PRAKATA
Bismillah…
Alhamdulillah atas izin Allah SWT.
akhirnya saya bisa meringkas tulisan yang berisi tentang hal yang berhubungan
dengan kematian
Buku ini
sengaja di ringkas dengan tujuan agar mempermudah para Santri
untuk
mempelajari dan yang terpenting mampu untuk memperaktikannya dalam hidup bermasyarakat. Menurut saya mempelajari dan
mempraktikkan mengurus Mayyit adalah suatu keharusan meskipun pada dasarnya itu
adalah fardlu kifayah Sebab sebagaimana yang kita ketahui bahwa fardlu kifayah
bisa menjadi fardlu ‘ain kepada orang yang mengetahuinya apabila tidak ada
orang lain yang melakukannya.
Kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari, maka ketika
dihadapakan langsung di lapangan kita tidak merasa bingung. Sehingga praktik mengurus Mayyit memang sangat perlu dilakukan
sebelum terjun langsung ke lapangan.
Terakhir semoga buku ringkas ini menjadi acuan dan bahan untuk praktik mengurus Mayyit,.
Akhirnya mohon maaf apabila dalam buku
ringkasan ini ada kekurangan atau kesalahan yang
ditemukan di sana sini, dan semoga
bermanfaat.
BAB I
KEWAJIBAN MENJENGUK ORANG SAKIT
Hak setiap
muslim terhadap muslim yang lain ada lima: Menjawab salam, menjenguk orang
sakit, mengatarkan jenazah, menghadirinya undanganya dan mendoakan orang yang
bersin. (HR. Bukhari Muslim)
Kunjungilah orang yang sakit dan berilah makan orang
lapar (HR. Bukhori)
Rasulullah
memberi petunjuk bagaiman mengunjungi orang sakit diantaranya:
- Menyentuh muka dengan Bertanya apa yang dideritanya
- Menghibur
- Mengingatkan akan pahala yang akan diberikan Allah
- Mengingatkan agar mengingat Allah dan membaca istighfar
- Menanyakan tentang sakitnya
- Mendoakan dengan doa yang dianjurkan Rasulullah:
اللهم رب
الناس أذهب البأس أنت
الشافى لا شفآء
الا شفآءك لا يغاذر
سقما
BAB II
PERIHAL KEMATIAN
Kematian
merupakan sebuah jembatan pemisah antara kehidupan duniawi dan kehidupan
ukhrawi, suatu jembatan yang sangat mengerikan kecuali bagi mereka yang
memperoleh rahmat Allah Swt. Kita hidup pasti akan melalui jembatan tersebut
entah kapan, Dimana, Dan Bersama siapa? Seperti yang telah difirmankan Allah
Swt.
Artinya: Katakanlah:
"Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya
kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah),
yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan". (QS.
Al-Jummu’at: 08)
Dalam ayat lain berfirman:
Artinya: Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh (QS. An-Nisaa’:78)
Yang Harus Dilakukan Oleh Orang Yang Hampir Mati
- Berwasiat terhadap keluarga, teman, atau orang yang dipercayai baik wasiatnya tentang duniawi atau ukhrawi. Juga meminta keluarga untuk selalu mendoakan dan menyempurnakan semua hal yang tidak sempat dikerjakannya. Seperti janji, hutang dan sebagainya
- Bersikap tenang, tegar dan sabar dari segala hal yang menimpan dirinya, bedzikir dan berdo’a: الاعلى بالرفيق وألحقني وارحمني اغفرلي اللهم
- Jangan sampai putus asa dari rahmat Allah Swt. Mengharaplah ampunan dari-Nya
- Haruslah memperbanyak sifat raja’, mengharap rahmat Allah dari pada sifat khaufnya.
Hal Yang Harus Dilakukan Keluarga Orang Yang Hampir Mati
- Memberi ketenangan dan memberi semangat supaya si sakit kuat dalam menghadapi semua yang dialaminya
- Tidak putus asa serta mempunyai tekad hidup yang kuat.
- Menghindari dan menjauhkan semua yang membuat yang sakit menjadi tertekan dan sebaiknya keluarga itu melakukan apa yang membuatnya senang dan punya semangat hidup, memberikan apa yang dia inginkan sehingga dia merasa bahwa masih ada yang memperhatikan dirinya.
- Berupaya dan tidak putus asa untuk mencari obat penyembuh bagi keluarganya yang sakit.
- Membuat suasana tentram dan damai dengan membacakan ayat suci Al-Qur’an didekatnya, membacakan surat Yasiin dan surat Ar-Ra’du. Selanjutnya, sebagai keluarga harus menyuruhnya untuk selalu berdzikir dan mentalqin dengan ucapan " لا اله الا الله "
- Suruhlah orang lain untuk menuntunnya dengan pelan.
Hal Yang Harus Dihindari Ketika Sakaratul Maut
- Mencaci, menghina yang bisa menimbulkan permusuhan.
- Buanglah jauh-jauh watak dan perasangka yang tidak baik.
- Berdoalah yang baik-baik, sebab doa orang yang sakit seperti halnya doa para malaikat.
- Jangan melakukan hal yang membahayakan keluarganya seperti memberikan hartanya sampai lebih 1I3.
- Jangan memperbanyak bicara dengan orang lain.
Tanda Kematian Secara Umum
Ada beberapa
tanda yang menunjukkan bahwa orang itu hampir mati yaitu:
- Kakinya lemas,
- Hidungnya pesek ke dalam
- Pelipisnya cekung
- Kulitnya seakan-akan kasar (tidak sebel) dan
- Matanya sudah tidak ada bayangan.
Tanda Keberuntungan Dan Kemalangan Bagi Mereka Yang
Mati
Tanda
keberuntungan:
- Dahinya berkeringat
- Mengalirkan air mata
- Lubang hidungnya membesar
Tanda
kemalangan:
- Mendelik seperti orang yang tercekik
- warna kulitnya berubah menjadi hitam padam
- Kedua sisi mulutnya berbusa
KEMATIAN
MANUSIA ADALAH SEBUAH KENISCAYAAN
Setiap
Manusia Pasti Akan Mati :
Kematian merupakan keniscayaan bagi
manusia dan seluruh makhluk yang bernyawa lainnya seperti hewan, malaikat,
tumbuh-tumbuhan dan jin. Hanya Alloh SWT saja yang hidup kekal dan tanpa
mengenal kematian. Sebagaimana firman Alloh :
كُلُّ نَفْسٍ
ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan kematian.”
كُلُّ مَنْ
عَلَيْهَا فَانٍ * وَ يَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوا الْجَلَالِ وَ
الْإِكْرَامِ
“Semua yang ada di bumi itu akan
binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”
(QS Ar-Rahman : 26-27)
Kehidupan
kita di alam ini sudah ditentukan ajal atau batas waktunya. Jika sudah habis
batas waktunya, secara otomatis kita semua akan mengalami kematian. Sedikitpun
kita tidak akan mampu menunda atau memajukan datangnya “kematian” tersebut.
Pengertian Hidup dan Mati
Dari uraian
dan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an di atas, dapatlah dipahami bahwa yang
mengalami “kematian” adalah semua makhluk yang bernyawa, sedangkan makhluk yang
tidak bernyawa tidak mengalami “kematian”. Dengan kata lain, yang merasakan
kehidupan adalah semua makhluk yang bernyawa, sedangkan yang tidak bernyawa,
tidak akan merasakan kehidupan.
Dengan
begitu, yang menjadi ukuran seseorang itu disebut hidup atau mati adalah
nyawanya, bukan badan fisiknya. Selama nyawa masih menyatu dengan badan, ia
disebut “hidup”, dan sebaliknya jika nyawa sudah berpisah atau keluar dari
badan, ia disebut “mati”.
Jadi,
“kematian” bukanlah berarti hancur atau lenyapnya ruh dan badan seseorang,
melainkan adalah proses berpisah atau keluarnya nyawa dari badan
seseorang.
Kematian Bukan Akhir Dari Proses
Kehidupan Manusia
Setelah
manusia mati, ia akan berpindah dari kehidupan dunia yang fana’ ini menuju
kehidupan akhirat yang lebih langgeng, setelah sebelumnya ia transit dulu hidup
di alam barzakh (alam kubur) untuk menunggu proses penghitungan dan penimbangan
amal, sebagai syarat untuk melanjutkan kehidupan yang lebih langgeng di surga
ataukah di neraka.
Dengan
demikian, kematian yang ditandai oleh berpisahnya ruh dari badan ini bukanlah
akhir dari proses kehidupan manusia, akan tetapi merupakan pintu gerbang dalam
rangka memasuki kehidupan baru di alam barzakh dan akhirat. Baik-buruknya
kehidupan baru ini sangat ditentukan oleh sedikit-banyaknya amal sholeh
seseorang selama hidupnya di dunia. Alam dunia merupakan tempat menanam, dan
alam akhirat merupakan tempat memanen.
Alloh SWT
berfirman:
فَمَنْ
يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
وَ مَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula.”
(QS Az-Zalzalah : 7-8)
Misteri
Ruh Manusia Pada Saat Meninggal Dunia
Manusia merupakan makhluk fisik yang
didalamnya terkandung ruh. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk Allah swt
yang diciptakan dari dua unsur, yakni badan dan ruh, jasmani dan ruhani. Badan
atau jasmani merupakan sesuatu yang bersifat syahadah (nampak) dan dapat
diketahui dengan panca indera. Sementara ruh bersifat ghaib (tidak nampak) dan
tidak dapat diketahui dengan panca indera, namun dapat dirasakan kehadirannya.
Mengingat keberadaan ruh yang
bersifat ghaib dan misterius inilah yang menyebabkannya sangat menarik
dibicarakan orang-orang sejak jaman dahulu sampai sekarang. Namun demikian,
tidak ada satu pun diantara kita yang mengetahui hakekatnya secara pasti,
selain Allah Yang Menciptakannya. Pengetahuan kita tentang hal terebut sekedar
bersifat rabaan. Kalaupun ada orang yang mengetahuinya, itupun hanya sebagian
kecil. Sebagaimana hal ini ditegaskan Allah sendiri dalam QS Al-Isra’ : 85,
sebagai jawaban dari pertanyaan orang Yahudi kepada Rasulullah saw :
وَيَسْأَلُوْنَكَ
عَنِ الرُّوْحِ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوْتِيْتُمْ مِنَ
الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيْلًا
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:
"Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit". (QS Al-Isra` : 85)
Dari kalangan manusia, orang yang
paling banyak mengetahui keberadaan ruh tentu saja adalah orang yang telah
diberitahu sendiri oleh Allah swt melalui wahyu-Nya, yakni Nabi Muhammad saw,
dan orang-orang tertentu yang dikehendaki-Nya.
Pembahasan berikut ini difokuskan
pada persoalan ruh orang yang sudah mati dalam kaitannya dengan pentingnya arti
hadiah pahala dan bantua doa dari orang yang masih hidup kepada orang yang
sudah mati, serta ritus kematian lainnya dengan bersumberkan pada Al-Qur’an,
Al-Hadis dan pendapat kaum shalihin.
Pengertian Kematian
Persoalan “Yang Mengalami Kematian
itu Ruh Ataukah Badan ?”, para ulama, filosof dan pemikir muslim berbeda
pandangan dalam hal ini. Diantara mereka ada yang berpandangan :
a. Yang
mengalami kematian adalah ruh, bukan badan. Karena ruh merupakan jiwa
(an-nafs), sedangkan setiap jiwa akan mengalami kematian. Beberapa ayat Qur`an
menunjukkan bahwa apa saja selain Allah akan rusak, binasa dan mati. Termasuk
juga malaikat, iblis dan jin . Allah berfirman :
“Semua yang ada di
bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran
dan kemuliaan.
“ (QS Ar-Rahman : 26-27).
Jika para malaikat
saja akan mati, apalagi ruh atau jiwa manusia, tentu lebih layak mati.
b. Ruh
tidak akan mati, karena ia bersifat kekal, dan yang mengalami kematian adalah
badan. Banyak hadis Nabi tentang adanya siksa dan nikmat kubur yang dirasakan
oleh ruh setelah berpisah dengan badan, sampai Allah mengembalikannya pada
badan di hari ba’ats. Sekiranya ruh itu mati, tentu ia tidak merasakan siksaan
dan kenikmatan kubur. Hal ini sesuai dengan Ayat 169-179 QS Ali Imran yang
menjelaskan bahwa para syuhada` pada hakekatnya tidak mati, tetapi meraka tetap
hidup di sisi Tuhannya.
c. Pendapat
yang benar : Yang dinamakan kematian adalah berpisah dan keluarnya jiwa/ruh
dari badan. Menurut pemahaman ini, maka ruh atau jiwa memang bisa mati, yakni
dalam pengertian berpisahnya ruh dari badannya. Namun jika yang dimaksudkan
dengan kematian adalah berarti hilang dan lenyapnya ruh/jiwa sama sekali, maka
itu tidak benar. Karena setelah berpisah dari badannya, ruh tetap kekal dengan
kenikmatan dan siksaan. Beberapa nash Al-Qur`an dan Hadis menunjukkan hal ini.
Kondisi Ruh Pada Saat Meninggal
Dunia.
Imam Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’iy,
Ibnu Majah dan Abu Awanah al-Isfira`iniy meriwayatkan hadis yang cukup panjang,
yang bersumber dari Al-Bara` bin Azib r.a. Al-Hafizh Abdullah bin Mandah juga meriwayatkan
hadis serupa yang bersumber dari Al-Bara` bin Azib, tetapi teksnya sedikit
berbeda dan ada beberapa tambahan. Berikut ini merupakan kisah kehidupan ruh
saat ajal telah datang yang penulis rangkai dari kedua hadis tersebut:
Pada saat Al-Bara` sedang mengurus
jenazah orang Anshar di pekuburan Baqi`, Rasulullah saw mendatanginya dan duduk
dengan dikelilingi para sahabat. Kemudian beliau saw menghadap ke arah mayat
seraya bersabda: “A’udzubillaahi min ‘adzabil qobri – 3x”
(Aku berlindung kepada Allah dari siksa kubur).
Selanjutnya beliau saw memberikan
wejangan yang menjelaskan tentang keadaan ruh orang mukmin dan orang kafir
sejak dicabut sampai jasadnya dimasukkan ke liang kubur.
PERTAMA : RUH ORANG MUKMIN.
Pada saat telah datang ajalnya, Malakul
maut (malaikat pencabut nyawa) pun datang dengan rupa menawan dan berbau harum,
lalu duduk di arah kepalanya. Kemudian diiringi oleh para malaikat yang membawa
keranda dan kain kafan dari surga. Wajah mereka bagaikan matahari. Mereka duduk
di sekelilingnya sejauh mata memandang. Malakul maut berkata,
“Yaa ayyatuhan nafsut-thoyyibah,
ukhrujii ila maghfirotin minalloohi wa ridhwaan”
(Hai jiwa / nyawa yang baik! Keluarlah menuju ampunan dan
keridhaan Allah). Nyawa itu keluar dengan bau yang sangat harum seharum minyak
kesturi, ia mengalir bagaikan mengalirnya air dari wadah, lantas dicabut dan
diambil secara cepat oleh malakul maut. Malaikat pengiring segera mengambilnya,
lalu meletakkannya di kafan dan keranda (dari surga).
Mereka membawanya naik, sementara
para malaikat yang dilewati sama bershalawat dan mendoakan kebaikan kepada ruh.
Mereka berkomentar: “Betapa harumnya ruh ini”. Malaikat pembawa ruh bilang:
“Ini (ruhnya) fulan bin fulan”. Mereka mengucapkan selamat datang dan
menyanjungnya dengan pujian yang baik, hingga ruh sampai di langit dunia.
Mereka meminta agar pintu langit dibuka, dan pintunya pun dibukakan untuknya.
Begitu seterusnya ruh diantarkan dari satu langit ke langit diatasnya, hingga
sampai di puncak langit, yakni ‘Arasy, tempat Allah bersemayam. Allah berfirman
: “Tulislah kitab hamba-Ku di ‘illiyyin dan kembalikan lagi ia ke bumi,
tempatnya berbaring. Karena Aku berjanji kepadanya, bahwa Aku menciptakannya
dari tanah, didalam tanah Aku kembalikan, dan dari tanah pula Aku keluarkan/bangkitkan
pada kesempatan yang lain”
Selanjutnya, ruh dikembalikan ke
jasadnya (pada saat diletakkan di liang kubur), dua malaikat Munkar dan Nakir
lantas datang sambil menaburkan tanah dengan kedua taringnya dan menggali tanah
dengan rambutnya. Setelah didudukkan, kedua malaikat itu bertanya kepada mayit
: siapa Tuhannya, apa agamanya, siapa Nabi yang yang diutus kepadanya, dan apa
pendapatnya tentang kitab Al-Qur’an. Setelah semua pertanyaan dijawab dengan
benar, ada suara (Allah) yang menyeru : “Hamba-Ku benar. Bentangkan surga
untuknya dan bukakan salah satu pintu surga”. Dan kuburnya pun dilapangkan
sejauh mata memandang. Kemudian ada seseorang yang wajahnya menawan, berbau
harum dan berpakaian indah mendatanginya sambil berkata: “Bergembiralah kamu,
disebabkan sesuatu (amal) yang membuatmu gembira. Ini merupakan hari yang
pernah dijanjikan Allah kepadamu”. Tanya si mayit, “Siapa Anda? Wajahmu adalah
wajah yang membawa kebaikan”. “Aku adalah amal sholihmu”, kata orang itu.
KEDUA : RUH ORANG KAFIR, MUNAFIK DAN FASIK.
Para malaikat turun kepadanya dengan
wajah hitam dan sangar sambil membawa keranda mayat dan kain kafan kasar dari
neraka. Mereka duduk sejauh mata memandang. Malakul maut pun lalu datang dan
duduk di dekat kepalanya sambil berkata,
“Yaa ayyatuhan nafsul khobitsah!
Ukhrujii ila sukhthin minalloohi wa ghodhob”
(Hai nyawa yang kotor! Keluarlah menuju kemurkaan dan
kemarahan Allah”. Seketika itu ruhnya berpencar di seluruh badannya, karena
tidak mau keluar. Malakul maut lantas mencabut nyawanya dengan paksa,
sebagaimana tusuk besi yang dicabut paksa dari kain wol basah. Hal ini sesuai
dengan firman Allah :
Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu
melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul
maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata):
"Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang
sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan)
yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap
ayat-ayat-Nya.” (QS Al-An’am: 93)
Para malaikat lain langsung
mengambilnya dari malakul maut dan meletakkannya di kain kafan dan dimasukkan
ke keranda, lalu dibawa naik. Setiap malaikat yang dilewatinya bertanya, “Bau
busuk apa ini?”. “Bau busuknya Fulan bin Fulan”, jawab malakul maut. Merekapun
sama mencela dan melaknatnya, sehingga ruh tiba di langit dunia. Sewaktu
diminta agar dibukakan, seluruh pintu langit justru tidak dibukakan baginya.
Selanjutnya Rasulullah saw
membacakan QS Al-A’raf : 40,
“Sesungguhnya orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali
tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka
masuk surga, hingga unta masuk ke lobang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan
kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.”
Allah swt berfirman kepada malaikat: “Tulislah kitab
(catatan amal) nya di sijjin (penjara) di bumi terbawah. Kemudian kembalikan ke
tempatnya berbaring, Karena Aku berjanji kepadanya, bahwa Aku menciptakannya
dari tanah, didalam tanah Aku kembalikan, dan dari tanah pula Aku
keluarkan/bangkitkan pada kesempatan yang lain”. Ruh tersebut lantas
dilemparkan begitu saja dan dikembalikan ke jasadnya.
Selanjutnya dua malaikat (Munkar dan
Nakir) datang dan bertanya kepadanya tentang siapa Tuhannya, Nabinya, agamanya
dan seterusnya. Jawabnya : “Ha ha ha! Aku tidak tahu”. Dari atas ada suara yang
menyeru : “Hamba-Ku ini telah berdusta. Bentangkan neraka untuknya dan bukakan
pinta menuju ke neraka”. Kepadanya lalu didatangkan panas dan racun neraka.
Munkar dan Nakir memukulinya dengan besi dan kuburnya dipersempit hingga
tulang-tulang rusuknya remuk dan tercecer. Seseorang yang berwajah buruk,
berpakaian gembel dan berbau busuk mendatanginya sambil berkata, “Terimalah
kabar yang menyedihkanmu. Inilah hari yang dijanjikan kepadamu”. “Siapa Anda?
Nampaknya Anda datang sambil membawa keburukan”, tanya si mayit. “Aku adalah
amal burukmu”, jawabnya.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan,
“Itu merupakan hadis yang masyhur yang keshahihannya dijamin para penghafal
hadis. Kami tidak melihat seorang pun dari para imam hadis yang menyangsikan
isinya. Bahkan mereka meriwayatkan hadis ini didalam buku-buku mereka,
menerimanya dan menjadikannya sebagai dasar tentang adanya nikmat dan siksa
kubur, pertanyaan Munkar dan Nakir, pencabutan ruh, naiknya ruh ke hadirat
Allah, kemudian dikembalikan lagi ke kubur menghadapi pertanyaan Munkar Nakir”.
Selain bersumber dari Al-Bara’ bin
‘Azib, ada beberapa hadis serupa, seperti hadis shahih yang bersumber dari Abu
Hurairah ra, yang menurut Abu Na’iman, hadis ini disepakati kebenarannya oleh
para penukil hadis, termasuk oleh imam Al-Bukhari dan Muslim.
Demikian pula hadis yang bersumber
dari Ibnu Abbas, didalam hadis ini ditambahkan bahwa pada saat menjelang
ajalnya, mayat mampu melihat para malaikat tersebut dan tidak ada yang terlihat
selain mereka. Jika ia muslim, para malaikat memberinya kabar gembira berupa
surga dan kenikmatannya, serta memperlakukannya dengan lemah lembut. Malaikat
mencabut nyawanya dari anggota badan paling bawah, dari kuku (di kaki) dan
sendi-sendinya, satu persatu menjadi mati dan ia menjadi lemah. Setelah ruh
dihadapkan dan diterima Allah, lalu dikembalikan malaikat pada saat mayatnya
diurusi, dimandikan dan dikafani, lalu di masukkan diantara badan dan kain
kafannya.
GEJALA,
PROSES (SAKARATUL MAUT) DAN TANDA KEMATIAN MANUSIA
A.
BEBERAPA GEJALA
AKAN TERJADINYA KEMATIAN
Semua yang hidup pasti akan mati.
Seperti apa proses kematian yang nantinya akan dialami oleh setiap makhluk
hidup?
Tidak mudah memang memprediksikan
secara tepat kapan seseorang akan meninggal. Kematian itu sendiri bisa
disebabkan sakit, kecelakaan atau sebab lainnya.
Pada kondisi normal seperti orang
sakit biasanya seseorang akan menunjukkan gejala yang mengindikasikan bahwa
hidupnya akan segera berakhir beberapa minggu lagi seperti dikutip dari
Mayoclinic, Kamis (18/3/2010) yaitu:
1.
Merasa gelisah. Seseorang akan
merasa tidak tenang serta sulit tidur, selain itu dia akan seringkali mengganti
posisi saat tidur karena perasaan gelisah.
2.
Menarik diri. Seseorang tidak ingin
lagi terlibat dalam aktifitas sosial ataupun melakukan kegiatan favoritnya.
3.
Sering mengantuk. Seseorang akan
menghabiskan lebih banyak waktunya untuk tidur.
4.
Kehilangan nafsu makan. Seseorang
hanya akan makan dan minum dalam jumlah sedikit dan berbeda dari biasanya.
5.
Mengalami jeda saat bernapas. Hal
ini biasanya terjadi saat seseorang sedang tidur ataupun terjaga.
6.
Luka yang sulit sembuh. Luka atau
infeksi yang dialami mengalami kesulitan untuk disembuhkan.
7.
Pembengkakan. Pada beberapa orang
terjadi pembengkakan di daerah tangan, kaki atau bagian tubuh lain.
B.
PROSES SAKARATUL
MAUT
Proses sekarat mulai terjadi ketika
tubuh tidak bisa mendapatkan asupan oksigen yang diperlukan untuk bisa bertahan
hidup. Sel yang berbeda akan memiliki kecepatan kematian yang berbeda pula,
sehingga panjangnya proses seseorang sekarat tergantung pada sel-sel yang
kekurangan oksigen ini.
Sedangkan otak memerlukan oksigen
dalam jumlah yang besar dan hanya memiliki sedikit oksigen cadangan. Sehingga
jika asupan oksigen berkurang maka akan mengakibatkan kematian sel dalam waktu
3-7 menit saja.
Beberapa tanda yang ditunjukkan oleh
orang yang sekarat adalah lebih banyak tidur, hal ini untuk menghemat energi
yang tinggal tersisa sedikit di tubuh.
Ketika energi tersebut hilang, maka
seseorang akan kehilangan nafsu untuk makan ataupun minum.
Proses menelan pun menjadi sulit dan
mulut akan sangat kering, sehingga memaksa orang yang sekarat untuk minum akan
membuatnya tersedak.
Selain itu orang yang sekarat akan
kehilangan kontrol pada kandung kemih dan ususnya, sehingga seringkali terlihat
mengompol.
Orang akan merasa bingung, gelisah
dan tidak tenang karena tidak dapat bernapas dengan teratur.
Ketika sel-sel di dalam tubuh mulai
kehilangan sambungan, maka akan mengalami kejang otot.
Kematian akan semakin mendekat jika
kaki dan tangan terasa dingin dan mulai sedikit membiru akibat terhentinya
aliran darah ke daerah tersebut. Tapi lama-kelamaan akan semakin menyebar ke
bagian tubuh atas seperti lengan, bibir dan kuku.
Selain itu orang menjadi tidak
responsif, meskipun matanya terbuka tapi memiliki tatapan mata kosong atau
tidak melihat sekelilingnya.
Setelah itu pernapasan akan terhenti
sama sekali dan diikuti oleh berhentinya kerja jantung, maka secara klinis
orang tersebut sudah mati karena tidak ada sirkulasi dan cadangan oksigen untuk
bisa mencapai sel-sel di tubuh.
Namun kematian klinis bisa
dikembalikan melalui proses CPR (napas bantuan), transfusi atau ventilator.
Tapi jika 4-6 menit setelah kematian klinis tidak ada perubahan, maka itu
artinya jantung sudah tidak bisa bekerja lagi. Karena jantung sudah tidak
bekerja, maka secara otomatis aliran darah dan oksigen ke seluruh tubuh dan
otak juga akan terhenti.
Akibat tidak adanya asupan oksigen
dan darah ke otak, maka dalam hitungan beberapa detik otak juga akan mati dan
disitulah akhir dari perjalanan hidup seorang manusia.
C.
TANDA-TANDA
SEBELUM KEMATIAN DAN PERASAAN SAAT AKAN MATI
Seseorang yang akan meninggal
mempunyai beberapa tanda-tanda yang dirasakan oleh dirinya sendiri dan yang
dapat dirasakan oleh orang di sekitarnya.
1. Tanda 100 Hari Seseorang Sebelum Meninggal
Pada
masa ini, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberi tanda-tanda akan kembalinya
seseorang pertama kali. Tanda ini lazimnya terjadi selepas waktu Ashar (sama
seperti Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaiyhi Wassalaam mendapatkan wahyu
terakhir ketika 81 hari sebelum beliau wafat). Beberapa orang dapat
merasakannya dan (sebagian dari padanya) tidak merasakan dan menyadari
tanda-tanda ini secara langsung. Tanda-tandanya adalah dari ujung rambut ke
ujung kaki akan mengalami getaran seperti menggigil. Bagi yang menyadari hal
ini, masa ini adalah masa seseorang akan merasa ketakutan, kepanikan, ketidaksiapan,
penolakan, tangisan dan akan memanfaat waktu yang tersisa dengan
sebaik-baiknya.
2. Tanda 60 Hari Sebelum Meninggal
Pada
masa ini, seseorang yang akan meninggal akan merasakan gerakan pada pusar. Pada
masa ini, seseorang yang mengetahuinya akan cenderung tawar-menawar, berpikir
bahwa kematian dapat diundur, panik yang teramat sangat dan depresi berlebihan.
3. Tanda 40 Hari Sebelum Meninggal
Tanda
ini juga akan terjadi pada waktu Ashar, di mana pusar terasa berdenyut-denyut.
Pada saat itu daun yang bertuliskan nama kita di pohon akan gugur dan Malaikat
Maut akan membawa daun itu. Di masa ini, Malaikat maut selalu mengikuti kita
dan bersiap menemani kita sampai tiba 40 hari kemudian saat ia harus memulakan
tugasnya untuk memulainya hidup seorang manusia di Alam Kubur. Malaikat Maut
itu hanya satu, namun kewenangannya adalah sama dengan jumlah nyawa
manusia-manusia di dunia. Bagi orang yang menyadari dan merasakan tanda ini, ia
mulai pasrah dan menerima segala ketetapan Allah atas dirinya. Di waktu ini, seseorang
akan bertingkah aneh, tidak selazimnya ia lakukan semasa hidup dan meminta
maaf.
4.
Tanda 7 Hari Sebelum Meninggal
Adapun
tanda yang lebih signifikan terjadi pada hari ketujuh sebelum seseorang akan
meninggal, (yaitu) beberapa orang yang dianugerahi sakit akan bertambah parah
sakitnya. Massa ototnya (dagingnya) berkurang drastis, semakin terlihatnya
tulang dan pembuluh-pembuluh darahnya. Di masa ini, seseorang akan merasakan
lapar (mengidam), namun dia tidak ingin makan dan seolah berpikiran bahwa dia
sudah tidak lagi membutuhkan (dan tidak menginginkan) makanan lagi. Merasakan
bahwa kenikmatan dunia sudah tidak terasa nikmat lagi.
5.
Tanda 5 Hari Sebelum Meninggal
Seseorang
yang lima hari lagi akan menemui ajalnya, dia akan merasakan anak lidahnya bergerak-gerak.
Kondisi psikologis seseorang akan merasa tenang
6.
Tanda 3 Hari Akan Meninggal
Pada
saat ini akan terasa denyutan pada dahi tengah (yaitu di antara kanan dan kiri
dahi). Jika tanda ini dirasakan, maka dianjurkan berpuasa untuk membersihkan najis
dan kotorang yang telah masuk ke dalam perut kita. Pada masa ini, bagian hitam
dari mata sudah tidak bersinar kembali. Bagi orang yang sakit, daun telinganya
bagian ujungnya akan layu dan bagian hidungnya perlahan akan jatuh. Telapak
kakinya yang telunjur akan perlahan-lahan jatuh ke depan dan sukar ditegakkan.
7.
Tanda 2 Hari Sebelum Meninggal
Pada
masa ini seluruh bagian dahi akan terasa bergerak-gerak. Saat itu adalah saat
di mana seseorang telah mulai merasakan suatu kesiapan untuk menghadap Sang Khalik
8.
Tanda 1 Hari Sebelum Meninggal
Sehari
(pada waktu selepas Ashar) sebelum meninggal seseorang akan merasa ada denyutan
di bagian belakang kepala (yaitu ubun-ubun). Hal ini menandakan bahwa seseorang
telah merasakan bahwa ia tidak akan merasakan dan menemui waktu Ashar kembali.
Di mana waktu Ashar yang selama ini selalu memberikan tanda-tanda akan
datangnya ajal baginya.
9.
Tanda Akhir Menjelang Maut
Ketika
waktu hidupnya tinggal dihitung oleh detikan waktu, seseorang akan merasakan
rasa sejuk di bagian pusar, lalu turun ke bagian pinggang dan naik ke bagian
Halkum (tenggorokkan). Ketika merasakan ini, hendaklah membaca Syahadat dan
berdiam diri menanti kedatangan Malaikat Maut yang menjemput kita untuk
menghadap kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang mana Dia telah
menghidupkan kita dan yang mematikan kita pula. Di saat sebelum meninggal,
seseorang akan merasa kesepian yang teramat sangat, merasakan di sekitarnya
sangat hitam dan suram, merasakan sakit yang teramat sangat dan ingin menangis
untuk yang terakhir kalinya di dunia. Di saat sebelum meninggal, akan muncul
seperti Flashback (atau kilasan balik) tentang masa-masa hidupnya saat dia
dilahirkan di dunia oleh ibunya, saat ia menikmati bahagianya masa kecil
bersama kedua orang tuanya, saat bermain-main dengan saudaranya dan teman
sepermainannya sewaktu kanak-kanak, saat ia merasakan bahagianya masa sekolah
bersama teman-temannya, saat ia menyayangi istri (atau suami) dan keluarga
barunya, saat ia merasakan masa senjanya bersama orang terdekat yang masih ada,
saat merasakan sakit dan saat hari-hari kemarin. Ia merasakan bahwa hidup ini
cepat sekali ia lalui dan tidak terasa akan tibalah akhir masa baktinya ia di
dunia untuk menjalankan perintah Allah.
TATACARA
MERAWAT MUHTADHOR DALAM MENGHADAPI KEMATIANNYA
Muhtadhor adalah orang yang sedang
menghadapi proses kematian (naza’, sekarat). Ketika mengetahui muhtadhor yang
sedang naza’, orang-orang yang ada di dekatnya disunnahkan melakukan hal-hal
berikut :
1. Menghadapkan
wajah ke arah kiblat.
Muhtadhor
sebaiknya dihadapkan ke arah kiblat. Hikmahnya adalah agar seseorang selama
hidup dan matinya selalu dalam keadaan menghadap ke kiblat (Wahbah Az-Zuhaili, Fiqhul
Islam wa Adillatuhu, V/ 446. Sesuai Hadis Riwayat Abu Dawud :
قِبْلَتُكُمْ أَحْيَاءً وَ أَمْوَاتًا
“Ka’bah merupakan kiblatmu, baik
sewaktu hidup maupun mati”
Ada beberapa cara menghadapkan
muhtadhor ke arah kiblat. Diantaranya :
a. Dibaringkan
pada lambung kanannya dan wajah menghadap ke kiblat. Dalam hal ini, posisi kepala
di utara dan kaki di selatan.
b. Dibaringkan
pada lambung kirinya dan wajah menghadap ke kiblat. Dalam hal ini, posisi
kepala di selatan dan kaki di utara..
c. Dibaringkan
dengan cara terlentang membujur ke timur dan wajah menghadap ke arah kiblat.
Dalam hal ini posisi kepala di timur dengan diberi alas bantal, dan telapak
kaki di barat menghadap ke kiblat.
2. Mendorongnya
untuk berhusnuzhon.
Kondisi muhtadhor berbeda-beda
ketika sedang dalam menghadapi proses kematian,. Ada yang merasa sudah siap
mati dan berharap agar proses kematiannya dipercepat sehingga dapat segera
bertemu dengan “Sang Kekasih” Alloh SWT. Dan ada pula yang merasa belum siap,
disebabkan masih merasa bahwa amal sholeh yang dipersiapkannya sangat sedikit,
sementara dosa yang diperbuatnya sangat banyak. Bahkan ada yang seperti orang
kebingungan : antara siap dan tidak, serta terlihat merasa putus asa.
Begitu mengetahui kondisi tersebut,
keluarga dekatnya dan siapa saja yang ada di dekatnya disunnahkan untuk memberi
semangat dan dorongan kepadanya agar ber-husnuzhon (berbaik sangka) kepada
Alloh SWT
Kata Imam Romli :
وَ
يُنْدَبُ عَلَى الْحَاضِرِيْنَ اَنْ
يُحْسِنُوْهُ وَ يُطْمِعُوْهُ فِي رَحْمَتِهِ تَعَالَى
“Disunnahkan
bagi orang-orang yang hadir agar berbuat baik kepada muhtadhor dan mendorong
semangat untuk memperoleh rahmat Alloh SWT”.
Baca : Nihayatul
Muhtaj- II/438
bahwa kematian merupakan suatu
kepastian yang tidak bisa ditawar-tawar dan harus dihadapi dengan sabar dan
tawakkal, seraya berharap kepada Alloh agar diberi curahan rahmat dan
maghfiroh, serta mati dalam keadaan husnul khotimah.
Rosululloh SAW bersabda :
لاَ
يَمُوْتَنَّ اَحَدُكُمْ اِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ تَعَالَى
“Seorang diantara kalian jangan
sekali-kali mati kecuali dalam keadaan berkhusnu zhon (berbaik sangka) kepada
Alloh SWT”
3. Menuntun
(mentalqin) membaca Kalimat Tauhid
Keluarga dekatnya atau siapa saja
yang ada di sampingnya disunnahkan mentalqin (menuntun) muhtadhor dengan bacaan
: ”لَا إِلَهَ أِلَّا اللَّه”.,
sesuai sabda Nabi SAW :
لَقِّنُوْا
مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Tuntunlah membaca LAA ILAAHA ILLALLOH pada orang yang akan mati
diantara kamu” (HR Abu Sa’id Al-Khudriy)
Talqin sebaiknya dilakukan secara
sabar, santun, lemah lembut, tidak terkesan memaksa, dan tidak menimbulkan
kebosanan bagi muhtadhor.
Jika ucapan tahlil tersebut dirasa
terlalu panjang, sulit atau berat, dapat diganti dengan ucapan ”اَللَّهْ ... اَللَّهْ ...
اَللَّهْ ...”. Yang terpenting adalah bahwa
ketika menghembuskan nafas yang terakhir, dia dalam kondisi mengingat dan mengakui keesaan Alloh. Dengan kata lain,
kalimat tauhid merupakan kalimat penutup yang keluar dari mulutnya. Dengan
begitu, maka ada harapan baginya untuk masuk surga.
Sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ
كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang ketika akhir
hidupnya mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLOOH,
maka ia masuk surga” (HR Abu Dawud dan Hakim)
4. Membacakan
ayat Al-Qur’an, terutama Surat Yasin dengan suara keras dan Surat Ar-Ra’du
dengan suara lirih’.
Nabi SAW bersabda :
اِقْرَؤُوْا
عَلَى مَوْتَاكُمْ يس
“Bacakan Surat Yasin pada
orang-orang yang akan mati (naza’) di kalangan kalian” (HR Ibnu Majah dan
Ahmad).
Hikmah pembacaan surat Yasin
sebagaimana yang dijelaskan oleh Sayyid Muhammad Abdulloh Al-Jurjani dalam
kitab Fathul ’Allam adalah untuk meringankan penderitaan sewaktu naza’,
sehingga ia mati dalam keadaan segar.
إِنَّهُ إِذَا
قُرِئَ عِنْدَهُ يَمُوْتُ رَيَّانًا وَ
يَدْخُلُ قَبْرَهُ رَيَّانًا
“Apabila
dibacakan (surat Yasin) di sampingnya, maka ia akan meninggal dalam keadaan
segar (enak, gembira, mudah) dan masuk kuburnya dalam keadaan segar”
Sedangkan hikmah pembacaan surat
Ar-Ra’du adalah untuk memudahkan proses keluarnya ruh dari badan, sebagaimana
yang dikatakan oleh Jabir bin Zaid.
اِقْرَؤُوْا عَلَى مَوْتَاكُمْ سُوْرَةَ الرَّعْدِ فَإِنَّهَا تُهَوِّنُ
خُرُوْجَ الرُّوْحِ
“Bacakan
pada orang yang akan mati (naza’) dikalangan kamu surat Ar-Ra’du, karena surat
itu sesungguhnya dapat memudahkan keluarnya ruh”.
5. Memberinya
minum apabila ada tanda-tanda si muhtadhor meminta minum, karena akibat dari
panasnya naza’ menyebabkannya merasa kehausan. Untuk itu disunnahkan memberinya
minum air dingin agar merasakan kesegaran dan ketenangan batin. Bahkan sebagian
ulama mengatakan hukumnya wajib, karena dalam kondisi seperti itu, bisa saja syaitan menawarkan minuman yang
akan ditukar dengan keimanannya.
Sebagaimana pendapat Al-Jaily yang dikutip oleh Imam asy-Syarbini. Mughnil Muhtaj, II/330
“وَ
يُسَنُّ تَجْرِيْعُهُ بِمَاءٍ بَارِدٍ”
“Disunnahkan
meneteskan/meminumkan air dingin pada orang yang naza’”
6. Wanita
haidh dan orang-orang yang berhadas besar sebaiknya tidak mendekat. Karena
malaikat rahmat tidak akan masuk kedalam rumah orang yang ada anjing, patung
dan orang yang junub. Untuk itu mereka sebaiknya dijauhkan dari muhtadhor. Imam
Asy-Syarbini mengatakan :
وَيُكْرَهُ
لِلْحَائِضِ اَنْ يَحْضُرَ الْمُحْتَضَرَ
وَهُوَ فِى النَّزَعِ
“Orang yang haidh dimakruhkan hadir
di sisi orang yang sedang naza’”.
7. Orang
yang menunggu sebaiknya tidak perlu “ngerasani” membicarakan kejelekannya, akan
tetapi sebaiknya membicarakan tentang kebaikan-kebaikannya, sebab malaikat akan
mengamini perkataan mereka.
Nabi SAW bersabda :
إِذَا
حَضَرْتُمُ الْمَرِيْضَ اَوِ الْمَيِّتَ فَقُوْلُوْا خَيْرًا, فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُوْنَ عَلَى
مَا تَقُوْلُوْنَ (رواه أَحمد و مسلم و
أصحاب السنن, عن أم سلمة)
“Apabila
kalian menjenguk orang sakit atau melayat orang yang mati, maka berbicaralah
yang baik-baik, karena sungguh para malaikat sama mengamini apa yang kalian
ucapkan” (HR Ahmad, Muslim dan Ash-habus Sunan, dari Ummi Salamah)
KEWAJIBAN
TERHADAP JENAZAH
Hukum Tajhizul Janazah (merawat
jenazah) adalah wajib kifayah. Artinya kewajiban yang dibebankan kepada
sekelompok anggota masyarakat muslim dalam suatu wilayah tertentu. Apabila
dalam wilayah itu sudah ada seseorang yang merawatnya, maka kewajiban merawat
menjadi gugur bagi anggota masyarakat yang lain. Tajhizul janazah meliputi
kegiatan memandikan, mengkafani, mensholati dan menguburkannya.
Berikut
ini adalah macam-macam keadaan jenazah :
1. Orang
Islam pada umumnya, kecuali yang mati syahid dimandikan, dikafani, disholati,
dan dikuburkan.
2. Jenazah
bayi yang lahir normal (tidak prematur) dan sebelumnya nampak ada tanda-tanda
kehidupan seperti menangis, bergerak dan menetek, maka ia diperlakukan seperti
orang dewasa, yaitu wajib dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur.
3. Jenazah
bayi yang lahir prematur. Bila sudah berusia 6 bulan dalam kandungan, menurut
pendapat yang kuat, ia harus dirawat
(di-tajhiz) sebagaimana orang dewasa. Namun menurut Ibnu Hajar, perawatannya
diperinci sebagaimana pada bayi prematur Sebagai berikut
a. Jika
sudah sempurna kejadiannya (berbentuk manusia) dan tidak ada tanda-tanda
kehidupan sebelumnya seperti menangis, bergerak-gerak, maka ia cukup
dimandikan, dikafani dan dikuburkan saja, tanpa disholati.
b. Jika
bayi prematur belum sempurna kejadiannya (belum berbentuk manusia), ia sunnah
dibungkus dan dikubur. Ia tidak perlu dimandikan dan disholati.
c. Jika
masih berupa orok atau gumpalan daging/darah, maka ia boleh langsung dibuang di
sungai atau tempat yang pantas, namun sunnah dikuburkan saja, dan tidak perlu
dimandikan, dikafani (dibungkus) dan disholati.
4. Jenazah
yang ditemukan dalam kondisi terpotong-potong tubuhnya. Dalam hal ini ada
beberapa pendapat :
a. Menurut
imam Hanafi : jika yang ditemukan itu adalah sebagian besar tubuhnya dan masih
ada kepalanya, maka wajib dimandikan, dikafani, disholati dan dikuburkan
b. Menurut
Imam Maliki : jika masih ada dua sepertiga bagian tubuhnya, maka wajib
dimandikan, dikafani, disholati dan dikuburkan. Kurang dari itu, makruh
hukumnya.
c. Menurut
Imam Syafii dan Hambali : sekalipun jasadnya tinggal sedikit, ia wajib
dimandikan, dikafani, disholati dan dikuburkan.
5. Jenazah
orang yang mati syahid. Mati syahid ada tiga klasifikasi:
a. Syahid
dunia-akhirat”, yakni orang yang mati di medan perang jihad fi sabilillah
melawan orang kafir, dia tidak boleh
dimandikan dan disholati, akan tetapi
dikafani dan dikuburkan
b. Syahid
dunia. yaitu orang yang mati di medan perang dengan tujuan riya’, ingin
memperoleh harta rampasan atau gelar pahlawan, dan mati sehabis perang. Mayit
ini di-tajhiz secara sempurna.
c. Syahid
akhirat saja, maka jenazahnya wajib di-tajhiz (dirawat) sebagaimana jenazah
pada umumnya, yakni dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur.Jenazah yang tergolong mati “syahid akhirat” adalah yang
kematiannya antara lain disebabkan karena :
1) melahirkan, 2)
tenggelam, 3) tertimpa bangunan, 4) terbakar,
5) teraniaya (terzholimi), 6)
dalam pengasingasn (di negeri asing), 7) sakit perut
6. Jenazah
orang murtad dan kafir harbi, serta orang zindiq, tidak ada kewajiban
memandikan, mengkafani dan menguburnya. Sedangkan orang kafir dzimmi, maka
hukum memandikannya adalah jawaz (boleh), namun wajib mengkafani serta
menguburnya, sedang mensholatinya haram hukumnya. (Orang murtad
ialah orang yang dulunya beragama Islam, kemudian dia berpindah ke agama
non Islam seperti Nasrani, Yahudi, Budha, Hindu dll. )
7. Jenazah
orang murtad dan non Islam / kafir harbi (memusuhi dan memerangi kaum muslimin)
dan orang zindiq (kafir yang berpura-pura masuk Islam) tidak wajib dimandikan,
dikafani serta dikubur, dan haram disholati.
Kafir harbi ialah orang kafir yang memerangi kaum
muslimin.
Orang kafir dzimmi ialah orang kafir yang hidup di Negara Islam
dan dijamin keamanannya oleh pemerintah disebabkan mereka telah memenuhi
kewajiban membayar jizyah (pajak) yang ditetapkan.
Orang kafir zindiq ialah orang kafir yang
berpura-pura masuk Islam.
8. Jenazah
orang yang sulit dimandikan karena sesuatu hal, seperti mati terbakar dan
sejenisnya. Jika dimandikan justru akan merusak kulit dan dagingnya, maka ia
tidak boleh dimandikan, tetapi wajib ditayamumi
9. Jenazah
perempuan yang hamil kurang dari 6 bulan dan janinnya tidak dapat diharapkan
hidupnya, dia tidak boleh (haram) dibedah perutnya, serta tidak boleh dikubur
dulu sebelum dinyatakan oleh orang yang ahli (dokter) bahwa janinnya
benar-benar mati.
10. Berbeda
halnya jika janin yang dikandungnya
lebih dari 6 bulan, maka dia wajib dibedah perutnya untuk dikeluarkan
bayinya. Seandanya dia sudah terlanjur dikubur dan bayi yang dikandungnya
diperkirakan belum mati benar, maka kuburannya wajib digali, jenazahnya
dikeluarkan dan perutnya dibedah untuk dikeluarkan bayinya.
11. Sebenarnya
mayat itu yang mati (tidak berfungsi) adalah badannya, sedangkan ruhnya masih
hidup (berfungsi). Dia diberi Alloh kemampuan untuk dapat melihat, mendengar
dan merasakan (senang-susah, sakit, dll) seperti keadaan kita yang masih hidup
ini. Hanya saja dia tidak mampu berbicara. Oleh karena itu, kita perlu
menerapkan adab sopan santun ketika merawat jenazah. Jangan sampai kita
memperlakukan jenazah seperti memperlakukan “bangkai kucing” dan benda mati
lainnya. Na’udzubillahi min dzalik.
TATACARA
MERAWAT MUHDHOR YANG BARU SAJA MENINGGAL DUNIA
Tatacara merawat muhtadhor yang baru saja meninggal
dunia, antara lain :
1. Memejamkan
kedua matanya, dengan cara mengusapkan telapak tangan ke mukanya secara halus
dan lembut, sambil membaca :
بِسْمِ اللَّهِ
وَ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللَّهِ . اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ،
وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ،
“Dengan menyebut asma’ Alloh dan mengikuti millah
(agama/tatacara) Rosululloh. Ya Alloh, ampunilah dia, rahmati dia dan tinggikan
derajatnya bersama
orang-orang yang memperoleh petunjuk”
Nabi bersabda:
إِذَا
حَضَرْتُمْ مَوْتَاكُمْ فَأَغْمِضُوْا الْبَصَرَ فَإِنَّ الْبَصَرَ يَتْبَعُ الرُّوْحَ وَ قُوْلُوْا خَيْرًا فَإِنَّهُمْ يُؤَمِّنُوْنَ عَلَى مَا قَالَ
اَهْلُ الْمَيِّتِ
“Bila mendatangi mayit, tutuplah
matanya, karena mata itu mengikuti ruh dan ucapkan (doa) yang baik, karena
malaikat akan mengamini apa yang diucapkan oleh keluarga si mayit” (HR Ahmad,
dari Syaddad)
Bila mengalami kesulitan, maka
tariklah kedua lengan dan kedua ibu jari kakinya secara bersamaan, Insya Alloh
kedua matanya akan terpejam dengan sendirinya
2. Merapatkan
mulutnya yang masih “menganga” (terbuka), antara lain dengan cara mengikatkan dagunya dengan kain selendang
yang agak lebar ke atas kepala
3. Meluruskan
dan melemaskan ruas-ruas tulangnya. Misalnya dengan cara mengolesinya pakai minyak, menggerak-gerakkan
dan melekukkan tangan pada lengan, betis pada paha, paha pada perut , dan juga
menggerakkan jari-jari tangan dan kaki
4. Seluruh
pakaian yang menempel dilepas, dan seluruh tubuhnya dari arah kepala sampai
kaki ditutup dengan kain tipis, misalnya sarung, serban, selimut dan
sejenisnya. Kecuali jenazah orang yang sedang ihrom. Jika lelaki, kepalanya
harus dibiarkan terbuka dan jika perempuan, wajahnya tidak boleh ditutup
Siti ‘Aisyah meriwayatkan :
إِنَّ
النَّبِيَّ لَمَّا مَاتَ سُجِّيَ بِثَوْبٍ حَبْرَةٍ
“Sewaktu wafat, Nabi ditutupi dengan kain tipis”
5. Lambung
jenazah sebaiknya dibebani barang atau diikat (disabuki) dengan kain. Tujuannya
adalah agar perut tidak menggelembung.
6. Jenazah
sebaiknya dibaringkan dan dihadapkan ke arah kiblat. Diantaranya dengan cara :
a. Dibaringkan
pada lambung kanannya dan wajah menghadap ke kiblat. Dalam hal ini, posisi
kepala di utara dan kaki di selatan.
b. Dibaringkan
pada lambung kirinya dan wajah menghadap ke kiblat. Dalam hal ini, posisi
kepala di selatan dan kaki di utara.
c. Dibaringkan
dengan cara terlentang membujur ke timur dan wajah menghadap ke arah kiblat.
Dalam hal ini posisi kepala di arah timur dengan diberi alas
bantal, dan telapak kaki di arah barat menghadap ke kiblat.
7. Mengasapi
dengan bau-bauan yang harum, misalnya dengan cara membakar dupa wangi,
menyemprotkan wewangian (bayfresh) dan semisalnya di sekitar jenazah. Tujuannya
adalah untuk mengusir bau busuk dan tidak segar yang keluar dari tubuh mayit.
8. Mensedekapkan
tangan diatas lambungnya, bukan diatas dadanya. Diantara hikmahnya adalah
sekalian berfungsi untuk menekan lambungnya agar tidak menggelembung.
9. Membacakan
ayat-ayat Al-Qur’an, surat Yasin, bacaan tahlil dan kalimat thoyyibah lainnya
Nabi SAW bersabda
:
إِذَا قُرِئَتْ
يَعْنِي يس لِمَيِّتٍ خُفِّفَّ عَنْهُ بِهَا
“Bila dibacakan
surat Yasin untuk mayit, hal itu akan meringankannya” (HR Ahmad, dari Shofwan)
10. Segera
melunasi hutang-hutangnya dan melaksanakan wasiatnya
Hutang jenazah
meliputi hutang kepada sesama manusia dan kepada Alloh. Pelunasan hutang kepada
sesama manusia dapat diselesaikan oleh ahli waris atau keluarga dekat yang
ditunjuk, dengan cara mengambil dari harta tinggalannya (bila ada) atau
dibebankan pada ahli warisnya. Hal ini sebaiknya dilakukan sebelum penguburan.
Bila tidak memungkinkan, segera dilunasi setelah penguburan. Demikian pula
hutangnya kepada Alloh, seperti meninggalkan sholat fardhu, puasa, zakat, haji,
nadzar dan lainnya, juga segera dibayar (diqodho’) oleh keluarganya, dan boleh
juga diwakilkan kepada orang lain yang ditunjuk.
(Hutang sholat dan puasa dibayar dengan cara di-qodho’,
atau boleh ditebus (fidyah) dengan beras. Untuk satu kali sholat fardhu, fidyahnya
adalah 1 mud beras. Sedang untuk puasa, fidyahnya adalah 1 mud beras kali
banyaknya hari yang ditinggalkan. (Baca
: I’anatut Tholibin, I/24 dan II/242-244).
Betapa pentingnya
hutang jenazah ini harus dilunasi, sehingga Rosululloh SAW bersabda :
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّـقَةٌ اَوْ مُرْتَهَنَةٌ بِدَيْنِهِ
حَتَّى يُقْضَى دَيْنُهُ (رواه أحمد و ابن
مَاجه و الترمذي , عن أبي هريرة)
“Roh orang mukmin
tergantung atau tergadai disebabkan hutangnya, sehingga hutangnya itu dibayar”
(HR Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi, dari Abu Hurairah)
11. Disunnahkan
segera menyelenggarakan tajhizul janazah (memandikan, mengkafani, mensholati
dan memakamkan), bila dinyatakan benar-benar telah meninggal, karena
dikhawatirkan berubah (membusuk).
12. Disunnahkan
berta’ziyah (melayat) kepada keluarganya, dengan tujuan untuk menghibur
keluarganya agar tetap sabar dalam menghadapi musibah kematian. Selama hal ini
tidak disertai dengan ikut-ikutan meratapi kematian (niyahah) atau larut dalam
kedukaan seolah-olah tidak terima dengan takdir kematian tersebut, apalagi
sampai merobek-robek pakaian, menangis keras-keras, memacahkan gelas-piring dan
sejenisnya sebagaimana perilakunya kaum jahiliyah.
Nabi bersabda :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ
الْخُدُوْدَ وَشَقَّ
الْجُيُوْبَ وَ دَعَا بِدَعْوَى
الْجَاهِلِيَّةِ (متّفق عليه عن ابن مسعود)
“Tidak termasuk
golonganku, yaitu orang yang memukuli pipi, merobek-robek kerah baju, dan
berdoa seperti doa orang-orang jahiliyah (atas meninggalnya seseorang)”
(Muttafaq ’Alaih, dari Ibnu Mas’ud)
13. Termasuk
dalam kategori ratapan yang dilarang ini adalah secara sengaja mengenakan
pakaian serba hitam sebagai lambang duka cita atau kesedihan
14. Disunnahkan
mengumumkan berita kematian kepada pihak keluarga sahabatnya, orang-orang
sholeh, dan masyarakat umum, agar mereka mendoakan kebaikan untuknya dan ikut
memperoleh pahala dalam proses tajhizul janazah, seperti ikut mensholati,
mengiringkan jenazah ke kubur, berta’ziyah, tahlilan, dll.
أَنَّ الَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى لِلنَّاسِ
النَّجَاشِيَّ فِى الْيَوْمِ الَّذِيْ مَاتَ فِيْهِ وَخَرَجَ بِهِمْ إِلَى الْمُصَلَّى فَصَفَّ أَصْحَابَهُ
وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا
15. “Bahwa Rpsululloh SAW memberitahukan kepada orang-orang
tentang kematian raja Najasyi pada hari wafatnya. Beliau keluar bersama mereka
menuju ke musholla, lalu mengatur shof para sahabatnya dan mensholatinya dengan
empat kali takbir”. (HR Jama’ah, dari Abu Hurairah)
Hal Yang Harus Dilakukan Bagi Orang Yang Telah Mati
Sebelum Dimandikan
- Menutup matanya yang terbuka sambil berdo`a:
اللهم
اغفرله وا رحمه وارفع
درجته فى المهديين وا
حلفه فى عقبه الغابرين واغفر لنا وله
يا رب العالمين وا
فسح له في قبره
ونور له فيه
- Menutup mulutnya yang terbuka.
- Melepas semua pakaian yang di kenakan dan menggantinya dengan selimut (kain yang menutupi mulai dari kepala hingga kaki) sebab pakaian yang melekat waktu kematiannya menyebabkan dia cepat rusak.
- Hadapkanlah mayit tersebut kearah qiblat
- Gunakanlah sesuatu yang mebuat ruangan mayit tersebut menjadi harum, seperti kemenyan dan sebagainya. Artinya ruangan yang ditempati tidak bau.
- Dan perut mayit itu seyogyanya diberi benda asalkan bukan al-Quran. Sepeti halnya kaca dan lainnya.
- Membebaskan mayit tersebut dari semua hak yang bersangkutan dengannya seperti hutang dan hak adami yang lainnya, juga kewajiban yang pernah di tinggalkannya ketika dia masih sakit, seperi halnya Sholat, puasa, Zakat, dan kewajiban lainnya yang tidak dia kerjakan pada waktu hidupnya.
BAB III
MEMANDIKAN
MAYYIT
Sesuatu Yang perlu Dipersiapkan sebelum Memandikan:
1. Air Mutlaq : Yaitu air yang suci dan mensucikan seperti
air sumur, air sungai, air hujan, air sumber dan lain sebagainya. Jika tidak
menemukan air atau ada tapi tapi sulit untuk memperolehnya atau ada udzur untuk
memakai air seperti orang mati terbakar, maka diperbolehkan untuk diganti
dengan debu yang bersih dan suci (tayammum)
2. Kain atau baju gamis untuk menutupi badan atau aurat
mayit, dan lebih baik kalau keduanya difungsikan secara bersamaan ketika nanti
memandikan.
3. Bangku untuk tempat memandikan dan di sekelilingnya dikasih Hijab (Penutup)
4. Pohon pisang atau yang lainnya sebagai alas tubuh pada
waktu dimandikan
5. Beberapa kain kecil untuk membantu membersihkan kotoran
yng ada di dubur dan kemaluan dengan memperbalkan kain tersebut di tangan kiri.
6. Harum-haruman seperti kemenyan yang diletakkan di lokasi
memandikan, hal itu dimaksudkan untuk mengantisipasi bau-bau yang tidak sedap,
khawatir tercium orang lain sehingga mengundang pembicaran
7. Kapur atau sabun untuk membantu menghilangkan
kotora-kotoran mayit.
Mayit yang Harus Dimandikan
Mayitnya orang
muslim, walaupun seorang bayi asalkan pernah merasakan hidup dan lengkap
anggota badannya.
Mayit yang Tidak boleh Dimandikan
1. Orang yang mati Syahid (Orang yang mati karena memerangi
orang-orang kafir dalam menegakan Agama Allah)
2. Kafir Harbi (orang kafir yang memusuhi islam dan
muslimin)
3. Bayi yang keguguran (siqtu) dan tidak lengkap anggota
badannya, tidak boleh dimandikan, tapi disunnahkan dikafani dan dikuburkan
4. Mayit yang udzur untuk memakai air (yakni kalau memakai
air akan timbul kemudharatan terhadap si mayit) seperti orang yang mati
terbakar dan lain sebagainya. Dan sebagai gantinya adalah harus ditayammumi.
Orang yang harus memandikan
1. Orang yang sejenis (sekelamin) dengan si mayit atau istri
dan muhrim si mayit (jika sendirian).
Orang yang
tidak boleh (haram) memandikan
- Lain kelamin dengan si mayit
- Bukan istri atau mahram si mayit
- Orang yang terkenal membeberkan kejelekan-kejelekan si mayit ketika dia memandikan.
Cara-cara memandikan dan hal-hal yang dianjurkan di
dalamnya.
Adapun
cara-cara memandikan mayit ada dua cara yang pertama ( cara yang oleh ulama’
diktakan sebagai cara yang kurang sempurna ) cukup dengan menyiramkan air
keseluruh tubuh mayit cara yang kedua :
yaitu cara yang sempurna yaitu:
- Haruslah dimandikan ditempat yang sepi, tidak ada yang masuk kecuali orang yang memandikan dan wali si mayit ( keluarganya ) bisa di buatkan tabir ( gombong ) tempat memandikan.
- Semua badan mayit harus tertutupi seperti keterangan di depan.
- Kepanglah ( gellung) rambut mayit menjadi tiga kepangan, baik mayit perempuan atau laki-laki yang berambut panjang, agar tidak ada rambut yang jatuh sebelum dimandikan.
- Letakkanlah mayit di bangku atau di lencak seperti yang di jelaskan di atas.
- Mayit diletakkan di atas alas, seperti pohon pisang atau kaki orang yang akan memandikan agar gampang menjangkau anggota yang sulit dijangkau seperti dibagian tubuh mayit yang sulit dijangkau.
- Air yang ingin dipakai untuk memandikan di jauhkan dari lokasi memandikan ke tempat ke tempat yang tidak terlalu jauh. Hal ini di maksudkan agar nanti air yang telah di pakai tidak kena pada air yang masih suci (belum di pakai).
- Angkatlah kepalanya dengan memberikan alas (jika berkelompok) atau sandarkan kelutut kanan orang yang memandikan, agar air tidak masuk kedalam tubuh.
- Lakukan tekanan (urutan) pada perut mayit dengan tangan kiri anda (orang- orang yang memandikan) untuk mengeluarkan kotoran-kotoran yang tersisa dalam perut mayit dan lakukanlah berulang-ulang dengan hati-hati (tidak kasar)sampai di yakini bahwa isi perut sudah tidak ada lagi.
- Bersihkanlah dubur dan kemaluan mayit dengan tangan kiri berbalut kain dan gantilah kain tersebut dengan kain yang barujika sudah dipakai, dan lakukanlah sampai tiga kali atau lebih (tergantung kebutuhan).
- Bersihkanlah mulut, lubang, hidung, kuping, mata, kuku tangan dan kaki dan anggota yang biasa terkena najis dan kotoran, bersihkanlah dengan air sampai tidak ada najis atau kotoran tersisa. Namun ingat jangan sampai menyakiti mayit.
- Berniatlah dengan niat memandikan seperti di bawah ini:
نويت الغسل لهذا الميت
فرضا لله تعالى / نويت الغسل لهذه الميتة فرضا لله تعالى
- Kemudian siramlah mayit mulai dari kepalanya (rambutnya) dagaunya (jenggotnya jika ada) kemudian sisirlah keduanya dengan sisir yang besar giginya, lakukanlah dengan lembut dan hati-hati dan kembalikan lagi rambut dan jenggot yang jatuh jangan di buangMulailah menyiram dari anggota mayit yang kanan dan anggota wudhu` sesuai dengan hadits yang berbunyi:
بميامنها ومواضع الوضوء منها
"الحد يث رواه الشيخان"
- Kemudian siramlah bagian sebelah kiri mayit.
- Usahakanlah airnya menyentuh ke seluruh badan mayit sampai ke bagian-bagian tertentu seperti dubur (bagian yang terlihat ketika dalam keadaan jongkok) dan di bagian yang tampak pada vagina wanita yang masih perawan ketika dalam keadaan jongkok, dan hal itu hukumnya adalah wajib.
- Pada setiap memandikan sunnah disertai dengan sabun dan harum-haruman yang lain untuk membantu menghilangkan kotoran-kotoran yang lengket, mengawetkan kulit mayit dan mengharumkan mayit.
- Kemudian siramlah dengan air yang sedikit dicampur dengan kapur atau sabun
- Kemudian wudhu’kanlah mayit tersebut dengan niat sebagai berikut:
نويت
الوضوء المسنون لهذا الميت
لله تعالى /نويت الوضوء المسنون لهذه الميتة لله تعالى
- Kemudian siramlah lagi dengan air murni dan bersih pada seluruh badan mayit baik luar atau bagian dalam
- Siraman dari no. 12 sampai no. 18 dihitung satu kali
Catatan:
Lakukanlah
(mandikanlah) mayit tiga atau lima kali dan seterusnya (ganjil) hal itu
tergantung kebutuhan pada diri mayit, dan diselesaikan pada hitungan ganjil
juga seperti 3 kali atau 5 kali dan seterusnya.
Hal-hal yang perlu dihindari dalam memandikan
1. Hindari adanya kotoran atau najis yang masih melekat pada
badan mayit setelah dimandikan maka dari itu periksalah sebelum selesai
dimandikan
2. Hindarkan air yang sudah terpakai dari badan mayit yang
sudah bersih.
Catatan:
ü
Jika keluar kotoran dari dubur atau kemaluan maka cukup hanya dengan
membersihkannya saja tampa mengulangnya dari awal yakni memandikannya lagi dari
awal
ü
Jika sudah selesai dimandikan kemudian dipindahkan ke tempat dimana mayit
tersebut akan dikafani. Dipindah dengan cara tetap ditutup dadannya dengan kain
yang kering dan setelah sampai pada tempatnya si mayit dihanduk agar
betul-betul lebih kering.
ü
Dan kalau mayit perempuan sebaiknya dibedaki dan diberi “cellak” dan di
dahinya ditulis lafadz Allah dengan “cellak” tersebut.
Persiapan Memandikan Jenazah
Sebelum memandikan jenazah,
sebaiknya dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Sebaiknya
dibuatkan “kamar mandi” dari kain dan sejenisnya yang dapat menutupi
sekelilingnya dan bagian atasnya.
Hikmahnya adalah agar jenazah tidak terlihat bebas dari luar dan dari
atas, terutama yang menyangkut rahasia/aib pada jasad jenazah.
2. Mempersiapkan
segala peralatan mandi yang diperlukan seperti daun bidara (kalau ada
/diperlukan), sabun, shampoo, tong/drum/bak air, beberapa timba (besar dan
kecil), gayung, selang air (bila air dipancurkan), dipan/bangku atau
sejenisnya, kapas, handuk, sarung
tangan, masker, jarit (untuk menutup jasad mayat), sisir, alat cukur, sikat
gigi atau siwak, kaporit (bila diperlukan) dan lain-lain.
3. Mengisi tong/drum/bak besar dengan air dan
menempatkannya di tempat agak tinggi yang sekiranya dapat terhindar dari
percikan benda najis atau yang menjadikannya musta’mal. Cara yang lebih aman
adalah melengkapinya dengan kran dan selang air.
4. Air yang akan dipersiapkan sebaiknya air
dingin, bukan air hangat atau panas, karena air hangat/panas akan mempercepat
pembusukan jenazah. Dan disunnahkan lagi menggunakan air asin asli (yakni air
laut, bukan air tawar yang dicampuri garam) karena bermanfaat dapat menghambat
pembusukan.
5. Sebaiknya diletakkan bakaran kayu wangi (kayu
dupa, gaharu, cendana, hio) atau disemprot dengan bayfresh dan wewangian, baik
didalam kamar mandi maupun di dekatnya. Tujuannya adalah untuk mengusir dan
menghilangkan bau tidak enak yang keluar dari tubuh jenazah.
6. Orang-orang yang boleh berada didalam tempat
pemandian jenazah tersebut adalah orang yang bertugas memandikan (modin),
pembantunya, walinya dan anggota keluarga (putra/putri, kakak/adik) yang
diperlukan. Sedangkan orang lain yang tidak berkepentingan, makruh
hukumnya ikut memandikan jenazah
7. Petugas bersiap-siap memandikan sambil
mengenakan sarung tangan, masker dan baju plastik (bila perlu).
8. Sebaiknya
menyiapkan sarung tangan minimal dua macam. Satu lembar digunakan untuk
membersihkan bagian kemaluan dan dubur, dan satu lembar berikutnya untuk
membasuh seluruh tubuh.
BEBERAPA
PERSOALAN YANG BERKAITAN DENGAN MEMANDIKAN JENAZAH
1. Air
yang digunakan memandikan jenazah adalah air yang suci mensucikan. Adapun batas
minimal memandikan adalah menghilangkan najis dan membasuh dengan air suci
seluruh anggota badan yang nampak, termasuk bagian dalam kulup orang yang belum
dikhitan.
Dalam kondisi
bagian dalam kulup tersebut tidak bisa dibuka, sehingga najis tidak bisa
dihilangkan, maka bagian tersebut cukup ditayamumi, sedangkan bagian tubuh
lainnya dimandikan.
Cara
mentayamumi Jenazah :
a. Meletakkan
telapak tangan pada debu suci, kemudian mengusapkannya pada wajah jenazah
disertai dengan niat :
نَـوَيْتُ التَّيَمُّمَ عَنْ تَحْتِ
قُلْفَةِ هَذَا الْمَيِّتِ لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku sengaja
(niat) mentayamumi bagian dalam kulup mayit ini karena Alloh Ta’ala”
b. Meletakkan kedua telapak tangan pada
debu suci, kemudian mengusapkannya pada kedua tangan jenazah (= tangan kiri
petugas mengusap tangan kanan jenazah, dan tangan kanan petugas mengusap tangan
kiri jenazah).
2. Memandikan
jenazah tidak diwajibkan niat. Dengan demikian, sah hukumnya memandikan jenazah
tanpa niat. Namun jika disertai dengan niat, itu lebih baik dan sunnah hukumnya
3. Jenazah
orang yang mati karena tenggelam wajib dimandikan lagi.
4. Orang
yang boleh memandikan jenazah ialah orang yang sama jenis kelaminnya. Isteri
boleh memandikan jenazah suaminya, dan suami boleh memandikan jenazah
isterinya. Akan tetapi disunnahkan untuk tidak sampai menyentuh kulit jenazah
tersebut. Misalnya dengan cara memakai sarung tangan atau lapisan lainnya.
5. Setelah
jenazah dimandikan, ternyata masih ada najis yang keluar dari tubuhnya
(misalnya kotoran, air kencing, darah, nanah dan sejenisnya), ia tidak wajib
dimandikan ulang, akan tetapi cukup dibersihkan dari najis tersebut.
6. Jenazah
orang yang berambut kental, atau di kulit kepalanya terdapat darah kering
akibat dari bekas luka, maka rambutnya wajib dicukur. Namun sewaktu mengkafani,
rambut tersebut harus ikut dimasukkan kedalam kain kafan.
7. Jenazah
yang sudah terlanjur dikubur, namun dalam keadaan belum dimandikan, kuburannya
wajib digali dan jenazahnya diambil untuk dimandikan, dengan syarat jenazah
tersebut belum rusak atau berubah baunya. Jika sudah rusak atau berbau, maka
haram menggali kuburannya.
8. Orang
yang berhak memandikan jenazah adalah orang Islam. Orang non Islam tidak berhak, karena
memandikan jenazah adalah bernilai ibadah.
Kriteria
orang yang bertugas memandikan dianjurkan :
a. Mengerti
tata aturan hukum memandikan jenazah. Jika tidak demikian, maka akan
dikhawatirkan tidak dapat memenuhi ketentuan dan sahnya memandikan.
b. Memiliki
sikap Amanah dan berusaha untuk merahasiakan apa saja yang dilihatnya dari jenazah.
Jika tidak demikian, maka akan dikhatirkan mudah menceritakan rahasia apa saja
yang dilihatnya.
c. Menjaga
pandangan mata untuk bebas melihat tubuh jenazah, kecuali sekedar keperluan
d. Menyebarkan
kebaikan-kebaikan yang nampak pada jasad jenazah. Misalnya tentang wajahnya
yang bersinar, nampak selalu tersenyum, dan sejenisnya.
e. Bila
memerlukan tenaga bantuan, sebaiknya memilih orang yang berhak dan memenuhi
ketentuan di atas.
f. Anak-anaknya
sebaiknya ikut serta membantu petugas (Imamuddin) memandikan jenazah, sebagai
bentuk dari birrul walidain.
9. Memandikan
jenazah disunnahkan di tempat yang tertutup dan beratap. Bukan di tempat yang
terbuka.
TATACARA
MEMANDIKAN JENAZAH
Tatacara Memandikan Jenazah sebagai
berikut :
1. Jenazah
dibawa masuk kedalam “kamar mandi buatan” dan dibaringkan di atas bangku,
tempat tidur atau sejenisnya yang didesain sedemikian rupa, dengan tujuan agar air siraman dapat mengalir dengan lancar
ke bawah dan tidak menggenang. Atau
jenazah dipangku oleh tiga atau empat orang.
2. Ketika
petugas membersihkan najis dan memandikan, tubuh jenazah disunnahkan dalam
keadaan tertutup kain tipis, bukan dalam keadaan telanjang. Hal ini dimaksudkan
agar aurat jenazah tidak terlihat. Karena haram melihat bagian auratnya dan
makruh melihat bagian bukan auratnya, kecuali ketika dibutuhkan seperti untuk
memastikan apakah air sudah merata ke seluruh tubuh atau belum, apakah najisnya
sudah hilang atau belum, dan alasan lainnya.
3. Dalam
posisi jenazah terbaring telentang, petugas membersihkan semua najis dan apa
saja yang menghalangi sampainya air ke kulit jenazah.
4. Petugas
mendudukkan jenazah secara pelan, santun dan lembut dalam keadaan condong ke
belakang, kemudian menekan dan mengurut-urut perutnya secara pelan dengan
tangan kiri, agar sisa-sisa kotoran keluar dari dalam perut. Sementara itu,
pembantunya menuangkan air ketika petugas membersihkan kotoran tersebut sampai
bersih.
5. Dalam
hal ini, menuangkan air dengan menggunakan selang atau pancuran lebih baik
daripada pakai gayung/ciduk, karena air dapat terus mengalir tanpa putus
sehingga semua kotoran yang keluar langsung terbasuh dengan lancar.
6. Gigi-gigi
perlu disiwaki atau digosok dengan jari telunjuk kiri petugas yang terbalut
kain, atau dengan sikat gigi, kayu arak, dan sejenisnya.
7. Demikian
pula lubang hidung dan telinga juga perlu dibersihkan dari kotoran yang
menempel, dengan menggunakan jari kelingking kiri petugas yang terbalut kain,
atau dengan alat pembersih lainnya.
8. Bagian
kepala dan jenggotnya dikeramasi dengan shampho atau dengan air yang dicampur
dengan daun bidara, kemudian disisir secara halus dan perlahan agar rambut
tidak rontok.
9. Jika
ditemukan ada rambut yang rontok atau jatuh, hendaklah diambil dan dikumpulkan
untuk diikutsertakan didalam kain kafan.
10. Sebelum
dimandikan, jenazah sunnah diwudhui terlebih dahulu. Niat wudhunya :
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ الْمَسْنُوْنَ لِهَـذَا الْمَيِّتِ /
لِهَذِهِ الْمَيِّتَةِ لِلَّهِ
تَعَالَى
“Aku niat
melakukan wudhu’ sunnah untuk jenazah ini karena Alloh Ta’ala
11. Mengguyurkan
air yang sudah dicampur dengan daun bidara ke tubuh jenazah dan sunnah disertai
dengan niat memandikan jenazah.
12. Kemudian
menggosok-gosok anggota badannya dengan menggunakan air sabun, mulai dari
bagian leher sampai telapak kaki sebalah kanan, disusul anggota badan bagian
depan sebelah kiri. Kemudian jenazah dimiringkan dengan posisi menghadap
petugas yang memandikan (lambung kiri berada di bawah), dan jangan sampai
tengkurap.
13. Selanjutnya
mengguyurkan air dicampur daun bidara atau sabun pada anggota badan bagian
belakang sebelah kanan, mulai dari tengkuk sampai telapak kaki, sambil
menggosok-gosok dan menyabuninya, kemudian disusul anggota badan sebelah kiri.
14. Mengguyurkan
air jernih (tanpa campuran daun bidara/sabun) untuk membilas basuhan pertama,
dimulai dari arah kepala sampai telapak kaki dengan cara seperti basuhan
pertama di atas (nomor 8).
15. Mengguyur
lagi seluruh tubuh jenazah dengan air yang dicampur sedikit kapur barus (yang
sekiranya tidak sampai merubah status kemutlakan air). Pada basuhan ini, petugas mulai disunnahkan
niat memandikan jenazah. Lafazh niatnya :
نَوَيْتُ آدَاءَ الْغُسْلِ عَنْ هَذَا الْمَيِّتِ / عَنْ هَذِهِ الْمَيِّتَةِ لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku sengaja (niat) memandikan mayit ini
karena Alloh Ta’ala “
Dengan tiga
basuhan / guyuran ait tersebut (lihat nomor 8, 9 dan 10 di atas), maka proses
memandikan jenazah dipandang sudah cukup, dan untuk selanjutnya jenazah
dikeringkan dengan handuk, lalu ditutup kain kering. Namun jika ingin yang
lebih sempurna, jenazah bisa dimandikan dengan 5 kali, 7 kali atau 9 kali
basuhan, kecuali pada bagian kepalanya. Jadi yang diulang pembasuhannya adalah
anggota mulai dari leher sampai telapak kaki. Sedangkan bagian kepala tidak disunnahkan
untuk diulang-ulang. Bila dibasuh atau
diguyur 5 kali, urut-urutan basuhannya bisa menggunakan cara berikut :
1)
pakai air dicampur daun bidara/sabun
2)
air pembilas
3)
air dicampur sedikit kapur barus atau daun bidara
4)
air pembilas
5)
air jernih dicampur sedikit kapur barus
Bila dibasuh
atau diguyur 7 kali, urut-urutan basuhannya bisa menggunakan cara berikut :
1)
pakai air sabun/daun bidara
2)
air pembilas
3)
air sabun/daun bidara
4)
air pembilas
5)
air pembilas
6)
air pembilas
7)
air jernih dicampur sedikit kapur barus
Bila dibasuh
atau diguyur 9 kali, urut-urutan basuhannya bisa menggunakan cara berikut :
1)
pakai air sabun/daun bidara
2)
air pembilas
3)
air yang dicampur sedikit kapur barus
4)
air sabun/daun bidara
5)
air pembilas
6)
air yang dicampur sedikit kapur barus
7)
air sabun/daun bidara
8)
air pembilas
9)
air yang dicampur sedikit kapur barus
BAB IV
MENGKAFANI
JENAZAH
PERSIAPAN
MENGKAFANI JENAZAH
1. Menyiapkan
kain kafan (1, 3 atau 5 lapis) dan sunnah yang berwarna putih bersih. Sunnah
ditambahkan selembar potongan kain yang dibentuk mirip “sempak” (celana dalam),
baik untuk jenazah lelaki maupun perempuan.
2. Menyiapkan
tali dari sisa sobekan kain kafan untuk mengikat bagian tertentu pada bungkusan
jenazah seperti pada bagian atas kepala, leher, perut, lutut, mata kaki dan
bawah telapak kaki.
3. Untuk
jenazah perempuan, perlu ditambahkan tali untuk mengikat pada bagian atas dan
bawah payudaranya, agar tidak bergerak-gerak sewaktu jenazah diusung ke
pemakaman
4. Menyiapkan
serbuk kayu cendana atau gerusan (serbuk) kapur barus secukupnya, dan
wangi-wangian yang lain (minyak, kembang dan sejenisnya).
5. Menyiapkan
kapas secukupnya, dan peralatan lain seperti gunting dan lain-lain.
MENGKAFANI
Pembiayaan
Biaya dalam mengkafani di ambil dari harta
peninggalan yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak orang lain seperti barang
gadaian dan sebagainya. Kalau harta peninggalan di atas tidak ada maka yang
berkewajiban untuk membiayai adalah orang yang punya kewajiban memberi nafkah
ketika masih hidup, jikalau orang yang berkewajiban tidak ada, maka bisa
diambil dari baitul-mal, jika baitul-mal tidak ada maka pembiayaan diambil dari
harta orang Islam yang mampu / kaya
Kadar kain
kafan
Boleh dibungkus ( dikafani ) dengan kain yang
halal baginya yang dipakai ketika masih hidup. Perempuan boleh dikafani dengan
sutera sedangkan laki-laki tidak. Karena sutera dilarang dipakai laki-laki
ketika masih hidup sedangkan bagiperempuan sebaliknya. Namun yang afdhol dalam
mengkafani adalah menggunakan kain katun ( QOTNU ) berwarna putih dan sudah
pernah dicuci ( bukan kain baru )
Langkah-langkah mengkafani.
Dalam hal mengkani,kalau kita mengacu kepada
haqqullah ( hak Allah) semata, maka kain yang dibutuhkan hanya sebatas penutup
aurat. Bagi laki-laki hanya sebatas penutup pusar dan lututnya, sedangkan bagi
perempuan baik orang yang merdeka atau
budak adalah kain yang dapat menutupi
semua anggota tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangannya. Adapun bagi
banci/waria hukum mengkafaninya disamakan dengan perempuan.
Akan tetapi kalau dipandang dari haqqullah dan
haqqul adami, maka kain kafan yang dibutuhkan untuk mengkafani laki-laki secara
sempurna adalah tiga lembar kain kafan warna putih. Sedangkan untuk perempuan
dan waria adalah lima lembar kain yang terdiri dari :
1. Dua lembar kain panjang yang cukup untuk membungkus
seluruh tubuhnya.
2. Kain sarung ( kain pembalut tubuh dari pusar sampai
lututnya )
3. Baju kurung
4. Kerudung (kain penutup kepala dengan bentuk khusus )
Adapun kain kafan untuk anak-anak adalah
satu lembar kain kafan yang cukup untuk membungkus seluruh tubuhnya.Akan tetapi
yang lebih utama tetap tiga lembar kain warna putih.
Cara mengkafani laki-laki.
- Bentangkan tiga lebar kain kafan yang suda dipotong sesuai denga ukuran yang dibutuhkan dengan cara disusun, kain yang paling lebar diletakkan dipaling bawah. Kalau ukuran lebar kain sama, geserlah kain yang ditengah kekanan sedikit dan yang paling atas kekiri sedikit atau sebaliknya. Dan jika sendainya lebar kain kafan tidak cukup untuk menyelimuti mayit, maka geser lagi hingga bisa menutupi mayit. Dan jika tetap tidak bisa menutupinya, baik karena mayitnya besar atau yang lain, maka lakukan penambahan sesuai dengan kebutuhan.
- Lulutlah (berilah) kain kafan dengan wangi-wangian.
- Persiapkan tiga atau lima utas kain tali dan letakkan dibawah kain yang paling bawah. Dan agar tali dibagian dada (diatas tangan dan dibawahnya) tidak mudah bergeser, potonglah dengan bentuk khusus. (satu utas talli yang dibagi dua, sedangkan ditengan tetap tidak disobek)
- Persiapkan kafan yang sudah diberi wangi-wangian kayu cendana untuk diletakkan dibagian anggota badan tertentu antara lain sebagaimana berikut.
a. Bagian Manfad (lubang terus) yang terdiri dari :
1) Kedua mata
2) Hidung
3) Mulut
4) Kedua telinga (dan sebaiknya menggunakan
kapasyang lebar, sekiranya bisa menutupi seluruh muka mayit)
5) Kemaluan dan lubang anus.
b. Bagian anggota sujud, yang terdiri dari :
1. Dahi
2. Kedua telapak tangan
3. Kadua lutut
4. Jari-jari kedua kaki
c. Bagian persendian dan anggota yang tersembunyi, yang
terdiri dari :
1. Kedua lutut paling belakang
2. Ketiak
3. Kedua telingan bagian belakang
5. Angkatlah dengan hati-hati dan baringkan
diatas kain yang telah dipersiapkan sebagaimana tersebut diatas.
6. Tutuplah bagian anggota badan tertentu
sebagaimana tersebut dinomor 4
7. Selimutkan kain kafan pada jenazah selembar
demi selembar nulai dari yang paling atas hingga yang paling bawah, kemudian
ikatlah dengan kain tali yang telah disediakan.
Cara mengkafani perempuan.
1. Bentangkan dua lembar kain kafan yang sudah di
potong sesuai dengan ukuran yang di butuhkan.kemudian letakkan pula kain sarung
di atasnya di bagian bawah (tempat di mana badan antara pusar dan kedua lutut
di rebahkan)
2. Persiapan baju kurung dan kerudung di
tempatnya.
3. Sediaan tiga atau lima utas kain tali dan
letakkandi bawah kain kafan yang paling bawahyang telah di bentangkan.
4. Sediakan kapas yang sudah diberi wangi-wangian
untuk di letakkan dibagian anggota badan tertentu
5. Angkatlah jenazah dengan hati-hati, kemudian
baringkan di atas kain kafan yang sudah di bentangkan dan yang sudah di lulut
dengan wangi-wangian.
6. Letakkan kapas di bagian anggota badan
tertentu sebagaimana tersebut di cara nomor 04 cara mengkafani mayit laki-laki.
7. Selimutkan kain sarung di badan mayit antara
pusar dan kedua lutut dan pasangkan juga baju kurung berikut kain penutup
kepala (kerudung).Bagi yang rambutnya panjang di kepang menjadi dua atau
menjadi tiga, dan di letakkan di atas baju kurung tempatnya di bagian dada.
8. Setelah pemasangan baju kurung dan kerudung
selesai, maka selimutkan kedua kain kafan selembar demi selembar mulai dari
yang paling atas sampai yang paling bawah, setelah selesai ikatlah dengan tiga
atau lima tali yang telah di sediakan.
Cara penempatan tali
Jika tali yang
tersedia itu ada tiga ,maka gunakan untuk mengikat kaki,tangan (dada dan
kepala.jika tali yang tersedia ada lima maka yang harus di ika adalah
kaki,lutut di bawah dan di atas tangan dan yang terahir adalah kepala.cara
mengikat tali dia atas dan di bawah tangan lihat gambar seperti di atas seperti
mengkafani mayat laki-laki.
Catatan : Alangkah praktisnya
jika si mayit sudah dalam keadaan betul-betul kering, (kessap madura, red) lansung saja
diletakkan di atas kafan yang sudah di sediakan. Setelah itu baru kapasnya
diletakkan pada tempat yang sudah disebut di atas.
Anjuran dalam mengkafani
1.
Mengunakan kain putih yang terbuat dari kain katun
(qotnu)
2.
Melulut kain kafan dengan wangi-wangian
3.
Memberi kapas di bagin tertentu (lihat rinian pada nomor
04 cara mengkafani mayat laki-laki)
4.
Menggunakan kain kafan dengan hitungan ganjil, tiga
lembar lebih utama dari dua atau empat lembar, akan tetapi penambahan hitungan
kain kafan lebih dari satu lembar lebih baik meskipun satu termasuk hitungan
ganjil sebagai penghormatan pada si mayit, jadi dua lembar lebih utama dari
satu lembar.
5.
Menggunakan kain yang bagus tapi tidak mahal, yang di maksud
di sini adalah kain yang berwarna putih, bersih, suci dan tebal.
Larangan-larangan dalam mengkafani
- Menggunakan kain kafan yang mahal.
- Menulisi ayat Al-quran atau Asma’ul A’dhom
- Menggunakan kain kafan yang tipis (tembus pandang)
- Berlebih-lebihan dalam mengkafani (israf)
MENGKAFANI
JENAZAH
Tata Aturan yang Berkaitan Dengan
Mengkafani Jenazah
1. Mengkafani
jenazah muslim hukumnya fardhu kifayah.
2. Biaya
kafan sepenuhnya menjadi tanggungan dari jenazah, yang diambilkan dari harta
waris. Dalam kondisi jenazah tidak mampu, kain kafannya menjadi tanggungan dari
ahli waris.
3. Kain
kafan boleh dari bahan apa saja, yang penting bukan dari bahan sutra untuk
jenazah lelaki dan disunnahkan berwarna putih bersih, bagus dan lebar. Panjang dan lebarnya relatif sama, yang
sekiranya dapat menutupi seluruh badan jenazah.
4. Kain
kafan minimal berupa satu lapis kain yang bisa menutupi tubuh. Sunnah terdiri
dari tiga lapis kain, dan boleh ditambahi 2 lembar lagi sehingga menjadi lima
lapis. Sekalipun jenazah tersebut adalah anak-anak masih bayi atau belum
baligh. Sedangkan jenazah orang yang mati syahid dalam perang jihad fi
sabilillah, kain kafannya adalah berupa pakaian yang ia pakai sewaktu wafat.
5. Jenazah
yang kain kafannya dicuri maling, menurut pendapat yang mu’tamad dari Imam Ibnu
Hajar dalam kitab At-Tuhfah adalah wajib diganti dengan kain yang baru. Sedang
menurut Imam Romli hukumnya tidak wajib, akan tetapi sunnah diganti dengan yang
baru. Kewajiban mengganti semacam ini adalah bila setelah kuburan digali dan
kain kafan dilucuti, jenazahnya tidak dikuburkan lagi, sehingga tubuh mayat
kelihatan. Namun jika jenazah sudah dikuburkan lagi dalam keadaan telanjang
(tidak dikafani) maka kuburan tersebut tidak boleh dibongkar, sekalipun sekedar
untuk mengganti dengan kafan yang baru.
6. Haram
menuliskan ayat Al-Qur’an dan lafazh jalalah (seperti Asmaul Husna, kalimat
thoyyibah dan sejenisnya) pada kain kafan, kecuali jika ditulis dengan
menggunakan tinta berupa air atau minyak yang sekiranya bekas tulisannya bisa
hilang sebelum jenazah membusuk.
7. Pada
kasus jenazah orang yang kecelakaan atau yang tubuhnya terdapat bekas luka,
maka darah yang keluar setelah mayat dimandikan, menurut qoul yang ashoh harus
dibersihkan dulu, baik sebelum maupun setelah dikafani, karena sucinya jenazah
menjadi syarat sahnya sholat jenazah. Namun menurut Imam Baghowi, jika darah
itu keluar setelah dikafani, maka tidak wajib dihilangkan.
8. Dalam
hal darah terus keluar dan sulit dihentikan, maka wajib disumbat sampai tidak
keluar lagi, diqiyaskan dengan orang yang “beser”. Jenazah dibungus plastik
(seluas/selebar kain kafan) sebelum dibungkus kain kafan. Dalam masalah ini,
jenazah wajib segera disholati.
TATACARA
MENGKAFANI JENAZAH
1. Meletakkan tali kafan diatas lantai, dipan, atau tempat
tidur, dan menatanya sesuai dengan bagian-bagian yang akan diikat.
2. Membentangkan beberapa lapis kain kafan di atas tali
tersebut. Adapun urut-urutan lapisan / tumpukan kain, mulai dari bawah sampai
ke atas, adalah sebagai berikut :
a. Jika terdiri dari 3 lembar kain, maka ukuran panjang dan
lebarnya relatif sama yang sekiranya dapat menutupi seluruh badan. Sebaiknya
ditambah 1 sobekan kain untuk celana dalam, diletakkan di bagian pantat.
b. Jika terdiri dari 5 lapis kain, maka urutannya dari
lapisan paling bawah sampai lapisan teratas sebagai berikut :
1) Untuk jenazah lelaki
§
3 lapis kain
putih yang dapat menutup seluruh tubuh
§
1 lapis ’imamah
(sorban)
§
1 lapis baju
gamis (berupa lembaran, dan tidak dijahit)
§
ditambah 1
sobekan kain untuk celana dalam, yang dibentangkan di bagian pantat
2) Untuk jenazah perempuan :
§
2 lapis kain
putih yang dapat menutup seluruh tubuh
§
1 lapis
potongan kain untuk kerudung
§
1 kain baju
kurung/gamis
§
1 lapis kain
izar (jarit) yang biasa dipakai untuk menutup anggota mulai dari dada
sampai lutut
§
ditambah 1
sobekan kain untuk celana dalam
3. Masing-masing lapis kain tersebut di atas (item 2) sunnah
ditaburi dengan serbuk kayu cendana, atau gerusan serbuk kapur barus, atau
disemprot wewangian yang lain.
4. Jenazah diangkat dan diletakkan diatas bentangan kain
yang telah disiapkan tersebut, dalam posisi tidur terlentang.
5. Sunnah menuliskan kalimat tauhid ”لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ” di dahi
jenazah (pakai ujung jari atau lainnya) dengan minyak wangi atau air, yang
sekiranya tidak jelas terbaca.
6. Tubuh jenazah sunnah ditaburi dengan serbuk kayu cendana
atau gerusan kapur barus, atau diolesi minyak wangi. Tangannya disedekapkan
diatas dadanya, dengan posisi telapak tangan kanan memegang telapak tangan
kirinya. Atau tangannya dibiarkan terbujur di samping kanan-kiri lambungnya.
7. Seluruh lubang-lubang pada tubuh dan anggota tubuh
tertentu yang digunakan sujud disunnahkan untuk ditutupi dengan kapas yang
sudah ditaburi dengan serbuk kayu cendana atau gerusan kapur barus, seperti :
kedua lubang telinga, kedua mata, hidung, mulut, qubul (kemaluan), dubur dan
sela-sela pantat, pusar, dahi, telapak tangan, sela-sela ujung jari kaki, kedua
lutut, dan semua bekas luka-luka di tubuh.
8. Di sela-sela kedua paha juga sebaiknya disumbat dengan
kapas tersebut, lalu keduanya diikat dengan tali dari sisa sobekan kain kafan
9. Semua rontokan rambut-rambut sewaktu memandikan atau
lainnya dimasukkan dan diikutsertakan untuk dibungkus didalam kain kafan
bersama jenazahnya.
10. Proses pembungkusan
a. Jenazah laki-laki :
§
Jika terdiri
dari 3 lapis kain, maka satu persatu dari ketiga lapisan kain ditangkupkan
mengitari /membungkus tubuh jenazah.
§
Jika terdiri
dari 5 lapis kain : mula-mula mengenakan sobekan kain untuk celana dalam,
lembaran kain untuk sorban dan baju gamis, kemudian menangkupkan satu persatu
dari ketiga lapis kain membungkus tubuh jenazah.
b. Jenazah Perempuan :
§
Jika terdiri
dari 3 lapis kain : Mula-mula mengenakan sobekan kain untuk celana dalam,
kemudian menangkupkan satu persatu dari ketiga lapisan kain mengitari
/membungkus tubuh jenazah.
§
Jika terdiri
dari 5 lapis kain : mula-mula mengenakan sobekan kain untuk celana dalam,
lembaran kain izar untuk menutup dada sampai lutut, lembaran kain baju kurung
dan kerudung, kemudian menangkupkan satu persatu dari kedua lapis kain
mengitari /membungkus tubuh jenazah.
10. Tali-tali
kafan yang telah tersedia diikatkan pada posisinya masing-masing, dengan cara
ikatan “tali simpul” (kata orang jawa tali wangsul) dan bukan
dengan cara “tali pati”. Hal ini dimaksudkan agar tali tersebut mudah
dilepas sewaktu jenazah berada di liang kubur.
11. Setelah
selesai pembungkusan, jenazah diangkat dan diletakkan di tempat yang pantas
dalam kondisi membujur ke utara (kepala di utara dan kaki di selatan), lalu
ditutupi kain dan siap untuk disholati.
BAB
V
MENSHOLATI
JENAZAH
Tata Aturan Yang Berkaitan Dengan
Sholat Jenazah, sebagai berikut :
1. Syarat
Sholat Jenazah
Syarat-syarat
mensholati jenazah sebagai berikut :
a. Suci bersih dari hadas besar dan kecil
b. Suci badan, pakaian dan tempat dari najis
c. Menutup aurat
d. Menghadap kiblat
e. Jenazah sudah dimandikan dan dikafani
f. Posisi jenazah berada di arah kiblat atau di depan orang
yang mensholatinya, kecuali sholat ghoib (jenazah tidak berada di tempat).
2. Rukun Sholat Jenazah
a. Niat mensholati jenazah
b. Berdiri bagi yang mampu
c. Takbir empat kali
(termasuk takbirotul ihrom)
d. Membaca surat Al-Fatihah, setelah takbir pertama
e. Membaca sholawat Nabi, setelah takbir kedua
f. Membaca doa ampunan untuk mayit, setelah takbir ketiga
g. Membaca salam yang pertama, setelah takbir keempat.
3. Sunnah-sunnahnya Sholat Jenazah
a. Sholat dilaksanakan secara berjamaah, baik oleh lelaki
maupun perempuan.
b. Jika jumlah makmum banyak, sebaiknya dijadikan tiga shof
atau lebih
c. Mengangkat kedua tangan setiap kali membaca takbir
d. Membaca ta’awwudz sebelum membaca surat Al-Fatihah,
(tanpa doa iftitah)
e. Membaca “Aamiin” setelah membaca surat Al-Fatihah
f. Membaca doa, setelah takbir keempat dan sebelum salam
g. Membaca salam yang kedua.
h. Semua bacaan sholat dibaca secara sirr (lirih,
tidak keras), baik sholat dilakukan di waktu siang maupun malam)
i. Tetap berdiri menghormat pada shof-nya sampai
jenazah diberangkatkan
4. Tempat Berdiri Imam dan Posisi
Jenazah
Tempat
berdiri imam dan orang yang sholat sendirian diatur sebagai berikut:
a. Jika jenazahnya lelaki, imam berdiri di arah
kepala/pundak jenazah
b. Jika jenazahnya perempuan, imam berdiri di
tengah-tengahnya, tepatnya di arah pantat/pinggul jenazah.
Posisi
jenazah
a. Jenazah perempuan : kepalanya berada di sebelah kanan
imam (lambung kanannya di arah kiblat dan lambung kirinya di arah imam). Dalam
posisi ini berarti kepala jenazah di utara dan kakinya di selatan.
b. Jenazah lelaki : ada yang kepalanya diletakkan di sebelah
kiri imam (posisi kepala jenazah di arah selatan dan kaki di utara)] dan ada
yang diletakkan di sebelah kanan imam (posisi kepala jenazah di arah utara dan
kaki di selatan). Hal ini terkadang menimbulkan pertentangan pendapat di tengah
masyarakat saat ini.
Kedua cara
tersebut juga telah dijelaskan pada kitab Al-Bujairimi ’ala Fat-hil Wahhab :
وَيَقِفُ غَيْرُ مَأْمُوْمٍ وَ يُوْضَعُ رَأْسُ الذَّكَرِ لِجِهَةِ يَسَارِ
الْإِمَامِ وَيَكُوْنُ غَالِبُهُ لِجِهَةِ
يَمِيْنِهِ خِلَافًا لِمَا عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْآنَ. اَمَّا اْلاُنْثَى وَ
الْخُنْثَى فَيَقِفُ اْلإِمَامُ عِنْدَ عَجِيْزَتِهِمَا وَيَكُوْنُ رَأْسُهَا
لِجِهَةِ يَمِيْنِهِ عَلَى عَادَةِ النَّاسِ اْلآنَ
“Posisi
berdiri bagi selain makmum, yakni bagi imam atau orang yang sholat sendirian,
adalah di arah kepala jenazah lelaki, dan kepala jenazah lelaki tersebut
diletakkan di sebelah kiri imam, sementara pada umumnya diletakkan di sebelah
kanan imam. Dengan demikian, aturan ini bertentangan dengan kebiasaan yang
dilakukan oleh orang-orang saat ini. Sedangkan bagi jenazah wanita dan banci,
posisi berdiri imam adalah di arah pantat jenazah dan kepala jenazah berada di
sebelah kanan imam sesuai dengan yang biasa dilakukan oleh orang-orang saat
ini”.
5. Sholat jenazah boleh
dilakukan oleh kaum wanita, Hanya saja status sholatnya ini tidak bisa
menggugurkan kewajiban sholat jenazah, kecuali jika tidak ada kaum lelaki yang
mensholati.
TATACARA
MENSHOLATI JENAZAH
1. Imam
dan makmum harus memenuhi syarat sahnya sholat, seperti suci dari hadas dan
najis, menutup aurat, dll.
2. Imam
menempati posisi sesuai dengan keadaan jenis kelamin jenazah.
3. Makmum
disunnahkan membentuk minimal 3 shof atau lebih (bila jumlahnya banyak) Nabi
SAW bersabda :
مَا
مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ فَيُصَلِّيْ عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
يَبْلُغُوْنَ اَنْ يَكُوْنُوْا ثَلَاثَةَ صُفُوْفٍ إِلَّا غُفِرَ لَهُ
“Tidak
seorang mukminpun yang meninggal, kemudian disholatkan oleh umat Islam yang
banyak sampai tiga shof, melainkan dosanya akan diampuni”. (HR Ahmad, Abu
Dawud, Ibnu Majah dan Turmudzi).
Disunnahkan untuk mengumpulkan
makmum lebih banyak lagi, sekalipun jama’ah sholat dilakukan secara
bergelombang / bergantian disebabkan tempatnya tidak muat
Nabi
bersabda :
مَا
مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ
فَيَقُوْمُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُوْنَ رَجُلًا لَا يُشْرِكُوْنَ
بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا شَفَّعَـهُـمُ اللَّهُ فِيْهِ
" Tidak
seorang muslimpun yang meninggal, kemudian disholatkan oleh 40 orang lelaki
yang tidak menyekutukan Alloh dengan sesuatu, melainkan ia memperoleh syafaat
dari Alloh oleh sebab (banyaknya) mereka itu”. (HR
Ahmad, Muslim dan Abu Dawud)
4 Imam dan makmum berniat
sholat jenazah.
a. Lafazh
niat untuk jenazah lelaki :
أُصَلِّيْ
عَلَى هَـذَا الْمَيِّتِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ (إِمَامًا
/ مَأْمُوْمًا) لِلَّهِ تَعَالَى
“Aku sengaja
mensholati jenazah/mayit ini empat kali takbiran, fardhu kifayah (sebagai imam
/ sebagai makmum) karena Alloh Ta’ala”
b.
Lafazh niat untuk jenazah perempuan sama seperti di atas. Hanya saja, kata ”هَـذَا الْمَيِّتِ” (yang
bergaris bawah) diganti dengan kata ”هَـذِهِ الْمَيِّـتَـةِ”.
c.
Lafazh niat yang cukup praktis untuk makmum
أُصَلِّيْ
عَلَى مَنْ صَلَّى
عَليْهِ الْإِمَامُ مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya
senagaja mensholati jenazah orang yang sedang disholati oleh imam, sebagai
makmum, karena Alloh Ta’ala “
5. Membaca Takbir pertama :
“اَللَّهُ
أَكْبَرْ”, dilanjutkan
membaca surat Al-Fatihah (tanpa didahului doa iftitah)
6. Membaca
takbir kedua : : “اَللَّهُ
أَكْبَرْ”, dilanjutkan
membaca sholawat Nabi.
Misalnya bacaan sholawat yang agak
pendek :
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ,
Bacaan sholawat yang agak panjang,
misalnya :
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا
اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ, كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا
اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
7. Membaca
takbir ketiga : “اَللَّهُ
أَكْبَرْ” dilanjutkan
membaca doa mohon ampunan untuk jenazah orang yang sudah baligh.
Paling
sedikit bacaan doa untuk jenazah lelaki : “أَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ ” (Alloohummaghfir lahuu : Ya Alloh, ampunilah dia),
sedang untuk jenazah perempuan : “أَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَـهَا ” (Alloohummaghfir lahaa).
Pada
umumnya, doa yang dibaca adalah
a.
Lafazh doa singkat untuk jenazah lelaki :
أَللَّـهُمَّ
اغْفِرْ لَهُ وَ ارْحَمْهُ وَ عَافِهِ وَ اعْفُ عَنْهُ وَ أَكْرِمْ نُزُلَهُ وَ وَسِّعْ مَدْخَلَهُ
“Ya Alloh,
ampunilah dia, rahmati dia, sejahterakan dia, ampuni dosanya, muliakan
kedatangannya, dan perluaslah kuburannya”
b. Lafazh
doa singkat untuk jenazah perempuan
أَللَّـهُمَّ
اغْفِرْ لَـهَا وَ ارْحَمْهَا وَ عَافِهَا وَ اعْفُ عَنْهَا وَ أَكْرِمْ
نُزُلَـهَا وَ وَسِّعْ مَدْخَلَـهَا
Adapun
untuk jenazah bayi atau anak-anak yang belum baligh, do’anya adalah sebagai
berikut :
أَللَّـهُمَّ اجْعَلْ
لِوَالِدَيْهِ فَرَطًا وَ سَلَفًا
وَذُخْرًا وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا
وَشَفِيْعًا وَ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا
وَ أَفْرِغِ الصَّبْرَ عَلَى قُلُوْبِـهِمَا,
“Ya Alloh,
jadikanlah dia bagi kedua orang tuanya sebagai pahala yang mendahului, penyambut
di akhirat, simpanan, nasehat, pelajaran dan sebagai pemberi syafaat. Dan
tuangkanlah kesabaran kedalam hati orang tuanya”
8. Membaca takbir keempat: “اَللَّهُ أَكْبَرْ” kemudian disunnahkan membaca doa berikut ini sebelum salam :
a. Lafazh
do’a singkat untuk jenazah lelaki :
أَللَّـهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ
وَ لَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ
وَاغْفِرْ لَـنَا وَ لَهُ
“Ya Alloh,
jangan Engkau menghalang kami akan pahalanya dan jangan memfitnah kami
sesudahnya, dan ampunilah dosaku dan dosanya”
b. Lafazh
do’a singkat untuk jenazah perempuan :
أَللَّـهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهَا
وَ لَا تَفْتِنَّا بَعْدَهَا
وَاغْفِرْ لَـنَا وَ لَـهَا
“Ya Alloh,
jangan Engkau menghalang kami akan pahalanya dan jangan memfitnah kami
sesudahnya, dan ampunilah dosaku dan dosanya”
9. Sholat jenazah diakhiri dengan mengucapkan salam pertama dan
kedua sambil menoleh ke kanan dan ke
kiri.
اَلسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللَّهِ وَ
بَرَكَاتُهْ
10.
Makmum muwafiq (ikut bermakmum sejak takbir pertama) harus mengikuti
gerak-gerik takbir imam, tidak boleh mendahului dan tidak boleh ketinggalan dari takbirnya.
Khusus bagi
makmum masbuk yang datang terlambat, ketika ia takbir pertama pada saat imam
sudah takbir kedua atau ketiga, maka ia langsung melakukan takbir lalu membaca
surat fatihah (pada takbir pertamanya itu), dan begitu seterusnya. Setelah imam
salam, ia menambah takbir sejumlah takbir yang tertinggal
11. Selesai sholat jenazah,
sebaiknya tetap berdiri di shof-nya (sebagai bentuk penghormatan terakhir)
sampai jenazah diberangkatkan ke pemakaman.
Untuk itu, ada baiknya sang imam atau siapa saja yang ditunjuk agar
membacakan doa semacam doa pelepasan jenazah, misalnya :
أَللَّهُـمَّ
افْتَحْ أَبْوَابَ السَّمَاءِ لِرُوْحِ
هَـذَا الْمَيِّتِ / هَـذِهِ الْمَيِّـتَـةِ. (3 x ) .
أَللَّهُـمَّ بِجَاهِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ لَا تُعَذِّبْ هَـذَا
الْمَيِّتِ / هَـذِهِ الْمَيِّـتَـةِ . (3
x ) .
أَللَّهُـمَّ اجْعَلْ آخِرَ كَلَامِنَا مِنَ الدُّنْيَا عِنْدَ انْتِهَاءِ
آجَالِنَا قَوْلَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ.
أَللَّهُـمَّ أَحْيِنَا عَلَيْـهَا يَا
حَيُّ , وَ أَمِتْنَا عَلَيْـهَا يَا مُمِيْتُ , وَابْعَثْنَا عَلَيْـهَا يَا
بَاعِثُ , وَارْفَعْنَا وَانْفَعْنَا بِـهَا يَوْمَ لَا يَنْـفَـعُ
مَالٌ وَ لَا بَنُـوْنَ إِلَّا مَنْ
أَتَى اللَّهَ يِقَلْبٍ سَلِيْمٍ .
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ .
وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ . وَ الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
SHOLAT JANAZAH
Rukun Sholat Janazah
- Niat
Niat sholat
hadir jika mayit laki-laki dan menjadi makmum
اصلي
على هذاالميت اربع تكيبرات فرض
كفاية مأموما لله تعالى
اصلي
على من
صلى عليه الامام فرض
كفاية مأموما لله تعالى
اصلي
على ما
حضرمن اموات المسلمين فرض
كفاية مأموما لله تعالى
Niat sholat hadir
jika mayitnya perempuan dan menjadi imam
اصلي
على هذه
الميتة اربع تكيرات
فرض كفاية اماما لله
تعالى
اصلي
على من
حضرت من اموات المسلمات فرض كفاية اماما
لله تعالى
Niat sholat
mayit hadir jika mayitnya laki-laki dan menjadi imam
اصلي
على هذا
الميتة اربع تكيرات
فرض كفاية اماما لله
تعالى
اصلي
على من
حضر من اموات المسلمين فرض كفاية اماما
لله تعالى
Niat sholat
hadir mayitnya perempuan dan menjadi makmum.
اصلي على هذه الميتة اربع
تكيبرات فرض كفاية مأموما لله تعالى
اصلي
على من
صلى عليها الامام فرض
كفاية مأموما لله تعالى
اصلي
على ما
حضرت من اموات المسلمات فرض كفاية مأموما لله تعالى
Niat sholat
ghoib (tidak ada di hadapan kita) dan menjadi imam.
اصلي على من تصح الصلاة عليه من اموات
المسلمين اربع تكبيرات فرض
كفاية اماما لله تعالى
اصلي على فلان ابن فلان
فلانة ابن قلان sebut namanya فرض
كفاية اماما لله تعالى
اصلي على من غسل وكفن
فى هذا اليوم فرض
كفاية امامالله تعالى
Niat sholat
ghoib jadi makmum
اصلي على من صلى عليه
الامام فرض كفاية مأموما لله تعالى
- Takbir Empat Kali
Rukun yang kedua dari sholat jenazah adalah
takbir sebanyak empat kali. Namuun jika ada orang bertakbir lebih dari empat
kali, maka sholatnya tidak batal, tetap sah sebab hal itu bisa dikatakan dzikir yang tidak sampai membatalkan sholat.
Takbir pertama harus membaca surat al fatihah. Sunnat di
baca dengan pelan-pelan (as-sir/tidak nyaring) meski pelaksanaan sholat pada
malam hari. Sunnat pula di awali dengan ta`awwudz. Dan tidak sunnat diawali
dengan do`a iftitah. Serta tidak di sunnatkan pula ditambah dengan bacaan
surat. Hal ini menurut pendapat yang mu`tamad, sebab shalat jenazah merupakan
sholat yang ringan (takhfif) kemudian setelah seseorang itu selesai baca
fatihah maka harus takbir yang kedua.
Pada takbir yang kedua harus membaca shalawat kepada
Rasulullah. Bacaan sholawat yang baik itu adalah seperti halnya shalawat yang dianjurkan oleh rasul yang
terkenal dengan nama shalawat ibrahimiyah yaitu:
اللهم صل على سيدنا
محمد وعلى آل محمد
كما صليت على ابراهيم وعلى أل ابراهيم وبارك على محمد
وعلى أل محمد كما
باركت على ابراهيم وعلى
أل ابراهيم فى العالمين انك حميد مجيد.
Pada takbir yang ketuga ini harus berdo’a pada Allah
untuk mayit. Doa yang biasa dibaca adalah doa yang dibaca oleh Rasulullah:
اللهم اغفرله وارحمه وعافه
واعف عنه وأكرم نزله
ووسع مدخله واغسله باالماء والثلج والبرد ونقه
من الخطايا كما نقيت
الثوب الأ بيض من
الدنس وأبدله دارا خيرا
من أهله وزوجا خيرا
من زوجه وأدخله الجنة
وأعده من عداب القبر
ومن عداب النار.
Jka yang mati anak-anak dan tidak sampai pada batas
baligh, maka doa yang dibaca adalah :
اللهم اجعله فرطا لأبويه وسلفا ودخرا وعظة
واعتبارا وشفيعا وثقل به
موازنهما وافرغ الصبر على
قلوبهما ولا تفتنا بعده
ولا تحرمهما اجره .
Jika mayatnya
perempuan maka tinggal merubah dhomir (hu) dirubah dengan (ha) . setelah takbir
yang ke tiga ini maka harus takbir yang nomor empat.allahu akbar.
Pada takbir yang ke empat ini musholli (orang yang
sholat) sebelum mengucapkan salam maka disunahkan berdo’a terlebih dahulu.
Do’anya adalah;
اللهم لا تحرمنا اجره ولا تفتنا
بعده واغفر لنا وله .
Kemudian langsung mengucap salam mengikuti imamnya.
Pertama dia menoleh ke kanan dan mengucapkan:
السلام عليكم
ورحمة الله وبركاته
Dan kemudian menoleh ke kiri dan mengucapkan kata yang
sama.
السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته .
Al- Masbuq
Dalam Sholat Jenazah
Apabila ada seseorang ketinggalan takbir
dari pada imam maka ia mengkodo’nya sesuai dengan jumlah takbir yang dia
tinggalkan namun Abdullah ibnu Umar dan Al-Auzai mensinyalir bahwa kita tidak
usah mengkodlo’ takbir yang tertinggal,kemudian langsung salam bersama imam.
Janazah yang
berhak di Sholati
Merupakan kesepakatan para fuqaha’ bahwa
bagi janazah muslim baik laki-laki maupun perempuan,tua ataupun muda, bahkan
bayi sekalipun itu masih di sholati, bahkan menurut ijma’ ulama’, bayi selama
diketahui tanda-tanda kehidupannya seperti suara bersin, erak dan lain
sebagainya itu juga masih punya hak untuk dishalati.
Siqith
Siqit adalah anak yang lahir dari perut
ibunya sebelum waktunya, dalam hal ini apabila siqit lahir sebelum umur empat
bulan maka tidak wajib di shalati, hal ini tidak terjadi hilaf antara jumhurul
fuqaha’dan sebaliknya apabila sampai sampai empat bulan atau lebih dan istihlal
(ada suara bersin,bergerak) maka ia wajib di sholati menurut ittifaq
(kasepakatan)
Syahid
Syahid adalah seorang yang gugur dalam
peperangan melawan orang kafir. Imam Malik dan Asy-syafi’I berpendapat bahwa
bagi syuhada’ yang seperti itu tidak wajib di mandikan dan di sholati dan
apabila luka dan masih ada tanda
kehidupan yang sempurna (hayatul mustaqirah) dan tidak lama kemudian dia
meninggal maka wajib di mandikan dan di sholati.
Meninggal
karena Had (qisos atau rajam)
Berdasarkan hadist yang di riwayatkan
Al-Bukhori dari jabir orang yang meninggal karena Had seperti dalam hadist ini
meninggal karena rajam maka wajib di sholatkan karena dia sudah taubat dengan
sempurna. Seperti halnya orang yang menjalani hukum rajam karena berzina, hukum
qisos karena membunuh, hukum jilid karena menuduh orang lain telah melakukan
perzinahan. Semuanya tetap wajib disholati dan di mandikan.
Meninggal
karena Membunuh
Menurut Al-Khottobi alasan Rasulullah
tidak sholat atasnya adalah sebagai siksaan baginya, agar dijadikan i’tibar
bagi orang lain.
DO’A
MAYAT PEREMPUAN
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ من شُرُورِ
أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا من يهده
اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ
إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Renungan
Dari Aisyah RA, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
إِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ
أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَأَنْتُمْ أَعْلَمُ بِهِ فَإِذَا كَانَ مِنْ أَمْرِ دِينِكُمْ
فَإِلَيَّ
"Jika sesuatu itu menyangkut
urusan dunia kalian maka itu urusan kalian, tetapi jika menyangkut urusan agama
kalian maka kembalikanlah kepadaku."
(HR. Ibnu Majah no. 2471 ; Ahmad no. 12544. Albani berkata :
Hadits shahih)
Pendapat Ulama tentang Berdo’a untuk Mayat Perempuan
Para ulama sepakat (ijma’) bahwa mendo’akan jenazah
laki-laki dalam shalat jenazah adalah dengan lafadz sebagaimana hadits berikut
:
Dari Jubair bin Nufair ia mendengarnya berkata, saya
mendengar Auf bin Malik berkata; Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menshalatkan jenazah, dan saya hafal do'a yang beliau ucapkan:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ
وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ
وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا
نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ
دَارِهِ وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ
وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ أَوْ مِنْ عَذَابِ
النَّارِ . قَالَ حَتَّى تَمَنَّيْتُ أَنْ أَكُونَ أَنَا ذَلِكَ الْمَيِّتَ.
(Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah
ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan
kuburnyak, bersihkanlah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah
ia dari segala kesalahan, sebagana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari
kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di
akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik,
dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu
dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka)." Hingga saya
berangan seandainya saya saja yang menjadi mayit itu.
(Shahih Muslim, Bab ‘Mendo’akan Mayat Dalam Shalat’ no. 2276;
Sunan Nasa’I, Bab ‘Do’a’ no. 2111)
Bagaimana do’a untuk jenazah
perempuan?
Para ulama berbeda pendapat tentang
lafadz do’a jenazah perempuan dalam shalat jenazah.
Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
وَالظَّاهِرُ أَنَّهُ
يَدْعُو بِهَذِهِ الْأَلْفَاظِ الْوَارِدَةِ فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ سَوَاءٌ
كَانَ الْمَيِّتُ ذَكَرًا أَوْ أُنْثَى وَلَا يُحَوِّلُ الضَّمَائِرَ
الْمُذَكَّرَةِ إِلَى صِيغَةِ التَّأْنِيثِ إِذَا كَانَتْ الْمَيِّتُ أُنْثَى
لِأَنَّ مَرْجِعَهَا الْمَيِّتُ وَهُوَ يُقَالُ عَلَى الذَّكَرِ وَالْأُنْثَى
اِنْتَهَى .
Yang dhahir adalah berdo’a dengan lafadz-lafadz yang
bersumber dari hadits-hadits ini baik untuk mayat laki-laki maupun mayat
perempuan, tidak perlu mengubah dhamir-dhamir mudzakkar menjadi dhamir-dhamir
perempuan jika mayatnya perempuan, karena hal itu mengacu kepada mayat, dan dia
diucapkan untuk mayat laki-laki dan mayat perempuan. SELESAI.
[Nailul Autar
7/143]
Pendapat yang sama juga dinyatakan dalam kitab Aunul
Ma’bud dan Tuhfatul Ahwadzi.
Zaenudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, berkata :
ويُؤَنَّثُ الضمائرُ في
الانثى، ويجوز تَذْكِيْرُها بإرادة الميت أو الشَّخْصِ،
Dhamir-dhamir itu harus di-muannats-kan bagi mayat
perempuan, namun boleh tetap di-mudzakar-kan dengan maksud kepada mayat
yang dishalatkan atau orangnya (dalam hati).
[Fathul Mu’in
2/146]
Al-Bakri Dimyati menjelaskan,
(قوله:
ويؤنث الضمائر في الانثى) كأن يقول: اللهم اغفر لها وارحمها إلخ،
(قوله:
ويجوز تذكيرها) أي الضمائر في الانثى.
Ucapan beliau, (Dhamir-dhamir itu harus di-muannats-kan
bagi mayat perempuan), maksudnya dengan mengucapkan “اللهم اغفر لها وارحمها إلخ “
Ucapan beliau, (namun boleh tetap di-mudzakar-kan),
yakni untuk dhamir-dhamir mayat perempuan.
[I’anatuth Thalibin 2/146]
Imam Nawawi dalam kitab Rhaudhatuth Thalibin berkata,
Apabila mayatnya perempuan, beliau berdo’a :
اللَّهُمَّ هَذِهِ
أَمَتُكَ وبِنْتُ عَبْدَيْكَ
“Ya Allah, ini hamba perempuan-Mu dan anak perempuan dari
kedua hamba-Mu” [Rhaudhatuth tholibin 2/126; Hasyiah Qalyubi 4/375; Fathul Aziz
Syarah Al-Wajiz 11/180]
Kesimpulan
Para Ulama berbeda pendapat tentang lafadz do’a untuk
jenazah perempuan dalam shalat jenazah. Perbedaan tersebut ada tiga macam.
- Pendapat pertama, Tetap seperti lafadz aslinya, yaitu : (…..اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ )
- Pendapat kedua, berubah dhamirnya, menjadi : (…….اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا )
- Pendapat ketiga, dengan lafadz : (اللَّهُمَّ هَذِهِ أَمَتُكَ وبِنْتُ عَبْدَيْكَ)
BAB
VI
SHOLAT JENAZAH GHOIB
Sholat ghoib adalah sholat jenazah dilaksanakan ketika
jenazahnya tidak ada di hadapan orang yang mensholati, disebabkan antara
lain karena jenazah sudah dikubur, atau
berada di tempat yang jauh (di luar desa/kota/negara). Syarat, rukun dan cara
sholatnya sama seperti sholat jenazah pada umumnya, hanya saja jenazah tidak
berada di tempat dan jenazah tidak harus berada di arah kiblat, demikian pula
posisi berdiri imam adalah bebas.
1.
Lafazh niat sholat ghoib untuk seorang jenazah lelaki:
أُصَلِّيْ عَلَى
الْمَيِّتِ الْغَائِبِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ( إِمَامًا
/ مَأْمُوْمًا) لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya
sengaja mensholat jenazah ghoib, empat kali takbiran, fardhu kifayah (sebagai
imam / sebagai makmum), karena Alloh Ta’ala “
2. Lafazh niat sholat ghoib untuk
seorang jenazah perempuan :
أُصَلِّيْ عَلَى
الْمَيِّتَةِ الْغَائِبَةِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ( إِمَامًا
/ مَأْمُوْمًا) لِلَّهِ تَعَالَى
3.
Lafazh niat sholat ghoib untuk jenazah banyak, baik lelaki maupun perempuan :
أُصَلِّيْ عَلَى
الْأَمْوَاتِ الْغَائِبَاتِ أَرْبَعَ ت تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ
كِفَايَةٍ ( إِمَامًا /
مَأْمُوْمًا) لِلَّهِ تَعَالَى
4.
Lafazh niat yang cukup praktis khusus untuk makmum :
أُصَلِّيْ عَلَى مَنْ صَلَّى عَليْهِ الْإِمَامُ
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya
senagaja mensholati jenazah orang yang sedang disholati oleh imam, sebagai
makmum, karena Alloh Ta’ala “
BAB VII
HAMLUL MAYIT
1. Pemikul harus
berada di bagian depan keranda (katel madura red) dan kepalanya berada di
antara dua kayu yang di letakkan di kedua bahunya. Cara ini jika yang memikul
hanya dua orang. Di depan dan di belakang.
2. Jika yang
memikul empat orang, maka dua orang ada di bagian depan dan dua orang yang lain
ada di bagian belakang, masing-masing memegang ujung keranda.
3. Di pikul dengan
cara mengelilingi keranda sebagaimana hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu
Majah, Baihaqi, Abu Daud dari Ibnu Mas’ud beliau berkata:
من
تبع الجنازة فليحمل بجوانب السريركلها فانه من
السنة ثم ان شاء
فليتطوع وان شاء فليدع
4. Dalam hal orang
yang memikul haruslah orang laki-laki,tidak boleh perempuan. sebab perampuan
berpotensi mendatangkan fitnah.
Anjuran-anjuran dalam memikul
- Dianjurkan mempercepat jalan yang tidak sampai pada batas lari.
- Di anjurkan janazah di iringi dengan dzikir,baca qur’an dan baca sholawat
- Pengantar dianjurkan berada di depan jenazah.
- Pengantar dianjurkan berjalan kaki kecuali dalam keadaan dlorurot, maka yang berkendaraan dianjurkan berada di belakng jenazah.
- Pengantar dianjurkan menunggu sampai upacara penguburan selesai.
- Pengantar dianjurkan dekat dengan jenazah.
- Pengantar dianjurkan berdiri kecuali bagi yang mendahului jenazah maka boleh berdir atau tidak.
- Membuat suasana tenang/tidak ramai sambil berpikir tentang kematian dan sesudahnya.
- Jenazah hendaknya dalam posisi siap dimasukkan kedalam kubur yakni kepalanya berada di sebelah utara. Hal ini di maksudkan agar gampang cara memasukkannya.
Larangan-Larangan dalam Memikul
- Menyaringkan suara dengan dzikir, baca al-qur’an, shalawat dan sebagainya,
- Menyertai dengan api, obor,dan sebagainya keuali dibutuhkan seperti pada malam hari.
- Diikuti perempuan yang mendatngkan fitnah.
- Duduk sbelum jenazah diturunkan.
- Berdesak-desak dalam mengiringi jenazah.
MENGIRINGKAN
JENAZAH KE PEMAKAMAN
1.
Upacara Pelepasan Jenazah
Pada
prinsipnya, jenazah yang sudah disholati sunnah segera dibawa ke tempat
pemakaman, bila jenazah tergolong orang baik/sholeh, akan tetapi bila tergolong
ahli maksiat atau tidak baik, sebaiknya diperlambat, asalkan jenazah tidak
dikhawatirkan membusuk. Meskipun demikian, pihak keluarga terkadang mengadakan
semacam “upacara pelepasan/pamitan jenazah”, yang dipandangnya sebagai
kesempatan yang sangat tepat untuk menyampaikan pesan-pesan, mumpung orang yang
berta’ziyah masih banyak yang berkumpul dan belum bubar. Acara pokoknya antara
lain pemberian sambutan secara singkat yang berisi :
a. Nasehat “dzikrul maut”
b. Meminta kesaksian tentang kebaikan jenazah.
أَيُّمَا مُسْلِمٍ شَهِدَ لَهُ اَرْبَعَةٌ بِخَيْرٍ
أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ. فَقُلْنَا : وَثَلَثَةٌ؟ قَالَ :
وَ ثَلَاثَةٌ. فَقُلْنَا : وَاثْنَانِ ؟
قَالَ : وَاثْنَانِ - ثُمَّ لَمْ
نَسْأَلْهُ عَنِ الْوَاحِدِ . ( رواه البخاري)
"Setiap muslim yang dipersaksikan sebagai orang baik-baik
oleh 4 orang, maka Alloh akan memasukkannya ke surga. Kami (para sahabat)
bertanya: Kalau dipersaksikan oleh 3 orang?. Beliau jawah : Kalau dipersaksikan
3 orang (juga masuk surga). Kami bertanya : Kalau dipersaksikan oleh 2 orang?.
Jawab beliau : juga kalau disaksikan oleh 2 orang.- Kami tidak menanyakan lagi
bagaimana kalau dipersaksikan oleh satu orang . (HR Bukhari)"
c. Memintakan
maaf kepada hadirin atas kesalahan jenazah
d. Memberitahukan
kepada hadirin yang merasa memiliki hutang-piutang, pinjam-meminjam dan
persoalan penting lainnya dalam kaitannya dengan si mayit, agar segera
berhubungan dengan pihak keluarga atau ahli warisnya, sehingga hal ini
diharapkan dapat meringankan beban si mayit dan tidak memiliki tanggungan hak
adami sewaktu sowan menghadap Alloh SWT.
2. Mengantarkan jenazah ke tempat pemakaman
a. Jenazah
diusung pakai apa saja sesuai dengan adat dan kondisi setempat.
b. Mengiring
jenazah tidak mesti di belakang jenazah, akan tetapi ada juga yang di depannya.
Dalam hal ini para ulama’ berbeda pendapat tentang mana yang lebih utama
diantara keduanya. Ada yang berpendapat lebih utama di depan, dan yang lain
lebih utama di belakang.
c. Selama
perjalanan mengantar jenazah, para pengantar sebaiknya menggunakan waktunya
untuk bertafakkur atau ber-dzikrul maut (mengingat dan merenungi
peristiwa kematian), sehingga diharapkan dapat mendorongnya untuk memperbaiki
amal perbuatannya sebagai bekal persiapan menghadapi kehidupan setelah
kematian. Makruh menggunakannya untuk berbincang-bincang tentang urusan
duniawi, apalagi sambil bergurau dan melakukan hal-hal yang kurang sopan. Untuk
mengatasi hal ini, ada baiknya mengantar jenazah sambil memperbanyak bacaan
dzikir kalimat thoyyibah apa saja. Dan dzikir yang lebih utama dibaca
adalah kalimat: ”لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهْ ”,
sebagaimana yang sudah mentradisi di kalangan masyarakat
nahdhiyyin.
3.
Sesampainya di tempat pemakaman,
keranda/benduso diletakkan di selatan liang kubur dengan membujur ke utara
(posisi kepala jenazah di utara dan kaki di selatan).
TEKS
BACAAN TALQIN BERBAHASA INDONESIA
Teks Bacaan Talqin banyak ragamnya.
Berikut ini Teks Bacaan Talqin Berbahasa Indonesia :
بسمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ. لآاله الاّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاشَرِيْكَ لَهُ لَهُ المُلْكُ وَلَهُ
الحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌ دَائِمٌ لاَيَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيرٌ. كُلِّ شَيئٍ هَالِكٌ اِلاَّ وَجْهَهُ. لَهُ
الْحُكْمُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُونَ. كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ المَوْتِ. وَاِنَّمَا
تُوَفَّونَ اُجُورَكُمْ يَومَ الْقِيَامَةِ. فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّاسِ
وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ. وَمَاالْحَيَوةُ الدُّنْيَا اِلاَّ مَتَاعُ
الغُرُورِ. مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ, فِيْهَا نُعِيْدُكُمْ, وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ
تَارَةً اُخْرَى. مِنْهَاخَلَقْنَاكُمْ لِلْأَجْرِ وَالثَّوابِ. وَفِيهَا
نُعِيدُكُمْ لِلدُّودِ والتُّرَابِ. وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ لَلْعَرْضِ
وَالْحِسَابِ. بِسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَمِنَ اللَّهِ وَاِلَى اللَّهِ وَعَلَى
مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. هَذَامَا وَعَدَ
الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ. اِنْ كَانَتْ اِلاَّ صَيْحَةً وَاحِدَةً
فَاِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ.
Hai …………. bin/binti ……………,! Sekarang
kamu sudah keluar dari dunia ini beserta kemewahannya, menuju ke alam akhirat, maka dari itu jangan lupa kamu
perjanjian ketika kamu di dunia yaitu kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain
Alloh, dan sesungguhnya nabi Muhammad adalah utusan Alloh.
Sekarang kamu berada di suatu tempat
yang baru kamu kenal. Jika kamu nanti
kedatangan dua Malaikat yang telah
diserahi Alloh untuk bertanya kepadamu, maka janganlah kamu takut atau gemetar atau keder menghadapinya.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya dua Malaikat tersebut adalah juga mahluk dari
sebagian mahluk Alloh. Jika kedua
Malaikat itu datang kepadamu, mendudukkanmu, dan bertanya kepadamu seperti ini : Hai manusia, siapa Tuhanmu, apa
agamamu, siapa nabimu, apa I’tiqodmu (kepercayaanmu), dimana kiblatmu dan apa
yang kamu ucapkan ketika kamu hidup dan saat mati, maka jawablah dengan jelas dan
mantap: Bahwa Tuhanku adalah Alloh. Seandainya kamu ditanya yang kedua kalinya,
maka jawablah Alloh Tuhanku. Seandainya kamu ditanya yang ketiga kalinya, maka
jawablah dengan mantap, tidak perlu gentar dan takut : Alloh Tuhanku, Islam
agamku, Nabi Muhammad Nabiku, Al-Qur’an panutanku, Ka’bah kiblatku, Shalat
sehari semalam kewajibanku, semua orang Islam saudaraku. Saya hidup dan mati
menetapi ucapan :
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللَّهُ
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللَّهِ .
Hai …………. Bin/binti ……………! Pegang
teguhlah wahai saudaraku hujjah yang telah saya ajarkan kepadamu ini. Ingatlah
kamu sekarang telah menetap di alam barzah sampai hari kiamat, yaitu hari para
makhluk dibangkitkan dari kuburnya.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya
kematian itu haq (benar), Qubur itu haq, nikmat Alloh (didalam kubur) itu haq,
siksa qubur itu haq, pertanyaan Malaikat Munkar Nakir itu haq, hari
kebangkitan itu haq, hari perhitungan itu haq, syafa’at Nabi Muhammad itu haq,
surga itu haq, neraka itu haq, bertemu dengan Alloh itu haq, dan Alloh akan
membangkitkan manusia dari alam qubur itu haq.
نَسْتَوْدِعُكَ اللّهُمَّ
يَا أَنِيْسَ كُلِّ وَحِيْدٍ وَيَا حَاضِرًا لَيْسَ بِغَائِبٍ آنِسْ وَحْدَتَنَا
وَوَحْدَتَهُ وَارْحَمْ غُرْبَتَنَا وَغُرْبَتَهُ وَلَقِّنْهُ حُجَّتَهُ وَلاَ
تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
آمِيْنَ
PASCA
PENGUBURAN JENAZAH
Selesai pengurukan, disunnahkan
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Meletakkan di atasnya : pelepah kurma yang masih segar,
atau bunga/kembang yang masih basah, atau dedaunan dan tetumbuhan segar lainnya
di atasnya.
2. Menyirami dengan air dingin, dan boleh juga dengan air kembang. Hikmah
dari penyiraman ini antara lain agar tanahnya menjadi padat dan subur sehingga
tetumbuhan akan mudah tumbuh.
3. Memberi tanda misalnya berupa batu nisan, maesan, patok,
atau sejenisnya).
4. Bila jenazahnya
sudah baligh, sunnah dibacakan talqin. Dalam hal ini
petugas duduk di sebelah barat arah kepala jenazah dan menghadap ke jenazah,
lalu membacakan talqin. Sedangkan para pelayat yang hadir
disunnahkan dalam keadaan berdiri. Adapun teks talqin tersebut di bawah.
5.
Selesai
pembacaan talqin, para pelayat, terutama dari pihak keluarga, sebaiknya tidak
langsung pulang, akan tetapi diam sebentar sekedar berdoa memohonkan ampunan
dan tatsbit (keteguhan hati dalam menghadapi malaikat Munkar dan Makir)
bagi jenazah,
Dari Usman
bin Affan, katanya : Adalah Rosululloh ketika selesai penguburan jenazah,
beliau berdiri di depan (menghadap) makam, dan bersabda :
اِسْتَغْفِرُوْا
اللَّهَ لِأَخِيْكُمْ وَ سَلُوْا لَهُ
التَّـثْبِيْتَ فَإِنَّـهُ الْآنَ يُسْأَلُ
. (رواه أبو دَاود)
“Mohonkanlah pengampunan kepada Alloh untuk
saudara kalian ini dan mohonkanlah untuknya keteguhan, karena ia sekarang
ditanya” (HR Abu Dawud, Al-Hakim dan Al-Bazzar).
disamping
membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, surat Yasin, bacaan Tahlil dan kalimat
thoyyibah lainnya.
MENGUBUR MAYIT
Cara menurunkan
mayit
- Diletakkan diujung kubur (disebelah utara kalau di hulukan ke utara) agar gampang memasukkan tapi kalau hal itu tidak memungkinkan maka di masukkan dari arah manapun tetap di benarkan, lalu mayit dikeluarkan dengan hati-hati dan diserahkan kepada orang yang ada di dalam kubur sambil membaca:
بسم الله
وعلى ملة رسول الله
- Diletakkan dengan posisi miring menghadap ke qiblat dan di belakangnya diberi lubelluh agar simayit tetap menghadap qiblat dalam artian tidak guling ke timur.
- Dianjurkan pipi mayit disentuhkan ke bumi atau ke lubelluh (madura.peny), yakni gumpalan-gumpalan tanah yang dipersiapkan atas mayit, hal ini tentunya setelah kain kafan di pipinya dibuka. Dengan demikian mayit akan nampak kehinaannya dihadapan Allah. Maka dari itu makruh hukumnya memakai alas, bantal, peti dan sebagainya bila tidak dibutuhkan, lain halnya bila di butuhkan seperti tanahnya berair dan sebagainya maka tidak dimakruhkan.
- Setelah itu mayit di tutup dengan batu bata atau semacamnya sebagai atap bagi mayit. Namun alngkah baiknya terlebih dahulu dikumandangkan adzan dan iqomah, baru setelah itu ditimbun dengan tanah sebagai langkah terakhir dalam menguburkan mayit.
- Dianjurkan kubur itu hendaknya jangan ditambah dengan tanah selain tanah yang digali.
Catatan:
Sebelum mayit
dikubur, orang-orang yang hadir dianjurkan untuk mengambil tanah, kemudian
tanah tersebut dibacakan
Pertama: dibacakan: منها خلقناكم Kedua: dibacakan
:
وفيها نعيدكم Ketiga: dibacakan : ومنها نخرجكم تارة
أخرى Kemudian disertakan kedalam kubur.
Setelah itu
mengambil tanah lagi dibacakan surat al-qodr tujuh kali
Tentang Mengubur Mayat dan Bentuk Kubur
Sebenarnya mengubur mayit bukanlah praktek
baru yang hanya dilaksanakan ummat Muhammad, melainkan praktek ini salah satu
praktek kuno yang tetap dipelihara dan tetap dibenarkan pleh syari’at, bahkan
praktek ini merupakan praktek terkuno yang bermula dari kematian seorang anak manusia,
yaitu Habil yang dibunuh oleh Qobil saudaranya sendiri yang sempat mengalami
kebingungan cara menguburnya/menanaminya. Lalu Allah menurunkan ilhamnya
melalui seekor gagak yang menggali-gali tanah dengan paruh dan cakarnya untuk
menguburkan saudaranya yang sudah menjadi mayit, lalu dia menimbunnya sampai
menutupinya. Dengan itulah qobil mengambil ibroh yang nantinya akan menjadi
pegangan ummat manusia di seluruh dunia Allah berfirman dalam surat Al-Maidah.
Artinya:
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk
memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat
saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka Aku, mengapa aku tidak mampu
berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku
ini?" karena itu jadilah Dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.
(QS. al-Maai’dah:31)
Menguburkan mayit bertujuan untuk menjaga
kehormatan mayit dan juga menjaga agar orang yang masih hidup tidak terganggu
olehnya. Dan tentunya karena adanya alasan agama.
Bentuk kubur
ada dua macam:
- Kuburan yang disebut dengan lahd: Cara membuat lubang ini adalah lubang yang dasarnya agak diperlebar seperti ukuran mayit.
- Bentuk syaqqu : Lubang ini seperti halnya parit kemudian dikedua sisinya dibangun dan diberi batu-bata, kemudian mayit diletakkan antara sisi batu-bata tersebut.
Catatan:
Bagi orang yang menggali kuburan hendaknya
dia melebarkan galiannya sekiranya nanti akan memudahkan orang yang akan
meletakkan mayit dan ukuran dalamnya kuburan yang digali sekitar 216 Cm.
Bentuk Kubur
Kubur itu supaya ditinggikan kira-kira
satu jengkal, agar kubur dapat dikenal, diziarahi dan dimulyakan. Ibnu hibban
menceritakan bahwa kubur rasul juga demikian. Sekarang apakah diperbolehkan
melapisi kubur dengan tanah liat? Imam Haramain dan Imam Ghazali mengatakan
tidak boleh. Yang demikian itu tidak disebutkan oleh kebanyakan ulama` madzhab
syafi`I, bahwa beliau mengatakan tidak mengapa melapisi kubur dengan tanah
liat.
Adapun membangun, mengecet dan menulisi
kuburan hukumnya makruh, hal ini apabila milik sendiri, maka seandainya ada
orang yang mendirikan bangunan di atas kubur berupa kubah, bumbung atau pagar
keliling hukumnya ditafsil. Jika ditanah pekuburan untuk umum (yang diwaqafkan)
maka boleh dirobohkan. Sebab mendirikan bangunan pada tanah tersebut hukumnya
haram.
Sedangkan menulis nama atau nasab dikubur
dengan tujuan agar dikenal, diziarahi dan dimuliakan maka hukumnya boleh.
Dengan catatan sekedar kebutuhan. Apalagi makam-makam para nabi, ulama` dan
orang sholeh. Karena tanpa adanya pengenal tidak akan diketahui ketika
mengalami pergeseran waktu yang pada akhirnya tidak diketahui pula bahwa makam
itu adalah makam orang sholeh yang seyogyanya diziarahi karena adanya
anjuran.
Catatan:
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa
membangun kubur diatas tanah yang diwaqafkan hukumnya haran tanpaq adanya
pengecualian, tapi ada sebagian ulama` yang berpendapat bahwa membangun kubur
diatas tanah yang diwaqafkan hukmnya boleh bagi para nabi, syuhada` dan
orang-orang sholeh, sekalipun berbentuk qubah. Tujuannya untuk menghidupkan
peziarah yang memang dianjurkan.
Talqin
Sebenarnya Talqin sudah menjadi perdebatan
dikalangan ulama`, sebagian mereka mengatakan bahwa talqin itu tidak dianjurkan
bahkan Imam Malik sendiri memakruhkannya. sedangkan Imam Syafi`i dan Imam Abu
Hanifah menganjurkan. Karena talqin pada dasarnya adalah tadzkir (mengingatkan
tentang tauhid). Sedangkan tadzkir secara umum mempunyai peranan penting dalam
segala hal:
"فذكر فإن الذكر
تنفع المؤمنين"
Apalagi bagi
orang kritis yang dihadapkan pada suatu pilihan yang menetukan untung rugi
seseorang, maka mengingatkan pada kematian dengan cara talqin sangatlah
dianjurkan.
Talqin sendiri dapat dibagi menjdi dua:
- (تلقين محتضر) menalqin orang yang sedang sakaratul maut.
- (تلقين بعد الدفن) menalqin setelah di kubur.
Yang kedua inilah yang dimaksudkan pada pembahasan
talqin. Talqin yang kedua tidak ada kesepakatan di antara empat madzhab.
Sedangkan talqin bentuk pertama semua ulama` mufakat tetang di sunnahkannya
karena adanya hadits nabi SAW:
لقنو
موتاكم لا اله الا
الله (اى من حضره
الميت) ,مع خبر الصحيح:
"من كان أخر كلامه
لااله الا الله دخل
الجنة"
Agar kalimat tauhid menjadi ucapan
terakhir baginya yang akhirnya bisa memasukkan kedalam surga.
Menalqin orang
sakarat maut hendaklah:
Langsung dengan lafadz “لا اله الا الله”
kecuali orang kafir, maka bagi mereka
harus dengan lafadz penyaksian seperti “أشهد " dan sebaginya, karena tidak dianggap syah
islamnya tanpa adanya lafadz itu, selain itu harus di barengi dengan lafadz “محمد رسول الله”.
Jadi menalqin orang kafir harus dengan lafadz:
أشهد
ان لا اله الا
الله و أشهد ان
محمدرسول الله
1. Jangan sekali
kali menalqin dengan lafadz yang tidak ada hubungannya dengan tauhid seperti
lafadz “قل”
(katakanlah) dan sebagainya.
2. Hendaklah
jangan sampai salah menalqin
3. Apabila sudah
mengikuti apa yang ditalqin, sebaiknya jangan ditalqin dulu selama tidak bicara
dengan kata-kata yang lain, kecuali apabila ia hendak berbicara dengan
kata-kata selain penyaksian tersebut. Waktu itulah baru ia ditalqin lagi agar
kalimat tauhid menjadi kata terakhir baginya.
Menalqin mayit
setelah dikubur hendaklah:
1. Penalqin
hendaklah duduk menghadap kearah kepala
mayit
2. Hadirin
hendaknya berdiri ketika talqin dibacakan.
3. Penalqin
hendaknya memanggil dengan nama ibunya atau ibu hawa (kalau ibunya tidak
diketahui) seperti “ يا
عبد الله ابن فاطمةatau يا عبد الله
ابن حواء
4. Lafadz talqin
apabila perempuan maka dhomirnya dirubah muaanats begitu juga sebalkinya
seperti: أذكر
menjadi “ menjadi “أذكري”
(ingatlah).
5. Talqin
hendaknya diulang tiga kali.
6. Mayit hendaknya
dimintai penyaksian baik kepada para hadirin seperti kata orang yang menalqin
kepada para hadirin. “sekarang saya minta kesaksian kepada para hadirin
bahwa mayit ini baik maka insyaallah ia akan baik. Apakah hadirin menyaksikan
mayit ini baik.
اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. حَمْدَ
الشَّاكِرِيْنَ، حَمْدَالنَّاعِمِيْنَ، حَمْدًايُوَافِيْ نَعَمَه وَيُكَافِئُ
مَزِيْدَه، يَارَبَّنَالَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ
وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلى الِى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
Artinya :
Aku berlindung kepada Allah dari
godaan setan yang terkutuk dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah penguasa alam semesta, sebagaimana
orang-orang yang bersyukur dan orang-orang yang mendapat banyak kenikmatan
memuji-Nya. dengan pujian yang sepadan dan nikmat-Nya dan memungkinkan
pertambahannya. Wahai Tuhan kami, pujian hanyalah untuk-Mu, sebagaimana yang
layak akan kemuliaan Dzat-Mu dan keagungan kekuasaan-Mu. Ya Allah, limpahkanlah
kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad junjungan kami dan kepada
keluarga beliau.
اَللهُمَّ تَقَبَّلْ
وَاَوْصِلْ ثَوَابَ مَاقَرَأْنَاهُ مِنَ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَمَا هَلَّلْنَا
وَمَا سَبَّحْنَا وَمَااسْتَغْفَرْنَا وَمَا صَلَّيْنَا عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً وَاصِلَةً وَرَحْمَةً نَازِلَةً وَبَرَكَةً
شَامِلَةً اِلَى حَضْرَةِ حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَقُرَّةِ اَعْيُنِنَا
سَيِّدِنَا وَمَوْلنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاِلَى
جَمِيْعِ اِخْوَانِه مِنَ الْاَنْبِيَآءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالْاَوْلِيَآءِ
وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَالصَّحَابِةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَالْعُلَمَآءِ
الْعَالِمِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَجَمِيْعِ الْمُجَاهِدِيْنَ
فِى سَبِيْلِ اللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ
خُصُوْصًا اِلَى سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجَيْلاَنِيِّ
Artinya :
Ya Allah, terimalah dan sampaikanlah pahala Al-Qur'an yang kami baca, tahlil kami, tasbih kami, istighfar kami dan shalawat kami kepada Nabi Muhammad SAW sebagai hadiah yang menjadi penyambung, sebagai rahmat yang turun dan sebagai berkah yang menyebar kepada kekasih kami, penolong kami dan buah hati kami, pemuka dan pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad SAW, juga kepada seluruh kawan-kawan beliau dari kalangan para Nabi dan Rasul, para wali, para syuhada', orang-orang shalih, para sahabat, para tabi'in, para ulama yang mengamalkan ilmunya, para pengarang yang ikhlas dan orang-orang yang berjihad di jalan Allah Tuhan semesta alam, serta para malaikat yang selalu beribadah, khususnya ditujukan kepada Syekh Abdul Qadir Jailani.
Ya Allah, terimalah dan sampaikanlah pahala Al-Qur'an yang kami baca, tahlil kami, tasbih kami, istighfar kami dan shalawat kami kepada Nabi Muhammad SAW sebagai hadiah yang menjadi penyambung, sebagai rahmat yang turun dan sebagai berkah yang menyebar kepada kekasih kami, penolong kami dan buah hati kami, pemuka dan pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad SAW, juga kepada seluruh kawan-kawan beliau dari kalangan para Nabi dan Rasul, para wali, para syuhada', orang-orang shalih, para sahabat, para tabi'in, para ulama yang mengamalkan ilmunya, para pengarang yang ikhlas dan orang-orang yang berjihad di jalan Allah Tuhan semesta alam, serta para malaikat yang selalu beribadah, khususnya ditujukan kepada Syekh Abdul Qadir Jailani.
ثُمَّ اِلى جَمِيْعِ اَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَ
الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ
مَشَارِقِ اْلاَرْضِ اِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا خُصُوْصًا اِلَى
آبَآءِنَا وَاُمَّهَاتِنَا وَاْجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا وَنَخُصُّ خُصُوْصًا مَنِ
اجْتَمَعْنَاههُنَا بِسَبَبِه وَلِاَجْلِه
Artinya :
Kemudian kepada seluruh penghuni kubur dari kalangan orang-orang islam laki-laki dan perempuan, orang mukmin laki-laki dan perempuan, dari belahan bumi timur dan barat, di laut dan di darat, terutama keapda bapak-bapak dan ibu-ibu kami, kakek dan nenek kami, lebih utamakan lagi kepada orang yang menyebabkan kami berkumpul di sini.
Kemudian kepada seluruh penghuni kubur dari kalangan orang-orang islam laki-laki dan perempuan, orang mukmin laki-laki dan perempuan, dari belahan bumi timur dan barat, di laut dan di darat, terutama keapda bapak-bapak dan ibu-ibu kami, kakek dan nenek kami, lebih utamakan lagi kepada orang yang menyebabkan kami berkumpul di sini.
اَللهُمَّ
اغْفِرْلَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَعَافِهِمْ وَاعْفُ عَنْهُم
Artinya :
Ya Allah, ampunilah mereka,
kasihanilah mereka, berilah mereka kesejahteraan dan maafkanlah mereka
اَللهُمَّ
اَنْزِلِ الرَّحْمَةَ وَالْمَغْفِرَةَ عَلى اَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنْ اَهْلِ
لَآاِلهَ اِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ
Artinya :
Ya Allah, turunkanlah rahmat dan
ampunan kepada ahli kubur yang selalu mengucapkan "Laailaaha illallaah
muhammadur rasuulullaah" (Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah
utusan Allah)
اَللهُمَّ
اَرِنَاالْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَااتِّبَاعَهُ وَاَرِنَاالْبَاطِلَ بَاطِلاً
وَارْزُقْنَااجْتِنَابِهُ
Artinya :
Ya Allah, tunjukanlah kepada kami
kebenaran adalah suatu kebenaran dan anugerahilah kami untuk mengikkutinya dan
tunjukkanlah kepada kami kebatilan adalah suatu kebatilan dan anugerahilah kami
untuk menjauhinya.
رَبَّنَا
اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفَى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
Artinya :
Wahai Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan didunia dan kebaikan di akhirat, serta jauhkanlah kami dari siksa api neraka
Wahai Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan didunia dan kebaikan di akhirat, serta jauhkanlah kami dari siksa api neraka
سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ
وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Artinya :
Masa suci Tuhanmu, Tuham pemilik
kemuliaan, dari sifat-sifat yang mereka (musuh-musuhNya) berikan. Keselamatan
selalu tertuju kepada Rasul, dan segala puji bagi Allah penguasa alam semesta.
اَلْفَاتِحَةْ
SHOLAT
JENAZAH GHOIB
Sholat
ghoib adalah sholat jenazah dilaksanakan ketika jenazahnya tidak ada di hadapan
orang yang mensholati, disebabkan antara lain
karena jenazah sudah dikubur, atau berada di tempat yang jauh (di luar
desa/kota/negara). Syarat, rukun dan cara sholatnya sama seperti sholat jenazah
pada umumnya, hanya saja jenazah tidak berada di tempat dan jenazah tidak harus
berada di arah kiblat, demikian pula posisi berdiri imam adalah bebas.
1.
Lafazh niat sholat ghoib untuk seorang jenazah lelaki:
أُصَلِّيْ عَلَى
الْمَيِّتِ الْغَائِبِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ( إِمَامًا
/ مَأْمُوْمًا) لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya
sengaja mensholat jenazah ghoib, empat kali takbiran, fardhu kifayah (sebagai
imam / sebagai makmum), karena Alloh Ta’ala “
2. Lafazh niat sholat ghoib untuk
seorang jenazah perempuan :
أُصَلِّيْ عَلَى
الْمَيِّتَةِ الْغَائِبَةِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ كِفَايَةٍ ( إِمَامًا
/ مَأْمُوْمًا) لِلَّهِ تَعَالَى
3.
Lafazh niat sholat ghoib untuk jenazah banyak, baik lelaki maupun perempuan :
أُصَلِّيْ عَلَى
الْأَمْوَاتِ الْغَائِبَاتِ أَرْبَعَ ت تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ
كِفَايَةٍ ( إِمَامًا /
مَأْمُوْمًا) لِلَّهِ تَعَالَى
4.
Lafazh niat yang cukup praktis khusus untuk makmum :
أُصَلِّيْ عَلَى مَنْ صَلَّى عَليْهِ الْإِمَامُ
مَأْمُوْمًا لِلَّهِ تَعَالَى
“Saya
senagaja mensholati jenazah orang yang sedang disholati oleh imam, sebagai
makmum, karena Alloh Ta’ala “
Kumpulan doa untuk jenazah dan ziarah
kubur lengkap
Bismillah, berikut adalah kumpulan doa
bagi jenazah atau mayat baik saat jenazah tersebut baru meninggal hingga doa
disaat sedang ziarah kubur berdasarkan hadits-hadist yang telah diajarkan oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam.
DOA KETIKA
MEMEJAMKAN MATA MAYAT
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِفُلاَنٍ (بِاسْمِهِ) وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّيْنَ،
وَاخْلُفْهُ فِيْ عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِيْنَ، وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ
الْعَالَمِيْنَ، وَافْسَحْ لَهُ فِيْ قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ.
“Ya Allah!
Ampunilah si Fulan (hendaklah menyebut namanya), angkatlah derajatnya bersama
orang-orang yang mendapat petunjuk, berilah penggantinya bagi orang-orang yang
ditinggalkan sesudahnya. Dan ampunilah kami dan dia, wahai Tuhan, seru sekalian
alam. Lebarkan kuburannya dan berilah penerangan di dalamnya.” [HR. Muslim
2/634.]
DOA DALAM SHALAT
JENAZAH
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ،
وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ
مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ،
وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ،
وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ
عَذَابِ الْقَبْرِ [وَعَذَابِ النَّارِ
“Ya Allah!
Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari
beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat
yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air
es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju
yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di
dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada
keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya
(atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan
Neraka.” [HR. Muslim 2/663]
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيْرِنَا
وَكَبِيْرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا. اَللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا
فَأَحْيِهِ عَلَى اْلإِسْلاَمِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى
اْلإِيْمَانِ، اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَهُ.
“Ya Allah! Ampunilah kepada
orang yang hidup di antara kami dan yang mati, orang yang hadir di antara kami
dan yang tidak hadir, laki-laki maupun perempuan. Ya Allah! Orang yang Engkau
hidupkan di antara kami, hidupkan dengan memegang ajaran Islam, dan orang yang
Engkau matikan di antara kami, maka matikan dengan memegang keimanan. Ya Allah!
Jangan menghalangi kami untuk tidak memperoleh pahalanya dan jangan sesatkan
kami sepeninggalnya.” [HR. Ibnu Majah 1/480, Ahmad 2/368, dan lihat Shahih Ibnu
Majah 1/251]
اَللَّهُمَّ
إِنَّ فُلاَنَ بْنَ فُلاَنٍ فِيْ ذِمَّتِكَ، وَحَبْلِ جِوَارِكَ، فَقِهِ مِنْ
فِتْنَةِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ، وَأَنْتَ أَهْلُ الْوَفَاءِ وَالْحَقِّ.
فَاغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
“Ya, Allah!
Sesungguhnya Fulan bin Fulan dalam tanggunganMu dan tali perlindunganMu.
Peliharalah dia dari fitnah kubur dan siksa Neraka. Engkau adalah Maha Setia
dan Maha Benar. Ampunilah dan belas kasihanilah dia. Sesungguhnya Engkau, Tuhan
Yang Maha Pengampun lagi Penyayang.” [HR. Ibnu Majah. Lihat Shahih Ibnu Majah
1/251 dan Abu Dawud 3/211]
اَللَّهُمَّ
عَبْدُكَ وَابْنُ أَمْتِكَ احْتَاجَ إِلَى رَحْمَتِكَ، وَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ
عَذَابِهِ، إِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَزِدْ فِيْ حَسَنَاتِهِ، وَإِنْ كَانَ مُسِيْئًا
فَتَجَاوَزْ عَنْهُ.
Ya, Allah, ini
hambaMu, anak hambaMu perempuan (Hawa), membutuhkan rahmatMu, sedang Engkau
tidak membutuhkan untuk menyiksanya, jika ia berbuat baik tambahkanlah dalam
amalan baiknya, dan jika dia orang yang salah, lewatkanlah dari kesalahan-nya.
[HR. Al-Hakim. Menurut pendapatnya: Hadits tersebut adalah shahih.
DOA UNTUK MAYAT
ANAK KECIL
اَللَّهُمَّ
أَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ.
Ya Allah,
lindungilah dia dari siksa kubur.
[HR. Malik dalam Al-Muwaththa’ I/288, Ibnu Abi Syaibah
dalam Al-Mushannaf 3/217, dan Al-Baihaqi 4/9. Syu’aib Al-Arnauth menyatakan,
isnad hadits di atas shahih dalam tahqiqnya terhadap Syarhus Sunnah, karya
Al-Baghawi 5/357.]
Apabila membaca doa
berikut, maka itu lebih baik:
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْهُ فَرَطًا وَذُخْرًا لِوَالِدَيْهِ، وَشَفِيْعًا مُجَابًا. اَللَّهُمَّ
ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا وَأَعْظِمْ بِهِ أُجُوْرَهُمَا، وَأَلْحِقْهُ
بِصَالِحِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَاجْعَلْهُ فِيْ كَفَالَةِ إِبْرَاهِيْمَ، وَقِهِ
بِرَحْمَتِكَ عَذَابَ الْجَحِيْمِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ،
وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَسْلاَفِنَا،
وَأَفْرَاطِنَا وَمَنْ سَبَقَنَا بِاْلإِيْمَانِ.
“Ya Allah! Jadikanlah
kematian anak ini sebagai pahala pendahulu dan simpanan bagi kedua orang tuanya
dan pemberi syafaat yang dikabulkan doanya. Ya Allah! Dengan musibah ini,
beratkanlah timbangan perbuatan mereka dan berilah pahala yang agung. Anak ini
kumpulkan dengan orang-orang yang shalih dan jadikanlah dia dipelihara oleh
Nabi Ibrahim. Peliharalah dia dengan rahmatMu dari siksaan Neraka Jahim.
Berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (di
Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia). Ya Allah, ampunilah
pendahulu-pendahulu kami, anak-anak kami, dan orang-orang yang mendahului kami
dalam keimanan” [Lihat Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah 3/416 dan Ad-Durusul
Muhimmah li ‘Aammatil Ummah, oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, halaman
15.]
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْهُ لَنَا فَرَطًا وَسَلَفًا وَأَجْرًا.
“Ya Allah! Jadikan
kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala buat
kami.” [HR. Al-Baghawi dalam Syarah As-Sunnah 5/357, Abdurrazaq no. 6588 dan
Al- Bukhari meriwayatkan hadits tersebut secara mu’allaq dalam Kitab Al-Janaiz,
65 bab Membaca Fatihatul Kitab Atas Jenazah 2/113.]
DOA UNTUK
BELASUNGKAWA
إِنَّ
لِلَّهِ مَا أَخَذَ، وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ
مُسَمًّى ... فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ.
Sesungguhnya hak
Allah adalah mengambil sesuatu dan memberikan sesuatu. Segala sesuatu yang di
sisi-Nya dibatasi dengan ajal yang ditentukan. Oleh karena itu, bersabarlah dan
carilah ridha Allah.” [HR. Al-Bukhari 2/80; Muslim 2/636.]
وَإِنْ
قَالَ: أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ، وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ.
فَحَسَنٌ.
Apabila seseorang
berkata: “Semoga Allah memperbesar pahalamu dan memperbagus dalam menghiburmu
dan semoga diampuni mayatmu”, adalah suatu perkataan yang baik. [An-Nawawi,
Al-Adzkar, hal. 126.]
BACAAN KETIKA
MEMASUKKAN MAYAT KE LIANG KUBUR
بِسْمِ
اللهِ وَعَلَى سُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ.
Bismillaahi wa
‘alaa sunnati Rasulillaah. artinya, "Dengan nama Allah dan di atas
petunjuk Rasulullah" [HR. Abu Dawud 3/314 dengan sanad yang shahih. Untuk
Imam Ahmad meriwayatkan sebagai berikut: “Bismillaah wa ‘alaa millati
Rasulillaah”, sedang sanadnya shahih.]
DOA SETELAH MAYAT
DIMAKAMKAN
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لَهُ اَللَّهُمَّ ثَبِّتْهُ.
Ya Allah, ampunilah
dia, ya Allah teguhkanlah dia. [Adalah Nabi Shallallahu'alaihi wasallam apabila
selesai memakamkan mayat, beliau berdiri di atasnya lalu bersabda: “Mintalah
ampun kepada Allah untuk saudaramu, dan mohonkan agar dia teguh dan tahan hati
(ketika ditanya oleh dua malaikat), sesungguhnya dia sekarang ditanya.” HR. Abu
Dawud 3/315 dan Al- Hakim, ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahabi
1/370.]
DOA KETIKA ZIARAH KUBUR
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَإِنَّا
إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ [وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ
مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ] أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ.
Semoga
kesejahteraan untukmu, wahai penduduk kampung (Barzakh) dari orang-orang mukmin
dan muslim. Sesungguhnya kami –insya Allah- akan menyusulkan, kami mohon kepada
Allah untuk kami dan kamu, agar diberi keselamatan (dari apa yang tidak
diinginkan). [HR. Muslim 2/671 dan Ibnu Majah. Lafazh hadits di atas milik Ibnu
Majah 1/494, sedangkan doa yang ada di antara dua kurung, menurut riwayat
Muslim, 2/671.]
TAHLIL
Sebenarnya istilah kirim do’a itu merupakan iejaz (
meringkas kata ).
Artinya Kirim pahala bacaan (semisal tahlil ) kepada orang
yang telah meninggal dunia dan ber do’a.
Jadi istilah Kirim Do’a itu sama dengan istilah “Haji
adalah Arofah” dan “ Taubat adalah Penyesalan”, yang mana apabila dipahami
secara harfiah mempunyai pengertian bahwa ibadah haji cukup dengan wuquf di
‘Arofah saja, dan taubat cukuplah hanya dengan rasa menyesal. Padahal tidaklah
demikian adanya.
Nampaknya mempermasalahkan tahlilan dan kirim do’a
terus bergulir setiap saat dan waktu hingga sekarang. Mestinya satu tradisi
yang sudah ratusan tahun keberadaannya, sudah tidak perlu lagi untuk
dipermasalahkan. Maksudnya apabila acara tersebut sudah jelas dasarnya, tidak perlu
dipertanyakan lagi boleh atau tidak untuk mengamalkannya. Kenyataan ini
menimbulkan pertanyaan, “Apakah para pengamal tahlilan tidak pernah
menjelaskan dasar-dasar agamanya” kepada orang yang selalu mempermasalahkan tahlilan
dan kirim do’a, atau ada nuansa politik, misalnya untuk membedakan antara
organisasi yang suka mengadakan acara tahlilan dan organisasi yang tidak
suka mengadakannya.
Tulisan saya ini dimaksudkan untuk memperjelas
dasar-dasar tahlilan dan kirim do’a, apabila orang yang mempermasalahkannya
benar-benar tidak tahu dikarenakan para pengamal tahlilan tidak pernah
menjelaskan dasar-dasar tahlilan secara jelas. Harapan saya , tulisan
ini menghentikan mempermasalahkan tahlilan dan kirim do’a kepada orang
yang suka mempermasalahkannya. Harapan saya akan terwujud apabila permasalahan
ini tidak bernuansa politik.
I. Tahlilan.
1. Pengertian.
Kata Tahlilan ( تَهْلِيْلاُ ) itu berasal dari kata Hallala ( هَلَّلَ ) yang punya arti membaca لاَاِلٰهَ إِلاَّ اللهُ [2]. Dengan demikian Tahlilan dapat dita’rifkan dengan “ Suatu
acara yang di dalamnya ada dibacakan kalimat Lailaha Illalloh”.
Sebelum pembacaan kalimat Lailaha Illalloh, biasanya
dibacakan terlebih dahulu Surat Al-fatihah; Surat Al-Ikhlas;Surat Al-Falaq;
Surat An-Nas; Awal surat Al-Baqoroh; Ayat Kursi; Akhir Surat Al-Baqoroh;
Istighfar; Sholawat Nabi; Hauqolah.
Kemudian sesudah bacaan Lailaha Illalloh, dibacakan do’a.
2. Dasar-dasar Bacaan Tahlilan.
a. Surat Al-Fatihah.
وَقَالَ النَّبِيًّ صّلَّى
اللهً عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَاتِحَةً الْكِتَابِ وَأٰيَةُ الْكًرْسِيِّ
لاَيَقْرَأًهًمَا
عًبْدٌ فِيْ دَارٍ
فَتُصِيْبَهًمْ فِيْ ذٰلِكَ الْيَوْمِ عَيْنً إِنْسٍ أَوْ جِنٍّ .رواه الديلمي عن
عمران بن حصين رضي الله
عنه.
Dan Nabi Muhammad SAW bersabda : Surat Fatihahnya
Kitab(Al-Qur’an ) dan Ayat kursi tidak membaca keduanya seorang hamba di dalam
rumah, maka mereka pada hari itu terkena penyakit ‘ain manusia atau jin. (HR
Dailamy dari ‘Imron bin Hushain RA.[3] ).
b. Surat Al-Ikhlas.
قَالَ النَّبِيًّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَرَأَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ حِيْنَ يَدْحُلُ
مَنْزِلَهُ
نَفَتِ الْفَقْرَ عَنْ
أَهْلِ ذٰٰلِكَ الْمَنْزِلِ وَالْجِيْرَانِ . زواه الطبراني عن جريررضي
الله عنه
Nabi Muhammad SAW bersabda : Barang siapa yang membaca Su
rat Qulhuwallohu Ahad pada waktu masuk ke rumahnya, maka
ia menghilangkan kefakiran dari ahli rumah itu dan para tetangga.
(HR.Thobrony dari Jarier RA [4] )
c. Surat Al-falaq dan An-Nas.
وَ قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَاعُقْبَةُ ! أَلاَ أُعَلِّمُكَ خَيْرَ
سُوْرَتَيْنِ قُرِأَتَا.
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ
الْفَلَقِ , وَقُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ . يَا عُقْبَةُ إِقْرَأْهُمَا
كُلَّمَا نِمْتَ
وَقُمْتَ. مَاسَأَلَ
سَائِلٌ وَلاَاسْتَعَاذَ مُسْتَعِيْذٌ بِمِثْلِهِمَا . رواه أحمد والنسآئي
والحاكم عن عقبة رضي الله
عنه
Nabi Muhammad SAW bersabda : Hai ‘Uqbah ! Adakah aku
tidak mengajarkan kepadamu sebaik-baik dua surat yang dibaca.Yaitu surat Qul
A’udzu birobbil falaqi, dan surat Qul A’udzu birobbin-nasi. Hai ‘Uqbah! Bacalah
kedua surat itu ketika kamu hendak tidur dan bangun. Tak ada orang yang meminta
dan mohon perlindungan ( yang sebanding) dengan semisal kedua surat itu.
( HR.Ahmad,Nasaie, dan Hakim.Dari ‘Uqbah RA[5])
d. Awal Surat Albaqoroh, Ayat Kursi, dan Akhir Surat
Al-baqoroh.
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ : إِنَّ لِكُلِّ شَيْئٍ سَنَامًا وَإِنَّ سَنَامَ
الْقُرْآنِ الْبَقَرَةُ
مَنْ قَرَأَهَا فِيْ
بَيْتِهِ لَيْلاً لَمْ يَدْخُلْهُ شَيْطَانٌ ثَلاَثَ لَيَالٍ وَمَنْ قَرَأَهَا
فِيْ بَيْتِهِ نَهَاراً
لَمْ يَدْخُلْهُ شَيْطَانٌ
ثَلاَثَةَ أَيَامٍ. رواه ابن حبان والطبراني والبيهقي عن سهل بن
سعد رصي الله.
Nabi Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya setiap sesuatu
itu ada kumbul ( Jawa: Punuk) nya.Dan sesungguhnya yang sebagai kumbul
Al-Qur’an adalah surat al-baqoroh.Barang siapa yang membacanya di rumah pada
malam hari, maka syaitan tidak memasuki rumah itu selama tiga malam. Dan barang
siapa yang mermbacanya di rumah pada siang hari, maka syaitan tidak memasuki
rumah itu selama tiga hari. ( HR.Ibnu Hibban, Thobrony, dan Baihaqy. Dari Sahl
bin Sa’ad RA[6] )
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ فِيْهَا أٰيَةُ سَيِّدَةُ آيِ
الْقُرْآنِ لاَ
تُقْرَأُ فِيْ بَيْتٍ
فِيْهِ شَيْطَانٌ إِلاَّ خَرَجَ مِنْهُ : آيَةُ الْكُرْسِيِّ . رواه الحاكم
والبيهقي
عن أبي هريرة رضي الله عنه.
Nabi Muhammad SAW bersabda : Surat Al-baqoroh di dalamnya
ada ayat yang menjadi penghulu ayat-ayat Al-qur’an. Ayat itu tidak dibaca dalam
rumah yang di dalamnya ada syetan, kecuali syaitan keluar dari rumah itu. Yaitu
: Ayat kursi. ( HR.Hakim dan Baihaqi. Dari Abu Hurairoh RA [7] )
وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ألأْٰيَتَانِ مِنْ آخِرِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ مَنْ
قَرَأَهُمَا
فِيْ لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ. رواه أحمد والبخاري ومسلم وابن ماجه عن ابن مسعود رضي
الله عنه.
Nabi Muhammad SAW bersabda: Dua ayat dari akhir surat
Al-baqoroh, barang siapa yang membaca keduanya pada malam hari, maka keduanya
mencukupi orang itu. ( HR.Ahmad, Al-Bukhory, muslim, dan Ibnu Majah. Dari Ibnu
Mas’ud RA[8] ).
عَنْ إِبْنِ مَسْعُوْدٍ
قَالَ : مَنْ قَرَأَ أَرْبَعَ أٰيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ وَآيَةِ
الْكُرْسِيِّ
وَأٰيَتَانِ بَعْدَ آيَةِ
الْكُرْسِيِّ وَتَلاَثًا مِنْ أٰخِرِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ لَمْ يَقْرُبْهُ
وَلاَأَهْلَهُ شَيْطَانٌ
وَلاَيُقْرَآنِ عَلَى
مَجْنُوْنٍ أِلاَّ أَفَاقَ.
Dari Ibnu Mas’ud berkata : Barang siapa yang membaca
empat ayat dari awal surat Al-baqoroh, ayat kursi, dua ayat sesudah ayat kursi,
dan tiga ayat dari akhir surat Al-baqoroh, maka syaitan tidak akan mendekatinya
dan keluarganya. Dan keduanya tidak dibacakan pada orang gila, kecuali ia
menjadi sadar.
e. Istighfar.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ لَزِمَ اْلأِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ
هَمٍّ فَرَجًا
وَمِنْ كُلِّ ضَيْقٍ
مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُ.رواه أبوداوود والنسآئي
وابن ماجه والحاكم.
Nabi Muhammad SAW bersabda: Barang siapa yang selalu
beristighfar, maka Alloh akan menjadikan kegembiraan baginya dari segala
kesusahan , dan menjadikan baginya tempat keluar dari segala kesempitan, dan
memberikan rizki kepadanya dari tempat yang ia tidak pernah menduganya. (
HR.Abu Daud, Nasa’i, Ibnu majah, dan Hakim [10] .
f.. Sholawat Nabi.
وَقَالَ النَّبِّيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَوْلَى النّاسِ بِيْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ
عَلَيَّ صَلاَةً . رواه
النسآئي وابن حبان عن إبن مسعود رضي الله عنه
Nabi Muhammad SAW bersabda: Sesungguhnya manusia yang
paling utama bagiku besok di hari kiamat adalah orang yang paling banyak
membaca sholawat kepadaku. ( HR.Nasa’i, dan Ibnu Hiban.Dari Ibnu Mas’ud RA[11]
g. Hauqolah.
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى كَلْمَةٍ مِنْ تَحْتِ الْعَرْشِ
مِنْ
كَنْزِ الْجَنَّةِ . تَقُوْلُ لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. فَيَقُوْلُ
اللهُ: أَسْلَمَ عَبْدِيْ وَاسْتَسْلَمَ.
رواه الحاكم عن أبي هريرة
رضي الله عنه
Nabi Muhammad SAW bersabda: Adakah aku tidak tunjukkan
kepadamu kalimat dari bawah ‘Arsy, dari gedung sorga ?. Yaitu kamu mengucapkan
“ Laa haula walaa quwwata illa billahi “. Maka Alloh berfirman : Telah
berpasrah diri hambaKu, dan berusaha berpasrah diri ia. (HR.Hakim.Dari Abu
Hurairoh RA[12] ).
h. Bacaan Lailaaha illalloh.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قِالَ . قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ
وَسَلَّمَ :
جَدِّدُوا إِيْمَانَكُمْ .قِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ نُجَدِّدُ إِيْمَانَنَا ؟
قَالَ : أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ
لاَإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ
رواه أحمد والطبراني.
Dari Abu Hurairoh RA.Sesungguhnya ia berkata: Rosululloh
SAW bersabda: Pebaharuilah iman kamu sekalian. Dikatakan (kepadanya): Ya
Rosululloh, bagaimana cara kami memperbaharui iman kami ?. Rosululloh SAW
bersabda: Perbanyaklah dari ucapan Laa ilaaha illalloh. (HR.Ahmad dan Thobrony
[13])
i. Do’a.
وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُدْعُوااللهَ وَأَنْتُمْ تُوْقِنُوْنَ بِاْلأِجَابَةِ
وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللهَ
لاَيَسْتَجِيْبُ مِنْ قَلْبِ غَافِلٍ لاَهٍ. رواه الترمذي والحاكم عن أبي هريرة
رضي الله عنه
Nabi Muhammad SAW bersabda: Berdo’alah kamu kepada Alloh
seraya kamu meyakini dikabulkannya. Dan ketahuilah, bahwa Alloh tidak akan
mengabulkan do’a dari hati orang yang lupa dan lelahan. (HR.Turmudzy dan Hakim.Dari
Abu hurairoh RA [14]).
Perlu dijelaskan bahwa hadist-hadist yang berkaitan
dengan Fadloilus Suwar ( Keutaman Surat Al-Qur’an) itu sebagian ada yang
termasuk hadist shohih, sebagian ada yang termasuk hadist hasan, dan sebagian
pula ada yang termasuk hadist dlo’if ( lemah) yang tidak sampai pada tingkatan
maudlu’[15]
Menurut Ulama Ahli hadist, bahwa hadist dlo’if itu boleh
diamalkan dengan syarat, Pertama, dalam mas’alah fadlo’il (keutamaan).Kedua,
hadist itu tidak terlalu kedlo’ifannya.Ketiga termasuk dalam cakupan hadist
shohih yang sebagai dasar secara umum.Keempat,dalam rangka kehati-hati
an(ikhtiyati) [16] . Dan ini adalah merupakan kesepakatan Ahli Hadist [17]
3. Menghitung Bacaan Dengan Sibkhah (Biji Tasbih).
Kadangkala Imam Tahlil menggunakan biji tasbih untuk
menghitung baca
annya. Hal ini didasarkan pada hadist dari Sa’ad bin Abi
Waqosh ra. Bahwa dia dan Rosululloh SAW masuk pada seorang perempuan yang di
depannya ada biji kurma atau kerikil yang dipergunakan untuk menghitung bacaan
tasbih. Dan didasarkan pula pada hadist Shofiah yang mengatakan : Bahwa
Rosulululloh SAW pernah masuk pada saya, dan di depan saya ada empat ribu biji
kurma yang saya pergunakan untuk mrnghitung bacaan tasbih. Kedua hadist ini
dikeluarkan oleh At-Turmudzi. Dan kedua hadist ini menunjukkan diperbolehkannya
menggunakan biji kurma atau kerikil untuk menghitung bacaan tasbih, demikian
halnya dengan sibkhah (biji tasbih) dikarenakan tidak ada yang membedakan
terhadap taqrier ( penetapan) Nabi Muhammad SAW.[18]
4. Susunan Bacaan Tahlilan.
Ada banyak susunan bacaan tahlilan yang dapat kita
temukan. Semua itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, dan tidak
ditemukan pada waktu beliau masih hidup. Oleh sebab itu, penyusunan bacaan
tahlilan termasuk perbuatan bid’ah.
Bid’ah itu mempunyai dua makna.Makna syar’i dan makan
lughowie -(Bahasa).
Bid’ah syar’i ialah: Perbuatan yang diada-adakan dan
bertentangan dengan Syari’ dan dalil-dalinya yang umum dan khusus. Bid’ah
inilah yang supaya dihindari , yang dijelaskan dalam hadist Nabi “ Kullu
bi’atin Dlolalalatun”, semua bid’ah adalah sesat.
Adapun bid’ah lughowie adalah: Perbuatan yang
diada-adakan tanpa ada contoh lebih dahulu. Pengertian inilah yang sebagai
penafsiran bahwa bid’ah ada yang dianggap baik.
Ada diriwayatkan bahwa Al-Imam Asyafi’i berkata: Bid’ah
itu ada dua ma cam: 1. Bid’ah Mahmudah ( terpuji). 2. Bid’ah Madzmumah
(tercela).
Semua tindakan bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah
termasuk bid’ah yang terpuji ( mahmudah ). Dan semua tindakan bid’ah yang bertentangan
dengan sunnah adalah bid’ah tercela ( madzmumah ).[19]
Hal ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Al-Imam
Al-Ghozali, bahwa tidaklah semua yang diada-adakan setelah Rosululloh SAW itu
dicegah. Balik yang dicegah adalah did’ah yang bertentangan dengan sunnah.
Al-hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqolany sebagai Ulama ahli
hadist dalam Fathul Bari’ Syarh Al-Bukhori menjelaskan : Sesungguhnya bid’ah
itu apabila tercakup dalam dasar( asal) yang dianggap baik secara syar’i itu
termasuk bid’ah hasanah. Dan apabila ada dalam cakupan asal yang jelek secara
syar’i,maka termasuk bid’ah yang dianggap jelek ( mustaqbahah). Apabila tidak
demikian, maka termasuk bid’ah Mubahah ( yang diperboleh kan).Bahkan kadangkala
bid’ah itu dapat masuk dalam cakupan hukum yang lima.[20]
Dengan demikin, penyusunan bacaan tahlilan termasuk dalam
katagori bid’ah hasanah mahmudah, yaitu perbuatan yang diada-adakan, yang baik
dan terpuji. Karena penyusunan bacaan tahlil itu merupakan methoda atau cara
mengamalkan sunnah dengan teratur dan tertib.
5. Tahlilan Sebagai Majlis Dzikir.
Karena semua bacaan-bacaan Tahlilan didasarkan pada Sunah
Nabi seba-
bagaimana telah dijelaskan(2.1.) , maka Acara Tahlilan
merupakan salah satu Majlis Dzikir yang dimaksud dalam hadist riwayat
Al-Baihaqie sebagai berikut :
فَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَامِنْ قَوْمٍ إِجْتَمَعُوْا يَذْكُرُوْنَ
اللهَ إِلاَّ نَادَهُمْ مُنأدٍ :
قُوْمُوا مَغْفُوْراً
لَكُمْ , قَدْ بُدِّلَتْ سَيِّآتُكُمْ حَسَنَاتٍ.
Rosululloh SAW bersabda: Tidaklah sekelompok kaum
berkumpul sambil
mengingat kepada Alloh (berdzikir), kecuali ada yang
mengundang mereka :
Bangkitlah kamu sekalian dengan mendapat ampunan.Sungguh
kejahatan ka-
kamu semua telah diganti dengan kebaikan. [21]
6. Menggelengkan Kepala Waktu Membaca Lailaha Illalloh.
Kita sering melihat orang yang menggelengkan kepala pada
waktu berdzikir ( membaca kalimat Lilaaha Illalloh ), bahkan mungkin
menggerakkan sekujur tubuh, dari atas kepala sampai ujung jari kedua telapak
kakinya. Hal itu dimaksudkan supaya dapat kosentrasi dalam mengingat kepada
Alloh SWT [22].
Cara berdzikir seperti ini sebenarnya tidak pernah
ditemukan dalam Sunah Nabi[23], oleh sebab itu menggelengkan kepala termasuk
bid’ah hasanah mahmudah yang boleh dilakukan sebagaimana susunan bacaan dalam tahlilan.
Namun demikian apabila menggelengkan kepala ( menggerakkan badan) justru
mengganggu kosentrasi , sebaiknya tidak dilakukan, sebagaimana orang yang
berdzikir dengan hati saja.[24]
7. Hidangan Dalam Acara Tahlilan
Sebenarnya makan hidangan dalam Acara Tahlilan tidak
berbeda dengan hidangan dalam acara lainnya. Artinya boleh-boleh saja.
Tetapi apabila tahlilan itu dalam rangkaian acara
kematian ( kirim do’a) mas’alahnya jadi lain. Sebab kumpul sambil makan-makan
di rumah orang yang baru saja kesripahan, diperdebadkan kebolehannya. Dan
mas’alah inilah yang sering muncul di tengah-tengah masyarakat.
Apabila melihat hadistnya Jerir ra yang dikeluarkan oleh
Ahmad dan Ibnu Majah [25] maka tidak boleh menghidangkan makanan setelah
pemakaman. Karena hidangan itu mestinya untuk suasana yang menggembirakan,
sedangkan dalam kematian suasananya adalah menyusahkan.
Tetapi apabila melihat hadistnya ‘Ashim bin Kulaib ra
yang diriwayatkan oleh Abu Daud [26] dan Baihaqy, maka makan hidangan dalam
kematian diperbolehkan, sebab Rosululloh SAW dan para sahabat pernah makan di
rumah ahli mayit setelah pemakanan.[27]
Kedua hadist tersebut dinamakan ta’arudl (pertentangan).
Untuk mengamalkannya digunakan koidah :
إِذَا تَعَارَ ضَ
اْلأِثْبَاتُ وَالنَّقْيُ ْ قُدِّمَ الْمُثْبِتُ
Apabila terjadi pertentangan antara penetapan( istbat)
dan meniadakan (nafi’).Maka yang didahulukan adalah dalil yang menetapkan
(mustbit).
Hadistnya Jarir ra tidak memperbolehkan makan hidangan
dalam kematian, sedangkan hadistnya ‘Ashim bin Kulaib ra menetapkan boleh makan
hidangan dalam kematian. Maka yang didahulukan adalah hadistnya ‘Ashim bin
Kulaib ra.
II. Sampainya Pahala Bacaan Kepada Orang Mati.
Mas’alah sampainya pahala bacaan yang dikirimkan oleh
Pembaca kepada orang yang telah mati diperdebadkan oleh para Ulama[28]. Namun
mayoritas berpendapat bahwa pahala bacaan dapat sampai kepada orang yang telah
mati. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadist Nabi, antara lain :
Pertama,Hadist yang dikeluarkan oleh Abu Muhammad
As-Samarqondy, dalam menjelaskan keutamaan qulhuwallohu ahad, dari ‘Ali dan
dimarfu’kan( kepada Nabi Muhammad SAW) :
مَنْ مَرَّ عَلَى
الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ " قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ " إِحْدَى عَشَرَةَ
مَرَّةً ثَمَّ وَهَبَ أَجْرَهَا لْلأَمْوَاتِ أُعْطِيَ مِنَ اْلأَجْرِ بِعَدَدِ اْلأَمْوَاتِ.
“ Barang siapa yang melewati pekuburan dan membaca
‘Qulhuwallohu Ahad’ sebelas kali, kemudian ia memberikan pahalanya kepada
orang-orang yang mati, maka ia mendapat pahala sebanyak jumlah orang-orang yang
telah mati “.
Kedua, Hadist yang dikeluarkan oleh Abul Qosim Sa’ad bin
‘Ali Az-Zanjany dalam kitab Fawaidnya :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ دَخَلَ
الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ
وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ
وَأَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ثُمَّ قَالَ إِنِّيْ جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ
مِنْ كَلاَمِكَ ِلأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنَ
الْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمَؤْمِنَاتِ . كَانُوْا
شُفَعَآءَ لَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى.
“Bari Abu Hurairoh berkata: Bersabdalah Rosululloh SAW:
Barang siapa yang masuk pekuburan kemudian membaca Surat Fatihatulkitab,
Qulhuwallohu ahad, dan Alhaa kumut takaastur, kemudian dia berkata: Sesungghnya
saya menjadikan pahala yang saya baca dari firmanMu kepada ahli kubur dari
orang-orang mu’min(laki dan perempuan), maka mereka akan menjadi
pembelanya(syufa’a) kepada Alloh ta’ala.”
Ketiga; Hadist yang dikeluarkan oleh shohib Al-khilal :
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ
فَقَرَأَ سُوْرَةَ يٰس خَفَّفَ اللهُ عَنْهُمْ وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ مَنْ فِيْهَا حَسَنَاتُ.
“Dari Anas, bahwa Rosululloh SAW bersabda: Barang siapa
yang masuk pekuburan,maka membaca surat Yasin, maka Alloh meringankan (siksaan)
dari mereka. dan baginya mendapatkan kebaikan sebanyak orang yang ada dalam
pekuburan”.
Dari sekian banyak pendapat tentang sampainya pahala
bacaan kepada orang yang telah mati, ada yang sangat menarik . Yaitu pendapat
Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Jauzi. Karena kedua tokoh ini tergolong orang yang
sangat keras dalam memerangi khurofat dan bid’ah.
Namun demikian, dalam mas’alah ini kedua tokoh tersebut
berpendapat, bahwa pahala bacaan itu dapat sampai kepada orang yang telah mati
(mayit).
Ini menunjukkan bahwa hadist-hadist yang sebagai dasar
bahwa pahala bacaan dapat sampai kepada orang mati dapat dipertanggung jawabkan
pengamalannya.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan :
1. Tahlilan ditinjau dari segi bacaannya termasuk sunnah.
2. Tahlilan ditinjau dari segi susunannnya termasuk bid’ah
hasanah mahmudah yang dapat diamalkan,
3. bahkan sayogyanya diamalkan, karena susunan bacaan
tahlilan merupakan suatu cara mengamalkan sunnah dengan tertib.
4. Bahwa Acara Tahlilan itu termasuk majlis dzikir yang
utama.
5. 4.Bahwa menghitung bacaan tahlil dengan sibkhah ( biji
tasbih) itu diperbolehkan.
6. Dalam berdzikir boleh menggelengkan kepala.
7. Boleh makan hidangan dalam kematian.
8. Bahwa mengirimkan pahala bacaan(qiro’ah) itu
diperbolehkan, karena pendapat sebagian besar Ulama tentang sampainya pahala
kepada orang mati didasarkah pada Sunah Nabi.
Pada Hakekatnya tahlilan adalah sebuah ibadah
sunah, dan memang itu ada dasarnya, jadi bagi saudara - saudara yang
melaksanakan tahlilan silahkan untuk di teruskan, bagi yang tidak
mengamalkan juga juga tidak ada dosa. Yang penting masalah ini jangan terlalu
dibesar - besarkan. yang melaksakan tahlilan tidak usah mengolok - olok
yang laen, pun demikian yang tidak mengamalkan tidak usah menyalahkan apalagi
sampai mengkafirkan orang yang melaksanakan tahlilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar