Selasa, 19 Mei 2020

Jalan Kebenaran Itu bernama Tauhid II

BAB IV
AQOID ULUHIYYAH

Ta’rif / Pengertian
اَلْعَقَائِدُ اْلأُلُوْهِيَّةُ هِيَ العَقَائِدُ الَّتِى تَتَعَلَّقُ بِاْلإِلَهِيَّةَ بِطَرِيْقِ مَعْرِفَةِ صِفَاتِهَا مِنْْ وَاجِبَةٍ وَاسْتِحَالَةٍ وَجَائِزَةٍ
 Aqoid Uluhiyyah yaitu keyakinan keyakinan yang berkaitan dengan ketuhanan dengan cara mengetahui sifat ketuhanan, dari pada yang wajib, mustahil dan jaiz “

Sifat Wajib dan Mustahil Bagi Allah
Sifat Wajib dan Mustahil (menurut akal) bagi Allah yang wajib diketahui (menurut syara') itu ada 40 sifat.Pengertian sifat wajib disini adalah wajib menurut akal, bukan wajib menurut syara', yang ta'rifnya :
مَايُتَصَوَّرُفِى الْعَقْلِ وُجُوْدُهُ وَلاَيَتَصَوَّرُفىِ الْعَقْلِ عَدَمُهُ
" Suatu perkara yang dapat dapat dimengerti oleh akal keberadaannya dan tidak dapat dimengerti oleh akal ketiadaannya "

Yang dimaksud wajib akal disini bukan berarti kewajibannya diawali dari adanya akal, tetapi akalah yang dapat mengerti dan menemukan sifat sifat yang wajib bagi Allah I. walaupun makhluq belum diciptakan, AllahI tetap tersifati oleh sifat sifat yang berhak bagi-Nya. Seperti wajib menurut akal adanya AllahI, akal akan mengerti jikalau AllahI ada dan akal tidak akan mengerti jikalau AllahI tidak ada.
Pengertian sifat mustahil disini pun adalah mustahil menurut akal yang ta'rifnya :
مَايُتَصَوَّرُفِى الْعَقْلِ عَدَمُهُ وَلاَيُتَصَوَّرُفىِ الْعَقْلِ وُجُوْدُهُ
"  Suatu perkara yang dapat dimengerti oleh akal ketiadaannya dan tidak dapat dimengerti oleh akal keberadaannya "

Seperti mustahil menurut akal tidak adanya Allah, ya’ni akal tidak mengerti jikalau Allah tidak ada, dan akal akan mengerti jikalau Allah ada.
Kita meyakini bahwa segala sesuatu adalah milik Allah, karena semua adalah ciptaan-Nya. Tapi ada sesuatu yang tidak dimiliki oleh Allah, apakah itu ? yaitu segala sesuatu yang mustahil bagi Allah, yang tidak layak disandarkan kepada Allah.
Allah  maha suci dari segala sesuatu yang telah orang orang musyrik sekutukan kepada Allah سبحان الله عما يشركون . Allah  tidak memiliki anak, ayah, ibu, teman dan lainnya yang mustahil bagi Allah I, karena jika Allah  memiliki anak dan lainnya, maka Allah  akan sama seperti ciptaan-Nya, jikalau Allah sama seperti ciptaan-Nya itu mustahil.
Allah I maha suci dari segala sesuatu yang telah orang orang kafir mensifati akan sifat sifat yang tidak layak bagi Allah I, yang tidak pantas disandarkan kepada Allah سبحان الله عما يصفون

Jadi seluruh sifat yang berhaq bagi AllahI, yang wajib diketahui oleh Mukallaf (baligh & berakal) itu ada 20 sifat wajib serta 20 sifat mustahil yaitu :
  1. Wujud lawannya ‘Adam
  2. Qidam lawannya Huduts
  3. Baqo’ lawannya Fana
  4. Mukholafah lil hawadits lawannya Mumatsalah lil hawadits
  5. Al Qiyamu bin Nafsi lawannya Ihtiyaaj lighoirihi
  6. Wahdaniyyah lawannya Ta’addud
  7. Qudrot lawannya ‘Ajzu
  8. Irodat lawannya Karohah
  9. ‘Ilmu lawannya Jahlu
  10. Hayat lawannya Maut
  11. Sama’ lawannya ‘Ashom
  12. Bashor lawannya A’maa
  13. Kalam lawannya Abkam
  14. Kaunuhu Qoodiron lawannya Kaunuhu ‘Aajizan
  15. Kaunuhu Muriidan lawannya Kaunuhu Kaarihan
  16. Kaunuhu ‘Aaliman lawannya Kaunuhu Jaahilan
  17. Kaunuhu Hayyan lawannya Kaunuhu Mayyitan
  18. Kaunuhu Samii’an lawannya Kaunuhu Ashomma
  19. Kaunuhu Bashiron lawannya Kaunuhu A’maa
  20. Kaunuhu Mutakalliman lawannya Kaunuhu Abkama

1.       Sifat Wujud
Ta'rif Sifat Wujud
صِفَةُ  الْوُجُوْدِ هِيَ صِفَةٌ نَفْسِيَّةٌ  يَدُلُّ الْوَصْفُ بِهَا عَلَى نَفْسِ الذَّاتِ  دُوْنَ مَعْنًى زَائِدٍ عَلَيْهِ
"  Sifat  wujud yaitu sifat Nafsiyyah (sifat yang tetap pada dzat) yang menunjukan pada haqiqat dzat bukan selebihnya terhadap dzat "
Wajib Aqli Allah  tersifati oleh sifat wujud, yakni adanya Allah  yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya, yang wujud-Nya adalah wujud Haqiqi.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan atas adanya Allah  dan wajib meyakinkan mustahil Allah  tidak ada, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa, serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.

Pembagian Wujud
Adapun wujud itu terbagi atas 3 :
1).  Wujud Haqiqi, yaitu adanya Dzat yang tidak bersandar pada yang lain, yang tidak diawali dengan tidak ada dulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, ya'ni wujudnya Allah. Disebut juga wujud-Nya dengan wujud Muthlaq, ya’ni ada-Nya tidak terikat dengan apapun.
2).  Wujud 'Aridhi, yaitu adanya dzat yang diawali dengan tidak ada dulu dan akan diakhiri dengan tidak ada kembali, seperti wujudnya kita dan alam semesta ini.
3). Wujud idhofi, yaitu adanya dzat karena bersandar pada yang lain. seperti adanya bapak karena bersandar pada adanya anak. Disebut juga wujudnya dengan wujud Muqoyyad, ya’ni adanya karena terikat oleh sesuatu.

Adapun dzat yang maujud itu dapat ditemukan dengan dua perkara, yaitu;  Hissy (panca indera) dan Aqli (logika).
Perkara yang ditemukan dengan Hissy itu seperti; cahaya terang yang ditemukan dengan mata, suara ditemukan dengan telinga, bau ditemukan dengan hidung, rasa ditemukan dengan lidah, dan halus atau kasar ditemukan dengan tangan.
Adapun perkara yang ditemukan (dipahami) dengan akal dan tidak dapat ditemukan oleh hissy itu seperti : pintar, bodoh, ruh, bahagia, sedih dan lain lain. Begitu juga dengan wujudnya Allah  dapat dimengerti dengan akal. Namun wujudnya Allah I tidak bisa diserupakan dengan wujudnya ilmu, bodoh, ruh dan lain lain, karena wujudnya Allah  dan itu haqiqi, qidam, serta mukholafah lil hawadits dan wujudnya selain Allah  itu tidak haqiqi dan hawadits (baru).
Kemampuan menemukannya akal hanya terbatas pada adanya Dzat yang menciptakan (Dzat Allah ). Sedangkan untuk menemukan nama nama Allah  itu bukan hasil dari pada akal, tetapi merupakan wahyu dari Allah , yang diturunkan kepada para Nabi dan Rosul-Nya, untuk disampaikan kepada Umatnya.   
Sebagai manusia seharusnya kita menyadari dan bersyukur kepada Allah  bahwa kita dan alam semesta ini asalnya tidak ada, kemudian Allah  menciptakan kita ke dunia ini dengan keadaan kita yang tidak mempunyai daya dan kekuatan apapun. Kita bisa berdiri, bisa duduk, bisa berjalan, dan bisa melakukan kegiatan kegiatan kita, tentunya ada yang menggerakan kita. Buktinya Ketika kita sakit, kita tidak bisa berbuat apapun semau kita, karena kita ini adalah makhluq yang lemah, yang tidak mempunyai upaya dan kekuatan kecuali jika ditaqdirkan oleh Allah  yang telah menciptakan kita dan seluruh pekerjaan kita.
Adanya alam semesta yang indah ini yang lama kemudian akan menjadi rusak, begitu juga dengan keadaan kita yang lama kemudian usia kita semakin mengurang, hingga kita menjadi tua dan tidak berdaya, tentu semuanya ada yang mengaturnya yaitu Allah , yang wujud-Nya adalah wujud haqiqi.
Kita sebagai manusia tentunya mempunyai berbagai macam masalah, untuk mengatasi masalah-masalah negatif yang terjadi dalam kehidupan manusia hari ini, maka kita perlu mengajak manusia mengenal Allah, mengenal sang Pencipta, mengenal Tuhan yang telah mengatur kehidupan kita. Sebab Allah Ilah yang menciptakan alam semesta ini, tentu Dia mempunyai formula yang tepat untuk mengatasi berbagai masalah, itulah jalan yang ditempuh oleh para Rosul dan orang sholih zaman dahulu.
Mengajak manusia untuk mengenal AllahI tidak sama halnya dengan mengajak manusia untuk percaya kepada AllahI. Hari ini kalau kita tanya pada orang kafir sekalipun, apakah mereka tahu dan percaya adanya tuhan, tentu mereka akan menjawab kami tahu dan percaya. Tapi seolah olah, tuhan tidak ada dalam kehidupan mereka. Mereka tidak merasakan peranan tuhan didalam kehidupan, atau dengan kata lain tidak perduli kepada tuhan. Pada perasaan  mereka sama saja apakah tuhan ada atau tidak ada.
Bila orang sudah mengenal Allah, maka barulah jiwanya hidup kembali, dan meyakini bahwa Allah I itu maha berkuasa, menghidupkan, mematikan, menghukum, mendengar, melihat, maha besar, maha agung, penyelamat, penjaga, pelindung, yang memberikan ni’mat dan rahmat-Nya kepada kita selaku makhluq-Nya, serta yang mewujudkan apa saja di dunia maupun di akhirat sesuai dengan kehendak-Nya, karena semua adalah milik-Nya.

Kisah Kaum yang tidak percaya adanya Allah
Pada zaman dahulu ada suatu kaum yang tidak percaya akan adanya Allah, yaitu yang disebut kaum dahriyyah. Mereka menyatakan bahwa adanya alam semesta ini karena fenomena alam atau perubahan zaman saja, tanpa ada yang menciptakannya. Oleh karena itu mereka disebut kaum dahriyyah, karena asal ma’na Ad Dahr itu adalah zaman.
Pada saat itu mereka mengadakan sebuah forum perdebedatan dengan para ulama ketika itu yang berjumlah kurang lebih 400 ulama, tapi yang hadir pada saat itu hanya 399 ulama beserta sebagian murid muridnya. Dalam forum tersebut mereka mengatakan : “ kami meyakini adanya alam ini, itu karena perputaran zaman saja dan kami tidak percaya adanya Allah. Jikalau kalian yakin adanya Allah maka beritahukan kepada kami ada dimana Allah ?
Pada saat itu dari 399 ulama tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu, dan pada saat itulah kaum dahriyyah berjaya. Sehingga sebagian santri dari pada ulama tersebut yang belum kuat keyakinannya/tauhidnya ada yang mengikuti ajaran yang dibawa oleh kaum dahriyyah.
Tetapi ada satu ulama yang tidak hadir pada saat itu, yaitu Syaikh Hammaad bin Abi Sulaiman, yang merupakan guru dari imam Hanafi. Pada saat itu Syaikh Hammad merasa bingung bagaimana menjawab pertanyaan kaum dahriyyah tersebut, kemudian beliau meminta petunjuk kepada Allah, dan akhirnya dia bermimpi bahwa ia melihat suatu rumah (istana) yang luas dan  indah,  yang mana di dalamnya ada pohon yang buahnya lebat, tetapi pada saat itu ada segerombolan babi hutan yang keluar dari sudut istana, kemudian memakan serta menghancurkan pohon dan buah buahnya tersebut sehingga hanya tersisa akarnya, ketika akan dihancurkan, munculah dari akar pohon tersebut seekor macan, yang kemudian membinasakan babi hutan tersebut.
Kemudian beliau terbangun dari tidurnya dan menceritakannya kepada muridnya imam Hanafi yang mana saat itu masih dalam usia sangat belia, tapi imam hanafi sudah hafal Al- Quran dan Ia sangat cerdas. Kemudian imam Hanafi kecil berkata : “ Sesungguhnya Allah  telah memberikan ilmu tentang ta’bir (menta’wil/menggambarkan mimpi) kepadaku, dan mimpi ini adalah mimpi yang bertanda bagus untuk mengalahkan musuh kita. Apabila guru mengidzinkankan saya untuk menta’birnya, maka saya akan menta’birnya “. Kemudian gurunya berkata : “ Ya Nu’man ta’birlah mimpi itu ! “ kemudian imam hanafi menta’bir dan berkata : “ Yang dimaksud dengan istana tersebut ialah istana umat islam (aula atau tempat perdebatan dengan kaum dahriyyah), pohon yang buahnya lebat tersebut adalah merupakan para ulama beserta sebagian santrinya, akar pohon yang tersisa itu adalah tuan guru, dan seekor macan itu adalah saya. Insya Allah saya akan mengalahkan kaum dahriyyah tersebut dengan idzin Allah. “ ujar imam hanafi kecil “ maka syaikh Hammaad merasa gembira dengan ta’biran imam Hanafi tersebut.
Maka kemudan diadakan lagi perdebatan antara Ahlu Sunnah dengan kaum dahriyyah, yang diadakan di masjid jami’, yang dihadiri oleh para Ulama dan banyak manusia, tepatnya di majlis syaikh Hammad, imam hanafi pada saat itu berada disamping syaikh Hammad. Pada saat itu datanglah kaum dahriyyah maju dan naik keatas mimbar dan berkata : “ siapa yang akan menjawab pertanyaan saya ? “ kemudian   imam hanafi menjawab : “ saya yang akan menjawabnya ! ” Kemudian kaum dahriyyah mentertawakan dan mengejek imam hanafi karena beliau dianggap masih kecil, dan kaum dahriyyah berkata : “ siapa kamu anak kecil ? kamu mau menjawab pertanyaan saya ! berapa banyak orang yang umurnya lebih tua dari kamu, sorbanya besar, yang mempunyai pakaian pakaian keagungan serta lengan bajunya lebar, semuanya tidak bisa menjawab pertanyaanku ! bagaimana dengan kamu, sedangkan umurmu masih kecil dan dirimu ini hina ? “. tetapi imam hanafi menjawab dengan lembut dan berkata : “ hai kaum dahriyyah sesungguhnya Allah  tidak menempatkan kemulian dan pangkat yang tinggi pada yang bersurban besar, berpakaian keagungan dan lengan bajunya lebar, tetapi Allah  menempatkan kemulian dan martabat yang tinggi pada ulama “. Kemudian kaum dahriyyah berkata : “ oke, kalau kamu mau jawab pertanyaanku, tapi cepat jawab dimana adanya Allah itu ?”  imam Hanafi kemudian menjawab : “ Allah  ada tanpa membutuhkan tempat “. Kaum dahriyyah berkata : “ bagaimana mungkin Allah ada tapi tidak membutuhkan tempat ? imam hanafi menjawab : “ dalil nya ada pada badanmu sendiri “ dahriyyah bertanya : “ apa itu ? “ imam hanafi berkata : “ apakah dalam badan/jasadmu ada ruh ?  “ dahriyyah menjawab : ya”, imam hanafi berkata lagi : “ kalau begitu dimana adanya ruh itu ? apa dalam kepalamu, dalam perutmu, atau pada kakimu ? “ pada waktu itu kaum dahriyyah merasa kebingungan dan gempar, karena mereka tidak bisa menjawab dan menunjukan dimana adanya letak ruh tersebut, kemudian para ulama serta gurunya pun merasa senang atas jawaban imam hanafi kecil ini. Ruh saja yang merupakan makhluq Allah itu tidak bisa dilihat, apalagi yang menciptakannya , tapi bukan berarti Allah  seperti ruh, karena adanya ruh itu wujud ‘Aridhi dan ada-Nya Allah  itu wujud haqiqi.
Tapi pada saat itu kaum dahriyyah keras kepala dan ia berkomentar dan mengajukan pertanyaan lagi kepada imam hanafi : “ oke, saya hargai pendapatmu dan saya agak percaya adanya Allah, tapi saya ingin menanyakan lagi kepadamu ! kalau benar Allah itu ada, sebelum Allah itu ada (sesuatu) apa ? dan sesudah Allah itu ada apa ?” , kemudian imam hanafi membalikan fakta pertanyaan lagi kepada kaum dahriyyah sambil mengacungkan kelima jarinya dan berkata : “ kalian lihat dan jawab, sebelum ibu jari (jempol) ini ada apa ? dan setelah kelingking ini ada apa ? “. kemudian kaum dahriyyah pun merasa bingung, karena tidak bisa menjawab pertanyaannya lagi. Tapi karena kaum dahriyyah orang yang sangat keras kepala, kemudian ia bertanya lagi : “ saya punya pertanyaan satu lagi kalau benar Allah ada, sekarang lagi ngapain dia ? kemudian imam hanafi naik dan tampil ke depan mimbar, karena orang yang menjawab itu pantasnya berada di atas dan yang bertanya itu berada dibawah, sambil berkata : “ Allah  sekarang sedang mentaqdirkan aku untuk menghancurkan golongan bathil seperti kalian, oleh karena itu berimanlah kalian kepada Allah, atau enyahlah kalian dari negeri ini ! “    
Setelah itu Alhamdulillah islam kembali berjaya dan sebagian santri yang mengikuti kaum dahriyyah tersebut kembali mengikuti agama islam, bahkan dari sebagian kaum dahriyyah pun ada yang diberi petunjuk oleh Allah  untuk masuk agama islam.
Oleh karena itu pada zaman sekarang pun banyak aliran aliran yang menyimpang dari aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah, bahkan mereka tidak percaya akan adanya Allah I yang telah menciptakan alam semesta ini, dan mereka berpendapat bahwa alam ini ada dengan sendirinya.
Maka kita pun sebagai muslim harus senantiasa hati hati dan selalu waspada terhadap kepercayaan yang menyimpang tersebut, yang mana sebagian besar mereka dipengaruhi oleh Dholalatul Fulasifah (filsafat filsafat yang menyesatkan aqidah islam), karena terlalu memperdalami ilmu filsafat tanpa dibarengi dengan aqidah yang quat, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Dan apabila ada suatu aliran atau kepercayaan yang baru didalam islam, maka kita harus menanyakannya terlebih dahulu kepada Ahlinya, yaitu orang yang ‘Alim (paham) akan agama islam, seperti para Kiyai, para Ustadz, para Guru, yang tentunya tidak menyimpang dari aqidah Ahlu Sunnah. Sebagaimana firman Allah  dalam surat An Nahl ayat 43 dan Al Anbiyaa ayat 7:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٤٣)
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٧)
" Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada Mengetahui "
 Mudah mudahan kita diselamatkan dari pada aliran-aliran yang akan menyesatkan terhadap aqidah kita.

Kita sebagai makhluq (ciptaan-Nya) harus meyakini adanya Allah  yang selalu memperhatikan gerak gerik kita dimanapun kita berada, walaupun kita tidak bisa melihat-Nya sekarang, tapi mudah-mudahan kita bisa melihat-Nya di surga kelak. Amiin…!
Melihat kepada Dzat Allah  itu jaiz menurut akal dan wajib menurut Syara’, baik di dunia maupun di akhirat, karena Allah I itu ada, dan setiap yang ada itu sah untuk dilihat. Adapun melihatnya Allah  ketika di dunia itu tidak terjadi kepada kita, kecuali Nabi Muhammad  pernah melihat Allah I yang wajibul wujud sewaktu beliau melaksanakan isro’ mi’roj. Karena Baginda Rosulullah r adalah makhluq yang paling mulia di sisi Allah, dan makhluq yang paling dicintai oleh Allah. Karena beliau memiliki akhlaq yang sangat mulia, yang patut kita contoh dan dijadikan suri tauladan bagi kita sebagai umatnya.
Sebagaimana Allah berfirman mengenai orang orang mu’min yang melihat-Nya di surga yang tercantum didalam surat Al Qiyaamah ayat 22 -23 :
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (٢٢)إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (٢٣)
    Wajah wajah (orang orang mu’min) pada hari itu berseri seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat “

Rosulullah  pun bersabda :
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ  ....
“ Sesungguhnya kalian akan melihat tuhan kalian (di akhirat) sebagaimana kalian melihat bulan (pada malam purnama, karena indahnya) “ (HR Mutafaq 'alaih)

Adapun melihat kepada Allah  itu tidak bisa digambarkan bagaimana cara dan prakteknya. Tapi kita harus meyakinkan bahwa kita akan melihat Allah  yang mukholafah lil hawadits (berbeda dengan makhluq-Nya), dan tidak menjadi berubah kepada Mumatsalah lil hawadits (menyamai akan makhluq-Nya).

Dalil Sifat Wujud
Adapun dalil yang menunjukan terhadap wujudnya Allah ada 2 yaitu :
a.       Dalil Aqli (logika)
Menurut logika sehat adanya alam semesta ini pasti ada yang menciptakannya, akal tidak akan mengerti adanya suatu ciptaan tanpa ada yang menciptakannya, dan yang menciptakan harus berbeda dengan apa yang diciptakannya.
b.      Dalil Naqli (tertulis)
Firman Allah dalam surat Ar Ro'du ayat 16 :
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ قُلِ اللَّهُ (١٦)
" Katakanlah ! siapakah tuhan langit dan bumi ? (maka) katakanlah (dialah) Allah "
Sifat wujud adalah termasuk sifat nafsiyyah, ya'ni sifat yang tidak akan pisah dari dzatnya. Apabila kita meyakinkan bahwa Allah  tersifati oleh sifat wujud, maka kita juga wajib meyakinkan bahwa mustahil Allah  tersifati oleh sifat 'Adam (tidak ada), karena tidak cukup mema'rifatkan yang wajib tanpa mema'rifatkan yang mustahil.
Ada beberapa perkara yang merupakan hal yang mustahil bagi Allah yaitu : wujud ‘Aridhi, wujud idhofi, wujud Hissy, wujud aqli yang hawadits, ‘Adam (tidak ada) muthlaq, ‘adam sebelum wujud, ‘adam setelah wujud, ‘adam diantara dua kali wujud, wujud yang terikat oleh zaman,, wujud mumatsalah, dan seluruh wujud yang mustahil/tidak layak bagi Allah. Karena haqiqatnya semua perkara ini adalah ‘Adam Ma’dum (sesudah tidak ada akan tidak ada kembali).

2.       Sifat Qidam
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْقِدَمِ هِيَ صِفَةٌ سَلْبِيَّةٌ اَلَّتِى  تَدُلُّ عَلَى أَنَّ اللهَ لاَ أَوَّلَ لَهُ
" Sifat Qidam yaitu sifat salbiyyah (sifat pencabutan), yang menunjukan bahwasanya Allah tidak ada permulaannya "

Wajib Aqli Allah  tersifati oleh sifat qidam, ya'ni terdahulu, dalam arti tidak diawali dengan tidak ada dulu.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat qidam terhadap Allah  dan wajib meyakinkan sifat huduts terhadap makhluq, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.

Pembagian Sifat Qidam
Adapun qidam terbagi menjadi 3 yaitu :
a.       Qidam Haqiqi, yaitu terdahulunya Dzat yang tidak terikat oleh zaman dan bukan karena disandarkan dengan yang lain, juga bukan karena lamanya zaman. tetapi terdahulunya tidak diawali oleh tidak ada dulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, ya'ni Dzat Allah I.
b.      Qidam Zamani, yaitu terdahulunya suatu dzat atau perkara yang terikat oleh zaman. seperti halnya langit dan bumi.
c.       Qidam idhofi, yaitu terdahulunya suatu dzat atau perkara jika dibandingkan dengan yang lain, namun jika dibandingkan dengan yang lain lagi,  dzat/perkara tersebut temasuk baru. Seperti terdahulunya (tuanya) bapak jika dibandingkan dengan anak, namun jika dibandingkan dengan kakek maka bapak termasuk baru (muda)

Dalil Sifat Qidam
Adapun dalil yang menunjukan terhadap qidamnya AllahI ada 2 dalil yaitu :
a.       Dalil Aqli
Menurut logika apabila Allah  tidak qidam, pasti baru, jika baru pasti membutuhkan pihak lain yang menciptakannya, yang mana hal ini adalah mustahil terjadinya, serta akan menimbulkan kejadian daur dan tasalsul.
Adapun ta'rif daur adalah :
تَوَقُّفُ شَيْئٍ عَلَى شَيْئٍ آخَرَ  يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ
"  Menunggunya satu perkara terhadap perkara yang lain, yang mana perkara itu menunggu pula terhadap perkara yang lain"

Dan  ta'rif tasalsul adalah :
تَتَابُعُ الاَشْيَاءِ وَاحِدًا بَعْدَ وَاحِدٍ إِلَى مَا لاَ نِهَايَةَ لَهُ
"  Terus menerusnya perkara terhadap sesudah  perkara  yang lain, yang tidak ada hentinya "

b.      Dalil Naqli
Firman Allah  dalam surat Al hadid ayat 3 :
هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٣)
" Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.

Sifat qidam adalah termasuk sifat salbiyyah, yaitu sifat yang mencabut atau menghilangkan sifat yang tidak pantas bagi AllahI, yaitu sifat huduts (baru). bisa juga disebut sifat ketiadaan, yaitu tiada permulaan, ya'ni tidak diawali dengan ketiadaan.
Apabila kita meyakinkan bahwa Allah I tersifati oleh sifat qidam, maka kita juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah I tersifati oleh sifat huduts. karena tidak cukup mema'rifatkan yang wajib tanpa mema'rifatkan yang mustahil.Dan kita wajib meyakinkan bahwa alam semesta ini baru, karena alam tidak terlepas dari dua sifat, yaitu antara diam dan berubah. Apabila alam tersebut asalnya diam kemudian berobah, maka alam tersebut termasuk baru. karena sesuatu yang berobah itu pasti baru, sebab asalnya tidak berobah. Dan alam itu asalnya tidak ada kemudian menjadi ada, yang mana termasuk perkara yang baru, dan tentunya ada yang menciptakannya.

3.       Sifat Baqo'
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْبَقَاءِ هِيَ صِفَةٌ سَلْبِيَّةٌ  اَلَّتِى تَدُلُّ عَلَى أَنَّ اللهَ لاَ أَخِرَ لَهُ
"  Sifat baqo' yaitu sifat salbiyyah yang menunjukan bahwasanya Allah tidak ada akhirnya "
Wajib Aqli AllahI tersifati oleh sifat baqo', ya'ni tidak diakhiri dengan tidak ada (kekal/abadi).
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat baqo' terhadap Allah  dan wajib meyakinkan akan rusaknya makhluq, kecuali 8 perkara yang tidak akan binasa, yang di takhsis oleh hadits, namun adanya diawali dengan tidak ada dulu (baru), dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Adapun Baqo’-Nya Allah  itu bukan karena ditetapkan oleh Al Quran dan Hadits, melainkan Al Quran dan Hadits itu hanyalah sebagai petunjuk terhadap baqo’nya Allah I. Baqo’-Nya Allah  pun bukan karena ditetapkan oleh Ahli Tauhid dengan cara mema’rifatkannya haq Allah, bukan karena ditetapkannya oleh ulama Mujtahidin (Fuqoha’), namun mereka mewajibkan kepada setiap mukallaf untuk berma’rifat kepada Allah , bukan pula baqo’-Nya Allah  itu karena diimani oleh setiap mu’min, melainkan mereka hanyalah melaksanakan kewajibannya untuk mema’rifatkan Allah .
Jadi Allah  sebelum Al Quran diturunkan pun tetap tersifati oleh sifat baqo’, sekalipun tidak ada yang mengimani terhadap baqo’-Nya Allah .
Setelah lafadzh Allah itu biasanya suka memakai lafadzh , karena itu untuk memperkuat dalil terhadap baqo’nya Allah. Ya’ni Allah itu maha suci/bersih serta maha luhur/jauh dari sifat sifat yang mustahil baginya dan sangkaan sangkaan kaum musyrikin.

Pembagian Sifat Baqo'
Adapun baqo' terbagi atas 3 :
a.       Baqo' Haqiqi, yaitu abadinya Dzat yang tidak terikat oleh zaman  dan bukan karena dibandingkan dengan yang lain, ya'ni abadinya dzat Allah I yang tidak diakhiri dengan tidak ada dan tidak diawali dengan tidak ada dulu.
b.      Baqo' zamani, yaitu abadinya suatu dzat atau perkara yang terikat oleh zaman, serta diawali dengan tidak ada dulu yaitu abadinya 8 ciptaan Allah I yang tidak akan rusak, yang ditakhsis oleh hadits yaitu : 1. Qolam 2. Lauhil mahfudz 3. 'Arasy 4. Kursy 5. Ruh 6. tulang ekor 7. surga 8. neraka. Sebagaimana Syaikh Jalaluddin Assuyuthi mensya'irkan :
ثَمَانِيَّةٌ حُكْمُ الْبَقَاءِ يَعُمُّهَا                   *          مِنَ الْخَلْقِ وَالْبَاقُوْنَ فِى حِيَزِ الْعَدَمِ
هِيَ الْعَرْشُ وَالْكُرْسِي نَارٌ وَجَنَّةٌ            *          وَعَجْبٌ وَأَرْوَاحٌ كَذَا اللَّوْحُ وَالْقَلَمُ
" Ada delapan perkara yang dihukumi baqo, seluruhnya dari makhluq dan selainya itu akan lenyap, yaitu 'arsy, kursy, neraka, surga, tulang ekor, ruh-ruh begitu juga lauhil mahfudz dan qolam "
c.       Baqo' nisby, yaitu abadi/kuatnya suatu perkara jika dibandingkan dengan yang lain, seperti kuatnya besi apabila dibandingkan dengan kayu, namun apabila besi dibandingkan dengan baja maka besi termasuk perkara yang tidak  abadi/kuat.

Dalil Sifat Baqo'
Adapun dalil yang menunjukan terhadap baqo'Nya AllahIitu ada 2 :
a. Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila adanya Allah I itu tidak abadi (rusak), maka pasti adanya Allah I itu baru, apabila adanya Allah I itu baru maka pasti akan menimbulkan daur dan tasalsul, yang mana hal ini sudah dijelaskan pada sifat qidam.
b. Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Ar Rohman ayat 27 :
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالإكْرَامِ (٢٧)
"  Dan tetap kekal Dzat tuhanmu (AllahI) yang mempunyai keagungan dan kemuliaan "
Sifat baqo' adalah termasuk sifat salbiyyah, yaitu pencabutan sifat yang tidak pantas bagi AllahI, ya’ni sifat fana' (rusak).
Apabila kita meyakinkan bahwa Allah I tersifati oleh sifat baqo', maka kita juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah I tersifati oleh sifat fana'. karena tidak cukup mema'rifatkan yang wajib tanpa mema'rifatkan yang mustahil.
Dan kita harus meyakinkan adanya alam semesta yang indah ini yang lama kemudian akan menjadi rusak, begitu juga dengan kita yang lama kemudian usia kita semakin mengurang hingga kita menjadi tua, dan kita pun akan mengalami kematian yang pasti akan menjemput kita, serta kita tidak pernah mengetahui kapan maut itu tiba? Karena itu adalah rahasia Allah I dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, apakah kita mati dalam keadaan baik (husnul khotimah) atau dalam keadaan buruk (su’ul khotimah). Karena yang diperhitungkan itu adalah bagaimana amal terakhir dari pada kehidupan kita.
Sebagaimana Rosulullah r bersabda : 
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِخَوَاتِيْمِهَا
“ Sesungguhnya amal (yang paling menentukan) adalah amal akhirnya (HR. Bukhori) “
Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dengan cara mengerjakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Mudah mudahan kita dicabut nyawa oleh Allah  dalam keadaan husnul khotimah, dengan mendapatkan keridhoan-Nya berupa surga, dan mudah mudahan kita dijauhkan dari pada maut dalam keadaan suul khotimah, serta dijauhkan dari pada kemarahan Allah  berupa api neraka. Marilah kita amalkan dan biasakan banyak berdo’a khususnya pada setiap selesai sholat lima waktu dengan membaca do’a yang telah diajarkan oleh Rosulullah  yaitu :
اَللَّهُمَّ إَنَّ نَسْئَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُبِكَ  مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ  وَنَسْأَلُكَ حُسْنَ الْخَاتِمَةِ وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّ الْعَاقِبَةِ وَسُوْءِ الْخَاتِمَةِ
“ Ya Allah  aku memohon kepadamu akan keridoanmu serta surga, dan aku berindung kepadamu dari kemarahanmu dan siksa api nerakamu. Aku memohon kepadamu (meninggal) dalam keadaan husnul khotimah, dan aku berlindung kepadamu dari kejelekan akibat (akhir sesuatu) dan su’ul khotimah “ 

4.       Sifat Mukholafah Lil Hawadits
Ta'rif dan definisi
صِفَةُ الْمُخَالَفَةِ لِلْحَوَادِثِ هِيَ صِفَّةٌ سَلْبِيَّةٌ الَّتِى تَدُلُّ عَلَى أَنَّ اللهَ تَعَالىَ لَيْسَ  مُمَاثِلاً لِلْحَوَادِثِ
" Sifat Mukholafah lil Hawadits yaitu sifat salbiyyah yang menunjukan bahwasanya AllahI tidak  menyerupai  dengan yang baru (makhluq) "

Wajib aqli Allah tersifati Allah  tersifati oleh sifat mukholafah lil hawadits, ya'ni berbeda dengan yang baru (makhluqnya), dalam arti tidak ada titik persamaan antara Allah/Kholiq (sang pencipta) dengan makhluqnya (yang diciptakannya). Sang kholiq tidak akan berubah menjadi makhluq dan makhluq tidak akan berubah menjadi sang kholiq. Seperti halnya sipembuat meja tidak akan berubah menjadi meja, dan mejapun tidak akan berubah menjadi sipembuat meja.
Dalam ilmu shorof lafadz mukholafah adalah masdhar dari wazan mufa'alah, yang termasuk fi'il tsulatsi mazid warna 1 bab ke 3, yang artinya saling berbeda atau tidak ada persamaan antara Allah  dengan makhluqnya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat mukholafah terhadap Allah  dan wajib meyakinkan mustahil Allah  tersifati oleh sifat mumatsalah, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Jika ada sesuatu didalam hati kita baik itu berupa bayangan, khayalan atau sifat sifat yang tidak pantas bagi Allah I, maka janganlah dipercaya ! karena itu datangnya dari syaithon la'natullah alaih, yakinlah bahwa Allah  berbeda dengan makhluqnya, termasuk apa apa yang ada pada khayalan kita. karena adanya Allah  itu dapat dipahami (dimengerti) oleh akal ghorizy/iktisaby, ya'ni akal yang dapat berma'rifat kepada Allah . bukan ditemukan oleh panca indera atau dapat dibayangkan oleh hati.

Dalil Sifat Mukholafah lil Hawadits
Adapun dalil yang menunjukan terhadap sifat mukholafah lil hawadits ada 2 :
a.       Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila Allah  tidak mukholafah, maka pasti akan mumatsalah (sama dengan makhluq), apabila mumatsalah maka Allah  termasuk baru, apabila Allah  baru maka akan menimbulkan proses daur dan tasalsul, yang mustahil terjadinya dan sudah dijelaskan pada sifat qidam.
b.      Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat As Syuro ayat 11 :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١١)
" Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (AllahI), dan dialah (Allah) yang maha mendengar lagi maha mengetahui "

Sifat mukholafah lil hawadits termasuk sifat salbiyyah, ya'ni sifat pencabutan terhadap sifat yang tidak pantas bagi Allah I yaitu mumatsalah lil hawadits (menyerupai dengan makhluqnya), yang mustahil bagi Allah.
Apabila kita meyakinkan bahwa Allah I tersifati oleh sifat mukholafah, maka kita juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah I tersifati oleh sifat mumatsalah. karena tidak cukup mema'rifatkan yang wajib tanpa mema'rifatkan yang mustahil.

Masalah persamaan bahasa antara Allah dan makhluq-Nya
Jika ada persamaan bahasa terhadap Allah  dengan makhluqnya, seperti Allah  melihat, makhluq pun melihat, Allah  mendengar, makhluq pun mendengar dan sebagainya. maka itu semua tidak mengakibatkan atau menjadikan Allah  menjadi mumatsalah dengan makhluqnya. karena haqiqatnya berbeda sekali melihat dan mendengarnya Allah  dengan melihat dan mendengarnya makhluq.
Adapun melihatnya Allah  itu dengan sifat basor-Nya dan penglihatan-Nya tidak terbatas dan tidak terhalangi oleh hijab (sesuatu yang menghalangi penglihatan). seperti terhalang oleh dinding, pagar dan sebagainya. Sedangkan penglihatan makhluq sangatlah terbatas, serta dapat terhalangi oleh hijab dan melihatnya dengan mata, yang  diciptakan Allah untuk melihatnya makhluq.

Ayat (Teks) Muhkamat dan Ayat Mutasyabihat
Didalam Al-Quran dan Hadits terdapat ayat atau teks yang Muhkamat dan mutasyabbihat. Sebagaimana firman Allah I dalam surat Ali Imron ayat 7 :
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ (٧)
 “ Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al-Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat ”
Jika ada nash Al Quran atau hadits yang bahasanya seakan akan Allah I itu serupa dengan makhluq-Nya (Mutasyabbihat), maka ada 2 golongan ulama yang berpendapat mengenai hal ini, yaitu ulama salaf (ulama zaman dulu/ulama 500 tahun setelah Nabi wafat) dan ulama kholaf (ulama zaman sekarang).
Menurut ulama kholaf nash Al Quran dan hadits tersebut harus dita'wil, jelasnya harus disalurkan terhadap ma'na yang layak terhadap Allah I, serta keluar dari ma’na asal dan diberikan ma’na cabang. seperti lafadz " يَدُ الله " yang asal ma'nanya adalah tangan Allah, maka dita'wil dengan diberikan ma’na cabang, yaitu menjadi ma'na kekuasaan Allah, yang mana lafadz ini menurut ilmu badi' dalam ilmu balaghoh adalah termasuk badi' tauriyyah, yaitu satu lafadz yang mempunyai dua ma'na, ya'ni ma'na qorib (dekat) dan ma'na ba'id (jauh). Apabila tidak pantas menggunakan ma'na qorib, maka harus menggunakan ma'na ba'id.
Adapun cara untuk menta'wilkan lafadzh lafadzh yang mutasyabbihat (samar/seliru) didalam Al-Quran dan hadits, menurut ilmu bayan dalam ilmu balaghoh yaitu; dengan cara lafadzhnya dijadikan majaz mursal min bab ithlaqil mahal wairodatil hal. Seperti lafadzh "يد الله" itu adalah majaz, ayat "ليس كمثله شيئ" dijadikan qorinah munfashilah yang menolak lafadz " يد الله" tersebut untuk dipakai dalam ma'na asal.
Sedangkan menurut ulama salaf yaitu jangan dita'wil, jangan disalurkan pada ma'na lain, dan jangan diberi ma'na. Ya’ni lafadzh " يد الله" keluar dari ma’na asal, tetapi tidak diberikan ma’na cabang. biarkan apa adanya serta pasrahkan maqsudnya kepada Allah I yang maha mengetahui. Seperti " يد الله " artikan saja yadullah, dikarenakan khawatir menyalahi ma'nanya.
Antara ulama salaf dan ulama kholaf mempunyai persamaan yaitu keduanya melarang untuk diterjemahkan kepada ma'na asalnya. hanya bedanya ulama kholaf memerintahkan untuk dita'wil sedangkan ulama salaf memerintahkan untuk dipasrahkan (tafwidh) maqsudnya kepada Allah.
Sebagaimana didalam kitab jauhar tauhid diterangkan :
وَكُلُّ نَصٍّ أَوْهَمَ التَّشْبِيْهَا        *       أَوِّلْهُ أَوْ فَوِّضْ وَرُمْ تَنْزِيْهًا
" Setiap nash yang masih samar/seliru maka ta'wilah atau pasrahkan maqsudnya kepada Allah "

5.       Sifat Al Qiyamu Binnafsi
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْقِيَامِ بِالنَّفْسِ هِيَ صِفَّةٌ سَلْبِيَّةٌ  الَّتِى تَدُلُّ عَلَى أَنَّ اللهَ لاَ يَحْتَاجُ إِلَى غَيْرِهِ
" Sifat Al Qiyam bin Nafsi yaitu sifat yang menunjukan bahwa Allah tidak butuh kepada selainNya

Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat qiyamuhu binnafsi, artinya berdiri dengan Dzat-Nya, atau tidak butuh kepada selainNya. Ya'ni tidak butuh pada tempat untuk didiami, tidak butuh kepada makhluq-Nya, jelasnya Allah  tidak butuh kepada selain-Nya. Pengertian Allah  tidak butuh pada tempat yaitu Allah  tidak membutuhkan tempat untuk bersemayam. karena sesuatu yang membutuhkan tempat pasti terikat dengan kata kata yang disebut maqulat 10, seperti : didepan, dibelakang, dikanan, dikiri, diatas, dibawah, melekat, terpisah, didalam dan diluar. yang mana maqulat tersebut hanya ada pada makhluq dan tidak ada pada Allah . maka hilanglah pertanyaan terhadap Allah  seperti ada dimana Allah? Sebab Allah  tidak membutuhkan tempat.
Allah  maha bersih dari tujuan tujuan, adapun diperintahnya jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya itu bukan tujuan Allah  ingin diibadahi, tetapi memberitahukan pada jin dan manusia, apabila mereka ingin bahagia di dunia dan di akhirat, maka ibadahlah kepada Allah  dengan ikhlas semata mata mengharap ridho-Nya, dengan cara mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan apabila mereka tidak ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, maka silahkanlah untuk tidak ibadah (kufur) kepada Allah.
Orang orang yang kafir kepada Allah I kebanyakan mereka hanyalah bahagia dan selamat didunia saja, tetapi diakhirat mereka akan mendapatkan siksa dari Allah I dan menjadi penghuni neraka. Naudzu billah...! Karena dunia adalah sesuatu yang hina dihadapan AllahI dan akan rusak, dunia hanyalah pertipuan belaka. janganlah tertipu oleh kehidupan dunia...!
Tapi jadikanlah dunia sebagai sarana untuk beribadah kepada AllahI serta sebagai sarana untuk melakukan kebajikan. mudah mudahan Allah menjauhkan serta tidak menjadikan kita menjadi orang orang pecinta dunia Aamiin...!
Sedangkan akhirat adalah tempat yang kekal dan mulia dihadapan Allah serta merupakan tempat kebahagiaan yang kekal bagi orang orang yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya disurga. Mudah mudahan Allah menjadikan kita orang orang yang beriman dan bertaqwa kepadaNya. Aamiin...!
Memang bahagianya manusia disurga itu atas karunia atau rohmat Allah , bukan atas ibadah yang telah dikerjakan olehnya, tapi bukankah rohmat Allah  itu dekat (berada) bersama orang orang yang senantiasa melakukan kebajikan? maka ibadah adalah sarana untuk mendapatkan rohmat dari Allah .
Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al A'rof ayat 56:
إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ (٥٦)
" Sesungguhnya rohmat AllahI dekat bersama orang orang yang melakukankebajikan "
Jikalau Allah  mentaqdirkan semua manusia beriman kepada-Nya, maka itu tidak akan menaikan derajat-Nya, dan jikalau Allah  mentaqdirkan semua manusia kufur kepada-Nya maka itu semua tidak akan mengurangi derajat-Nya. Ya'ni sama sekali tidak memberikan pengaruh kepada Allah , karena Allah tidak membutuhkan kepada selain-Nya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat qiyamuhu binnafsi terhadap Allah  dan wajib meyakinkan bahwa makhluq butuh terhadap Allah . Dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.

Dalil sifat Al Qiyamu bin nafsi
Adapun dalil yang menunjukan terhadap sifat qiyamuhu binnafsi ada 2 dalil yaitu :
a.       Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila Allah I butuh terhadap tempat, maka pasti Allah I termasuk jauhar atau 'arodh (benda atau sifat baru yang adanya membutuhkan pencipta), apabila  Allah I termasuk jauhar atau 'arodh, maka pasti membutuhkan akan yang menciptakan. Maka hal ini adalah mustahil, yang akan menimbulkan proses daur dan tasalsul.

b.      Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Al Ankabut ayat 6 menerangkan    :
إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (٦)
" Sesungguhnya AllahIbenar benar maha kaya (tidak butuh) terhadap alam semesta "
Sifat qiyamuhu binnafsi adalah termasuk sifat salbiyyah, ya'ni sifat pencabutan terhadap sifat yang tidak pantas bagi Allah, yaitu ihtiyaaj lighoirihi (membutuhkan terhadap selain-Nya), yang mustahil bagi Allah .
Apabila kita meyakinkan bahwa Allah  tersifati oleh sifat qiyamuhu binnafsi, maka kita juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah  tersifati oleh sifat ihtiyaaj lighoirihi. karena tidak cukup mema'rifatkan yang wajib tanpa mema'rifatkan yang mustahil.
Kita sebagai muslim harus selalu merasa diri ini selalu butuh terhadap Allah, karena kita tidak mempunyai daya dan kemampuan apapun untuk melakukan sesuatu tanpa idzin Allah I. Kita hanyalah makhluq yang lemah, yang butuh istirahat, butuh makan, butuh minum dan lain sebagainya. Kita tidak bisa melakukan apapun semau kita, tanpa ada taqdir Allah I. Kita adalah makhluq yang saling membutuhkan satu sama lainnya, karena kita sebagai manusia adalah sebagai makhluq sosial, yang tidak bisa mengerjakan semua pekerjaan atau keahlian dalam segala bidang.
Masing masing dari manusia itu diberikan keahlian atau kelebihan oleh Allah  dalam bidang tertentu, dan diberikan kelemahan atau kekurangan oleh Allah  dalam bidang lainnya. Ada seseorang yang diberikan keahlian oleh Allah  dalam bidang Komputer misalnya, tetapi ia tidak di berikan keahlian oleh Allah I dalam bidang yang lainnya. Begitulah manusia, satu sama lain dari mereka saling membutuhkan, karena diberikan keahlian atau kelebihan yang berbeda beda, yang mana satu sama lain saling melengkapi dengan cara bersosialisme atau saling melengkapi satu sama lainnya.
Dalam kehidupan manusia ada yang diberikan kelebihan sesuatu dalam hal ilmu atau harta oleh Allah  dan ada yang diberikan kekurangan ilmu atau harta oleh Allah . Karena itu ada yang disebut orang alim dan ada yang disebut orang awam, ada yang disebut orang kaya dan ada yang disebut orang miskin. Satu sama lain dari mereka yang diberikan kelebihan oleh Allah  harus  membantu seseorang yang di berikan kekurangan oleh Allah , karena itu adalah salah satu perwujudan dari pada syukur kepada Allah I atas ni’mat yang di berikan-Nya. Dan kita di perintahkan oleh Allah  untuk saling membantu dalam kebaikan dan ketaqwaan atau ketho’atan kepada Allah , agar kita bisa mencapai akan keridhoan-Nya, sehingga kita bisa mendapatkan balasan pahala dari Allah I berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana Allah  berfirman dalam surat Al Maaidah ayat 2 :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢)
 “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah I, Sesungguhnya Allah I amat berat siksa-Nya “

6.       Sifat Wahdaniyyah
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْوَحْدَانِيَّةِ هِيَ صِفَّةٌ سَلْبِيَّةٌ الَّتِى تَدُلُّ عَلَى أَنَّ اللهَ وَاحِدٌ فِى ذَاتِهِ وَصِفَاتِهِ وَأَفْعَالِهِ
"   Sifat Wahdaniyyah adalah sifat salbiyyah yang menunjukan bahwasanya AllahI itu esa/tunggal didalam dzat-Nya, sifat-Nya dan pekerjaan-Nya "
Wajib aqli Allah  tersifati oleh sifat wahdaniyyah, ya'ni esa/satu-Nya Allah didalam dzat, sifat dan pekerjaan-Nya.
Pengertian Allah  satu dalam dzat-Nya yaitu bahwasanya Allah  tidak ada dua atau lebih, atau tidak ada siapapun yang menyamai Allah I dalam Dzat-Nya dan satu-Nya Allah  tidak tersusun dari beberapa juz/anggota. berbeda dengan satunya manusia itu tersusun dari beberapa anggota. Seperti kepala, badan, tangan, kaki dan lain lain.
Adapun satu-Nya Allah  didalam sifatnya yaitu bahwasanya selain Allah  tidak ada yang mempunyai sifat ketuhanan yang sama seperti Allah I, dan bagi Allah  tidak ada dua sifat atau lebih dari satu jenis sifat. seperti dua sifat qudrot atau lebih, tetapi yang ada pada Allah  hanya ada satu sifat qudrot, yang mampu mengadakan dan meniadakan semua makhluq-Nya.
Adapun satunya Allah  didalam pekerjaan-Nya yaitu; bahwasanya selain Allah  tidak ada yang mempunyai pekerjaan seperti Allah I, yang mampu mewujudkan atsar (hasil) kerja.
Dengan pengertian tersebut maka tidak ada  pada Allah  lima كم (bilangan) yang ada pada makhluq dan mustahil bagi Allah , yaitu :
·         كم متصل فى الذات (satunya bentuk dzat yang tersusun dari beberapa juz/anggota).
·         كم منفصل فى الذات (satunya bentuk dzat yang ada serupanya/ada yang menyamainya).
·         كم متصل فى الصفات (satunya dzat yang mempunyai 2 sifat dari satu jenis).
·         كم منفصل فى الصفات (satunya dzat yang sifatnya ada yang menyamainya).
·         كم منفصل فى الأفعال (satunya dzat yang pekerjaannya ada serupanya).

Adapun Af'alullah itu ada dua macam, yaitu :
a.       Af'alullah yang mukhtar, yaitu pekerjaan Allah  yang melalui proses hukum adat atau usaha makhluq. Seperti Allah  menciptakan luka melalui proses pisau yang menggores tangan, menjadikan sembuh dengan syariat meminum obat, menjadikan seseorang menjadi ulama karena orang tersebut rajin dalam menuntut ilmu, atau masih banyak contoh contoh Af'alullah yang mukhtar jika kita mau mengkajinya. Sebagaimana firman Allah dalam surat  Ar Ro'du ayat 11 :
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ (١١)
"   Sesungguhnya Allah  tidak akan merubah (ni'mat) suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri "
Apabila kita hidup ingin berhasil dan bahagia dunia dan akhirat, maka bersungguh sungguhlah dalam melakukan sesuatu disertai taqwa dan ikhlas karena AllahI. Apabila kita seorang pelajar/penuntut ilmu maka bersungguh sungguhlah dalam menuntut ilmu, agar ilmu kita bermanfaat, yang membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Apabila kita seorang pengusaha, pekerja atau pedagang maka sungguh sungguh dan jujurlah dalam berusaha, agar hasil usaha kita tidak sia sia dan mendapat keuntungan yang memuaskan, sehingga hati kita menjadi tenang dalam beribadah kepada Allah, yang mana akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Ada sebuah kisah yang penulis dapatkan dari sebuah novel islami, yang insya Allah akan memberikan semangat hidup untuk terus berjuang dengan bersungguh sungguh, dengan cara menemukan jati diri kita sebagai manusia sebagai makhluq yang paling mulia diantara makhluq lainnya, karena manusia memiliki akal, yang mana dengan akal tersebut manusia dapat menjadi makhluq yang paling mulia dan bisa juga menjadi makhluq yang paling hina apabila ia tidak dapat menggunakan akal sehatnya.
Mengenai mulianya derajat manusia dibandingkan makhluq lainnya Allah berfirman dalam surat AT-Tin ayat 4 :
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤)
" Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .

Juga Allah  berfirman dalam surat  Al Isro ayat 70 :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا (٧٠)
" Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.
Alkisah, disebuah hutan belantara ada seekor induk singa yang mati setelah melahirkan anaknya. Bayi singa itu hidup tanpa perlindungan induknya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu menggerak gerakan tubuhnya yang lemah. Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia merasa iba melihat anak singa yang lemah dan hidup sebatang kara. Dan tebitlah nalurinya untuk merawat dan melindungi bayi singa itu.
Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan membelai dengan penuh kehangatan dan kasih sayang. Merasakan hangatnya kasih sayang seperti itu, sibayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk kambing. Ia terus mengikuti kemana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari keluarga besar rombongan kambing itu.
Hari berganti hari , dan anak singa tumbuh dan besar dalam asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas kambing. Ia menyusu, makan, minum, bermain bersama anak anak kambing lainnya. Tingkah lakunya juga persis layaknya kambing. Ia mengembik bukan mengaum!
Ia merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda dengan kambing kambing lainnya. Ia sama sekali tidak merasa bahwa dirinya adalah seekor singa.
Suatu hari terhadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala buas masuk memburu kambing untuk dimangsa. Kambing kambing berlarian panik. Semua ketakutan. Induk kambing yang juga ketakutan meminta anak singa itu untuk menghadapi serigala.
" Kamu singa, cepat hadapi serigala itu ! cukup keluarkan aumanmu yang kerasdan serigala itu pasti lari ketakutan !" kata induk kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan kekar.
Tapi anak singa yang sejak kecil hidup di tengah tengah komunitas kambing itu justru ikut ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh induk kambing. Ia berteriak sekeras kerasnya dan yang keluar dari mulutnya adalah suara embikan. Sama seperti kambing yang lain bukan auman. Anak singa itu tidak bisa berbuat apa apa ketika salah satu anak kambing yang tak laina adalah saudara sesusuannya diterkam dan dibawa lari serigala.
Induk kambing sedih karena salah satu anaknya tewas dimakan serigala. Ia menatap anak singa dengan perasaan nanar dan marah.
"Seharusnya kamu bisa membela kami! Seharusnya kamu bisa menyelamatkan saudara kamu! Seharusnya kau bisa mengusir serigala yang jahat itu !"
Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham dengan maksud perkataan induk kambing. Ia sendiri merasa takut pada serigala sebagaimana kambng kambing yang lain. Anak singa itu merasa sedih karena tidak bisa berbuat apa apa.
Hari berikutnya serigala itu datang lagi, kembali memburu kambing kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa melihat induk kambng yang ia anggap sebagai ibunya dicengkeram serigala. Dengan nekad ia menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat seekor singa dihadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya.
Serigala itu gemetar ketakutan! Nyalinya habis ! ia pasrah, ia merasa hari itu adalah akhir hidupnya!
Dengan kemarahan yang luar biasa anak singa itu berteriak keras,
"Emmbiiik!"
Lalu ia mundur kebelakang mengambil ancang ancang untuk menyeruduk lagi.
Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang ganas danlicik itu langsung tahu bahwa yang ada dihadapannya adalah singa yang bermental kambing. Tak ada bedanya dengan kambing.
Seketika itu juga ketakutannya hilang. Ia menggeram marah dan siap memangsa kambing bertubuh singa itu! Atau singa bemental kambing itu!
Saat anak singa itu menerjang dengan menyerudukan kepalanya layaknya kambing, dang serigala telah siap dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan sedikit berkelit , serigala itu merobek wajah anak singa itu dengan cakarnya.
Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing mengaduh. Sementara induk kambing menyaksikanperistiwa itu dengan rasa cemas yang luar biasa. Induk kambing itu heran, kenapa singa yang kekar itu kalah dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan?
Tanpa memberi ampun sedikitpun serigaa itu menyerangi anak singa yang masih mengaduh itu. Serigala itu siap menghabisi nyawa anak itu. Disaat yang kritis itu, induk kambing yang tidak tega, dengan sekuat tenaga menerjang sang serigala. Sang serigala terpelanting, anak singa bangun.
Dan pada saat itu seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat!
Semua kambing ketakutan dan merapat! Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat. Sementara sang serigala lamgsung lari terbirit birit. Saat sang singa dewasa hendak menerkam kawanan kambing itu, ia terkejut ditengah tengah kawanan kambing itu ada seekor anak singa.
Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak singa itu langsung lari. Singa itu masih tertegun, ia heran kenapa anak singa itu ikut lari mengikuti kambing? Ia mengejar anak singa itu dan berkata,
"Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan kambing! Aku tak akan memangsa anak singa!"
Namun anak singa itu terus lari dan lari, singa dewasa itu terus mengejar, ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, tapi malah mengejar anak singa. Akahirnya anak singa itu tertangkap, anak singa itu ketakutan.
"jangan bunuh aku, ampuun!"
"Kau anak singa, bukan anak kambing, aku tidak membunuh anak singa!"
Dengan meronta ronta anak singa itu berkata, "tidak aku anak kambng! Tolong lepaskan aku!"
Anak singa itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi suara embikan, persis seperti suara kambing.
Sang singa dewasa heran bukan main, bagaimana mungkin ada anak singa bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret anak singa itu ke danau. Ia harus menunjukan siapa sebenarnya anak singa itu. Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa itu melihat bayangan dirinya sendiri, lalu membandingkan dengan singa dewasa,
Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut, " oh, rupa dan bentukku sama dengan kamu, sama dengan singa, si raja hutan"
"Ya, kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa dan ditakuti oleh seluruh isi hutan! Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor raja hutan!" kata sang singa dewasa.
Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan penuh wibawa dan mengaum dengan keras. Anak singa itu lalu menirukan dan mengaum dengan keras. Ya mengaum, menggetarkan seantero hutan. Tak jauh dari situ serigala ganas itu lari semakin kencang, ia ketakutan mendengar auman anak singa itu.
Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan,
" aku adalah seelor singa! Raja hutan yang gagah perkasa!"
Singa dewasa tersenyum bahagia mendengarnya.          
Jikalau kita menyimak kisah tadi, jangan jangan kita dan sebagian besar orang di sekeliling kita mirip anak singa di atas. Sekian lama hidup tanpa mengetahui jati diri dan potensi yang terbaik yang dimlikinya.
Berapa banyak manusia yang menjalani hidup apa adanya, biasa biasa saja, ala kadarnya. Hidup dalam keadaan terbelenggu oleh siapa dirinya sebenarnya. Hidup dalam tawanan rasa malas, langkah yang penuh keraguan dan kegamangan. Hidup tanpa semangat hidup yang seharusnya. Hidup tanpa kekuatan nyawa yang dimilikinya.
Jika kita amati orang orang disekitar kita, diantara mereka ada yang telah menemukan dirinya. Hidup dinamis dan prestatif. Sangat paham untuk apa ia hidup dan bagaimana ia harus hidup. Hari demi hari ia lalui dengan penuh semangat dan optmis. Detik demi detik yang dilaluinya adalah kumpulan prestasi dan rasa bahagia. Semakin besar rintangan semakin besar pula semangat untuk menaklukannya.
Namun tidak sedikit yang hidup apa adanya. Mereka hidup apa adanya karena tidak memiliki arah yang jelas. Tidak paham untuk apa ia hidup. Sering didengar orang orang yang ketika ditanya, " bagaimana anda menjalani hdup anda?" atau "apa prinsip hidup anda?", mereka menjawab dengan sangat filosofis,
"saya menjalani hidup ini mengalir bagaikan air, santai saja."
Tapi sayangnya mereka tidak benar benar tahu filosofi "mengalir bagaikan air". Mereka memahami hidup mengalir bagaikan air itu ya hidup santai. Sebenarnya jawaban itu mencerminkan bahwa mereka tidak tahu bagaimana mengisi hidup ini. Bagaimana cara-cara hidup yang berkualitas. Sebab mereka tidak tahu siapa sebenarnya diri mereka? Potensi terbaik apa yang telah dikaruniakan oleh tuhan kepada mereka? bisa jadi mereka sebenarnya adalah 'seekor singa' tapi tidak tahu kalau dirinya 'seekor singa'. Mereka menganggap dirinya adalah 'seekor kambing' sebab selama ini hidup dalam tawanan kambing.
Filosofi menjalani hidup mengalir bagaikan air yang dimaknai dengan hidup santai saja, atau hidup apa adanya bisa dibilang prototoipe, gaya hidup sebagian besar penduduk negeri ini. Bahkan bisa jadi itu adalah gaya hidup sebagian besar masyarakat dunia islam saat ini.
Ada seorang sastrawan terkemuka, yang demi melihat kondisi bangsa yang sedemikian akut rasa tidak berdayanya sampai dia mengatakan,
"Aku malu jadi orang indonesia!"
Dimana mana, kita lebih banyak menemukan orang orang bermental lemah, hidup apa adanya dan tidak terarah. Orang orang yang tidak tahu potensi terbaik yang diberikan oleh Allah kepadanya. Orang orang yang rela ditindas dan dijajah oleh kesengsaraan dan kehinaan. Padahal sebenarnya jika mau, pasti bisa hidup merdeka, jaya, berwibawa dan sejahtera.
Tak terhitung berapa jumlah masyarakat negeri ini yang bermental kambing, meskipun sebenarnya mereka adalah singa!
Banyak yang minder dengan bangsa lain, seperti mindernya anak singa bermental kambing pada serigala dalam kisah diatas. Padahal sebenarnya, bangsa ini adalah bangsa yang besar! Umat ini adalah umat yang besar!
Bangsa ini sebenarnya adalah singa dewasa yang memiliki kekuatan dahsyat, bukan bangsa sekawanan kambing. Sekali rasa berdaya itu muncul dalam jiwa anak bangsa ini, maka ia akan menunjukan pada dunia bahwa ia adalah singa yang tidak boleh diremehkan sedikitpun.
Bangsa ini sebenarnya adalah Sriwijaya yang perkasa menguasai nusantara, juga sebenarnya adalah majapahit yang digjaya dan adikuasa. Lebih dari itu bangsa ini sebenarnya, dan tidak mungkin disangkal adalah umat islam terbesar di dunia. Ada dua ratus juta umat islam di negeri tercinta indonesia ini.
Banyak yang tidak menyadari apa makna dari dua ratus juta jumlah umat islam indonesia, banyak yang tidak sadar, dianggap biasa saja, sama sekali tidak menyadari jati diri sesungguhnya.
Dua ratus juta umat islam di indonesia, maknanya adalah dua ratus juta singa. Penguasa belantara dunia! Itulah yang sebenarnya. Sayangnya, dua ratus juta yang sebenarnya adalah singa justru bermental kambing dan berprilaku layaknya kambing, bukan layaknya singa! Lebih memprihatinkan lagi, ada yang sudah menyadari dirinya sesungguhnya singa, tapi lebih memilih untuk tetap menjadi kambing, karena telah terbiasa menjadi kambing maka ia malu menjadi singa! Malu untuk maju dan berprestasi!
Yang lebih memperihatinkan lagi, mereka yang memilih tetap menjadi kambing itu menginginkan yang lain tetap menjadi kambing. Mereka ingin tetap jadi kambing sebab merasa tidak mampu menjadi singa dan merasa nyaman jadi kambing. Yang menyedihkan, mereka tidak ingin orang lain jadi singa, bahkan mereka ingin orang lain menjadi kambing yang lebih bodoh!
Marilah kita hayati diri kita sebagi seekor singa. Allah  telah memberikan predikat kepada kita sebagai umat terbaik di muka bumi ini. Marilah kita bermental menjadi umat terbaik. Jangan bermental umat yang terbelakang. Allah  berfirman dalam surat Ali Imron :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (١١٠)
" Kamu sekalian adalah umat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.


Kita sebagai hamba AllahI harus senantiasa mengerjakan atas apa apa yang telah di perintahkan-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya, jika kita ingin mendapatkan keridhoan-Nya berupa balasan pahala dari Allah, yang akan menjadikan hidup kita bahagia di dunia dan di akhirat.
Sebagaimana halnya seorang bawahan atau karyawan, ia harus menurut akan apa apa yang diperintahkan atasannya, jika ia ingin mendapatkan balasan berupa upah/gaji yang memuaskan. Apabila sang bawahan menuruti akan perintah atasannya, tentu atasannya pun akan merasa senang dan akan memberikan upah yang setimpal kepadanya. Tetapi sebaliknya jika bawahan tidak menuruti perintah atasannya, maka atasannya akan marah kepadanya, karena ia telah membangkang perintah atasannya,
Begitu pun kita sebagai makhluq atau bawahan, harus menurut atas apa apa yang diperintahkan Allah , karena Dia yang telah menciptakan kita ke muka bumi ini, yang mana asalnya kita tidak ada, kemudian kita diciptakan melalui saripati tanah, kemudian diproses saripati itu menjadi air mani (sperma) yang dianggap hina oleh manusia, yang mana sperma tersebut dicampurkan antara sperma pria dan sperma  wanita, sehingga terwujudlah segumpal darah, kemudian terwujudlah segumpal daging, dari daging itu kemudian munculah tulang belulang, kemudian dibungkus kembali dengan daging, hingga tersusunlah sosok bentuk manusia yang memiliki kepala, tangan, badan, kaki dan lainnya, sehingga sempurnalah sosok mansuia yang diciptakan oleh Allah  dengan sebaik baiknya bentuk/rupa, sebagaimana Allah  berfirman dalam surat Al Mu’minun ayat 12 -16 :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (١٢)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (١٣)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (١٤)ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ (١٥)ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ (١٦)
“ Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).  Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat “


Dan firman Allah  dalam surat Al Insan ayat 1 - 3  :
هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا (١)إِنَّا خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا (٢)إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا (٣)
“ Bukankah Telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), Karena itu kami jadikan dia mendengar dan Melihat. Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. “
Ayat di atas menyatakan bahwa manusia itu diberikan kemampuan berfikir, dengan cara diberikannya kemampuan untuk melihat dan mendengar, sehingga ia bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang diperintahkan oleh Allah  dan mana yang dilarang oleh-Nya. Sehingga ia bisa mencapai keridhoan Allah  berupa kebahagiaan di dunia dan diakhirat.
Selain dari pada diciptakannya manusia dengan bentuk yang sempurna, manusia juga dijadikan oleh Allah I sebagai makhluq yang termulia dari pada yang lainnya, karena manusia diberikan akal, yang mana digunakan untuk befikir, sehingga dapat membedakannya dengan binatang yang tidak memiliki akal untuk berfikir. Karena itulah menusia diperintahkan untuk berfikir atas apa apa yang telah diciptakan Allah , sehingga manusia mengetahui siapakah sebenarnya dirinya ? dari manakah ia berasal ? dimanakah dia sekarang berada ? dan akan kemanakah ia kembali ?
Di zaman sekarang banyak sekali manusia yang tidak mengenal akan dirinya, sehingga ia lupa akan dirinya, dari mana ia berasal ? Di mana ia berada ? Dan akan kemana ia kembali ? Sehingga ia berani membangkang akan perintah perintah Allah  dan terjadilah berbagai macam kema’shiyatan dimana mana yang di lakukan oleh manusia. Sehingga jangan heran pada zaman sekarang ini banyak sekali terjadi bencana alam dimana mana di akibatkan oleh ulah manusia itu sendiri, agar mereka bisa menyadari akan kesalahan yang telah diperbuatnya, sehingga mereka kembali kepada jalan yang benar dan diridhoi oleh Allah . Sebagaimana firman-Nya dalam surat Ar Rum ayat 41 :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (٤١)
 “ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
b.      Af'alullah yang mudhtor, yaitu pekerjaan Allah yang langsung, tanpa dihubungkan dengan proses hukum adat dan usaha makhluq. Seperti menciptakan langit, bumi,  matahari, kematian, perjodohan, jenis kelamin dan masih banyak lagi contoh Af'alullah yang mudhtor apabila kita mau mengkajinya, yang mana banyak hikmah yang terkandung didalamnya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Fatir ayat 2 :
مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٢)
"  Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat maka tidak ada seorangpun diantara mereka yang dapat menahannya. Dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak ada seorangpun yang dapat melepaskannya sesudah itu. Dan Allah maha mulia lagi maha bijaksana "

Pada haqiqatnya Af'alullah yang mukhtar maupun yang mudhtor itu adalah atsar (hasil kerja) Allah I.
Sebagaimana firmannya dalam surat At Taubah ayat 51 :
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (٥١)
"  Katakanlah (wahai Muhammad) sekali kali tdak akan menimpa kami kecuali apa yang dipastikan Allah kepada kami, dialah pelindung kami, dan Hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal "
Apabila kita berusaha mengerjakan sesuatu tapi usaha kita tidak berhasil, maka sebaiknya kita kontrol terlebih dahulu apakah usaha kita sudah sampai pada tahap maksimal ? Atau apakah mungkin ada mani' (penghalang) yang menghalangi berhasilnya usaha kita ?
Apabila usaha kita sudah sampai pada tahap maksimal tapi tetap gagal, atau tidak ada sesuatupun yang menghalangi usaha kita tapi tetap gagal. Maka kita hendaknya sadar, bahwa kita ini adalah makhluq yang lemah, yang tidak bisa mewujudkan sesuatu kecuali atas idzin Allah. dan kita harus mengintropeksi diri apakah diri kita sudah maksimal dalam menjalankan perintah Allah  dan menjauhi larangan-Nya. Yakinlah apa apa yang ditaqdirkan oleh Allah  kepada kita tiadalah sia sia, itulah yang terbaik bagi kita, yang mana akan mengandung hikmah didalamnya dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sebagaimana firman AllahI dalam surat Ali Imron ayat 191:
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١)
" Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Seperti halnya kita berdo'a kepada Allah mengharapkan harta yang melimpah serta halal, agar bisa banyak bershodaqoh dan membantu orang misalnya, tapi kemudian Allah tidak mengabulkannya. Bukan berarti AllahI tidak mengabulkan permintaan kita. tapi Allah akan memberikannya pada kita apa yang baik menurut pilihan AllahI, bukan baik menurut pilihan kita. Karena mungkin saja apabila kita diberikan harta yang banyak, hati kita menjadi lalai dan ibadah kita berkurang, karena sibuk mengurusi harta. Sekali lagi yakinkanlah bahwa semua yang Allah  taqdirkan kepada kita semuanya itulah yang terbaik bagi kita, tentu saja setelah kita mengusahakannya. Karena ada sesuatu yang AllahI taqdirkan, tetapi Allah sendiri tidak ridho. Yang insya Allah nanti akan dibahas pada sifat Irodat.

Golongan Golongan yang Menyimpang dari Ahlu Sunnah Wal Jama'ah
1). Kaum Falasifah
Golongan ini mengi'tiqodkan bahwa semua yang dikerjakan makhluq adalah ciptaan Allah semata, tanpa adanya hukum adat dan usaha makhuq. hanya dzat Allah nya bersatu dengan alam, sehingga mereka meyakinkan bahwa alam itu qodim.
2). Kaum Najjariyyah
Golongan ini mengi'tiqodkan bahwa semua yang dikerjakan makhluq itu adalah hasil pekerjaan Allah yang mukhtar, namun apabila sesuai dengan ikhtiyar makhluq, itu adalah ciptaan makhluq. Apabila tidak sesuai dengan ikhtiyar makhluq, maka itu adalah ciptaan Allah.
3). Kaum mu'tazilah
Golongan ini mengi'tiqodkan bahwa seluruh kebaikan itu adalah ciptaan Allah, tapi kalau seluruh kejelekan itu buatan makhluq. Mereka berdalil dengan firman Allah dalam surat An Nisa ayat 79 :
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ (٧٩)
"   Apa saja ni’mat (kebaikan) yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana (kejelekan) yang menimpa kamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri "
Padahal ayat ini menurut Ahli Sunnah wal jama'ah adalah ayat kesopanan, jangan sampai ada fenomena fenomena yang tidak baik disandarkan kepada Allah. Karena pada haqiqatnya semua pekerjaan yang baik atau yang jelek itu berasal dari Allah.
Sebagaimana firman AllahI dalam surat An Nisa ayat 78:
قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ (٧٨)
"  Katakanlah (hai muhammad) bahwa seluruh kejadian (kebaikan atau kejelekan) adalah ciptaan Allah"

4). Kaum Thoba'iyyah
Golongan ini mengi'tiqodkan bahwa kebiasaan sesuatu (dzat/watak makhluq) bisa menghasilkan atsar (hasil) kerja. Seperti adanya hangus karena dzat/watak api.
5). Kaum jabbariyyah
Mereka meyakini  bahwa makhluq tidak mempunyai daya ikhtiyar, semua yang terjadi adalah ciptaan Allah semata.
6). Golongan Qodariyyah, yang terbagi atas 2 golongan  yaitu :
a). Yang meyakinkan bahwa makhluq mempunyai hasil kerja, dan hasil pekerjaannya diperoleh kerja sama dengan Allah.
b).  Yang meyakini bahwa makhluq mempunyai atsar kerja (kemampuan), namun kemampuannya merupakan pemberian dari Allah.
7). Golongan ahli bid'ah
Mereka meyakini adat mempunyai kekuatan yang dititipkan oleh Allah. Seperti obat mampu menyembuhkan, yang kemampuannya itu titipan dari Allah.
8). Golongan mu'min jahil
Mereka meyakini bahwa seluruh kejadian adalah ciptaan Allah, hanya dalam Af'alullah yang mukhtar yang melalui proses hukum adat, mereka memastikan tidak ada kegagalan adat. Seperti mereka meyakini obat itu pasti dapat menyembuhkan penyakit.

I'tiqod i'tiqod diatas semuanya adalah bathil dan tidak sesuai dengan kenyataanya. I'tiqod yang haq (benar) adalah i'tiqod yang diyakini oleh Ahlu sunnah wal jama'ah, yang dapat menyelamatkan kita dunia dan akhirat. Yang mengi'tiqodkan bahwa tidak ada yang mempunyai atsar kerja selain Allah. Tetapi kita sebagai makhluq-Nya diwajibkan untuk kasab (berusaha) semaksimal mungkin, adapun berhasil atau tidaknya kita pasrahkan kepada Allah I.
Sebagaimana dikatakan di dalam kitab Tauhar Tauhid :
فَوَاجِبٌ لِلْعَبْدِ كَسْبٌ كُلِّفَا                   *          وَلَمْ َيكُنْ مُؤَثِّرًا فَلْتَعْرِفَا
I'tiqod Ahlu sunnah wal jama'ah terhimpit diantara tengah tengah i'tiqod yang batil. Seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam surat An Nahl ayat 66 :
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ
"    Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu terdapat pelajaran bagi kamu, kami memberi minum dari apa yang berada didalam perutnya (berupa) susu yang bersih  yang berada antara kotoran (tahi) dan darah, yang mudah ditelan bagi orang orang yang meminumnya “
Adapun jawaban jawaban Ahlu Sunnah wal Jama’ah tentang pendapat pendapat yang bathil itu diantaranya :
·         Tidak ada yang mempunyai atsar (hasil kerja) selain Allah
·         Semua yang wujud ‘Aridhi itu semuanya adalah hasil kerja Allah, baik ikhtiyari maupun idhtirori
·         Adat dan kasab (usaha) hanyalah sebagai sebab adanya sesuatu yang tidak mempunyai atsar, dan bisa saja adat dan kasab menyalahi (tidak ada hasilnya), tapi adat wajib dihormati.
·         Hukum Syara’ mewajibkan ikhtiyar dan kasab untuk dapat melaksanakan tho’at dan menjauhi ma’shiyya.
·         Tho’at tidak bisa menyebabkan ke surga, dan ma’shiyyat tidak bisa menyebabkan ke neraka, tapi ke surga itu atas karunia Allah  dan ke neraka itu atas keadilan Allah I.
·         Tho’at itu menjadi alamat (tanda) masuk ke surga, dan ma’shiyyat itu menjadi alamat masuk ke neraka. Hal ini menandakan bahwa untuk membenarkan terhadap janji dan ancaman Allah. oleh karena itu marilah kita melaksanakan tho’at kepada Allah I dengan sekuat kuatnya untuk mendapatkan keridhoan-Nya.

Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat wahdaniyyah  terhadap Allah, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Pokok dalam ilmu tauhid adalah mengesakan AllahI, karena banyak kaum manusia yang beriman dan percaya adanya AllahI, tapi mereka masih memusyrikan kepada AllahI.
Dalil Sifat Wahdaniyyah
Adapun dalil yang menunjukan akan wahdaniyyah-Nya Allah ada 2 dalil yaitu :
a.       Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila Allah  tidak wahdaniyyah, maka pasti berjumlah dua atau lebih, apabila Allah  ada dua atau lebih maka pasti kurang mampu dalam menciptakan makhluqnya karena membutuhkan yang lainnya. Sedangkan apabila Allah membutuhkan yang lainnya itu mustahil, dan sudah dijelaskan pada sifat Alqiyamu binnafsi.
b.      Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Al Ikhlash ayat 1 :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (١)
" Katakanlah Dialah Allah yang maha esa "
Dan firman-Nya dalam surat Al Anbiyaa ayat 22 :
لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (٢٢)
 “ Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan “

Ayat di atas menjelaskan bahwa tuhan yang menciptakan alam semesta ini tidak mungkin lebih dari satu. Sebab seandainya tuhan lebih dari satu, lalu mereka sepakat menciptakan matahari misalnya, maka ada dua kemungkinan disana, pertama, tuhan yang kesatu menciptakan, sementara tuhan yang lain berpangku tangan tidak berbuat apa apa. Dengan begitu bisa berarti bahwa tuhan yang tidak berbuat apa apa itu tidaklah tuhan yang berkuasa, sia sia saja ia jadi tuhan, sebab pada saat matahari diciptakan ia tidak berperan menciptakannya, ia menganggur sama seperti makhluq yang menganggur, jadi ia bukan tuhan dan tidak bisa disebut tuhan.
Atau kemungkinan kedua, tuhan tuhan itu bekerja sama menciptakan matahari, matahati diciptakan dengan keroyokan, jika demikian, jelas jelas mereka bukan tuhan yang maha kuasa, sebab mereka lemah. Bagaimana tidak, untuk menciptakan matahari saja mereka harus bekerja sama, tidak bisa menciptakan sendiri. Kekuasaannya tidak muthlaq, sedangkan yang terbatas kekuasaannya berarti lemah dan tidak layak disebut tuhan.
Jika tuhan lebih dari satu, bisa saja terjadi pembagian tugas, ada yang tugasnya mencipta matahari, ada yang tugasnya mencipta bumi, ada yang tugasnya mencipta langit, dan seterusnya. Jika demikian, mereka bukanlah tuhan yang maha kuasa. Sebab pembagian tugas itu menunjukan kelemahan, dan menunjukan ketidak mahakuasaan. Tuhan yang sesungguhnya adalah tuhan yang menciptakan dan menguasai seru sekalian alam. Tuhan yang menciptakan alam semesta ini dengan kekuasaan-Nya yang sempurna. Tuhan yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Dan yang memiliki sifat maha sempurna seperti itu hanya ada satu, yaitu Allah. Dialah tuhan yang sesungguhnya. Sebab tidak ada yang memproklamirkan diri sebagai pencipta alam semesta ini kecuali hanya Allah .

Sifat wahdaniyyah termasuk sifat salbiyyah ya'ni sifat pencabutan yang mencabut sifat yang tidak pantas pada Allah  yaitu Ta'addud (berjumlah). Apabila kita meyakinkan Allah  tersifati oleh sifat wahdaniyyah, maka kita juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah  tersifati oleh sifat ta'adud.

7.  Sifat Qudrot
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْقُدْرَةِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالَى يُوْجِدُ بِهَا وَيُعْدِمُ كُلَّ الْمُمْكِنِ عَلَى وِفْقِ الْإِرَادَةِ
" Sifat Qudrot yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat AllahI yang mengadakan dan meniadakan seluruh perkara yang mumkin sesuai dengan kehendaknya  "

Wajib aqli Allah I tersifati oleh sifat qudrot, ya'ni Allah I maha kuasa dalam menciptakan makhluq-Nya, tidak ada yang menemani atau membantu-Nya dalam menciptakan dan mengurus makhluq-Nya.
Adapun para Malaikat diciptakan oleh Allah I bukan untuk membantu-Nya, tetapi untuk membuktikan bahwa Allah I kuasa dalam memerintah makhluq-Nya. yang mana para malaikat diciptakan oleh Allah I tanpa diberi hawa nafsu, yang selalu melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya.

Sebagaimana firman AllahI dalam surat At Tahrim ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (٦)
"  Hai orang orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api  neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan"

Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat qudrot  terhadap Allah , dan wajib meyakinkan lemahnya selain Allah  (semua makhluq) yang selalu membutuhkan kepada Allah . dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya, dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Sifat qudrot adalah termasuk sifat ma'ani, ya'ni sifat yang maujud (ada), ya’ni apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah , maka pasti kita akan bisa melihat sifat qudrot Allah I Yang tidak diawali dengan tidak ada dulu  (qodim) dan tidak diakhiri dengan tidak ada (baqo'). Ya'ni sifat yang sama dengan Dzat-Nya, dan tidak akan terpisah dari Dzat-Nya.

Seluruh sifat ma'ani mempunyai ta'aluq (hubungan) kecuali sifat hayat.
Ta'aluq sifat qudrot terbagi 3 :
a.       Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi sifat qudrot, yaitu untuk mengadakan semua makhluq dari tidak ada menjadi ada, dan meniadakan semua makhluq setelah ada menjadi tidak ada.
b.      Ta'aluq Ta'diyyah, artinya sasaran sifat qudrot, yaitu terhadap perkara yang mumkinul wujud (mumkin adanya menurut akal), Seperti mengadakan dan meniadakan makhluq. Sasaran sifat qudrot tidak mungkin terhadap yang wajibul wujud (wajib adanya menurut akal), seperti adanya Dzat Allah. Sebab tahsilul hasil, ya’ni tidak ada faidahnya mengadakan dan meniadakan yang wajib adanya. Serta sasaran sifat qudrot tidak mungkin terhadap yang muhalul wujud (mustahil adanya menurut akal), seperti tidak adanya AllahI. Sebab Qolbul Haqoiq (membalikkan fakta) dan tidak ada faidahnya mengadakan dan meniadakan yang mustahil adanya.
c.       Ta'aluq Marotib, artinya sifat qudrot mempunyai tingkatan/susunan yang berjumlah 8 tingkatan :
1)      Suluhi Qodim, yaitu kontaknya qudrot AllahI dikala makhluk belum diciptakan. Jelasnya maslahat/pantasnya sifat qudrot AllahI untuk menciptakan sesuatu yang belum ada.
2)      Qobdhoh Awwal, yaitu kontaknya qudrot Allah I dikala alam belum diciptakan kecuali lauhil mahfudz dan qolam. Sebab makhluq yang akan diciptakan telah tercantum didalam lauhil mahfudz, yang ditulis oleh qolam.
3)      Tanjizi hadits Awwal, yaitu kontaknya qudrot AllahI untuk menciptakan sesuatu yang belum ada menjadi ada.
4)      Qobdhoh Tsani, yaitu kontaknya qudrot AllahI yang melestarikan sesuatu yang sudah ada.
5)      Tanjizi Hadits Tsani, yaitu kontaknya qudrot Allah I yang mengalihkan sesuatu yang hidup kepada mati, dari alam dunia kepada alam akhirat.
6)      Qobdhoh Tsalits, yaitu kontaknya qudrot AllahI yang melestarikan makhluq-Nya yang berada dialam barzakh.
7)      Tanjizi Hadits Tsalits, yaitu kontaknya qudrot Allah I yang menghidupkan kembali semua makhluq sesudah mati, yang disebut alam ba'ats.
8)      Qobdhoh Roobi', yaitu kontaknya qudrot Allah I yang menetapkan abadinya hidup diakhirat, serta prosesnya sesudah ba'ats. Ya'ni abadinya  makhluq didalam surga atau neraka.

Sebetulnya bagi sifat sifat AllahI itu tidak ada tartib/urutannya, karena apabila AllahI berkehendak, maka pasti AllahI langsung menjadikannya.
Sebagaimana firmannya dalam surat Yaasiin ayat 82 :
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (٨٢)
" Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: " Jadilah ! " Maka terjadilah atau terwujudlah ia "         

Tetapi maqsud dari pada ta'aluq marottib disini adalah Tarottub Aqlan, ya'ni tartib/urutan menurut akal kita, demi memudahkan untuk memahaminya.
Adapun bagi Allah I itu tidak ada tartib, sebab apabila ada tartib bagi sifat sifat Allah , maka pasti akan ada sifat yang Mutaqddim (terdahulu) dan Mutaakhir (terakhir), hal ini adalah mustahil bagi Allah , sebab sifat sifat yang berhaq bagi Allah  itu semuanya Qodim. Dan apabila Allah berkehendak pasti Allah  langsung mewujudkannya.
Apabila kita meyakinkan Allah I tersifati oleh sifat qudrot maka kita juga harus meyakinkan mustahil Allah I tersifati oleh sifat 'Ajzu (lemah/tidak kuasa).
Dalil Sifat Qudrot
Adapun dalil yang menunjukan tehadap sifat qudrot AllahI ada dua dalil yaitu :
a). Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila AllahI tidak kuasa pasti akan lemah/tidak kuasa, apabila AllahI lemah, maka tidak akan terwujud alam semesta ini. Sedangkan kita sendiri menyaksikan adanya alam semesta ini. Maka wajib atas AllahI sifat qudrot, yang kuasa dalam menciptakan makhuq-Nya.
b). Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Al Baqoroh ayat 20 :
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٢٠)
"  Sesungguhnya AllahIberkuasa atas segala sesuatu "

8.         Sifat Irodat
Ta'rif dan Defnisi
صِفَةُ الإِرَادَةِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌٌ بِذََاتِهِ تَعَالَى يُخَصِّصُ بِهَا الْمُمْكِنَ بِاْلوُجُوْدِ أَوْ بِاْلعَدَمِ أَوْ بِالْغِنىَ  أَوْ بِالْفَقْرِ أَوْ بِالْعِلْمِ أَوْ بِالْجَهْلِ إِلَى غَيْرِ ذَالِكَ
" Sifat Irodat yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat Allah yang menentukan terhadap perkara yang mumkin dengan ada atau tiadanya, dengan kaya atau faqirnya, dengan ilmu atau bodohnya  dan lain sebagainya"
Wajib aqli Allah  tersifati oleh sifat irodat, ya'ni Allah  menghendaki/menentukan terhadap perkara yang mumkin wujudnya. Seperti ada atau tidak adanya alam semesta, hidup atau matinya seseorang, pintar atau bodohnya, kaya atau miskinnya, suka atau dukanya, dan masih banyak lagi segala perkara yang dikehendaki oleh Allah , yang banyak mengandung hikmah bagi kita jika kita mau mengkajinya.
Kehendak Allah  tidak didorong oleh kejadian atau perkara makhluq, tidak karena motif atau tujuan lain, tetapi atas kehendak Allah sendiri. Seperti Allah menciptakan air susu ibu, bukan karena terdorong oleh adanya anak yang dilahirkan, atau khawatir kepada anak yang belum lahir. Tetapi itu karena kehendak Allah sendiri. Sebab Allah kuasa memelihara anak tanpa air susu ibunya atau air susu sapi. Seperti Nabi Adamudan Siti Hawa hidup tanpa air susu. Demikian pula semua yang ditaqdirkan oleh AllahI tidak terdorong oleh apa dan siapapun juga. Sehingga diijabahnya do'a pun bukan terdorong karena do'anya atau orang yang berdo'anya, sebab diijabahnya do’a dan orang yang berdo’anya itu adalah ciptaan Allah . Apabila orang berdo'a dengan baik dan beradab didalam do'a pasti akan diijabah/dikabulkan oleh Allah.
Sebagaimana firman-Nya didalam surat Ghofir ayat 60:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادۡعُوۡنِىۡۤ اَسۡتَجِبۡ لَـكُمۡؕ اِنَّ الَّذِيۡنَ يَسۡتَكۡبِرُوۡنَ عَنۡ عِبَادَتِىۡ سَيَدۡخُلُوۡنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيۡنَ
 “ Dan Tuhanmu berfirman: " Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".
Adapun kapan diijabahnya do'a itu adalah urusan Allah, yang mana Dia lebih mengetahui kapan yang lebih baik do'a itu diijabah.
Adapun adab adaban dalam berdo'a itu diantaranya :
-          Suci dari hadats
-          Menghadap qiblat
-          Khusyu dan tawadhu'
-          Membaca basmalah
-          Memuji Allah
-          Membaca sholawat kepada Nabi Muhammad
-          Dan lain lain

Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat irodat  terhadap Allah, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya, dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Hukum syara' juga mewajibkan kepada mukallaf beberapa hal diantaranya :
a.       Wajib sadar serta waspada dalam menghadapi ketentuan ketentuan Allah yang menimpa dirinya, serta sabar dalam menjalankan perintah AllahI dan menjauhi larangan-Nya.
b.      Wajib bertawakkal atau menyerahkan diri kepada AllahI 100%.
c.       Jangan mengakui bahwa diri sendiri mempunyai kemampuan untuk beramal ('ujub). Sebab kemampuan beramal itu merupakan karunia dari Allah.

Hubungan Taqdir, Perintah dan Ridho Allah
Taqdir AllahI adalah suatu kejadian yang sebelumnya diirodahkan (ditetapkan) dan diciptakan oleh Allah.
Perintah Allah adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seseorang yang diperintahkan, dan apabila perintah tersebut dikerjakan maka akan mendapatkan ridho Allah.
Maka hubungannya ada 4 yaitu :
-          Ada yang ditaqdirkan, diperintah dan diridhoi oleh Allah. Seperti imannya Abu Bakar AsShiddiq.
-          Ada yang ditaqdirkan, tapi tidak perintah dan tidak diridhoi oleh Allah. Seperti kafirnya Abu jahal.
-          Ada yang tidak ditaqdirkan, tapi diperintah dan diridhoi oleh Allah. Seperti imannya Abu jahal.
-          Ada yang tidak ditaqdirkan, tidak diperintah dan tidak diridhoi oleh Allah yaitu seperti kufurnya Abu bakar.

Jelasnya, Tidak semua yang ditaqdirkan dan tidak ditaqdirkan itu diperintah dan diridhoi oleh AllahI.
Sifat irodat adalah termasuk sifat ma'ani, ya'ni sifat yang maujud (ada), apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah  maka pasti kita akan bisa melihat sifat irodat Allah  Yang tidak diawali dengan tidak ada dulu (qodim) dan tidak diakhiri dengan tidak ada (baqo'). Ya'ni sifat yang sama dengan DzatNya dan tidak akan terpisah dari Dzat-Nya.
Sifat irodat mempunyai tiga ta'aluq yaitu :
a.       Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi sifat irodat, yaitu untuk menentukan ada atau tidak adanya makhluq, hidup atau matinya, dll.
b.      Ta'aluq Ta'diyyah, artinya sasaran sifat irodat, yaitu semua perkara yang mumkinul wujud. Tidak pada yang wajibul wujud dan mustahil wujud.
c.       Ta'alluq marotib, artinya tingkatan sifat irodat yang mempunyai dua tingkatan  yaitu :
1)      Suluhi Qodim, artinya kemampuan irodat Allah I untuk menentukan sebelum menciptakan makhluq antara ada atau tidak adanya, panjang atau pendeknya, putih atau hitamnya, dsb.
2)      Tanjizi Qodim, artinya kontaknya irodat Allah I untuk menentukan ada atau tidak adanya makhluq, panjang atau pendeknya, putih atau hitamnya, dsb.

Menurut sebagian ulama sifat irodat juga mempunyai ta’aluq Tanjizi Hadits, artinya penentuan terakhir sebelum ditaqdirkannya. Jelasnya seluruh makhluq sejak zaman Azalli sudah ditentukan dan baru sekarang ditaqdirkannya.
Tapi menurut jumhur ulama yang merupakan qoul tahqiq yaitu tidak adanya tanjizi hadits, karena cukup dengan tanjizi qodim.
Apabila kita meyakinkan Allah  tersifati oleh sifat irodah maka kita juga harus meyakinkan mustahil Allah  tersifati oleh sifat 'adamul irodah (tidak berkehendak) atau karohah (terpaksa).

Dalil Sifat Irodah
Adapun dalil yang menunjukan tehadap sifat irodat Allah dalil itu ada dua dalil :
a). Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila Allah tidak berkehendak atau terpaksa dalam menentukan sesuatu, maka pasti Allah lemah/tidak kuasa. Apabila Allah lemah itu mustahil, yang mana sudah dijelaskan pada sifat qudrot.
b). Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Hud ayat 107 :
اِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيْدُ ﴿هود : ۱۰۷
" Sesungguhnya Tuhanmu (AllahI) mengerjakan apa yang Dia kehendaki "

Pengertian Qodho' dan Qodar
Qodho adalah kepastian AllahI yang masih dalam penentuan/perencanaan (belum terjadi). Sedangkan Qodar adalah kepastian Allah yang sedang terjadi atau telah terjadi setelah ditentukan/direncanakan.

Qodho' AllahI terbagi dua :
a.       Qodho' Muallaq, yaitu kepastian AllahI yang bersangkutan dengan usaha makhluq dan adat. Apabila terjadi atau menjadi kenyataan melalui taqdir Allah, maka disebut dengan Af'al Mukhtar.
b.      Qodho' Mubarrom, yaitu kepastian Allah  yang tidak dihubungkan dengan usaha makhluq dan adat. Apabila terjadi atau menjadi kenyataan, maka disebut Af'al Mudhtor.

9.       Sifat Ilmu
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْعِلْمِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالَى يَنْكَشِفُ بِهَا الْأَشْيَاءَ إِنْكِشَافًا تَامًّا
" Sifat ilmu yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat AllahI yang mengetahui terhadap seluruh perkara (baik yang mumkin, yang wajib atau yang mustahil) dengan pengetahuan yang sempurna "

Wajib aqli AllahI tersifati oleh sifat ilmu, ya'ni mengetahui perkara yang wajib adanya, seperti Dzat AllahI sendiri. Mengetahui yang mumkin adanya, seperti adanya alam semesta ini beserta isinya, dan mengetahui yang mustahil adanya, seperti tidak kuasanya AllahI itu mustahil.
Arti ilmu disini adalah bahwasanya Allah mengetahui, bukannya memahami. Sebab arti paham adalah pekerjaan hati, sedangkan Allah  tidak mempunyai hati. Bukan pula ma'rifat, sebab ma'rifat dapat diketahui melalui dalil. Sedangkan pengetahuan Allah bukan berasal dari dalil, walaupun Allah mengetahui dalil. Bukan pula hasil dari belajar, juga bukan hasil dari qudrotillah. Sebab ilmu Allah tidak ada permulaan (qodim) dan tidak ada akhirnya (baqo'). Ilmu Allah  juga bukan hasil dari pengalaman atau berfikir, juga bukan ladunni, sebab ilmu tersebut hanya berada dimakhluq yang diawali dengan tidak tahu dahulu.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat ilmu terhadap Allah, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya, dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya. Dan syara' juga menganjurkan kepada orang orang yang beriman agar selalu menjiwai bahwa segala isi hati dan perasaan kita diketahui oleh AllahI. Yang mana iman seperti ini disebut iman ilmu yaqin. Dalam ilmu tasawwuf menempati maqom muqorrobah, yang selalu menjaga diri dari ma'shiyat karena dirinya selalu merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah. Yang merasa tenang dikala ada goncangan dan tentram dikala ada kericuhan. Mudah mudahan kita menjadi orang orang yang memiliki iman ilmu yaqin seperti ini. Amiin .!
Sifat ilmu adalah termasuk sifat ma'ani, ya'ni sifat yang maujud. Apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah I maka pasti kita akan melihat ilmunya Allah  yang tidak diawali dengan tidak ada dahulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, yang tidak akan pisah dari DzatNya.

Sifat ilmu mempunyai 3 ta'aluq :
a.   Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi ilmu AllahI, yaitu untuk mengetahui  seluruh perkara. Ya'ni tidak ada satupun barang yang dzohir atau bathin, hissi atau aqli, ruhani atau jasmani, benda kecil yang hitam legam terletak diatas batu yang hitam dikala malam gelap gulita, yang tidak dapat diketahui oleh Allah . Tetap Semuanya itu diketahui oleh Allah, sehingga bisikan hatipun diketahui oleh AllahI. Oleh sebab itu mu'min yang mendapatkan predikat iman ilmu yaqin akan selalu merasa dirinya diperhatikan oleh Allah dimanapun, kapanpun dan saat apapun dia berada.
b.      Ta'aluq Tadiyyah, artinya sasaran ilmu Allah, yaitu menyeluruh dan tidak terbatas. Baik kepada yang wajibul wujud, mumkinul wujud, maupun muhalul wujud.
c.   Taaluq Marotib, artinya tingkatan sifat ilmu, yang mempunyai satu tingkatan yaitu tanjizi qodim, ya'ni Allah I mengetahui seluruh perkara semenjak qodim (dahulu), baik perkara yang belum ada, yang sudah ada, maupun yang akan ada, semuanya diketahui oleh Allah.

Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat ilmu, maka kita juga harus meyakinkan mustahil AllahI tersifati oleh sifat jahlu (bodoh).

Dalil Sifat Ilmu
Adapun dalil yang menunjukan sifat ilmu ada 2 dalil yaitu :
a.       Dalil Aqli
Menurut logika apabila Allah  bodoh, pasti tidak mempunyai kehendak dan kemauan, Apabila Allah  tidak mempunyai kehendak dan kemauan, maka pasti tidak akan terwujud alam semesta ini, termasuk kita. Sedangkan kita menyaksikan adanya alam semesta ini yang begitu indah. Maka yakin dan tetaplah adanya sifat ilmu pada Allah.
b.      Dalil Naqli
Firman Allah dalam Al Quran surat Al Baqoroh ayat 231 menjelaskan :
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٣١)
"  Dan bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah, serta ketahuilah bahwa sesungguhnya AllahI maha mengetahui atas segala sesuatu "

10. Sifat Hayat
Ta'rif dan Definisi
 صِفَةُ الْحَيَاةِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالَى تُصَحِّحُ لَهُ أَنْ يَتَّصِفَ بِالْعِلْمِ وَغَيْرِهِ مِنَ الصِّفَاتِ
" Sifat hayat yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat Allah yang mengesahkan terhadap AllahI akan tersifati oleh sifat ilmu dan sifat sifat lainnya "

Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat hayat, ya'ni hidupnya Allah yang berbeda dengan hidupnya makhluq. Sebab hidupnya AllahI bukan dengan nyawa, bukan dengan paru paru, seperti halnya manusia. Tetapi hidupnya Allah dengan sifat hayat-Nya, yang tidak akan pisah dari dzat-Nya. Oleh sebab itu batalah pendapat kafir nashroni yang meyakinkan bahwa yang disebut Allah itu adalah oknum hayat tanpa Dzat-Nya. Dan batal pula pendapat mu'tazilah yang mengatakan bahwa hayat itu adalah dzat Allah.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat hayat terhadap Allah , dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya, dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya. Dan syara' juga menganjurkan kepada orang orang yang beriman agar meresapkan dalam jiwanya, bahwa hanyalah Allah  yang hidup sejati, dan menjiwai bahwa semua makhluq adalah sesuatu yang fana' (akan binasa). Sehingga timbul dalam hati untuk tidak memerlukan kepada sesuatu yang akan rusak, ya'ni tidak mengharapkan sesuatu dari makhluq.
Sifat hayat adalah termasuk sifat ma'ani ya'ni sifat yang maujud. Apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah , maka pasti kita akan melihat hayat-Nya Allah  yang tidak diawali dengan tidak ada dahulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, yang tidak akan pisah dari dzat-Nya.
Sifat hayat hanya mempunyai ta'aluq ifadah (kegunaan) yaitu At Tashih. Ya'ni untuk mengesahkan adanya sifat sifat lain bagi Allah. Seperti qudrot, irodat, ilmu dan sifat sifat yang lainnya,yang disebut sifat iftqoriyyah (butuhnya makhluq kepada Allah ). Karena terciptanya makhluq itu dengan 4 sifat Allah, yaitu : sifat qudrot, irodat, ilmu dan hayat.
Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat hayat, maka kita juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah tersifati oleh sifat maut (mati).

Dalil Sifat Hayat
Adapun dalil yang menunjukan sifat hayat ada 2 dalil yaitu :
d.      Dalil Aqli
Menurut logika apabila AllahI mati, maka tidak tersifati oleh sifat qudrot, irodat, ilmu dan yang lainnya. Apabila demikian maka tidak akan terwujud alam semesta ini. Maka terbuktilah bahwa AllahI itu tersifati oleh sifat hayat.
b.   Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Al Baqoroh ayat 255 :
اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ (٢٥٥)
" Allahtiada tuhan selain Dia yang hidup kekal dan tidak butuh kepada selain-Nya "

11. Sifat Sama'
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ السَّمْعِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالَى يَنْكَشِفُ أَويَسْمَعُ بِهَا الْمَوْجُوْدَ
"   Sifat sama' yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat AllahI yang mendengar terhadap seluruh perkara yang ada "

Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat mendengar, Yang mendengarnya Allah sangatlah berbeda dengan mendengarnya makhluq. Sebab mendengarnya Allah  bukan dengan telinga, tetapi dengan sifat sama'-Nya dan pendengaran-Nya tidak terbatas. Tidak seperti halnya manusia yang mendengarnya menggunakan telinga dan pendengarannya terbatas serta terhalangi oleh hijab.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat sama' terhadap Allah, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya, dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya. Dan syara' juga menganjurkan kepada orang orang yang beriman agar meresapkan sifat sama'nya Allah didalam hati dan jiwanya masing masing, sehingga hati dan jiwanya merasa selalu didengar oleh AllahI.
Sifat sama' adalah termasuk sifat ma'ani, ya'ni sifat yang maujud. Apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah I maka pasti kita akan melihat sama'-Nya Allah  yang tidak diawali dengan tidak ada dahulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, yang tidak akan pisah dari DzatNya.
Sifat sama' mempunyai 3 ta'aluq yaitu :
a.    Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi sifat sama', yaitu untuk mendengar dan membukakan semua yang ada (maujudat), yang biasa disebut ta'aluq inkisyaf.
b.   Ta'aluq ta'diyyah, artinya sasaran sifat sama, yaitu semua yang ada. Baik yang wajibul wujud maupun yang mumkinul wujud. Ya'ni seluruh perkara yang dikatakan ada, itu terdengar oleh Allah.

c. Ta'aluq marotib, artinya tingkatan sifat sama', yaitu ada 3 :
1). Tanjizi Qodim, artinya Allah mendengar kepada dzat dan sifat-Nya sendiri yang qodim.
2).  Suluhi Qodim, artinya Allah I mampu untuk mendengar segala sesuatu yang akan diciptakannya pada zaman azali, ya'ni zaman dimana makhluq belum ada yang diciptakan.
3). Tanjizi Hadits, artinya kontaknya sifat sama' / mendengarnya Allah kepada makhluq yang sudah ada.

Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat sama', maka kita juga harus meyakinkan mustahil Allah tersifati oleh sifat 'Ashom (tidak mendengar / tuli).

Dalil Sifat Sama’
Adapun dalil yang menunjukan AllahI tersifati oleh sifat sama' ada 2 dalil yaitu :
a.       Dalil Aqli
Menurut logika apabila Allah tidak mendengar, maka AllahI tersifati oleh sifat kekurangan. Apabila Allah tersifat oleh sifat kekurangan, maka berarti itu mustahil sebab Allah akan sama seperti makhuq-Nya. Apabila AllahI sama seperti makhluq-Nya itu adalah mustahil, sebab Allah tersifati oleh sifat mukholafah lil hawadits. Dan Allah adalah dzat yang sempurna dan memiliki sifat kesempurnaan.
b.      Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat As Syuro ayat 11:
وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
" Dialah AllahI yang maha mendengar lagi maha melihat "

12.   Sifat Basor
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْبَصَرِهِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالىَ  يَنْكَشِفُ أَوْيُبْصِرُ بِهَا اْلمَوْجُوْدَ
"  Sifat basor yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat AllahI yang melihat terhadap seluruh  perkara yang ada "

Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat melihat, yang melihatnya AllahI berbeda sekali dengan melihatnya makhluq. Sebab melihatnya Allah bukan dengan mata, tetapi dengan sifat basor-Nya, dan penglihatannya tidak terbatas serta tidak terhalangi oleh apapun. Sedangkan melihatnya makhluq menggunakan mata dan penglihatannya terbatas, serta dapat terhalangi oleh perkara yang menghalangi penglihatannya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat basor terhadap Allah , dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya, dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya. Dan syara' juga menganjurkan kepada orang orang yang beriman agar berma’rifat dengan meresapkan sifat basornya Allah  didalam hati dan jiwanya masing masing, sehingga hati dan jiwanya merasa selalu dilihat dan diperhatikan oleh Allah  sehingga dirinya tidak berani melakukan ma'shiyat, karena berada dalam pengawasan Allah .
Apabila seseorang telah dapat melaksanakan ma’rifat tersebut terhadap rasa haqiqi, ya’ni merasa dilihat, didengar dan diperhatikan oleh Allah, maka orang semacam ini namanya ‘Arifiin. Yang mana imannya termasuk iman ‘Ilmu Yaqin atau Haqqul Yaqin.
Adapun cara untuk menghasilkan perasaan tersebut ada dua jalan yaitu :
·         Dengan cara tafakkur yang disebut Taroqqi, ya’ni naik dari makhluq menuju Allah. Yang mana pangkatnya termasuk golongan Waashiliin.
·         Dengan cara langsung (Tajalli), ya’ni merasa didengar, dilihat dan diperhatikan oleh Allah, yang disebut Tanazzul, ya’ni langsung dari Allah kepada makhluq. Yang mana pangkatnya termasuk golongan ‘Arifin atau menempati maqom Auliyaa. Tajalli bisa dihasilkan dengan dua cara, yaitu; Takholli dan Tahalli. Takholli yaitu membersihkan diri dari pada akhlaq akhlaq yang tercela dan mengosongkan diri dari pada memikirkan dunia, yang dapat membuatnya lupa kepada Allah . Sedangkan Tahalli yaitu menghiasi diri dengan akhlaq akhlaq yang terpuji dan menghiasi diri dengan cara memperbanyak dzikr dan ibadah kepada Allah , sehingga bisa menghasilkan keridhoan Allah .

Sifat basor adalah termasuk sifat ma'ani, ya'ni sifat yang maujud. Apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah I, maka pasti kita akan melihat basornya Allah  yang tidak diawali dengan tidak ada dahulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, yang tidak akan pisah dari Dzat-Nya.

Sifat basor mempunyai 3 ta'aluq  yaitu:
a.       Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi sifat basor yaitu; untuk membuka / melihat semua perkara yang maujud.
b.      Ta'aluq Ta'diyyah, artinya sasaran sifat basor yaitu; semua yang maujud. Baik yang wajibul wujud maupun yang mumkinul wujud.
c.       Ta'aluq Marotib, artinya tingkatan sifat basor yaitu; ada 3 tingkatan:
1.       Suluhi Qodim, artinya kemampuan sifat basornya Allah Iuntuk melihat makhluq yang akan diciptakannya.
2.       Tanjizi Qodim, artinya kontaknya penglihatan Allah Ikepada Dzat Allah dan sifatNya.
3.       Tanjizi Hadits, artinya kontaknya penglihatan AllahI kepada seluruh makhluq yang ada.

Perlu diketahui bahwa Sama’ dan Bashornya Allah  itu bukan bekas dari pada Qudrot Allah, sebab Qudrot Allah  itu hanya  berta’aluq akan perkara yang mumkinul wujud, sedangkan Sama’ dan Bashor Allah  itu berta’aluq terhadap yang maujud, dan Qudrot Allah  adalah termasuk sifat yang maujud, yang bisa dilihat dan didengar oleh Allah .
Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat basor, maka kita juga harus meyakinkan mustahil Allah tersifati oleh sifat A'maa (tidak melihat / buta).

Dalil Sifat Basor
Adapun dalil yang menunjukan Allah tersifati oleh sifat basor ada 2 dalil yaitu :
a.       Dalil Aqli
Menurut logika apabila Allah tidak melihat / buta, maka AllahI tersifati oleh sifat kekurangan. Apabila Allah tersifat oleh sifat kekurangan maka itu  musatahil, sebab akan sama seperti makhuq-Nya. Apabila AllahI sama seperti makhluq-Nya itu adalah mustahil, sebab Allah tersifati oleh sifat mukholafah lil hawadits. Dan Allah adalah dzat yang sempurna dan memiliki sifat kesempurnaan.

b.      Dalil Naqli
  Firman AllahI dalam surat As Syuro ayat 11:
وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
" Dialah AllahI yang maha mendengar lagi maha melihat "

13. Sifat Kalam
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْكَلاَمِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالىَ اَلَّتِىْ لَيْسَتْ بِحَرْفٍ وَلا َصَوْتٍ تَدُلُّ عَلَى الْمَدْلُوْلاَتِ
" Sifat kalam yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat Allah yang tidak berhuruf dan bersuara yang menunjukan dalil terhadap perkara yang dijadikan dalil  "
Wajib aqli Allah terisifati oleh sifat kalam, ya'ni berfirman. Yang mana firman-Nya tidak ada suara dan tidak ada hurufnya serta tidak ada batas waktunya. Berbeda dengan  makhluq yang kalamnya bersuara dan berhuruf, serta ada batas waktunya.
Adapun cara malaikat jibril memahami firman Allah yang tanpa suara dan huruf, ketika mendapatkan wahyu dari AllahI, kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad, itu merupakan pengertian langsung yang diberikan kepada malaikat jibrilu secara khusus tanpa melalui suara dan huruf. Seperti contoh mengertinya seluruh anggota badan ketika bisikan hati mengatakan atau memerintah sesuatu kepada seluruh anggota badan tanpa melalui suara dan huruf. Namun bukan berarti firman Allah seperti bisikan hati tadi, sebab firman Allah berbeda dengan makhluq. Contoh ini hanyalah sebagai perbandingan dan bantahan terhadap kaum yang tidak percaya terhadap kalamullah yang tidak bersuara dan berhuruf.
Sekilas kita tidak mengerti apakah ada kalam / ucapan yang tanpa huruf dan suara ? tapi jangan heran bahwa pada diri manusia pun ada kalam yang tidak ada huruf dan suaranya yaitu ucapan hati. tapi bukan berarti Allah serupa dengan makhluq-Nya. 
Adapun kalamullah terbagi 2 yaitu :
1)      Kalam Dal, yaitu sebagian firman Allah  yang tertulis dilauhil mahfudz, yang menunjukan sebagian isi kalamullah yang madlul, yang dibawa oleh Malaikat Jibril u kebaitul 'izzah, dan disampaikan kepada nabi Muhammad  kemudian ditulis dan dibukukan menjadi kitab suci Al-Quran pada zaman sohabat Utsman bin Affan, karena dikhawatirkan banyak para pentahfidz Al-Quran yang sudah meninggal dunia.
            Adapun proses kejadian turunnya Al-Quran itu bagaimana taqdir atau kehendak Allah I, yang sesuai dengan kejadian pada waktu itu, yang biasa disebut Asbabun Nuzul. Ayat yang pertama diturunkan yaitu surat Al ‘Alaq, lima ayat dari pertama melalui malaikat jibril  yang diturunkan sesuai keperluan pada saat itu, yang mana keperluan tersebut berangsur angsur diciptakan atau di turunkannya melalui tanjizi hadits qudrot Allah I, agar yang diturunkan tersebut menjadi cermin (pedoman) bagi umat sampai hari kiamat datang.
Jadi Al-Quran itu termasuk kalamullah, barang siapa yang tidak percaya Al Quran itu kalamullah, maka ia kufur.
Namun Apabila ada pertanyaan apakah Al Quran itu qodim atau hadits (baru) ? maka perlu ditinjau dari segi orang yang menanyakannya dan waktu untuk menjawabnya.
Apabila orang yang bertanya itu termasuk pelajar atau orang yang suka berfikir dan waktu untuk menjawabnya itu luas, maka jawablah bahwa Al Quran itu baru, yang mana Allah  telah menciptakannya di lauhil mahfudz yang menunjukan akan beberapa hal/perkara, yang telah menunjukan atas perkara tersebut oleh kalamullah yang Qodim.
Sebagaimana firman AllahI dalam surat Az Zukhruf ayat 3 :
إِنَّا جَعَلْنَٰهُ قُرْءَٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahaminya”
Apabila yang bertanya itu kalangan orang awam dan waktunya menjawabnya sempit, maka jawablah bahwa Al-Quran itu Qodim. Sebab jikalau dijawab dengan Al-Quran itu baru, khawatir orang yang bertanya tadi akan mempunyai pemahaman bahwa sifat kalam Allah  yang tetap pada-Nya itu berarti baru juga.
Sebagaimana Imam Ahmad bin Hambal  enggan menyebutkan Al-Quran itu makhluq, sebab khawatir jikalau dijawab Al-Quran itu makhluq/baru, orang orang yang bertanya itu mempunyai pemahaman bahwa Kalamullah (Al Quran) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad  itu sama dengan kalamullah yang ada pada Dzat Allah, dan itu akan menyebabkan seseorang menjadi kufur.
Makanya diambil pemahaman dari apa yang telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hambal t bahwa tidak boleh mengatakan Al-Quran itu baru/makhluq untuk menjawab pertanyaan dari kalangan awam yang tidak memahami akan perincian atau pengertian antara mana yang disebut kalam dal, dan mana yang disebut kalam madlul ?
Berbeda dengan Imam Syafi’I  ketika beliau ditanya mengenai Al-Quran apakah Qodim atau Hadits? Beliau menjawab dengan cara mengisyaratkan keempat jari tangannya yang diacungkan dengan mengatakan : Al-Quran, Taurat, Injil dan Jabur, ini semuanya baru. Tetapi beliau tidak bermaksud bahwa ke empat kitabullah itu baru, beliau bermaksud bahwa yang baru itu adalah ke empat jarinya yang diacungkan tersebut, agar beliau bisa selamat dari pada ancaman dan siksaan kaum mu’tazilah pada saat itu.

2)      Kalam Madlul, yaitu kalamullah yang tidak berpermulaan dan tidak berakhiran, yang tidak ada suara dan hurufnya yang qodim sama seperti Dzat-Nya.

Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat kalam terhadap Allah, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Sifat kalam adalah termasuk sifat ma'ani ya'ni sifat yang maujud. Apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah I maka pasti kita akan memahami dan mendengar kalamullah yang tidak diawali dengan tidak ada dahulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, yang tidak akan pisah dari Dzat-Nya.

Sifat kalam mempunyai 3 ta'aluq  yaitu :
a.       Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi sifat kalam yaitu; ta'aluq dilalah (petunjuk), ya'ni Allah I memberi petunjuk kepada makhluq-Nya dengan firman-Nya.
b.      Ta'aluq Ta'diyyah, artinya sasaran sifat kalam yaitu terhadap seluruh perkara. Baik yang wajib wujud-Nya, yang mumkin wujudnya maupun yang mustahil wujudnya, semuanya difirmankan oleh Allah.
c.       Ta'aluq Marotib, artinya tingkatan sifat kalam yaitu ada 3 tingkatan :
1.      Suluhi Qodim, artinya kemampuan sifat kalam AllahI untuk memerintah dan melarang sebelum makhluq-Nya diciptakan, atau sebelum perintah dan larangan tersebut disampaikan.
2.      Tanjizi Qodim, artinya kontaknya firman AllahI selain amar dan nahyi  yang tidak ada permulaan (qodim).
3.      Tanjizi Hadits, artinya kontaknya firman AllahI yang berisi larangan atau perintah, setelah ada yang diperintahkannya atau yang dilarangnya. 

Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat kalam, maka kita juga harus meyakinkan mustahil AllahI tersifati oleh sifat Abkam (tidak berfirman / bisu).

Dalil Sifat Kalam
Adapun dalil yang menunjukan AllahI tersifati oleh sifat kalam ada 2 dalil yaitu :
a.       Dalil Aqli
Menurut logika apabila AllahI tidak berfirman / bisu, maka AllahI tersifati oleh sifat kekurangan. Apabila AllahI tersifati oleh sifat kekurangan maka itu mustahil, sebab akan sama seperti makhuq-Nya. Apabila Allah sama seperti makhluq-Nya itu adalah mustahil, sebab AllahI tersifati oleh sifat mukholafah lil hawadits. Dan Allah adalah dzat yang sempurna dan memiliki sifat kesempurnaan.

b.      Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat An Nisa ayat 164 menerangkan :
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا (١٦٤)
" Dan Allah berfirman kepada Nabi Musa dengan langsung "

14. Sifat Kaunuhu Qoodiron
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ كَوِنِهِ قَادِرًا هِيَ صِفَةٌ ثَابِتَةٌ فِى نَفْسِهَا  لاَزِمَةٌ لِلْقُدْرَةِ
" Sifat Kaunuhu Qoodiron yaitu sifat yang tetap pada Dzat-Nya yang lazim terhadap sifat Qudrot (tidak terpisah dari sifat Qudrot) "

Wajib aqli Allah  tersifati oleh sifat kaunuhu qoodiron, yaitu bahwasanya Allah  yang maha kuasa. Dan mustahil AllahI tersifati oleh sifat kaunuhu 'Aajizan yaitu tidak kuasa.
Sifat kaunuhu qoodiron adalah termasuk sifat ma'nawiyyah, yaitu sifat yang merupakan suatu istilah yang timbul dari adanya sifat ma'ani, yang lazim (pasti) atasnya, ya’ni Jika ada sifat ma'ani pasti ada sifat ma'nawiyyah, begitu pula bila ada sifat ma'nawiyyah, pasti timbul sifat ma'ani.
Sifat ma'nawiyyah disebut sifat yang lazim adanya pada dzat Allah, sebab Allah  tidak akan lepas dari sifat ma'aninya. Sifat ma'nawiyyah disebut juga sifat Tsubutiyyah (yang tetap), dan merupakan istilah saja (Amrun I'tibariyy), hanya adanya sifat ma'nawiyyah pada Allah  itu talaazum (pasti). Seperti tetapnya sifat qudrot (ma'ani) terhadap Allah, pasti Allah  disebut yang maha kuasa (ma'nawiyyah), ya’ni tidak perlu menunggu akan fakta kekuasaan-Nya yaitu ciptaan-Nya, karena adanya sifat ma'ani terhadap Allah  adalah wajib aqli. Ya’ni akal tidak mengerti apabila Allah  tidak kuasa, buktinya Allah  kuasa yaitu adanya alam ini, tidak mungkin alam ini ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakannya.
Berbeda dengan sifat ma’nawiyyah yang berada di makhluq yang menunggu pihak ketiga. Seperti adanya sifat pintar (ma'ani) pada seseorang, tapi orang itu tidak bisa disebut orang yang pintar (ma'nawiyyah) sebelum ada fakta ilmu yang menunjukan kepintarannya.

Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu qoodiron cukup dengan dalil dan keterangan sifat qudrot.
15. Sifat Kaunuhu Muriidan
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ كَوْنِهِ مُرِيْدًا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلإْرَادَةِ لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهَا
"  Sifat Kaunuhu Muriidan yaitu Sifat yang Azali (Qodim) bagi Allah  yang berbeda dengan sifat Irodat, tetapi lazim atas sifat Irodat "
Wajib aqli Allah  tersifati oleh sifat kaunuhu muriidan yaitu bahwasanya Allah yang berkehendak / menentukan. Dan mustahil Allah tersifati oleh sifat kaunuhu kariihan artinya yang terpaksa atau tidak berkehendak / menentukan.
Sifat kaunuhu muriidan adalah termasuk sifat ma'nawiyyah. Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu muriidan cukup dengan dalil dan keterangan sifat irodat.

16. Sifat Kaunuhu 'Aliman
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ كَوْنِهِ عَالِمًا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلْعلِمِ لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهُ
" Sifat Kaunuhu 'Aaliman yaitu Sifat yang Azali (Qodim) bagi Allah I yang berbeda dengan sifat Ilmu, tetapi lazim atas sifat Ilmu "
Wajib aqli Allah  tersifati oleh sifat kaunuhu 'Aliiman, yaitu bahwasanya Allah  yang maha mengetahui. Dan mustahil AllahI tersifati oleh sifat kaunuhu jaahilan artinya yang tidak mengetahui / bodoh.
Sifat kaunuhu 'Aliiman adalah termasuk sifat ma'nawiyyah. Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu 'Aliman cukup dengan dalil dan keterangan sifat ilmu.

17. Sifat Kaunuhu Hayyan
      Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ كَوْنِهِ حَيًّا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلْحَيَاةِ لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهَا
" Sifat Kaunuhu Hayyan yaitu Sifat yang Azali (Qodim) bagi Allah  yang berbeda dengan sifat Hayat, tetapi lazim atas sifat Hayat "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat kaunuhu Hayyan, yaitu bahwasanya Allah yang hidup. Dan mustahil Allah tersifati oleh sifat kaunuhu mayyitan artinya yang mati.
Sifat kaunuhu Hayyan adalah termasuk sifat ma'nawiyyah. Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu Hayyan cukup dengan dalil dan keterangan sifat hayat.

18. Sifat Kaunuhu Samii'an
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ كَوْنِهِ سَمِيْعًا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلسَّمْعِ لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهُ
"  Sifat Kaunuhu Samii'an yaitu Sifat yang Azali (Qodim) bagi AllahI yang berbeda dengan sifat Sama', tetapi lazim atas sifat Sama' "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat kaunuhu Samii'an, yaitu bahwasanya Allah yang mendengar. Dan mustahil AllahI tersifati oleh sifat kaunuhu Asomma, artinya yang tidak mendengar / tuli.
Sifat kaunuhu Samii'an adalah termasuk sifat ma'nawiyyah. Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu Samii'an cukup dengan dalil dan keterangan sifat sama'.

19. Sifat Kaunuhu Bashiiron
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ كَوْنِهِ بَصِيْرًا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلبْصَرِ لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهُ
"  Sifat Kaunuhu Bashiiron yaitu Sifat yang Azali (Qodim) bagi Allah  yang berbeda dengan sifat bashor, tetapi lazim atas sifat Bashor "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat kaunuhu bashiiron, yaitu bahwasanya Allah yang melihat. Dan mustahil Allah tersifati oleh sifat kaunuhu A'maa, artinya yang tidak melihat / buta.
Sifat kaunuhu bashhiiron adalah termasuk sifat ma'nawiyyah. Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu bashiiron cukup dengan dalil dan keterangan sifat bashor.

20. Sifat Kaunuhu Mutakalliman
   Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ كَوْنِهِ مُتَكَلِّمًا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلْكَلاَمِ لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهُ
" Sifat Kaunuhu Mutakalliman yaitu Sifat yang Azali (Qodim) bagi Allah I yang berbeda dengan sifat Kalam, tetapi lazim atas sifat Kalam "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat kaunuhu mutakalliman, yaitu bahwasanya Allah yang maha berfirman. Dan mustahil AllahI tersifati oleh sifat kaunuhu abkama, artinya yang tidak berfirman / bisu.
Sifat kaunuhu mutakalliman adalah termasuk sifat ma'nawiyyah. Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu mutakalliman cukup dengan dalil dan keterangan sifat kalam.

Sifat Jaiz (kewenangan) bagi AllahI
Ta'rif dan Definisi
 اَلْجَائِزُ فِى حَقِّهِ تَعَالىَ هُوَ فَعْلُ كُلِّ مُمْكِنٍ أَوْ تَرْكُهُ
“ Sifat jaiz bagi Allah  yaitu mengerjakan (menciptakan) sesuatu yang mumkin atau tidak menciptakannya “

Pengertian jaiz disini adalah jaiz menurut akal yang ta'rifnya :
مَا يَصِحُّ فِى الْعَقْلِ وُجُوْدُهُ وَعَدَمُهُ
" Suatu perkara yang sah (dapat dimengerti) menurut akal adanya atau ketiadaannya "
Kewenangan atas Allah yaitu menciptakan atau tidak menciptakannya perkara yang mumkinul wujud. Seperti menciptakan atau tidak menciptakannya manusia, membuat kaya atau miskinnya seseorang, sehat atau sakitnya, dan masih banyak lagi kewenangan bagi Allah  yang mengandung banyak hikmah bagi kita jika mau mengkajinya. Karena bagi Allah tidak ada pendorong atau tekanan dalam menciptakan makhluq-Nya, dan semuanya adalah milik-Nya. Yang mana sang pemilik itu boleh melakukan sesuatu atas kehendak-Nya, dan pasti semuanya ada hikmah dan manfaatnya bagi kita sebagai makhluq-Nya. namun bukan berarti manfaat tersebut bagi Allah  atau kembali kepada Allah , karena Allah  lah yang telah menciptakan akan manfaat tersebut, dan Allah  tidak butuh kepada selain-Nya.
Sebagai suatu contoh apabila kita memiliki berbagai macam ikan pada sebuah kolam ikan, yang mana dalam kolam tersebut terdapat macam macam ikan, baik yang kecil, sedang ataupun besar. Nah, ikan-ikan tersebut adalah milik kita, yang mana kita berhaq dan boleh melakukan apa saja terhadap ikan ikan tersebut. Mau dimakan, mau dijual, mau dijadikan bibit, itu semua terserah kita, karena kita adalah sang pemilik ikan tersebut, dan itu semua ada hikmah atau manfaatnya.
Ada beberapa perkara yang asalnya mumkinul wujud menjadi wajibul wujud muqoyyad, ya’ni perkara yang mumkinul wujud namun sudah difirmankan oleh Allah  dan disabdakan oleh Rosul-Nya terhadap adanya beberapa perkara tersebut yaitu : 8 perkara adanya tidak akan binasa yang ditakhsis oleh hadits dan beberapa perkara yang wajib diyakinkan adanya, yang insya Allah  akan dijelaskan pada pembahasan Aqoid Sam’iyyah nanti.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan bahwa Allah I menciptakan sesuatu itu adalah dengan kehendak-Nya semata, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan akan disiksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.     
Syara' juga menganjurkan kepada seluruh orang orang yang beriman untuk menjiwakan dan merasakan bahwa jiwa dan raganya itu adalah ciptaan Allah , serta dirinya tidak mempunyai rasa memiliki. Sehingga terasa oleh jiwanya bahwa dirinya bagaikan sehelai benang yang melayang di udara yang  tertiup angin taqdir Allah yang maha kuasa.
Adapun dalil sifat jaiz bagi Allah ada 2 dalil yaitu :
1.       Dalil Aqli
Menurut logika apabila AllahI menciptakan makhluq nilainya wajib, maka mustahil Allah tidak menciptakannya. Apabila demikian maka akan terbalik keadaannya, yang mumkin adanya menjadi wajib adanya atau mustahil adanya, yang wajib adanya dan mustahil adanya menjadi mumkin adanya. Sedangkan keadaan demikian mustahil terjadinya, karena tersaksikan bahwa itu semua tidak terjadi. Maka tetaplah bagi Allah menciptakan atau tidaknya adalah jaiz (kewenangan) bagi Allah.
2.       Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Al Buruj ayat 16 :
فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ (١٦)
" (AllahI) maha kuasa berbuat apa yang dia kehendaki "



BAB V
AQOID NABAWIYYAH

Ta’rif /Definisi
اَلْعَقَائِدُ النَّبَوِيَّةُ هِيَ اَلْعَقَائِدُ الَّتِى تَتَعَلَّقُ بِالنُّبُوَّةِ   بِطَرِيْقِ مَعْرِفَةِ صِفَاتِهَا مِنْ وَاجِبَةٍ وَاسْتِحَالَةٍ وَجَائِزَةٍ
“ Aqoid Nabawiyyah yaitu keyakinan keyakinan yang berkaitan dengan kenabian, dengan cara mengetahui sifat sifatnya dari pada yang wajib, yang mustahil dan yang jaiz “

Sifat-Sifat Yang Wajib Dan Yang Mustahil Bagi Rosul
Sebetulnya sifat sifat yang terpuji pada diri Rosulr itu banyak, seperti tawadhu’ pema’af, sabar dan lain lain. Namun pada bab ini akan diterangkan sifat sifat yang wajib bagi Rosul , ya’ni dimana ada Rosul r pasti ada keempat sifat tersebut, yang mampu membawa umatnya dari jalan yang sesat menuju jalan yang benar dan diridhoi Allah .
Begitu pun dengan kita sebagai umatnya harus meniru sifat sifat yang ada di para Rosul r, agar hidup kita terarah kepada jalan yang benar dan di ridhoi Allah . Karena para Rosul adalah panutan hidup bagi kita, dengan washilahnya kita bisa mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang baik dan mana yang buruk.
Oleh karena itu marilah kita perbanyak bersholawat dan bertawassul kepada Rosulullah yang telah menunjukan kita kepada jalan yang haq dan diridhoi Allah, sebagai rasa ungkapan syukur kita kepada Allah dan terima kasih kita kepada beliau.
Allah  memerintahkan kepada makhluqnya sholat, zakat dan ibadah ibadah lainnya, tetapi Allah  tidak melaksanakannya. Wajar saja, karena Allah  adalah sang maha pencipta, yang maha agung, yang merajai seluruh alam, yang memiliki seluruh ciptaan-Nya, yang maha menghakimi dan mengadili setiap perbuatan manusia. Tetapi ada salah satu perintah yang mana Allah  memerintahkannya dan Allah  pun melaksanakannya, apakah itu? Yaitu bersholawat kepada junjungan kita, makhluq termulia, siapa lagi kalau bukan pimpinan kita baginda Nabi besar Muhammad. Sebagaimana Allah  berfirman dalam surat Al Ahzab ayat 56 :
إِنَّ اللهَ وَمَلَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَليَهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
" Sesungguhnya Allah  dan Malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi (oleh karena itulah) hai orang orang yang beriman bersholawatlah kalian kepada Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya "
Betapa agungnya dan pentingnya sholawat kepada Nabi , sehingga Allah  dan Malaikat-Nya pun bersholawat kepada beliau, apalagi kita sebagai umatnya, sebagai pengikut beliau, harus senantiasa memperbanyak sholawat kepada beliau.
Apabila timbul pertanyaan, apakah sholawat itu bermanfaat bagi Rosulullah , sedangkan Rosulullah  sendiri penuh dengan rohmat Allah I dan sudah dijamin untuk masuk surga, lalu apakah manfaat sholawat itu?
Sebetulnya manfaat sholawat itu hakikatnya kembali kepada orang yang membaca sholawat kepada Rosulullah . Sebagaimana Rosulullah  bersabda :
مَنْ صَلىَّ عَلَيَّ وَاحِدَةً  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحَطَّ عَنْهُ عَشْرَ خَطِيْئَاتٍ وَرَفَعَ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ {رواه أحمد والبخارى والنسائ والحاكم}
" Barang siapa yang bersholawat kepadaku satu kali, maka Allah  akan bersholawat (memberikan rohmat) kepadanya sepuluh kali, dan menghapus sepuluh kesalahannya, serta diangkat sepuluh derajatnya " 

Pengertian sifat wajib dan mustahil disini, itu pun menurut akal. Yang jumlahnya ada 4 sifat wajib yaitu : Shidiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah. serta sifat mustahilnya 4 yaitu :Kidzb, Khiyanat, Kitman dan Baladah/Jahlu.

1.       Shidiq
Ta’rif dan Definisi
اَلصِّدْقُ هُوَ مُطَابَقَةُ خَبَرِهِمْ لِلْوَاقِعِ وَلَوْ بِحَسَبِ إِعْتِقَادِهِمْ
“ Shidiq yaitu sesuai/bertepatannya khobar (berita) mereka (para Rosul) dengan kenyataannya “

Wajib aqli Rosul tersifati oleh sifat shidiq, ya'ni selalu sesuai dengan apa yang disampaikannya. Serta benar dan jujur dalam perkataan, perbuatan dan ketetapan ketetapan yang disampaikannya, sesuai dengan garis agama yang ditetapkan oleh AllahI. Dan mustahil Rosul tersfati oleh sifat kidzb, ya'ni bohong atau dusta dalam perkataan, perbuatan dan ketetapan ketetapan yang disampaikannya.        
Setiap mukallaf wajib meyakinkan bahwa Rosul tersifati oleh sifat shidiq dan wajib meyakinkan bahwa mustahil Rosul tersifati oleh sifat kidzib (bohong), dengan resiko sah imannya, serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhak akan disiksa, serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.

Dalil Sifat Shidiq
Adapun dalil yang menunjukan sifat shidiq ada 2 dalil yaitu :
a.       Dalil Aqli
            Menurut logika apabila Rosul bohong atau berdusta dalam ucapannya, tentu firman Allah yang disampaikan kepada umatnya adalah bohong. Sedangkan apabila AllahI bohong itu mustahil, sebab Bohong termasuk sifat yang keji dan termasuk sifat kekurangan, sedangkan mustahil Allah tersifati oleh sifat kekurangan.
b.      Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Al Ahzab ayat 22 menerangkan :
وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الأحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا (٢٢)
"  Dan tatkala Mu'minin melihat golongan yang bersekutu itu mereka berkata : inilah yang dijanjkan Allah dan RosulNya  kepada kita, dan benarlah Allah dan RosulNya. Dan yang demikian itu tidak menambah kepada mereka kecuali iman dan keta'atan “
2.       Amanah
Ta’rif dan Definisi
اَلأَمَانَةُ هِيَ حِفْظُ ظَوَارِهِمْ وَبوَاَطِنهِمْ مِنَ التَلَبُّسِ بِمَنْهِيٍ عَنْهُ وَلَوْ نَهْيَ كَرَاهَةٍ
  Amanah yaitu menjaga dzohir dan batinnya para Rosul dari melakukan perkara yang dilarang oleh syara, walaupun larangan yang makruh “
Wajib aqli Rosul tersifati oleh sifat amanah, ya'ni selalu menjaga dirinya dari melakukan perkara yang dilarang oleh agama, walaupun larangan itu berupa perkara yang makruh. serta dapat dipercaya dalam perkataan dan perbuatannya. Dan selalu melaksanakan apa apa yang diperintahkan oleh Allah, serta selalu menjauhi apa apa yang dilarang oleh Allah. Dan mustahil Rosul tersifati oleh sifat khiyanat, ya'ni beliau beliau memerintahkan atau melarang sesuatu tetapi beliau tidak mengerjakannya.           
         Setiap mukallaf wajib meyakinkan bahwa Rosul tersifati oleh sifat amanah, dan wajib meyakinkan bahwa mustahil Rosul tersifati oleh sifat khiyanat, dengan resiko sah imannya, serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhak akan disiksa, serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.

Dalil Sifat Amanah

Adapun dalil yang menunjukan sifat amanah ada 2 yaitu :

a.       Dalil Aqli
Menurut logika apabila Rosul Khiyanat atau tidak mengerjakan apa yang diperintahkannya dan melakukan apa yang dilarangnya, pasti umatnya pun diperintah untuk khiyanat. Sedangkan hal ini adalah mustahil terjadinya, karena Rosul adalah panutan umatnya yang selalu mengerjakan dahulu sebelum memerintahkan.
b.      Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 21 memerintahkan kepada kita untuk mengikuti akhlaq akhlaq Rosul :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (٢١)
"  Sesungguhnya telah ada pada diri Rosulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

3.       Tabligh
Ta’rif dan Definisi
اَلتَّبْلِيْغُ هُوَ تَبْلِيْغُ مَا أُمِرُوْا بِتَبْلِيْغِهِ لِلْخَلْقِ
“ Tabligh yaitu menyampaikan apa apa yang diperintahkan para Rosul untuk disampaikannya kepada makhluq “
Wajib aqli Rosul tersifati oleh sifat tabligh, ya'ni menyampaikan seluruh perintah dan larangan Allah kepada umatnya. Dan mustahil Rosul tersifati oleh sifat kitman ya'ni menyembunyikan atau tidak menyampaikan perintah dan larangan AllahI kepada umatnya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan bahwa Rosul tersifati oleh sifat tabligh dan wajib meyakinkan bahwa mustahil Rosul tersifati oleh sifat kitman, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan akan disiksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.

Dalil Sifat Tabligh
Adapun dalil yang menunjukan sifat tabligh ada 2 yaitu :
a.       Dalil Aqli
Menurut logika apabila rosul kitman atau tidak menyampaikan apa apa yang diperintah dan dilarang oleh AllahI, maka pasti kita sebagai umatnya diperintahkan untuk kitman. Sedangkan orang yang yang menyembunyikan atau tidak menyampaikan apa apa yang diperintah dan dilarang oleh Allah maka AllahI akan mela'nat orang tersebut.
b.      Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Al Maaidah ayat 67 :
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (٦٧)
" Hai Rosul ! sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari tuhanmu dan jika kamu tidak mengerjakan (apa yang telah diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan amanatnya Allah. Sedangkan Allah memelihara kamu dari gangguan manusia. Dan sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang orang kafir "

4.       Fathonah
Ta’rif dan Definisi
اَلْفَطَانَةُ هِيَ اَلتَّيَقُّظُ ِلإِلْزَامِ الْخُصُوْمِ وَإِبْطَالِ دَعَاوِيْهِمُ الْبَاطِلَةِ
“ Fathonah yaitu kemampuan untuk mengalahkan musuh dan membantah dakwaan dakwaan mereka yang bathil “

Wajib aqli Rosul tersifati oleh sifat fathonah, ya'ni cerdas atau pandai dalam mengalahkan musuh-musuhnya untuk mendirikan dan mempertahankan hujjah islam. Dan mustahil Rosul tersifati oleh sifat baladah/jahlu, ya'ni bodoh atau tidak pandai dalam mengalahkan musuhnya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan bahwa Rosul tersifati oleh sifat fathonah dan wajib meyakinkan bahwa mustahil Rosul tersifati oleh sifat jahlu, dengan resiko sah imannya,serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan akan disiksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.

Dalil Sifat Fathonah
Adapun dalil yang menunjukan sifat fathonah ada 2 yaitu :
a.       Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila Rosul tidak cerdas atau pandai dalam mengalahkan musuhnya, maka pasti tidak akan mampu mendirikan dan mempertahankan hujjah islam. Hal tersebut adalah mustahil karena tersaksikan bahwa para Rosul telah banyak menyebarkan syiar-syiar agama Allah dengan hujjahnya yang sangat aktual dan dapat mengalahkan hujjah hujjah kafir
b.      Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Al An'am ayat 83 :
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ (٨٣)
"  Dan itulah hujjah hujjah kami yang telahh kami berikan kepada (Nabi) Ibrohim untuk menghadapi kaumnya, kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui ”

Para Nabi dan Rosul berhasil menyampaikan da’wahnya dan menjalankan tugasnya karena beliau memiliki ke empat sifat tersebut. Begitu juga dengan kita apabila kita ingin berhasil dalam menghasilkan sesuatu, maka kita harus berusaha memiliki sifat sifat tersebut.

Sifat Jaiz bagi Rosul
         Sifat yang jaiz bagi Rosul adalah A'rodul Basyariyyah, ya'ni sifat sifat yang umumnya ada pada manusia, yang tidak mengurangi martabat kerosulannya. Seperti makan, minum, tidur, sakit, menikah dan lain lain.          
A'rodul basyariyyah yang dapat mengurangi martabat para Rosul itu mustahil terjadi. Adapun sakitnya Nabi Ayyub as yang dikatakan orang orang bahwa beliau terkena penyakit kulit (borok), yang dipenuhi dengan ulat dan sampai diusir oleh masyarakat sekitar daerahnya, itu semua adalah bohong belaka. Yang benar penyakit yang diderita beliau itu adanya didalam kulit dan diluar daging, sehingga tidak dapat dilihat oleh umum dan tidak menyebabkan jatuhnya martabat kerosulannya.
                              
A'rodul basyariyyah dipara Rosul terdiri dari 2 :
1.       Idhtirori, yaitu sifat sifat manusia yang langsung pemberian dari AllahI (taqdir Allah). Seperti : sakit, sehat, memiliki anggota tubuh yang sempurna, dan lain lain.
2.       Ikhtiyari, yaitu sifat sifat kemanusiaan yang dapat diusahakan dan dapat dilaksanakan olehnya. Seperti : makan, minum, sholat, puasa, menikah, dan lain lain.

Dari A'rodul basyariyyah ikhtiyari tadi terbagi kepada 5 bagian, yaitu :
1.       Jibilly, yaitu watak kemanusiaan semata dan tidak ada unsur ibadah jika tidak diniatkan ibadah, serta tidak ada tuntutan hukum syara', tetapi bisa menjadi uswatun hasanah (suri tauladan yang baik), yang boleh dikerjakan oleh umatnya. Seperti cara makan, minum, duduk, berdiri dan lain lain. Tapi prilaku tersebut menjadi wajib bagi Rosul, sebab pada haqiqatnya adalah memberi contoh kepada umatnya bahwa pekerjaan seperti itu hukumnya mubah (boleh) menurut syara'.
2.       Bayanan, yaitu pekerjaan Rosul yang menjadi penjelasan bagi umatnya, baik wajib, sunnah, makruh, haram atau mubah.
3.       Mukhossos bih, yatu prilaku khusus bagi Rosul yang tidak boleh diikuti oleh umatnya. Seperti wajibnya sholat dhuha dan witir bagi Nabi, menikahnya nabi Muhammad melebihi dari empat isteri, tidak batal sholat berbicara kepada Nabi diwaktu sholat, dan lain lain.
4.       Mutaroddid, yaitu prilaku nabi yang diperselisihkan antara watak kemanusiaannya dan yang menjadi hukum syara'. Seperti Nabi Muhammad beribadah haji dengan menggunakan kendaraan. Ada yang berpendapat bahwa menggunakan kendaraan diwaktu menjalankan ibadah haji itu disunahkan, karena perbuatan Nabi itu adalah menjadi uswatun hasanah. dan adapula yang berpendapat bahwa Nabi menggunakan kendaraan diwaktu haji itu adalah watak kemanusiaan saja.
5.       Maa Siwaahu, artinya selain keempat gambaran tadi. Seperti sholat, thowaf, sodaqoh, dan lain lain yang akan menjadi wajib, sunnah atau mubah bagi umatnya. 

         Setiap mukallaf wajib meyakinkan adanya sifat A'rodul basyariyyah pada diri Rosul, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan akan disiksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.

Dalil Sifat Jaiz bagi Rosul
Adapun dalil sifat jaiz bagi Rosul itu ada 2 :
a. Dalil Aqli
Menurut logika apabila rosul tidak tersifati oleh sifat A'rodul Basyariyyah (kemanusiaan), maka Rosul tidak akan merasakan sakit, tidak makan dan minum, tidak menikah dan lain lain. Maka apabila demikian itu mustahil, sebab tersaksikan bahwa Rosul itu bisa terkena sakit, makan dan minum, melaksanakan pernikahan, dll.
Maka tetaplah pada rosul itu sifat A'rodul Basyariyyah.
b. Dalil Naqli
Firman Allah swt dalam surat Al Kahfi ayat 110 menerangkan :
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (١١٠)
" Katakanlah (Ya Muhammad) bahwasanya aku (Muhammad) adalah manusia seperti kalian yang mana aku diberikan wahyu bahwasanya tuhanmu sekalian adalah tuhan yang satu (Allah). barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya "

BAB IV
KALIMAT TAUHID

Aqidah-Aqidah yang telah dijelaskan sebelumnya dikumpulkan seluruhnya dalam kandungan ma'na kalimat tauhid, yaitu :
لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله            
" Tiada tuhan (yang berhak disembah)selain Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah.
Pada kalimah لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ  terdapat 4 rahasia kalimah yang terkandung didalamnya, yang disebut Kalimah Thoyyibah  yaitu :

-         لاَ مَوْجُوْدَ إِلاَّ اللهُ

Ya’ni tidak ada yang wujud haqiqi selain Allah dan tidak ada yang menghasilkan sesuatu atau memberi bekas selain Allah.
            Jadi kita harus meyakinkan bahwa tidak ada yang wujudnya haqiqi selain Allah  dan tidak ada sesuatu pun yang dapat menghasilkan sesuatu selain Allah, tidak ada yang memberikan manfa’at dan madhorot selain Allah, dsb.
-         لاَ مَعْبُوْدَ إِلاَّ اللهُ
Ya’ni tidak ada sesuatu pun yang berhaq disembah selain Allah.
            Jadi kita harus meyakinkan bahwa tidak ada tuhan yang berhaq disembah selain AllahI, ya’ni hanya AllahI yang berhaq disembah. Dan kita mengerjakan dan meninggalkan sesuatu itu harus diniatkan ibadah semata mata kepada Allah.
-         لاَ مَطْلُوْبَ إِلاَّ اللهُ
Ya’ni tidak ada perintah atau larangan yang bersumber dari selain Allah.
            Jadi kita harus meyakinkan bahwa kita mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu itu karena diperintah dan dilarang oleh Allah.
-         لاَ مَقْصُوْدَ إِلاَّ اللهُ
Ya’ni tidak ada yang dimaksud kecuali hanya (ridho) Allah.

            Jadi kita harus meyakinkan bahwa kita mengerjakan atau meninggalkan sesuatu itu harus dimaksud untuk mendapatkan keridhoan Allah  semata, tidak ada tujuan selain mengharapkan ridho-Nya. Insya Allah didalam amal kita akan menjadi ikhlas dan diterima oleh Allah, serta mendapatkan ridho dan rohmatnya. Amiin....!

Faidahnya kita mengetahui kalimah thoyyibah ini adalah untuk menghasilkan ilmu pada Aqoid Iman dengan secara tafsili (detail/terperinci) dan ijmali (global/umum), serta untuk mengetahui akan mulyanya rahasia yang terkandung dalam kalimah tauhid ini, yang meliputi akan aqidah yang sudah dijelaskan, sehingga hati menjadi bergetar ketika mengucapkannya dengan cahaya keyakinan dan bersinar dengan cahaya keimanan.
Jikalau seseorang sudah bisa mengamalkan kalimah thoyyibah ini, maka insya Allah amal-amalnya akan menjadi thoyyibah (baik) dan dirinya akan menjadi syakhshiyyah thoyyibah (seseorang yang berperangai baik)
Para ulama telah berpendapat bahwasanya bagi orang yang mengucapkan kalimah tauhid ini harus mengetahui ma'nanya secara global bahwa kalimah ini adalah kalimah yang digunakan untuk mengesakan Allah. Apabila tidak mengetahui ma'nanya, maka kalimah tauhid ini tidak memberikan manfa'at bagi orang yang mengucapkannya akan selamat dari pada kekalnya didalam neraka. Seperti orang kafir mengucapkan kalimah tauhid tetapi ia tidak mengetahui akan ma'nanya dan tidak bermaksud mentauhidkan Allah , maka kalimah tersebut tidak memberikan manfa'at kepadanya dari pada selamat dari api neraka. Naudzu billah ...!

Hukum Mengucapkan Kalimah Tauhid
Perlu diketahui bahwasanya manusia itu ada 2 golongan, yaitu Mu'min dan kafir. Adapun Mu'min yang asli (yang tidak didahului dengan kafir), maka ia wajib mengucapkan mengucapkan akan kalimah tauhid itu sekali seumur hidup dengan diniatkan wajib pada mengucapkannya. Apabila ia tidak mengucapkannya satu kalipun maka ia berdosa, tetapi imannya tetap sah. والله أعلم
Semestisnya bagi orang mu'min yang asli memperbanyak akan membaca kalimah tauhid dengan mengetahui ma'nanya, dan menghadirkannya didalam hati, agar memberikan manfa'at didunia dan diakhirat.
Adapun orang kafir mengucapkan akan dua kalimah syahadat/kalimah tauhid ini hukumnya wajib, karena sebagai syarat akan sahnya iman.

Ada 3 pendapat yang memperbincangkan masalah syahadat yaitu :
·         Ada yang mengatakan bahwa mengucapkan syahadat itu syarat dari pada sahnya iman
·         Ada yang mengatakan syahadat itu merupakan juz (bagian) dari pada haqiqatnya iman. Adapun iman itu mencangkup akan tasdhiq (membenarkan) didalam hati dan mengucapkan syahadat dengan lisan.
·         Ada yang mengatakan syahadat bukanlah syarat dari pada sempurnanya iman dan bukan pula bagian dari pada haqiqat iman, tetapi merupakan syarat untuk menjalankan hukum hukum islam didunia. Adapun haqiqatnya dia beriman atau tidak itu urusan Allah.
أُمِرْتُ أَنْ أَحْكُمَ بِالظَّاهِرِ وَاللهُ يَتَوَلىَّ بِالسَّرَائِرِ
" Aku diperintahkan untuk menghukumi perkara perkara yang dzhohir saja, sedangkan Allah lah yang mengurus akan perkara perkara yang tersembunyi (haqiqatnya) "
Pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang mu'tamad, ya'ni bisa dijadikan pegangan didalam hukum. Karena islam itu diperintahkan untuk berbaik sangka terhadap seseorang, dan hukum islam itu melihat sesuatu itu dilihat dari segi dzohirnya, adapun haqiqatnya itu urusan Allah. Dan sesuatu yang dzohir (nampak) itu mencerminkan akan sesuatu yang bathinnya.
Sebagaimana dikatakan :
اَلظَّاهِرُ  مِرْأَةُ الْبَاطِنِ
“ Sesuatu yang dzohir (nampak) itu adalah sebagai cermin bagi yang bathin (tersembunyi) “
Adapun anak yang belum baligh jika ia meninggal pada waktu itu, baik ia keturunan muslim maupun non muslim, maka ia akan masuk kedalam surga yang disebut dalam Al-Quran yaitu Wildanul Mukholadun, karena ia belum sempat berfikir mengenai ketuhanan. Sedangkan beriman dan bertauhid itu diperintahkan bagi orang yang sudah mukallaf (baligh & berakal), dan sesungguhnya anak yang lahir ke alam dunia itu semuanya dalam keadaan fitroh (suci).
Sebagaimana sabda Nabi SAW :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ  حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ فَأَبَوَاهُ  يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ {رواه الطبرانى والبيهقى وأبى يعلى}
“ Setiap anak itu dilahirkan itu menurut fitrahnya, maka kedua orang tuanya lah yang akan menjadikannya seorang yahudi, seorang nashroni atau seorang majusi “ (HR. Thabrani, Baihaqi dan Abi Ya'la)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar