dalam masjid dan mendapatkan
Rasulullah saw dalam keadaan ruku'. Setelah Rasulullah saw selesai melakukan
salat, para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, mengapa Rasulullah
memanjangkan ruku' dalam salat ini? Rasulullah belum pernah melakukan seperti
ini!"
Rasulullah
saw bersabda: "Pada waktu saya ruku' dan membaca:
سُبْحَانَ
رَبِّيَ الْعَظِيْمِ
Maha
Suci Tuhanku Yang Maha Agung.
Sebagaimana
wiridanku, dan aku ingin mengangkat kepalaku, datanglah Malaikat Jibril dan
meletakkan sayapnya di atas punggungku dan memegang saya dalam waktu yang lama.
Tatkala Jibril mengangkat sayapnya, maka aku mengangkat kepalaku." Para
sahabat berkata: "Mengapa Malaikat Jibril melakukan ini?" Rasulullah
saw bersabda: "Aku tidak bertanya tentang hal tersebut!"
Kemudian
Jibril datang dan berkata: "Wahai Muhammad, sesungguhnya Ali bin Abi
Thalib ra bergegas untuk melakukan salat berjamaah; kemudian di jalan bertemu
dengan seorang Nasrani, sedangkan ia tidak tahu bahwa orang tersebut adalah
orang Nasrani. Ia menghormatinya karena ubannya dan tidak berani mendahuluinya.
Kemudian Allah swt memerintahkan kepadaku untuk memegangi engkau dalam keadaan
ruku', agar Ali dapat mengikuti jamaah salat subuh besertamu." Allah
memerintahkan kepada Malaikat Mikail untuk memegangi matahari dengan sayapnya,
sehingga matahari tidak terbit karena penghormatan Ali ra kepada orang tua.
Rasulullah
saw bersabda:
لَيْسَ
الرَّحِيْمُ الَّذِى يَرْحَمُ نَفْسَهُ وَاَهْلَهُ خَآصَّةً وَلكِنَّ الرَّحِيْمَ
الَّذِى يَرْحَمُ الْمُسْلِمِيْنَ
Penyayang
bukanlah orang yang menyayangi dirinya dan keluarganya secara khusus, tetapi
penyayang adalah orang yang menyayangi orang-orang muslim.
Rasulullah
saw bersabda:
مَنْ
مَسَحَ عَلَى رَأْسِ يَتِيْمٍ كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ تَمُدُّ عَلَيْهَا
يَدُهُ نُوْرٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa
yang mengusap kepala anak yatim, maka setiap rambut yang dijangkau oleh
tangannya akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat.
Hikayat:
Sayyidina
Ali bin Abi Thalib ra menceriterakan bahwa ada seorang laki-laki datang kepada
Nabi Muhammad saw seraya bermohon: "Wahai Rasulullah, saya telah berbuat
maksiat. Oleh karena itu sucikanlah diriku!"
Rasulullah
saw bersabda: "Apa dosamu?"
Ia
berkata: "Aku malu mengucapkannya!"
Rasulullah
saw bersabda: "Mengapa engkau malu kepadaku untuk memberitahukan kepadaku
tentang dosamu dan tidak malu kepada Allah, sedangkan Allah melihatmu?
Berdirilah dan pergilah engkau dariku, agar api tidak turun kepada kita!"
Laki-laki
tersebut pergi dari sisi Rasulullah dalam keadaan menyesal, putus asa, dan
menangis.
Kemudian
Malaikat Jibril datang dan berkata: "Wahai Muhammad, mengapa engkau
membuat putus asa orang berbuat maksiat, sedangkan ia mempunyai tebusan bagi
dosanya meskipun dosanya banyak?"
Rasulullah
bersabda: "Apakah tebusannya?"
Jibril
menjawab: "Ia mempunyai anak laki-laki yang masih kecil. Setiap ia masuk
ke dalam rumahnya dan anaknya menjumpainya, ia memberinya sesuatu makanan atau
memberikan sesuatu yang dapat menggembirakannya. Jika anak tersebut bergembira,
niscaya kegembiraannya menjadi tebusan baginya."
Mendamaikan
pertikaian di antara orang muslim bila dijumpai caranya
Dalam
surat al-Hujurat ayat 10 Allah swt berfirman:
اِنَّمَا
الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوْا اللّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Sesungguhnya
orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat.
Dalam
surat an-Nisa ayat 85 Allah swt berfirman:
مَنْ
يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَّهُ نَصِيْبٌ مِنْهَا ... الآية
Barangsiapa
yang memberikan syafaat yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian (pahala)
dari padanya ..."
Rasulullah
saw bersabda:
اَلاَ
اُخْبِرُكُمْ بِاَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلاَةِ وَالصِّيَامِ وَالصَّدَقَةِ ؟
قَالُوْا : بَلَى . قَالَ : اِصْلاَحُ ذَاتِ الْبَيْنِ
Perhatian,
aku akan mengkhabarkan kepada kamu sekalian tentang amal yang lebih utama dari
pada derajat salat, puasa, dan sedekah!" Para sahabat berkata:
"Baik!" Beliau bersabda: "Mendamaikan dua orang yang
berselisih!"
Rasulullah
saw bersabda:
اَفْضَلُ
الصَّدَقَةِ اِصْلاَحُ ذَاتِ الْبَيْنِ
Sedekah
yang paling utama adalah mendamaikan dua orang yang berseteru.
Rasulullah
saw bersabda:
لَيْسَ
بِكَذَّابٍ مَنْ اَصْلَحَ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَقَالَ خَيْرًا
Orang
yang mendamaikan di antara dua orang dan dia berkata baik bukanlah pendusta.
Rasulullah
saw bersabda:
اَفْضَلُ
الصَّدَقَةِ اَنْ تُعِيْنَ بِجَاهِكَ مَنْ لاَ جَاهَ لَهُ
Sedekah
yang paling utama ialah apabila Anda membantu dengan pangkat Anda kepada orang
yang sama sekali tidak mempunyai pangkat.
Ketahuilah
bahwa orang muslim yang mendiamkan (tidak mengajak bicara) orang muslim lainnya
melebihi tiga hari, meskipun ia sedang marah kepadanya adalah haram. Jika
keduanya sedang berhadap-hadapan dan tidak mau berbicara kepadanya, meskipun
dengan memberi salam, kecuali karena udzur syara', seperti keadaan orang yang
didiamkan adalah orang yang fasik atau ahli bid'ah, maka hukumnya tidak haram;
meskipun mendiamkannya tidak memberi faedah kepada orang yang didiamkan,
seperti meninggalkan perbuatan fasiknya.
Benar,
andaikata seseorang mengetahui bahwa mendiamkannya akan membawa orang yang
didiamkan bertambah fasik, maka dilarang mendiamkannya. Andai tidak berhadapan,
maka hukumnya tidak haram meskipun bertahun-tahun, sebagaimana keterangan Imam
al-Mudabighi.
Rasulullah
saw bersabda:
لاَ
يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ اَنْ يَهْجُرَ اَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثَةِ اَيَّامٍ ؛ فَمَنْ
هَجَرَهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ فَمَاتَ دَخَلَ النَّارَ
Tidak
halal bagi seseorang muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.
Barangsiapa yang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, kemudian mati,
maka ia masuk neraka.
Mencintai
Orang lain sebagaimana Mencintai Dirinya sendiri
Cabang
iman 77 disebutkan dalam bait syair:
وَاحْبُبْ
لِنَاسٍ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ * حَتَّى تَكُوْنَ بِجَنَّةٍ تَتَنَــعَّمُ
Cintailah
manusia seperti engkau mencintai dirimu sehingga engkau menjadi orang yang
bernikmat-nikmat dengan surga.
Mencintai
orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri
Rasulullah
saw bersabda:
لاَ
يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لاَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ . رواه
البخارى ومسلم
Tidak
beriman salah seorang dari kamu sekalian, sehingga ia mencintai untuk
saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya.
Imam
as-Suhaymi dalam menafsiri hadits di atas mengatakan bahwa iman seseorang tidak
sempurna sehingga ia mencintai untuk setiap saudara, meskipun kafir, tanpa
mengistimewakan kecintaannya kepada seseorang melebihi orang lain, apa yang
dicintai untuk dirinya sendiri, seperti ketaatan dan kesenangan-kesenangan
dunia yang mubah. Artinya, hendaklah engkau berbuat apa saja untuk seseorang
seperti engkau menyukai seseorang berbuat apa saja untukmu. Engkau
memperlakukan ia dengan perlakuan yang engkau sukai agar ia memperlakukan
engkau. Engkau menasihati dia seperti engkau menasihati dirimu sendiri. Engkau
menghukum ia dengan hukum yang engkau sukai agar ia menghukum engkau. Engkau
tidak membalas perbuatannya yang menyakitimu. Engkau tidak mengurangi
kehormatannya. Jika engkau melihat ia melakukan kebaikan, hendaklah kebaikannya
engkau tampakkan. Namun jika engkau melihat ia melakukan hal jelek, engkau
tutupi.
Rasulullah
saw bersabda:
اَلرَّاحِمُوْنَ
يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمنُ ، اِرْحَمُوْا مَنْ فِى الاَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى
السَّمَاءِ
Para
penyayang akan disayangi oleh Dzat Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa saja
yang ada di bumi, niscaya siapa saja yang ada di langit akan menyayangi kamu.
Diriwayatkan
dari Mujahid dan Salman ra dari Nabi Muhammad saw bahwa sesungguhnya beliau
bersabda:
مَنْ
حَفِظَ عَلَى اُمَّتِى هَذِهِ اْلاَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
وَحَشَرَهُ اللهُ تَعَالَى مَعَ الاَنْبِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
. فَقُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، اَيُّ الاَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا؟ قَالَ
عَلَيْهِ السَّلاَمُ : اَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ
وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّيْنَ وَالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ
وَبِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ مِنَ اللهِ تَعَالَى . وَتَشْهَدَ اَنْ لاَ
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللهِ . وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ
بِإِسْبَاغِ الْوُضُوْءِ لِوَقْتِهَا بِتَمَامِ رُكُوْعِهَا وَسُجُوْدِهَا .
وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ بِحَقِّهَا . وَتَصُوْمَ شَهْرَ رَمَضَانَ . وَتَحُجَّ
الْبَيْتَ اِنِ اسْتَطَعْتَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً . وَتُصَلِّيَ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ
رَكْعَةً فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ وَهِيَ سُنَّتِى ، وَثَلاَثَ رَكَعَاتٍ
وِتْرًا لاَ تَتْرُكْهَا . وَلاَ تُشْرِكْ بِاللهِ شَيْئًا . وَلاَ تَعْصِ
وَالِدَيْكَ . وَلاَ تَأْكُلْ مَالَ الْيَتِيْمِ . وَلاَ تَأْكُلِ الرِّبَا .
وَلاَ تَشْرَبِ الْخَمْرَ . وَلاَ تَحْلِفْ بِاللهِ كَاذِبًا . وَلاَ تَشْهَدْ
شَهَادَةَ الزُّوْرِ عَلَى اَحَدٍ قَرِيْبٍ اَوْ بَعِيْدٍ . وَلاَ تَعْمَلْ
بِالْهَوَى . وَلاَ تَغْتَبْ اَخَاكَ . وَلاَ تَقَعْ فِيْهِ مِنْ خَلْفِهِ
وَقُدَامِهِ . وَلاَ تَقْذِفِ الْمُحْصَنَةَ . وَلاَ تَقُلْ ِلأَخِيْكَ : يَا
مُرَآئِى ، فَتَحْبَطَ عَمَلَكَ . وَلاَ تَلْعَبْ وَلاَ تَلْهُ مَعَ اللاَّهِيْنَ
. وَلاَ تَقُلْ لِلْقَصِيْرِ : يَا قَصِيْرُ ، تُرِيْدُ بِذَلِكَ عَيْبَهُ . وَلاَ
تَسْخَرْ مِنْ اَحَدٍ مِنَ النَّاسِ . وَلاَ تَأْمَنْ مِنْ عِقَابِ اللهِ تَعَالَى
. وَلاَ تَمْشِ بِالنَّمِيْمَةِ فِيْمَا بَيْنَ الإِخْوَانِ . وَتَشْكُرَ ِللهِ
عَلَى كُلِّ نِعْمَةٍ الَّتِى اَنْعَمَ بِهَا عَلَيْكَ . وَتَصْبِرَ عِنْدَ
الْبَلاَءِ وَالْمُصِيْبَةِ . وَلاَ تَقْنُطْ مِنْ رَّحْمَةِ اللهِ . وَتَعْلَمَ
اَنَّ مَا اَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَاَنَّ مَا اَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ
لِيُصِيْبَكَ . وَلاَ تَطْلُبْ سُخْطَ الرَّبِّ بِرِضَا الْمَخْلُوْقِيْنَ . وَلاَ
تُؤْثِرِ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ . وَاِذَا سَأَلَكَ اَخُوْكَ الْمُسْلِمُ
مِمَّا عِنْدَكَ فَلاَ تَبْخَلْ عَلَيْهِ . وَانْظُرْ فِى اَمْرِ دِيْنِكَ اِلَى
مَنْ فَوْقَكَ وَفِى اَمْرِ دُنْيَاكَ اِلَى مَنْ هُوَ دُوْنَكَ . وَلاَ تَكْذِبْ
. وَلاَ تُخَالِطِ السُّلْطَانَ . وَدَعِ الْبَاطِلَ وَلاَ تَأْخُذْ بِهِ .
وَاِذَا سَمِعْتَ حَقًّا فَلاَ تَكْتُمْهَ . وَاَدِّبْ اَهْلَكَ وَوَلَدَكَ بِمَا
يَنْفَعُهُمْ عِنْدَ اللهِ وَيُقَرِّبُهُمْ اِلَى اللهِ ، وَأَحْسِنْ اِلَى
جِيْرَانِكَ وَلاَ تَقْطَعْ اَقَارِبَكَ وَذَا رَحِمِكَ وَصِلْهُمْ . وَلاَ
تَلْعَنْ اَحَدًا مِنْ خَلْقِ اللهِ تَعَالَى . وَاَكْثِرْ التَّسْبِيْحَ
والتَّهْلِيْلَ وَالتَّحْمِيْدَ وَالتَّكْبِيْرَ وَلاَ تَدَعْ قِرَاءَةَ
الْقُرْآنِ عَلَى كُلِّ حَالٍ اِلاَّ اَنْ تَكُوْنَ جُنُبًا ، وَلاَ تَدَعْ
حُضُوْرَ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَاتِ وَالْعِيْدَيْنِ . وَانْظُرْ كُلَّ مَا لَمْ
تَرْضَ اَنْ يُقَالَ لَكَ وَيُصْنَعَ بِكَ ، فَلاَ تَرْضَ بِهِ وَلاَ تَصْنَعْهُ
بِهِ . بَلْ قَالَ سَلْمَانُ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ : قُلْتُ ، يَا
رَسُوْلَ اللهِ ، مَا ثَوَابُ هذِهِ الاَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا؟ قَالَ عَلَيْهِ
السَّلاَمُ : وَالَّذِىِ بَعَثَنِى بِالْحَقِّ نَبِيًّا اِنَّ اللهَ تَعَالَى
يَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ الاَنْبِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ . وَمَنْ
تَعَلَّمَ هذِهِ الاَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا وَعَلَّمَهَا النَّاسَ كَانَ ذلِكَ
خَيْرًا مِنَ اَنْ يُعْطَى الدُّنِيَا وَمَا فِيْهَا
Barangsiapa
yang mengutipkan 40 berita ini kepada umatku, maka ia akan masuk surga dan
Allah akan mengumpulkannya bersama para nabi dan ulama pada hari kiamat! Kami
(para sahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, 40 berita yang manakah
itu?" Rasulullah saw menjelaskan:
Hendaklah
engkau beriman kepada Allah, hari kiamat, para malaikat, kitab-kitab, para
nabi, kebangkitan sesudah mati, dan takdir baik dan buruk dari Allah Ta'ala.
Engkau
mengakui bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya
Muhammad adalah utusan Allah.
Engkau
mendirikan salat dengan menyempurnakan wudlu pada waktunya, dengan
menyempurnakan ruku' dan sujudnya.
Engkau
menunaikan zakat dengan haknya.
Engkau
berpuasa pada bulan Ramadlan.
Engkau
pergi haji ke Baitullah jika mampu.
Engkau
salat duabelas rakaat sehari semalam. Salat duabelas rakaat adalah sunnahku
(menurut riwayat Imam an-Nasai, Ummu Habibah, maksudnya adalah salat rawatib,
yaitu: 4 rakaat sebelum salat fardlu dhuhur; 2 rakaat sesudah salat fardlu
dhuhur; 2 rakaat sebelum salat fardlu asar; 2 rakaat sesudah salat fardlu
maghrib; dan 2 rakaat sebelum salat fardlu isyak). Janganlah engkau tinggalkan
salat witir tiga rakaat.
Jangan
engkau sekutukan Allah dengan sesuatu.
Jangan
engkau durhakai kedua orang tuamu.
Jangan
engkau makan harta anak yatim.
Jangan
engkau makan harta riba.
Jangan
engkau minum arak.
Jangan
engkau bersumpah atas nama Allah dengan dusta.
Jangan
engkau menjadi saksi palsu terhadap seseorang, baik kerabat dekat maupun jauh.
Jangan
engkau berbuat karena menuruti hawa nafsu.
Jangan
engkau mengghibah saudaramu.
Jangan
engkau terjatuh dalam perbuatan ghibah dari belakang maupun dari muka saudaramu.
Jangan
engkau menuduh zina perempuan yang baik-baik.
Jangan
engkau mengatakan kepada saudaramu: "Hai orang yang riya", agar
engkau tidak menghapus amalmu sendiri.
Jangan
engkau bermain dan berbuat sia-sia bersama orang-orang yang berbuat lalai.
Jangan
engkau katakan kepada orang yang pendek: "Hai si pendek", dengan
maksud mencelanya.
Jangan
engkau olok-olok seseorang.
Jangan
engkau merasa aman dari siksa Allah Ta'ala.
Jangan
engkau adu domba di antara para saudara.
Hendaklah
engkau bersyukur pada Allah atas tiap nikmat yang telah diberikan kepadamu.
Hendaklah
engkau bersabar pada waktu tertimpa bala' dan cobaan.
Jangan
engkau berputus asa terhadap rahmat Allah.
Hendaklah
engkau mengetahui bahwa musibah yang menimpamu tidak mungkin dapat terlepas
darimu dan bahwa sesuatu yang tidak menimpamu tidak mungkin dapat mengenai
kamu.
Jangan
engkau cari kemurkaan Allah lantaran mencari kerelaan makhluk.
Jangan
engkau pentingkan dunia dari pada akhirat.
Jika
saudaramu meminta sesuatu yang ada padamu, janganlah engkau bakhil kepadanya.
Bandingkanlah
urusan agamamu dengan orang yang di atasmu, dan dalam urusan duniamu dengan
orang yang di bawahmu.
Jangan
engkau berdusta.
Jangan
engkau bergaul dengan penguasa.
Tinggalkan
perkara yang batal dan jangan engkau mengambilnya.
Jika
engkau mendengar kebenaran, jangan engkau sembunyikan.
Didiklah
keluarga dan anak-anakmu dengan segala sesuatu bermanfaat bagi mereka di sisi
Allah dan dapat mendekatkan didi kepada Allah, berbuat baiklah kepada tetangga
dan jangan putuskan hubungan kerabat dan famili, tapi sambungkan hubungan
dengan mereka.
Jangan
engkau laknat makhluk Allah Ta'ala.
Perbanyaklah
membaca: tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan jangan engkau tinggalkan membaca
al-Quran pada setiap keadaan, kecuali jika kamu sedang junub; jangan engkau
tinggalkan salat Jumat, salat berjamaah, dan salat hari raya.
Perhatikanlah
segala yang tidak engkau relakan untuk diucapkan dan dilakukan kepadamu, maka
jangan engkau relakan untuk dilakukan kepada seseorang dan jangan engkau
lakukan.
Sahabat
Salman ra bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah pahala dari 40 berita
ini?" Rasulullah saw bersabda: "Demi Dzat yang telah mengutusku
sebagai nabi dengan hak, sungguh Allah Ta'ala akan mengumpulkan dia pada hari
kiamat bersama para nabi dan para ulama. Dan Barangsiapa yang mempelajari 40
berita ini dan mengajarkannya yang lain, niscaya hal itu lebih baik dari pada
ia diberi dunia dan isinya.
Syeikh
Abdul Mun'im menambah satu bait syair mengenai salawat sebagai penutup
ثُمَّ
الصَّلاَةُ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ × وَاْلآلِ وَالصَّحْبِ الَّذِيْنَ
يُحَشَّمُ
Kemudian
kesejahteraan semoga tetap atas Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabat yang
seperti pelayan, keluarga, dan kerabat di sisi Nabi saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar