BAB IV
AQOID ULUHIYYAH
Ta’rif / Pengertian
اَلْعَقَائِدُ اْلأُلُوْهِيَّةُ هِيَ العَقَائِدُ الَّتِى
تَتَعَلَّقُ بِاْلإِلَهِيَّةَ بِطَرِيْقِ مَعْرِفَةِ صِفَاتِهَا مِنْْ وَاجِبَةٍ
وَاسْتِحَالَةٍ وَجَائِزَةٍ
“ Aqoid Uluhiyyah yaitu keyakinan
keyakinan yang berkaitan dengan ketuhanan dengan cara mengetahui sifat
ketuhanan, dari pada yang wajib, mustahil dan jaiz “
Sifat Wajib dan Mustahil Bagi Allah
Sifat Wajib dan Mustahil (menurut akal) bagi Allah yang
wajib diketahui (menurut syara') itu ada 40 sifat.Pengertian sifat wajib
disini adalah wajib menurut akal, bukan wajib menurut syara', yang ta'rifnya :
مَايُتَصَوَّرُفِى الْعَقْلِ وُجُوْدُهُ وَلاَيَتَصَوَّرُفىِ
الْعَقْلِ عَدَمُهُ
" Suatu
perkara yang dapat dapat dimengerti oleh akal keberadaannya dan tidak dapat
dimengerti oleh akal ketiadaannya "
Yang dimaksud wajib akal disini bukan berarti kewajibannya
diawali dari adanya akal, tetapi akalah yang dapat mengerti dan menemukan sifat
sifat yang wajib bagi Allah I. walaupun makhluq belum diciptakan,
AllahI tetap tersifati oleh sifat sifat yang
berhak bagi-Nya. Seperti wajib menurut akal adanya AllahI, akal akan mengerti jikalau AllahI ada dan akal tidak akan mengerti
jikalau AllahI tidak ada.
Pengertian sifat
mustahil disini pun adalah mustahil menurut akal yang ta'rifnya :
مَايُتَصَوَّرُفِى الْعَقْلِ عَدَمُهُ وَلاَيُتَصَوَّرُفىِ
الْعَقْلِ وُجُوْدُهُ
" Suatu perkara yang dapat dimengerti oleh akal
ketiadaannya dan tidak dapat dimengerti oleh akal keberadaannya "
Seperti mustahil menurut akal tidak adanya Allah, ya’ni
akal tidak mengerti jikalau Allah tidak ada, dan akal akan mengerti jikalau
Allah ada.
Kita
meyakini bahwa segala sesuatu adalah milik Allah, karena semua adalah
ciptaan-Nya. Tapi ada sesuatu yang tidak dimiliki oleh Allah, apakah itu ?
yaitu segala sesuatu yang mustahil bagi Allah, yang tidak layak disandarkan
kepada Allah.
Allah maha suci dari segala sesuatu yang telah
orang orang musyrik sekutukan kepada Allah سبحان الله عما يشركون . Allah tidak memiliki
anak, ayah, ibu, teman dan lainnya yang mustahil bagi Allah I, karena jika Allah
memiliki anak dan lainnya, maka Allah
akan sama seperti ciptaan-Nya, jikalau Allah sama seperti ciptaan-Nya
itu mustahil.
Allah
I maha suci dari segala sesuatu yang telah orang orang kafir
mensifati akan sifat sifat yang tidak layak bagi Allah I, yang tidak pantas disandarkan kepada Allah سبحان
الله عما يصفون
Jadi seluruh sifat yang berhaq bagi AllahI, yang wajib diketahui oleh Mukallaf
(baligh & berakal) itu ada 20 sifat wajib serta 20 sifat mustahil yaitu :
- Wujud lawannya ‘Adam
- Qidam lawannya Huduts
- Baqo’ lawannya Fana
- Mukholafah lil hawadits lawannya Mumatsalah lil hawadits
- Al Qiyamu bin Nafsi lawannya Ihtiyaaj lighoirihi
- Wahdaniyyah lawannya Ta’addud
- Qudrot lawannya ‘Ajzu
- Irodat lawannya Karohah
- ‘Ilmu lawannya Jahlu
- Hayat lawannya Maut
- Sama’ lawannya ‘Ashom
- Bashor lawannya A’maa
- Kalam lawannya Abkam
- Kaunuhu Qoodiron lawannya Kaunuhu ‘Aajizan
- Kaunuhu Muriidan lawannya Kaunuhu Kaarihan
- Kaunuhu ‘Aaliman lawannya Kaunuhu Jaahilan
- Kaunuhu Hayyan lawannya Kaunuhu Mayyitan
- Kaunuhu Samii’an lawannya Kaunuhu Ashomma
- Kaunuhu Bashiron lawannya Kaunuhu A’maa
- Kaunuhu Mutakalliman lawannya Kaunuhu Abkama
1.
Sifat Wujud
Ta'rif Sifat Wujud
صِفَةُ الْوُجُوْدِ هِيَ صِفَةٌ نَفْسِيَّةٌ يَدُلُّ الْوَصْفُ بِهَا عَلَى نَفْسِ
الذَّاتِ دُوْنَ مَعْنًى زَائِدٍ عَلَيْهِ
" Sifat
wujud yaitu sifat Nafsiyyah (sifat yang tetap pada dzat) yang menunjukan
pada haqiqat dzat bukan selebihnya terhadap dzat "
Wajib Aqli Allah
tersifati oleh sifat wujud, yakni adanya Allah yang telah menciptakan alam semesta beserta
isinya, yang wujud-Nya adalah wujud Haqiqi.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan atas adanya Allah dan wajib meyakinkan mustahil Allah tidak ada, dengan resiko sah imannya serta
akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa, serta tidak
sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Pembagian Wujud
Adapun wujud itu terbagi atas 3 :
1).
Wujud Haqiqi, yaitu adanya Dzat yang tidak bersandar pada yang
lain, yang tidak diawali dengan tidak ada dulu dan tidak diakhiri dengan tidak
ada, ya'ni wujudnya Allah. Disebut juga wujud-Nya dengan wujud Muthlaq, ya’ni
ada-Nya tidak terikat dengan apapun.
2).
Wujud 'Aridhi, yaitu adanya dzat yang diawali dengan tidak ada
dulu dan akan diakhiri dengan tidak ada kembali, seperti wujudnya kita dan alam
semesta ini.
3). Wujud idhofi, yaitu adanya
dzat karena bersandar pada yang lain. seperti adanya bapak karena bersandar
pada adanya anak. Disebut juga wujudnya dengan wujud Muqoyyad, ya’ni adanya
karena terikat oleh sesuatu.
Adapun dzat yang maujud itu dapat ditemukan dengan dua
perkara, yaitu; Hissy
(panca indera) dan Aqli (logika).
Perkara yang ditemukan dengan Hissy itu seperti; cahaya terang yang ditemukan dengan mata, suara ditemukan dengan telinga,
bau ditemukan dengan hidung, rasa ditemukan dengan lidah, dan halus atau kasar
ditemukan dengan tangan.
Adapun perkara yang ditemukan (dipahami) dengan akal dan
tidak dapat ditemukan oleh hissy itu seperti : pintar, bodoh, ruh, bahagia, sedih dan lain
lain. Begitu juga dengan wujudnya Allah
dapat dimengerti dengan akal. Namun wujudnya Allah I tidak bisa diserupakan dengan wujudnya
ilmu, bodoh, ruh dan lain lain, karena wujudnya Allah dan itu haqiqi, qidam, serta mukholafah lil
hawadits dan wujudnya selain Allah itu
tidak haqiqi dan hawadits (baru).
Kemampuan menemukannya akal hanya terbatas pada adanya
Dzat yang menciptakan (Dzat Allah ). Sedangkan untuk menemukan nama nama
Allah itu bukan hasil dari pada akal,
tetapi merupakan wahyu dari Allah , yang diturunkan kepada para Nabi dan
Rosul-Nya, untuk disampaikan kepada Umatnya.
Sebagai manusia seharusnya kita menyadari dan bersyukur
kepada Allah bahwa kita dan alam semesta
ini asalnya tidak ada, kemudian Allah
menciptakan kita ke dunia ini dengan keadaan kita yang tidak mempunyai
daya dan kekuatan apapun. Kita bisa berdiri, bisa duduk, bisa berjalan, dan
bisa melakukan kegiatan kegiatan kita, tentunya ada yang menggerakan kita.
Buktinya Ketika kita sakit, kita tidak bisa berbuat apapun semau kita, karena
kita ini adalah makhluq yang lemah, yang tidak mempunyai upaya dan kekuatan
kecuali jika ditaqdirkan oleh Allah yang
telah menciptakan kita dan seluruh pekerjaan kita.
Adanya alam semesta yang indah ini yang lama kemudian
akan menjadi rusak, begitu juga dengan keadaan kita yang lama kemudian usia
kita semakin mengurang, hingga kita menjadi tua dan tidak berdaya, tentu
semuanya ada yang mengaturnya yaitu Allah , yang wujud-Nya adalah wujud haqiqi.
Kita sebagai manusia tentunya mempunyai berbagai macam
masalah, untuk mengatasi masalah-masalah negatif yang terjadi dalam kehidupan
manusia hari ini, maka kita perlu mengajak manusia mengenal Allah, mengenal
sang Pencipta, mengenal Tuhan yang telah mengatur kehidupan kita. Sebab Allah Ilah yang menciptakan alam semesta ini,
tentu Dia mempunyai formula yang tepat untuk mengatasi berbagai masalah, itulah
jalan yang ditempuh oleh para Rosul dan orang sholih zaman dahulu.
Mengajak manusia untuk mengenal AllahI tidak sama halnya dengan mengajak
manusia untuk percaya kepada AllahI. Hari ini kalau kita tanya pada orang
kafir sekalipun, apakah mereka tahu dan percaya adanya tuhan, tentu mereka akan
menjawab kami tahu dan percaya. Tapi seolah olah, tuhan tidak ada dalam kehidupan
mereka. Mereka tidak merasakan peranan tuhan didalam kehidupan, atau dengan
kata lain tidak perduli kepada tuhan. Pada perasaan mereka sama saja apakah tuhan ada atau tidak
ada.
Bila orang sudah mengenal Allah, maka barulah jiwanya
hidup kembali, dan meyakini bahwa Allah I itu maha berkuasa, menghidupkan,
mematikan, menghukum, mendengar, melihat, maha besar, maha agung, penyelamat,
penjaga, pelindung, yang memberikan ni’mat dan rahmat-Nya kepada kita selaku
makhluq-Nya, serta yang mewujudkan apa saja di dunia maupun di akhirat sesuai
dengan kehendak-Nya, karena semua adalah milik-Nya.
Kisah Kaum yang tidak percaya adanya
Allah
Pada zaman dahulu ada suatu kaum yang tidak percaya akan
adanya Allah, yaitu yang disebut kaum dahriyyah. Mereka
menyatakan bahwa adanya alam semesta ini karena fenomena alam atau perubahan
zaman saja, tanpa ada yang menciptakannya. Oleh karena itu mereka disebut kaum
dahriyyah, karena asal ma’na Ad Dahr itu adalah zaman.
Pada saat itu mereka mengadakan sebuah forum perdebedatan
dengan para ulama ketika itu yang berjumlah kurang lebih 400 ulama, tapi yang
hadir pada saat itu hanya 399 ulama beserta sebagian murid muridnya. Dalam
forum tersebut mereka mengatakan : “ kami meyakini adanya alam ini, itu
karena perputaran zaman saja dan kami tidak percaya adanya Allah. Jikalau
kalian yakin adanya Allah maka beritahukan kepada kami ada dimana Allah ?
Pada
saat itu dari 399 ulama tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu, dan pada
saat itulah kaum dahriyyah berjaya. Sehingga sebagian santri dari pada ulama
tersebut yang belum kuat keyakinannya/tauhidnya ada yang mengikuti ajaran yang
dibawa oleh kaum dahriyyah.
Tetapi
ada satu ulama yang tidak hadir pada saat itu, yaitu Syaikh Hammaad bin Abi
Sulaiman, yang merupakan guru dari imam Hanafi. Pada saat itu Syaikh Hammad
merasa bingung bagaimana menjawab pertanyaan kaum dahriyyah tersebut, kemudian
beliau meminta petunjuk kepada Allah, dan akhirnya dia bermimpi bahwa ia
melihat suatu rumah (istana) yang luas dan
indah, yang mana di dalamnya ada
pohon yang buahnya lebat, tetapi pada saat itu ada segerombolan babi hutan yang
keluar dari sudut istana, kemudian memakan serta menghancurkan pohon dan buah
buahnya tersebut sehingga hanya tersisa akarnya, ketika akan dihancurkan,
munculah dari akar pohon tersebut seekor macan, yang kemudian membinasakan babi
hutan tersebut.
Kemudian
beliau terbangun dari tidurnya dan menceritakannya kepada muridnya imam Hanafi
yang mana saat itu masih dalam usia sangat belia, tapi imam hanafi sudah hafal
Al- Quran dan Ia sangat cerdas. Kemudian imam Hanafi kecil berkata : “
Sesungguhnya Allah telah memberikan ilmu
tentang ta’bir (menta’wil/menggambarkan mimpi) kepadaku, dan mimpi ini adalah
mimpi yang bertanda bagus untuk mengalahkan musuh kita. Apabila guru mengidzinkankan
saya untuk menta’birnya, maka saya akan menta’birnya “. Kemudian gurunya
berkata : “ Ya Nu’man ta’birlah mimpi itu ! “ kemudian imam hanafi
menta’bir dan berkata : “ Yang dimaksud dengan istana tersebut ialah istana
umat islam (aula atau tempat perdebatan dengan kaum dahriyyah), pohon yang
buahnya lebat tersebut adalah merupakan para ulama beserta sebagian santrinya,
akar pohon yang tersisa itu adalah tuan guru, dan seekor macan itu adalah saya.
Insya Allah saya akan mengalahkan kaum dahriyyah tersebut dengan idzin Allah. “
ujar imam hanafi kecil “ maka syaikh Hammaad merasa gembira dengan ta’biran
imam Hanafi tersebut.
Maka
kemudan diadakan lagi perdebatan antara Ahlu Sunnah dengan kaum dahriyyah, yang
diadakan di masjid jami’, yang dihadiri oleh para Ulama dan banyak manusia,
tepatnya di majlis syaikh Hammad, imam hanafi pada saat itu berada disamping
syaikh Hammad. Pada saat itu datanglah kaum dahriyyah maju dan naik keatas
mimbar dan berkata : “ siapa yang akan menjawab pertanyaan saya ? “
kemudian imam hanafi menjawab : “
saya yang akan menjawabnya ! ” Kemudian kaum dahriyyah mentertawakan dan
mengejek imam hanafi karena beliau dianggap masih kecil, dan kaum dahriyyah
berkata : “ siapa kamu anak kecil ? kamu mau menjawab pertanyaan saya !
berapa banyak orang yang umurnya lebih tua dari kamu, sorbanya besar, yang
mempunyai pakaian pakaian keagungan serta lengan bajunya lebar, semuanya tidak
bisa menjawab pertanyaanku ! bagaimana dengan kamu, sedangkan umurmu masih
kecil dan dirimu ini hina ? “. tetapi imam hanafi menjawab dengan lembut
dan berkata : “ hai kaum dahriyyah sesungguhnya Allah tidak menempatkan kemulian dan pangkat yang
tinggi pada yang bersurban besar, berpakaian keagungan dan lengan bajunya
lebar, tetapi Allah menempatkan kemulian
dan martabat yang tinggi pada ulama “. Kemudian kaum dahriyyah berkata : “
oke, kalau kamu mau jawab pertanyaanku, tapi cepat jawab dimana adanya Allah
itu ?” imam Hanafi kemudian menjawab
: “ Allah ada tanpa membutuhkan
tempat “. Kaum dahriyyah berkata : “ bagaimana mungkin Allah ada tapi
tidak membutuhkan tempat ? imam hanafi menjawab : “ dalil nya ada pada
badanmu sendiri “ dahriyyah bertanya : “ apa itu ? “ imam hanafi
berkata : “ apakah dalam badan/jasadmu ada ruh ? “ dahriyyah menjawab : ya”, imam hanafi
berkata lagi : “ kalau begitu dimana adanya ruh itu ? apa dalam kepalamu,
dalam perutmu, atau pada kakimu ? “ pada waktu itu kaum dahriyyah merasa
kebingungan dan gempar, karena mereka tidak bisa menjawab dan menunjukan dimana
adanya letak ruh tersebut, kemudian para ulama serta gurunya pun merasa senang
atas jawaban imam hanafi kecil ini. Ruh saja yang merupakan makhluq Allah itu
tidak bisa dilihat, apalagi yang menciptakannya , tapi bukan berarti Allah seperti ruh, karena adanya ruh itu wujud ‘Aridhi
dan ada-Nya Allah itu wujud haqiqi.
Tapi
pada saat itu kaum dahriyyah keras kepala dan ia berkomentar dan mengajukan
pertanyaan lagi kepada imam hanafi : “ oke, saya hargai pendapatmu dan saya
agak percaya adanya Allah, tapi saya ingin menanyakan lagi kepadamu ! kalau
benar Allah itu ada, sebelum Allah itu ada (sesuatu) apa ? dan sesudah Allah
itu ada apa ?” , kemudian imam hanafi membalikan fakta pertanyaan lagi
kepada kaum dahriyyah sambil mengacungkan kelima jarinya dan berkata : “
kalian lihat dan jawab, sebelum ibu jari (jempol) ini ada apa ? dan setelah
kelingking ini ada apa ? “. kemudian kaum dahriyyah pun merasa bingung,
karena tidak bisa menjawab pertanyaannya lagi. Tapi karena kaum dahriyyah orang
yang sangat keras kepala, kemudian ia bertanya lagi : “ saya punya
pertanyaan satu lagi kalau benar Allah ada, sekarang lagi ngapain dia ?
kemudian imam hanafi naik dan tampil ke depan mimbar, karena orang yang
menjawab itu pantasnya berada di atas dan yang bertanya itu berada dibawah,
sambil berkata : “ Allah sekarang
sedang mentaqdirkan aku untuk menghancurkan golongan bathil seperti kalian,
oleh karena itu berimanlah kalian kepada Allah, atau enyahlah kalian dari
negeri ini ! “
Setelah
itu Alhamdulillah islam kembali berjaya dan sebagian santri yang mengikuti kaum
dahriyyah tersebut kembali mengikuti agama islam, bahkan dari sebagian kaum
dahriyyah pun ada yang diberi petunjuk oleh Allah untuk masuk agama islam.
Oleh
karena itu pada zaman sekarang pun banyak aliran aliran yang menyimpang dari
aqidah Ahlu Sunnah wal Jama’ah, bahkan mereka tidak percaya akan adanya Allah I yang telah menciptakan alam semesta ini, dan mereka
berpendapat bahwa alam ini ada dengan sendirinya.
Maka
kita pun sebagai muslim harus senantiasa hati hati dan selalu waspada terhadap
kepercayaan yang menyimpang tersebut, yang mana sebagian besar mereka
dipengaruhi oleh Dholalatul Fulasifah (filsafat filsafat yang
menyesatkan aqidah islam), karena terlalu memperdalami ilmu filsafat tanpa
dibarengi dengan aqidah yang quat, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Ahlu
Sunnah Wal Jama’ah. Dan apabila ada suatu aliran atau kepercayaan yang baru
didalam islam, maka kita harus menanyakannya terlebih dahulu kepada Ahlinya,
yaitu orang yang ‘Alim (paham) akan agama islam, seperti para Kiyai, para
Ustadz, para Guru, yang tentunya tidak menyimpang dari aqidah Ahlu Sunnah.
Sebagaimana firman Allah dalam surat An
Nahl ayat 43 dan Al Anbiyaa ayat 7:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ
إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٤٣)
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ
إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٧)
" Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu,
jika kamu tiada Mengetahui "
Mudah mudahan kita diselamatkan dari pada
aliran-aliran yang akan menyesatkan terhadap aqidah kita.
Kita
sebagai makhluq (ciptaan-Nya) harus meyakini adanya Allah yang selalu memperhatikan gerak gerik kita
dimanapun kita berada, walaupun kita tidak bisa melihat-Nya sekarang, tapi
mudah-mudahan kita bisa melihat-Nya di surga kelak. Amiin…!
Melihat
kepada Dzat Allah itu jaiz menurut akal
dan wajib menurut Syara’, baik di dunia maupun di akhirat, karena Allah I itu ada, dan setiap yang ada itu sah untuk dilihat. Adapun
melihatnya Allah ketika di dunia itu
tidak terjadi kepada kita, kecuali Nabi Muhammad pernah melihat Allah I yang wajibul wujud sewaktu beliau melaksanakan isro’ mi’roj.
Karena Baginda Rosulullah r
adalah makhluq yang paling mulia di sisi Allah, dan makhluq yang paling
dicintai oleh Allah. Karena beliau memiliki akhlaq yang sangat mulia, yang
patut kita contoh dan dijadikan suri tauladan bagi kita sebagai umatnya.
Sebagaimana
Allah berfirman mengenai orang orang mu’min yang melihat-Nya di surga yang
tercantum didalam surat Al Qiyaamah ayat 22 -23 :
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ
(٢٢)إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (٢٣)
“ Wajah wajah (orang orang mu’min) pada hari
itu berseri seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat “
Rosulullah pun bersabda :
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا
الْقَمَرَ ....
“ Sesungguhnya kalian akan melihat tuhan
kalian (di akhirat) sebagaimana kalian melihat bulan (pada malam purnama,
karena indahnya) “ (HR Mutafaq 'alaih)
Adapun
melihat kepada Allah itu tidak bisa
digambarkan bagaimana cara dan prakteknya. Tapi kita harus meyakinkan bahwa
kita akan melihat Allah yang mukholafah
lil hawadits (berbeda dengan makhluq-Nya), dan tidak menjadi berubah kepada
Mumatsalah lil hawadits (menyamai akan makhluq-Nya).
Dalil Sifat Wujud
Adapun dalil yang
menunjukan terhadap wujudnya Allah ada 2 yaitu :
a. Dalil Aqli
(logika)
Menurut logika sehat adanya alam semesta ini pasti ada
yang menciptakannya, akal tidak akan mengerti adanya suatu ciptaan tanpa ada
yang menciptakannya, dan yang menciptakan harus berbeda dengan apa yang
diciptakannya.
b. Dalil Naqli (tertulis)
Firman
Allah dalam surat Ar Ro'du ayat 16 :
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ قُلِ اللَّهُ (١٦)
" Katakanlah !
siapakah tuhan langit dan bumi ? (maka) katakanlah (dialah) Allah "
Sifat wujud adalah termasuk sifat nafsiyyah, ya'ni sifat
yang tidak akan pisah dari dzatnya. Apabila kita meyakinkan bahwa Allah tersifati oleh sifat wujud, maka kita juga
wajib meyakinkan bahwa mustahil Allah
tersifati oleh sifat 'Adam (tidak ada), karena tidak cukup
mema'rifatkan yang wajib tanpa mema'rifatkan yang mustahil.
Ada beberapa perkara yang merupakan hal yang mustahil
bagi Allah yaitu : wujud ‘Aridhi, wujud idhofi, wujud Hissy, wujud aqli yang
hawadits, ‘Adam (tidak ada) muthlaq, ‘adam sebelum wujud, ‘adam setelah wujud,
‘adam diantara dua kali wujud, wujud yang terikat oleh zaman,, wujud
mumatsalah, dan seluruh wujud yang mustahil/tidak layak bagi Allah. Karena
haqiqatnya semua perkara ini adalah ‘Adam Ma’dum (sesudah tidak ada akan
tidak ada kembali).
2.
Sifat Qidam
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْقِدَمِ هِيَ صِفَةٌ سَلْبِيَّةٌ اَلَّتِى تَدُلُّ عَلَى أَنَّ اللهَ لاَ أَوَّلَ لَهُ
" Sifat Qidam
yaitu sifat salbiyyah (sifat pencabutan), yang menunjukan bahwasanya Allah tidak
ada permulaannya "
Wajib Aqli Allah
tersifati oleh sifat qidam, ya'ni terdahulu, dalam arti tidak diawali dengan tidak ada dulu.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat qidam terhadap
Allah dan wajib meyakinkan sifat huduts
terhadap makhluq, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika
meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak
meyakinkannya.
Pembagian Sifat Qidam
Adapun qidam
terbagi menjadi 3 yaitu :
a.
Qidam Haqiqi, yaitu terdahulunya Dzat yang tidak
terikat oleh zaman dan bukan karena disandarkan dengan yang lain, juga bukan
karena lamanya zaman. tetapi terdahulunya tidak diawali oleh tidak ada dulu dan
tidak diakhiri dengan tidak ada, ya'ni Dzat Allah I.
b.
Qidam Zamani, yaitu terdahulunya suatu dzat atau
perkara yang terikat oleh zaman. seperti halnya langit dan bumi.
c.
Qidam idhofi, yaitu terdahulunya suatu dzat atau
perkara jika dibandingkan dengan yang lain, namun jika dibandingkan dengan yang
lain lagi, dzat/perkara tersebut temasuk
baru. Seperti terdahulunya (tuanya) bapak jika dibandingkan dengan anak,
namun jika dibandingkan dengan kakek maka bapak termasuk baru (muda)
Dalil Sifat Qidam
Adapun dalil yang
menunjukan terhadap qidamnya AllahI ada 2 dalil yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut logika apabila Allah tidak qidam, pasti baru, jika baru pasti
membutuhkan pihak lain yang menciptakannya, yang mana hal ini adalah mustahil
terjadinya, serta akan menimbulkan kejadian daur dan tasalsul.
Adapun ta'rif daur
adalah :
تَوَقُّفُ شَيْئٍ عَلَى شَيْئٍ آخَرَ يَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ
" Menunggunya satu perkara terhadap perkara
yang lain, yang mana perkara itu menunggu pula
terhadap perkara yang lain"
Dan ta'rif tasalsul adalah :
تَتَابُعُ الاَشْيَاءِ وَاحِدًا بَعْدَ وَاحِدٍ إِلَى مَا
لاَ نِهَايَةَ لَهُ
" Terus menerusnya perkara terhadap
sesudah perkara yang lain, yang tidak ada hentinya "
b.
Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Al hadid ayat 3 :
هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ
وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٣)
" Dialah yang Awal dan yang akhir
yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.
Sifat qidam adalah termasuk sifat salbiyyah, yaitu sifat
yang mencabut atau menghilangkan sifat yang tidak pantas bagi AllahI, yaitu sifat huduts (baru). bisa
juga disebut sifat ketiadaan, yaitu tiada permulaan, ya'ni tidak diawali dengan
ketiadaan.
Apabila kita meyakinkan bahwa Allah I tersifati oleh sifat qidam, maka kita
juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah I tersifati oleh sifat huduts. karena
tidak cukup mema'rifatkan yang wajib tanpa mema'rifatkan yang mustahil.Dan kita
wajib meyakinkan bahwa alam semesta ini baru, karena alam tidak terlepas dari
dua sifat, yaitu antara diam dan berubah. Apabila
alam tersebut asalnya diam kemudian berobah, maka alam tersebut termasuk baru.
karena sesuatu yang berobah itu pasti baru, sebab asalnya tidak berobah. Dan
alam itu asalnya tidak ada kemudian menjadi ada, yang mana termasuk perkara
yang baru, dan tentunya ada yang menciptakannya.
3.
Sifat Baqo'
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْبَقَاءِ هِيَ صِفَةٌ
سَلْبِيَّةٌ اَلَّتِى تَدُلُّ عَلَى أَنَّ
اللهَ لاَ أَخِرَ لَهُ
" Sifat baqo' yaitu sifat salbiyyah yang
menunjukan bahwasanya Allah tidak ada akhirnya "
Wajib Aqli AllahI tersifati oleh sifat baqo', ya'ni tidak diakhiri dengan tidak ada (kekal/abadi).
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat baqo' terhadap
Allah dan wajib meyakinkan akan rusaknya
makhluq, kecuali 8 perkara yang tidak akan binasa, yang di takhsis oleh hadits,
namun adanya diawali dengan tidak ada dulu (baru), dengan resiko sah imannya
serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta
tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Adapun Baqo’-Nya Allah
itu bukan karena ditetapkan oleh Al Quran dan Hadits, melainkan Al Quran
dan Hadits itu hanyalah sebagai petunjuk terhadap baqo’nya Allah I. Baqo’-Nya Allah pun bukan karena ditetapkan oleh Ahli Tauhid
dengan cara mema’rifatkannya haq Allah, bukan karena ditetapkannya oleh ulama
Mujtahidin (Fuqoha’), namun mereka mewajibkan kepada setiap mukallaf untuk
berma’rifat kepada Allah , bukan pula baqo’-Nya Allah itu karena diimani oleh setiap mu’min,
melainkan mereka hanyalah melaksanakan kewajibannya untuk mema’rifatkan Allah .
Jadi Allah sebelum
Al Quran diturunkan pun tetap tersifati oleh sifat baqo’, sekalipun tidak ada
yang mengimani terhadap baqo’-Nya Allah .
Setelah lafadzh Allah itu biasanya suka memakai lafadzh ,
karena itu untuk memperkuat dalil terhadap baqo’nya Allah. Ya’ni Allah itu maha
suci/bersih serta maha luhur/jauh dari sifat sifat yang mustahil baginya dan
sangkaan sangkaan kaum musyrikin.
Pembagian Sifat Baqo'
Adapun baqo'
terbagi atas 3 :
a.
Baqo' Haqiqi, yaitu abadinya Dzat yang tidak terikat
oleh zaman dan bukan karena dibandingkan
dengan yang lain, ya'ni abadinya dzat Allah I yang tidak diakhiri dengan tidak ada
dan tidak diawali dengan tidak ada dulu.
b.
Baqo' zamani, yaitu abadinya suatu dzat atau perkara
yang terikat oleh zaman, serta diawali dengan tidak ada dulu yaitu abadinya 8
ciptaan Allah I yang tidak akan rusak, yang ditakhsis
oleh hadits yaitu : 1. Qolam 2. Lauhil mahfudz 3. 'Arasy 4. Kursy 5. Ruh 6. tulang ekor 7. surga 8. neraka. Sebagaimana
Syaikh Jalaluddin Assuyuthi mensya'irkan :
ثَمَانِيَّةٌ حُكْمُ الْبَقَاءِ يَعُمُّهَا * مِنَ الْخَلْقِ وَالْبَاقُوْنَ فِى حِيَزِ الْعَدَمِ
هِيَ الْعَرْشُ وَالْكُرْسِي نَارٌ وَجَنَّةٌ * وَعَجْبٌ
وَأَرْوَاحٌ كَذَا اللَّوْحُ وَالْقَلَمُ
" Ada delapan perkara yang dihukumi
baqo, seluruhnya dari makhluq dan selainya itu akan lenyap, yaitu 'arsy, kursy,
neraka, surga, tulang ekor, ruh-ruh begitu juga lauhil mahfudz dan qolam "
c.
Baqo' nisby, yaitu abadi/kuatnya suatu perkara jika
dibandingkan dengan yang lain, seperti kuatnya besi apabila dibandingkan dengan
kayu, namun apabila besi dibandingkan dengan baja maka besi termasuk perkara
yang tidak abadi/kuat.
Dalil Sifat Baqo'
Adapun dalil yang menunjukan terhadap baqo'Nya AllahIitu ada 2 :
a. Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila adanya Allah I itu tidak abadi (rusak), maka pasti
adanya Allah I itu baru, apabila adanya Allah I itu baru maka pasti akan menimbulkan
daur dan tasalsul, yang mana hal ini sudah dijelaskan pada sifat qidam.
b. Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Ar Rohman ayat 27 :
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو
الْجَلالِ وَالإكْرَامِ (٢٧)
" Dan tetap kekal Dzat tuhanmu (AllahI) yang mempunyai keagungan dan kemuliaan
"
Sifat baqo' adalah termasuk sifat salbiyyah, yaitu
pencabutan sifat yang tidak pantas bagi AllahI, ya’ni sifat fana' (rusak).
Apabila kita meyakinkan bahwa Allah I tersifati oleh sifat baqo', maka kita
juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah I tersifati oleh sifat fana'.
karena tidak cukup mema'rifatkan yang wajib tanpa mema'rifatkan yang mustahil.
Dan kita harus meyakinkan adanya alam semesta yang indah
ini yang lama kemudian akan menjadi rusak, begitu juga dengan kita yang lama
kemudian usia kita semakin mengurang hingga kita menjadi tua, dan kita pun akan
mengalami kematian yang pasti akan menjemput kita, serta kita tidak pernah mengetahui
kapan maut itu tiba? Karena itu adalah rahasia Allah I dan tidak ada seorang pun yang
mengetahuinya, apakah kita mati dalam keadaan baik (husnul khotimah) atau dalam
keadaan buruk (su’ul khotimah). Karena yang diperhitungkan itu adalah bagaimana
amal terakhir dari pada kehidupan kita.
Sebagaimana
Rosulullah r bersabda :
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِخَوَاتِيْمِهَا
Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah dengan cara mengerjakan seluruh perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya. Mudah mudahan kita dicabut nyawa oleh Allah dalam keadaan husnul khotimah, dengan
mendapatkan keridhoan-Nya berupa surga, dan mudah mudahan kita dijauhkan dari
pada maut dalam keadaan suul khotimah, serta dijauhkan dari pada kemarahan
Allah berupa api neraka. Marilah kita
amalkan dan biasakan banyak berdo’a khususnya pada setiap selesai sholat lima
waktu dengan membaca do’a yang telah diajarkan oleh Rosulullah yaitu :
اَللَّهُمَّ إَنَّ نَسْئَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ
وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ سَخَطِكَ
وَالنَّارِ وَنَسْأَلُكَ حُسْنَ
الْخَاتِمَةِ وَنَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّ الْعَاقِبَةِ وَسُوْءِ الْخَاتِمَةِ
“ Ya Allah aku memohon kepadamu akan keridoanmu serta
surga, dan aku berindung kepadamu dari kemarahanmu dan siksa api nerakamu. Aku
memohon kepadamu (meninggal) dalam keadaan husnul khotimah, dan aku berlindung
kepadamu dari kejelekan akibat (akhir sesuatu) dan su’ul khotimah “
4.
Sifat Mukholafah Lil Hawadits
Ta'rif dan definisi
صِفَةُ الْمُخَالَفَةِ لِلْحَوَادِثِ هِيَ
صِفَّةٌ سَلْبِيَّةٌ الَّتِى تَدُلُّ عَلَى أَنَّ اللهَ تَعَالىَ لَيْسَ مُمَاثِلاً لِلْحَوَادِثِ
" Sifat
Mukholafah lil Hawadits yaitu sifat salbiyyah yang menunjukan bahwasanya AllahI tidak
menyerupai dengan yang baru
(makhluq) "
Wajib aqli Allah tersifati Allah tersifati oleh sifat mukholafah lil hawadits,
ya'ni berbeda dengan yang baru (makhluqnya), dalam arti tidak ada titik
persamaan antara Allah/Kholiq (sang pencipta) dengan makhluqnya (yang
diciptakannya). Sang kholiq tidak akan berubah menjadi makhluq dan makhluq
tidak akan berubah menjadi sang kholiq. Seperti halnya sipembuat meja tidak
akan berubah menjadi meja, dan mejapun tidak akan berubah menjadi sipembuat
meja.
Dalam ilmu shorof lafadz mukholafah adalah masdhar dari
wazan mufa'alah, yang termasuk fi'il tsulatsi mazid warna 1 bab ke 3, yang
artinya saling berbeda atau tidak ada persamaan antara Allah dengan makhluqnya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat mukholafah
terhadap Allah dan wajib meyakinkan
mustahil Allah tersifati oleh sifat
mumatsalah, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika
meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak
meyakinkannya.
Jika ada sesuatu didalam hati kita baik itu berupa bayangan,
khayalan atau sifat sifat yang tidak pantas bagi Allah I, maka janganlah dipercaya ! karena itu
datangnya dari syaithon la'natullah alaih, yakinlah bahwa Allah berbeda dengan makhluqnya, termasuk apa apa
yang ada pada khayalan kita. karena adanya Allah itu dapat dipahami (dimengerti) oleh akal
ghorizy/iktisaby, ya'ni akal yang dapat berma'rifat kepada Allah . bukan
ditemukan oleh panca indera atau dapat dibayangkan oleh hati.
Dalil Sifat Mukholafah lil Hawadits
Adapun dalil yang
menunjukan terhadap sifat mukholafah lil hawadits ada 2 :
a.
Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila Allah tidak mukholafah, maka pasti akan mumatsalah
(sama dengan makhluq), apabila mumatsalah maka Allah termasuk baru, apabila Allah baru maka akan menimbulkan proses daur dan
tasalsul, yang mustahil terjadinya dan sudah dijelaskan pada sifat qidam.
b.
Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat As Syuro ayat 11 :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ
السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (١١)
" Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (AllahI), dan dialah (Allah) yang maha
mendengar lagi maha mengetahui "
Sifat mukholafah lil hawadits termasuk sifat salbiyyah,
ya'ni sifat pencabutan terhadap sifat yang tidak pantas bagi Allah I yaitu mumatsalah lil hawadits
(menyerupai dengan makhluqnya), yang mustahil bagi Allah.
Apabila kita meyakinkan bahwa Allah I tersifati oleh sifat mukholafah, maka
kita juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah I tersifati oleh sifat mumatsalah. karena
tidak cukup mema'rifatkan yang wajib tanpa mema'rifatkan yang mustahil.
Masalah persamaan bahasa antara Allah dan makhluq-Nya
Jika ada persamaan bahasa terhadap Allah dengan makhluqnya, seperti Allah melihat, makhluq pun melihat, Allah mendengar, makhluq pun mendengar dan
sebagainya. maka itu semua tidak mengakibatkan atau menjadikan Allah menjadi mumatsalah dengan makhluqnya. karena
haqiqatnya berbeda sekali melihat dan mendengarnya Allah dengan melihat dan mendengarnya makhluq.
Adapun melihatnya Allah
itu dengan sifat basor-Nya dan penglihatan-Nya tidak terbatas dan tidak
terhalangi oleh hijab (sesuatu yang menghalangi penglihatan). seperti terhalang
oleh dinding, pagar dan sebagainya. Sedangkan penglihatan makhluq sangatlah
terbatas, serta dapat terhalangi oleh hijab dan melihatnya dengan mata,
yang diciptakan Allah untuk melihatnya
makhluq.
Ayat (Teks) Muhkamat dan Ayat Mutasyabihat
Didalam Al-Quran dan Hadits terdapat ayat atau teks yang Muhkamat dan mutasyabbihat.
Sebagaimana firman Allah I dalam surat Ali Imron ayat 7 :
هُوَ الَّذِي
أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ
مُتَشَابِهَاتٌ (٧)
“ Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al-Quran) kepada
kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi
Al-Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat ”
Jika ada nash Al Quran atau hadits yang bahasanya seakan
akan Allah I itu serupa dengan makhluq-Nya
(Mutasyabbihat), maka ada 2 golongan ulama yang berpendapat mengenai hal ini,
yaitu ulama salaf (ulama zaman dulu/ulama 500 tahun setelah Nabi wafat) dan
ulama kholaf (ulama zaman sekarang).
Menurut ulama kholaf nash Al Quran dan hadits tersebut
harus dita'wil, jelasnya harus disalurkan terhadap ma'na yang layak terhadap
Allah I, serta keluar dari ma’na asal dan
diberikan ma’na cabang. seperti lafadz " يَدُ الله
" yang asal
ma'nanya adalah tangan Allah, maka dita'wil dengan diberikan ma’na cabang,
yaitu menjadi ma'na kekuasaan Allah, yang mana lafadz ini menurut ilmu badi'
dalam ilmu balaghoh adalah termasuk badi' tauriyyah, yaitu satu lafadz yang
mempunyai dua ma'na, ya'ni ma'na qorib (dekat) dan ma'na ba'id (jauh). Apabila
tidak pantas menggunakan ma'na qorib, maka harus menggunakan ma'na ba'id.
Adapun cara untuk menta'wilkan lafadzh lafadzh yang
mutasyabbihat (samar/seliru) didalam Al-Quran dan hadits, menurut ilmu bayan
dalam ilmu balaghoh yaitu; dengan cara lafadzhnya dijadikan majaz mursal min
bab ithlaqil mahal wairodatil hal. Seperti lafadzh "يد الله" itu adalah
majaz, ayat "ليس كمثله شيئ" dijadikan
qorinah munfashilah yang menolak lafadz " يد الله" tersebut
untuk dipakai dalam ma'na asal.
Sedangkan menurut ulama salaf yaitu jangan dita'wil,
jangan disalurkan pada ma'na lain, dan jangan diberi ma'na. Ya’ni lafadzh " يد الله" keluar dari
ma’na asal, tetapi tidak diberikan ma’na cabang. biarkan apa adanya serta
pasrahkan maqsudnya kepada Allah I yang maha mengetahui. Seperti " يد الله " artikan
saja yadullah, dikarenakan khawatir menyalahi ma'nanya.
Antara ulama salaf dan ulama kholaf mempunyai persamaan
yaitu keduanya melarang untuk diterjemahkan kepada ma'na asalnya. hanya bedanya
ulama kholaf memerintahkan untuk dita'wil sedangkan ulama salaf memerintahkan
untuk dipasrahkan (tafwidh) maqsudnya kepada Allah.
Sebagaimana didalam
kitab jauhar tauhid diterangkan :
وَكُلُّ نَصٍّ أَوْهَمَ التَّشْبِيْهَا
*
أَوِّلْهُ أَوْ فَوِّضْ وَرُمْ تَنْزِيْهًا
" Setiap nash
yang masih samar/seliru maka ta'wilah atau pasrahkan maqsudnya kepada Allah
"
5.
Sifat Al Qiyamu Binnafsi
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْقِيَامِ بِالنَّفْسِ هِيَ صِفَّةٌ
سَلْبِيَّةٌ الَّتِى تَدُلُّ عَلَى أَنَّ
اللهَ لاَ يَحْتَاجُ إِلَى غَيْرِهِ
" Sifat Al
Qiyam bin Nafsi yaitu sifat yang menunjukan bahwa Allah tidak butuh kepada
selainNya
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat qiyamuhu binnafsi,
artinya berdiri dengan Dzat-Nya, atau tidak butuh kepada selainNya. Ya'ni tidak
butuh pada tempat untuk didiami, tidak butuh kepada makhluq-Nya, jelasnya
Allah tidak butuh kepada selain-Nya.
Pengertian Allah tidak butuh pada tempat
yaitu Allah tidak membutuhkan tempat
untuk bersemayam. karena sesuatu yang membutuhkan tempat pasti terikat dengan
kata kata yang disebut maqulat 10, seperti : didepan, dibelakang, dikanan,
dikiri, diatas, dibawah, melekat, terpisah, didalam dan diluar. yang mana
maqulat tersebut hanya ada pada makhluq dan tidak ada pada Allah . maka
hilanglah pertanyaan terhadap Allah
seperti ada dimana Allah? Sebab Allah
tidak membutuhkan tempat.
Allah maha bersih
dari tujuan tujuan, adapun diperintahnya jin dan manusia untuk beribadah
kepada-Nya itu bukan tujuan Allah ingin
diibadahi, tetapi memberitahukan pada jin dan manusia, apabila mereka ingin
bahagia di dunia dan di akhirat, maka ibadahlah kepada Allah dengan ikhlas semata mata mengharap
ridho-Nya, dengan cara mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan
apabila mereka tidak ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat,
maka silahkanlah untuk tidak ibadah (kufur) kepada Allah.
Orang orang yang kafir kepada Allah I kebanyakan mereka hanyalah bahagia dan
selamat didunia saja, tetapi diakhirat mereka akan mendapatkan siksa dari Allah
I dan menjadi penghuni neraka. Naudzu
billah...! Karena dunia adalah sesuatu yang hina dihadapan AllahI dan akan rusak, dunia hanyalah
pertipuan belaka. janganlah tertipu oleh kehidupan dunia...!
Tapi jadikanlah dunia sebagai sarana
untuk beribadah kepada AllahI serta sebagai sarana untuk melakukan
kebajikan. mudah mudahan Allah menjauhkan serta tidak menjadikan kita menjadi
orang orang pecinta dunia Aamiin...!
Sedangkan akhirat adalah tempat yang kekal dan mulia
dihadapan Allah serta merupakan tempat kebahagiaan yang kekal bagi orang orang
yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya disurga. Mudah mudahan Allah menjadikan
kita orang orang yang beriman dan bertaqwa kepadaNya. Aamiin...!
Memang bahagianya manusia disurga itu atas karunia atau
rohmat Allah , bukan atas ibadah yang telah dikerjakan olehnya, tapi bukankah
rohmat Allah itu dekat (berada) bersama
orang orang yang senantiasa melakukan kebajikan? maka ibadah adalah sarana
untuk mendapatkan rohmat dari Allah .
Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al A'rof ayat 56:
إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ
مِنَ الْمُحْسِنِينَ (٥٦)
" Sesungguhnya rohmat AllahI dekat bersama orang orang yang
melakukankebajikan "
Jikalau Allah
mentaqdirkan semua manusia beriman kepada-Nya, maka itu tidak akan
menaikan derajat-Nya, dan jikalau Allah
mentaqdirkan semua manusia kufur kepada-Nya maka itu semua tidak akan
mengurangi derajat-Nya. Ya'ni sama sekali tidak memberikan
pengaruh kepada Allah , karena Allah tidak membutuhkan kepada selain-Nya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat qiyamuhu binnafsi
terhadap Allah dan wajib meyakinkan
bahwa makhluq butuh terhadap Allah . Dengan resiko sah imannya serta akan
diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah
imannya jika tidak meyakinkannya.
Dalil sifat Al Qiyamu bin nafsi
Adapun dalil yang menunjukan terhadap sifat qiyamuhu
binnafsi ada 2 dalil yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila Allah I butuh terhadap tempat, maka pasti Allah
I termasuk jauhar atau 'arodh (benda atau
sifat baru yang adanya membutuhkan pencipta), apabila Allah I termasuk jauhar atau 'arodh, maka pasti
membutuhkan akan yang menciptakan. Maka hal ini adalah mustahil, yang akan menimbulkan proses daur dan tasalsul.
b.
Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Al Ankabut ayat 6
menerangkan :
إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ
الْعَالَمِينَ (٦)
" Sesungguhnya
AllahIbenar benar maha kaya (tidak butuh) terhadap alam semesta "
Sifat qiyamuhu binnafsi adalah termasuk sifat salbiyyah,
ya'ni sifat pencabutan terhadap sifat yang tidak pantas bagi Allah, yaitu ihtiyaaj
lighoirihi (membutuhkan terhadap selain-Nya), yang mustahil bagi Allah .
Apabila kita meyakinkan bahwa Allah tersifati oleh sifat qiyamuhu binnafsi, maka
kita juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah
tersifati oleh sifat ihtiyaaj lighoirihi. karena tidak cukup
mema'rifatkan yang wajib tanpa mema'rifatkan yang mustahil.
Kita sebagai muslim harus selalu merasa diri ini selalu
butuh terhadap Allah, karena kita tidak mempunyai daya dan kemampuan apapun
untuk melakukan sesuatu tanpa idzin Allah I. Kita
hanyalah makhluq yang lemah, yang butuh istirahat, butuh makan, butuh minum dan
lain sebagainya. Kita tidak bisa melakukan apapun semau kita, tanpa ada taqdir
Allah I. Kita adalah makhluq yang saling membutuhkan satu sama
lainnya, karena kita sebagai manusia adalah sebagai makhluq sosial, yang tidak
bisa mengerjakan semua pekerjaan atau keahlian dalam segala bidang.
Masing
masing dari manusia itu diberikan keahlian atau kelebihan oleh Allah dalam bidang tertentu, dan diberikan
kelemahan atau kekurangan oleh Allah
dalam bidang lainnya. Ada seseorang yang diberikan keahlian oleh
Allah dalam bidang Komputer misalnya,
tetapi ia tidak di berikan keahlian oleh Allah I dalam bidang yang lainnya. Begitulah manusia, satu sama lain
dari mereka saling membutuhkan, karena diberikan keahlian atau kelebihan yang
berbeda beda, yang mana satu sama lain saling melengkapi dengan cara
bersosialisme atau saling melengkapi satu sama lainnya.
Dalam
kehidupan manusia ada yang diberikan kelebihan sesuatu dalam hal ilmu atau
harta oleh Allah dan ada yang diberikan
kekurangan ilmu atau harta oleh Allah . Karena itu ada yang disebut orang alim
dan ada yang disebut orang awam, ada yang disebut orang kaya dan ada yang
disebut orang miskin. Satu sama lain dari mereka yang diberikan kelebihan oleh
Allah harus membantu seseorang yang di berikan kekurangan
oleh Allah , karena itu adalah salah satu perwujudan dari pada syukur kepada
Allah I atas ni’mat yang di berikan-Nya. Dan kita di perintahkan
oleh Allah untuk saling membantu dalam
kebaikan dan ketaqwaan atau ketho’atan kepada Allah , agar kita bisa mencapai
akan keridhoan-Nya, sehingga kita bisa mendapatkan balasan pahala dari Allah I berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana
Allah berfirman dalam surat Al Maaidah ayat
2 :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢)
“ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah I, Sesungguhnya Allah I amat berat siksa-Nya “
6.
Sifat Wahdaniyyah
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْوَحْدَانِيَّةِ هِيَ صِفَّةٌ
سَلْبِيَّةٌ الَّتِى تَدُلُّ عَلَى أَنَّ اللهَ وَاحِدٌ فِى ذَاتِهِ وَصِفَاتِهِ
وَأَفْعَالِهِ
" Sifat Wahdaniyyah adalah sifat salbiyyah
yang menunjukan bahwasanya AllahI itu esa/tunggal didalam dzat-Nya,
sifat-Nya dan pekerjaan-Nya "
Wajib aqli Allah
tersifati oleh sifat wahdaniyyah, ya'ni esa/satu-Nya Allah didalam dzat,
sifat dan pekerjaan-Nya.
Pengertian Allah
satu dalam dzat-Nya yaitu bahwasanya Allah tidak ada dua atau lebih, atau tidak ada
siapapun yang menyamai Allah I dalam Dzat-Nya dan satu-Nya Allah tidak tersusun dari beberapa juz/anggota.
berbeda dengan satunya manusia itu tersusun dari beberapa anggota. Seperti
kepala, badan, tangan, kaki dan lain lain.
Adapun satu-Nya Allah
didalam sifatnya yaitu bahwasanya selain Allah tidak ada yang mempunyai sifat ketuhanan yang
sama seperti Allah I, dan bagi Allah tidak ada dua sifat atau lebih dari satu
jenis sifat. seperti dua sifat qudrot atau lebih, tetapi yang ada pada
Allah hanya ada satu sifat qudrot, yang
mampu mengadakan dan meniadakan semua makhluq-Nya.
Adapun satunya Allah
didalam pekerjaan-Nya yaitu; bahwasanya selain Allah tidak ada yang mempunyai pekerjaan seperti
Allah I, yang mampu mewujudkan atsar (hasil)
kerja.
Dengan pengertian
tersebut maka tidak ada pada Allah lima كم
(bilangan) yang ada pada makhluq dan mustahil bagi Allah , yaitu :
·
كم
متصل فى الذات (satunya bentuk dzat yang tersusun
dari beberapa juz/anggota).
·
كم
منفصل فى الذات (satunya bentuk dzat yang ada
serupanya/ada yang menyamainya).
·
كم
متصل فى الصفات (satunya dzat yang mempunyai 2
sifat dari satu jenis).
·
كم
منفصل فى الصفات (satunya dzat yang sifatnya ada
yang menyamainya).
·
كم
منفصل فى الأفعال (satunya dzat yang pekerjaannya ada
serupanya).
Adapun Af'alullah
itu ada dua macam, yaitu :
a.
Af'alullah yang mukhtar, yaitu pekerjaan
Allah yang melalui
proses hukum adat atau usaha makhluq. Seperti Allah menciptakan luka melalui proses pisau yang
menggores tangan, menjadikan sembuh dengan syariat meminum obat, menjadikan
seseorang menjadi ulama karena orang tersebut rajin dalam menuntut ilmu, atau
masih banyak contoh contoh Af'alullah yang mukhtar jika kita mau mengkajinya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar
Ro'du ayat 11 :
إِنَّ
اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ (١١)
" Sesungguhnya Allah tidak akan merubah (ni'mat) suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri "
Apabila kita hidup ingin berhasil dan bahagia dunia dan akhirat, maka bersungguh sungguhlah dalam melakukan sesuatu disertai taqwa dan
ikhlas karena AllahI. Apabila kita seorang pelajar/penuntut
ilmu maka bersungguh sungguhlah dalam menuntut ilmu, agar ilmu kita bermanfaat,
yang membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Apabila kita seorang pengusaha,
pekerja atau pedagang maka sungguh sungguh dan jujurlah dalam berusaha, agar
hasil usaha kita tidak sia sia dan mendapat keuntungan yang memuaskan, sehingga
hati kita menjadi tenang dalam beribadah kepada Allah, yang mana akan membawa
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Ada sebuah kisah yang penulis dapatkan
dari sebuah novel islami, yang insya Allah akan memberikan semangat hidup untuk
terus berjuang dengan bersungguh sungguh, dengan cara menemukan jati diri kita
sebagai manusia sebagai makhluq yang paling mulia diantara makhluq lainnya,
karena manusia memiliki akal, yang mana dengan akal tersebut manusia dapat
menjadi makhluq yang paling mulia dan bisa juga menjadi makhluq yang paling
hina apabila ia tidak dapat menggunakan akal sehatnya.
Mengenai mulianya derajat manusia dibandingkan makhluq
lainnya Allah berfirman dalam surat AT-Tin ayat 4 :
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ
فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤)
" Sesungguhnya kami Telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
Juga Allah berfirman
dalam surat Al Isro ayat 70 :
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ
وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا
تَفْضِيلا (٧٠)
" Dan Sesungguhnya Telah kami
muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri
mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.
Alkisah, disebuah hutan belantara ada seekor induk singa yang
mati setelah melahirkan anaknya. Bayi singa itu hidup tanpa perlindungan
induknya. Beberapa waktu kemudian serombongan kambing datang melintasi tempat
itu. Bayi singa itu menggerak gerakan tubuhnya yang lemah. Seekor induk kambing
tergerak hatinya. Ia merasa iba melihat anak singa yang lemah dan hidup
sebatang kara. Dan tebitlah nalurinya untuk merawat dan melindungi bayi singa
itu.
Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan
membelai dengan penuh kehangatan dan kasih sayang. Merasakan hangatnya kasih
sayang seperti itu, sibayi singa tidak mau berpisah dengan sang induk kambing.
Ia terus mengikuti kemana saja induk kambing pergi. Jadilah ia bagian dari
keluarga besar rombongan kambing itu.
Hari berganti hari , dan anak singa tumbuh dan besar dalam
asuhan induk kambing dan hidup dalam komunitas kambing. Ia menyusu, makan,
minum, bermain bersama anak anak kambing lainnya. Tingkah lakunya juga persis
layaknya kambing. Ia mengembik bukan mengaum!
Ia merasa dirinya adalah kambing, tidak berbeda dengan
kambing kambing lainnya. Ia sama sekali tidak merasa bahwa dirinya adalah
seekor singa.
Suatu hari terhadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala buas
masuk memburu kambing untuk dimangsa. Kambing kambing berlarian panik. Semua
ketakutan. Induk kambing yang juga ketakutan meminta anak singa itu untuk
menghadapi serigala.
" Kamu singa, cepat hadapi serigala itu ! cukup
keluarkan aumanmu yang kerasdan serigala itu pasti lari ketakutan !" kata
induk kambing pada anak singa yang sudah tampak besar dan kekar.
Tapi anak singa yang sejak kecil hidup di tengah tengah
komunitas kambing itu justru ikut ketakutan dan malah berlindung di balik tubuh
induk kambing. Ia berteriak sekeras kerasnya dan yang keluar dari mulutnya adalah
suara embikan. Sama seperti kambing yang lain bukan auman. Anak singa itu tidak
bisa berbuat apa apa ketika salah satu anak kambing yang tak laina adalah
saudara sesusuannya diterkam dan dibawa lari serigala.
Induk kambing sedih karena salah satu anaknya tewas dimakan
serigala. Ia menatap anak singa dengan perasaan nanar dan marah.
"Seharusnya kamu bisa membela kami! Seharusnya kamu bisa
menyelamatkan saudara kamu! Seharusnya kau bisa mengusir serigala yang jahat
itu !"
Anak singa itu hanya bisa menunduk. Ia tidak paham dengan
maksud perkataan induk kambing. Ia sendiri merasa takut pada serigala
sebagaimana kambng kambing yang lain. Anak singa itu merasa sedih karena tidak
bisa berbuat apa apa.
Hari berikutnya serigala itu datang lagi, kembali memburu kambing
kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram
oleh serigala. Semua kambing tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu
tidak kuasa melihat induk kambng yang ia anggap sebagai ibunya dicengkeram
serigala. Dengan nekad ia menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan
kepalang melihat seekor singa dihadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya.
Serigala itu gemetar ketakutan! Nyalinya habis ! ia pasrah,
ia merasa hari itu adalah akhir hidupnya!
Dengan kemarahan yang luar biasa anak singa itu berteriak
keras,
"Emmbiiik!"
Lalu ia mundur kebelakang mengambil ancang ancang untuk
menyeruduk lagi.
Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang ganas danlicik
itu langsung tahu bahwa yang ada dihadapannya adalah singa yang bermental
kambing. Tak ada bedanya dengan kambing.
Seketika itu juga ketakutannya hilang. Ia menggeram marah dan
siap memangsa kambing bertubuh singa itu! Atau singa bemental kambing itu!
Saat anak singa itu menerjang dengan menyerudukan kepalanya
layaknya kambing, dang serigala telah siap dengan kuda-kudanya yang kuat.
Dengan sedikit berkelit , serigala itu merobek wajah anak singa itu dengan
cakarnya.
Anak singa itu terjerembab dan mengaduh, seperti kambing
mengaduh. Sementara induk kambing menyaksikanperistiwa itu dengan rasa cemas
yang luar biasa. Induk kambing itu heran, kenapa singa yang kekar itu kalah
dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan?
Tanpa memberi ampun sedikitpun serigaa itu menyerangi anak
singa yang masih mengaduh itu. Serigala itu siap menghabisi nyawa anak itu.
Disaat yang kritis itu, induk kambing yang tidak tega, dengan sekuat tenaga
menerjang sang serigala. Sang serigala terpelanting, anak singa bangun.
Dan pada saat itu seekor singa dewasa muncul dengan auman
yang dahsyat!
Semua kambing ketakutan dan merapat! Anak singa itu juga ikut
takut dan ikut merapat Anak singa itu juga ikut takut dan ikut merapat.
Sementara sang serigala lamgsung lari terbirit birit. Saat sang singa dewasa
hendak menerkam kawanan kambing itu, ia terkejut ditengah tengah kawanan
kambing itu ada seekor anak singa.
Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak
singa itu langsung lari. Singa itu masih tertegun, ia heran kenapa anak singa
itu ikut lari mengikuti kambing? Ia mengejar anak singa itu dan berkata,
"Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan kambing!
Aku tak akan memangsa anak singa!"
Namun anak singa itu terus lari dan lari, singa dewasa itu
terus mengejar, ia tidak jadi mengejar kawanan kambing, tapi malah mengejar
anak singa. Akahirnya anak singa itu tertangkap, anak singa itu ketakutan.
"jangan bunuh aku, ampuun!"
"Kau anak singa, bukan anak kambing, aku tidak membunuh
anak singa!"
Dengan meronta ronta anak singa itu berkata, "tidak aku
anak kambng! Tolong lepaskan aku!"
Anak singa itu meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan
auman tapi suara embikan, persis seperti suara kambing.
Sang singa dewasa heran bukan main, bagaimana mungkin ada
anak singa bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret
anak singa itu ke danau. Ia harus menunjukan siapa sebenarnya anak singa itu.
Begitu sampai di danau yang jernih airnya, ia meminta anak singa itu melihat
bayangan dirinya sendiri, lalu membandingkan dengan singa dewasa,
Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut,
" oh, rupa dan bentukku sama dengan kamu, sama dengan singa, si raja
hutan"
"Ya, kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa
dan ditakuti oleh seluruh isi hutan! Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor
raja hutan!" kata sang singa dewasa.
Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan penuh wibawa
dan mengaum dengan keras. Anak singa itu lalu menirukan dan mengaum dengan
keras. Ya mengaum, menggetarkan seantero hutan. Tak jauh dari situ serigala
ganas itu lari semakin kencang, ia ketakutan mendengar auman anak singa itu.
Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan,
" aku adalah seelor singa! Raja hutan yang gagah
perkasa!"
Singa dewasa tersenyum bahagia mendengarnya.
Jikalau kita menyimak kisah tadi, jangan jangan kita dan
sebagian besar orang di sekeliling kita mirip anak singa di atas. Sekian lama
hidup tanpa mengetahui jati diri dan potensi yang terbaik yang dimlikinya.
Berapa banyak manusia yang menjalani hidup apa adanya, biasa
biasa saja, ala kadarnya. Hidup dalam keadaan terbelenggu oleh siapa dirinya
sebenarnya. Hidup dalam tawanan rasa malas, langkah yang penuh keraguan dan
kegamangan. Hidup tanpa semangat hidup yang seharusnya. Hidup tanpa kekuatan
nyawa yang dimilikinya.
Jika kita amati orang orang disekitar kita, diantara mereka
ada yang telah menemukan dirinya. Hidup dinamis dan prestatif. Sangat paham
untuk apa ia hidup dan bagaimana ia harus hidup. Hari demi hari ia lalui dengan
penuh semangat dan optmis. Detik demi detik yang dilaluinya adalah kumpulan
prestasi dan rasa bahagia. Semakin besar rintangan semakin besar pula semangat
untuk menaklukannya.
Namun tidak sedikit yang hidup apa adanya. Mereka hidup apa
adanya karena tidak memiliki arah yang jelas. Tidak paham untuk apa ia hidup.
Sering didengar orang orang yang ketika ditanya, " bagaimana anda
menjalani hdup anda?" atau "apa prinsip hidup anda?", mereka
menjawab dengan sangat filosofis,
"saya menjalani hidup ini mengalir bagaikan air, santai
saja."
Tapi sayangnya mereka tidak benar benar tahu filosofi
"mengalir bagaikan air". Mereka memahami hidup mengalir bagaikan air
itu ya hidup santai. Sebenarnya jawaban itu mencerminkan bahwa mereka tidak
tahu bagaimana mengisi hidup ini. Bagaimana cara-cara hidup yang berkualitas.
Sebab mereka tidak tahu siapa sebenarnya diri mereka? Potensi terbaik apa yang
telah dikaruniakan oleh tuhan kepada mereka? bisa jadi mereka sebenarnya adalah
'seekor singa' tapi tidak tahu kalau dirinya 'seekor singa'. Mereka menganggap
dirinya adalah 'seekor kambing' sebab selama ini hidup dalam tawanan kambing.
Filosofi menjalani hidup mengalir bagaikan air yang dimaknai
dengan hidup santai saja, atau hidup apa adanya bisa dibilang prototoipe,
gaya hidup sebagian besar penduduk negeri ini. Bahkan bisa jadi itu adalah gaya
hidup sebagian besar masyarakat dunia islam saat ini.
Ada seorang sastrawan terkemuka, yang demi melihat kondisi
bangsa yang sedemikian akut rasa tidak berdayanya sampai dia mengatakan,
"Aku malu jadi orang indonesia!"
Dimana mana, kita lebih banyak menemukan orang orang
bermental lemah, hidup apa adanya dan tidak terarah. Orang orang yang tidak
tahu potensi terbaik yang diberikan oleh Allah kepadanya. Orang orang yang rela
ditindas dan dijajah oleh kesengsaraan dan kehinaan. Padahal sebenarnya jika
mau, pasti bisa hidup merdeka, jaya, berwibawa dan sejahtera.
Tak terhitung berapa jumlah masyarakat negeri ini yang
bermental kambing, meskipun sebenarnya mereka adalah singa!
Banyak yang minder dengan bangsa lain, seperti mindernya anak
singa bermental kambing pada serigala dalam kisah diatas. Padahal sebenarnya, bangsa
ini adalah bangsa yang besar! Umat ini adalah umat yang besar!
Bangsa ini sebenarnya adalah singa dewasa yang memiliki
kekuatan dahsyat, bukan bangsa sekawanan kambing. Sekali rasa berdaya itu
muncul dalam jiwa anak bangsa ini, maka ia akan menunjukan pada dunia bahwa ia
adalah singa yang tidak boleh diremehkan sedikitpun.
Bangsa ini sebenarnya adalah Sriwijaya yang perkasa menguasai
nusantara, juga sebenarnya adalah majapahit yang digjaya dan adikuasa. Lebih
dari itu bangsa ini sebenarnya, dan tidak mungkin disangkal adalah umat islam
terbesar di dunia. Ada dua ratus juta umat islam di negeri tercinta indonesia
ini.
Banyak yang tidak menyadari apa makna dari dua ratus juta
jumlah umat islam indonesia, banyak yang tidak sadar, dianggap biasa saja, sama
sekali tidak menyadari jati diri sesungguhnya.
Dua ratus juta umat islam di indonesia, maknanya adalah dua
ratus juta singa. Penguasa belantara dunia! Itulah yang sebenarnya. Sayangnya,
dua ratus juta yang sebenarnya adalah singa justru bermental kambing dan
berprilaku layaknya kambing, bukan layaknya singa! Lebih memprihatinkan lagi,
ada yang sudah menyadari dirinya sesungguhnya singa, tapi lebih memilih untuk
tetap menjadi kambing, karena telah terbiasa menjadi kambing maka ia malu
menjadi singa! Malu untuk maju dan berprestasi!
Yang lebih memperihatinkan lagi, mereka yang memilih tetap
menjadi kambing itu menginginkan yang lain tetap menjadi kambing. Mereka ingin
tetap jadi kambing sebab merasa tidak mampu menjadi singa dan merasa nyaman
jadi kambing. Yang menyedihkan, mereka tidak ingin orang lain jadi singa,
bahkan mereka ingin orang lain menjadi kambing yang lebih bodoh!
Marilah kita hayati diri kita sebagi seekor singa. Allah telah memberikan predikat kepada kita sebagai
umat terbaik di muka bumi ini. Marilah kita bermental menjadi umat terbaik.
Jangan bermental umat yang terbelakang. Allah
berfirman dalam surat Ali Imron :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ
لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ
وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (١١٠)
" Kamu sekalian adalah umat yang
terbaik, yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Kita sebagai hamba AllahI harus senantiasa mengerjakan atas apa
apa yang telah di perintahkan-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya, jika
kita ingin mendapatkan keridhoan-Nya berupa balasan pahala dari Allah, yang
akan menjadikan hidup kita bahagia di dunia dan di akhirat.
Sebagaimana halnya seorang bawahan atau karyawan, ia harus
menurut akan apa apa yang diperintahkan atasannya, jika ia ingin mendapatkan
balasan berupa upah/gaji yang memuaskan. Apabila sang bawahan menuruti akan
perintah atasannya, tentu atasannya pun akan merasa senang dan akan memberikan
upah yang setimpal kepadanya. Tetapi sebaliknya jika bawahan tidak menuruti
perintah atasannya, maka atasannya akan marah kepadanya, karena ia telah membangkang
perintah atasannya,
Begitu pun kita sebagai makhluq atau bawahan, harus menurut
atas apa apa yang diperintahkan Allah , karena Dia yang telah menciptakan kita
ke muka bumi ini, yang mana asalnya kita tidak ada, kemudian kita diciptakan
melalui saripati tanah, kemudian diproses saripati itu menjadi air mani
(sperma) yang dianggap hina oleh manusia, yang mana sperma tersebut dicampurkan
antara sperma pria dan sperma wanita,
sehingga terwujudlah segumpal darah, kemudian terwujudlah segumpal daging, dari
daging itu kemudian munculah tulang belulang, kemudian dibungkus kembali dengan
daging, hingga tersusunlah sosok bentuk manusia yang memiliki kepala, tangan,
badan, kaki dan lainnya, sehingga sempurnalah sosok mansuia yang diciptakan
oleh Allah dengan sebaik baiknya
bentuk/rupa, sebagaimana Allah berfirman
dalam surat Al Mu’minun ayat 12 -16 :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ (١٢)ثُمَّ
جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (١٣)ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً
فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ
لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
(١٤)ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ (١٥)ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
تُبْعَثُونَ (١٦)
“ Dan Sesungguhnya kami Telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah
itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya
kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat “
Dan firman Allah dalam
surat Al Insan ayat 1 - 3 :
هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا
مَذْكُورًا (١)إِنَّا خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ
سَمِيعًا بَصِيرًا (٢)إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
(٣)
“ Bukankah Telah datang atas manusia
satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat
disebut? Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari setetes mani yang
bercampur, yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), Karena
itu kami jadikan dia mendengar dan Melihat. Sesungguhnya kami Telah
menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. “
Ayat di atas menyatakan bahwa manusia itu diberikan kemampuan
berfikir, dengan cara diberikannya kemampuan untuk melihat dan mendengar,
sehingga ia bisa mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang haq
dan mana yang bathil, mana yang diperintahkan oleh Allah dan mana yang dilarang oleh-Nya. Sehingga ia
bisa mencapai keridhoan Allah berupa
kebahagiaan di dunia dan diakhirat.
Selain dari pada diciptakannya manusia dengan bentuk yang
sempurna, manusia juga dijadikan oleh Allah I
sebagai makhluq yang termulia dari pada yang lainnya, karena manusia diberikan
akal, yang mana digunakan untuk befikir, sehingga dapat membedakannya dengan
binatang yang tidak memiliki akal untuk berfikir. Karena itulah menusia
diperintahkan untuk berfikir atas apa apa yang telah diciptakan Allah ,
sehingga manusia mengetahui siapakah sebenarnya dirinya ? dari manakah ia
berasal ? dimanakah dia sekarang berada ? dan akan kemanakah ia kembali ?
Di zaman sekarang banyak sekali manusia yang tidak mengenal akan
dirinya, sehingga ia lupa akan dirinya, dari mana ia berasal ? Di mana ia
berada ? Dan akan kemana ia kembali ? Sehingga ia berani membangkang akan
perintah perintah Allah dan terjadilah
berbagai macam kema’shiyatan dimana mana yang di lakukan oleh manusia. Sehingga
jangan heran pada zaman sekarang ini banyak sekali terjadi bencana alam dimana
mana di akibatkan oleh ulah manusia itu sendiri, agar mereka bisa menyadari
akan kesalahan yang telah diperbuatnya, sehingga mereka kembali kepada jalan
yang benar dan diridhoi oleh Allah . Sebagaimana firman-Nya dalam surat Ar Rum
ayat 41 :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا
لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (٤١)
“
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
b.
Af'alullah yang mudhtor, yaitu pekerjaan
Allah yang langsung, tanpa dihubungkan dengan proses hukum adat dan usaha
makhluq. Seperti menciptakan langit, bumi,
matahari, kematian, perjodohan, jenis kelamin dan masih banyak lagi
contoh Af'alullah yang mudhtor apabila kita mau mengkajinya, yang mana banyak
hikmah yang terkandung didalamnya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Fatir ayat 2 :
مَا يَفْتَحِ
اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلا مُرْسِلَ
لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٢)
" Apa saja yang Allah anugerahkan kepada
manusia berupa rahmat maka tidak ada seorangpun diantara mereka yang dapat
menahannya. Dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak ada seorangpun yang dapat melepaskannya
sesudah itu. Dan Allah maha mulia lagi maha bijaksana "
Pada haqiqatnya Af'alullah yang mukhtar maupun yang
mudhtor itu adalah atsar (hasil kerja) Allah I.
Sebagaimana firmannya dalam surat At Taubah ayat 51 :
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا
وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (٥١)
" Katakanlah (wahai Muhammad) sekali kali tdak
akan menimpa kami kecuali apa yang dipastikan Allah kepada kami, dialah
pelindung kami, dan Hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus
bertawakal "
Apabila kita berusaha mengerjakan sesuatu tapi usaha kita
tidak berhasil, maka sebaiknya kita kontrol terlebih dahulu apakah usaha kita
sudah sampai pada tahap maksimal ? Atau apakah mungkin ada mani' (penghalang)
yang menghalangi berhasilnya usaha kita ?
Apabila usaha kita sudah sampai pada tahap maksimal tapi
tetap gagal, atau tidak ada sesuatupun yang menghalangi usaha kita tapi tetap
gagal. Maka kita hendaknya sadar, bahwa kita ini adalah makhluq yang lemah,
yang tidak bisa mewujudkan sesuatu kecuali atas idzin Allah. dan kita harus
mengintropeksi diri apakah diri kita sudah maksimal dalam menjalankan perintah
Allah dan menjauhi larangan-Nya. Yakinlah
apa apa yang ditaqdirkan oleh Allah kepada
kita tiadalah sia sia, itulah yang terbaik bagi kita, yang mana akan mengandung
hikmah didalamnya dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sebagaimana firman
AllahI dalam surat Ali Imron ayat 191:
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا
بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (١٩١)
" Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka
peliharalah kami dari siksa neraka.
Seperti halnya kita berdo'a kepada Allah mengharapkan
harta yang melimpah serta halal, agar bisa banyak bershodaqoh dan membantu
orang misalnya, tapi kemudian Allah tidak mengabulkannya. Bukan berarti AllahI tidak mengabulkan permintaan kita. tapi
Allah akan memberikannya pada kita apa yang baik menurut pilihan AllahI, bukan baik menurut pilihan kita.
Karena mungkin saja apabila kita diberikan harta yang banyak, hati kita menjadi lalai dan ibadah kita berkurang, karena sibuk mengurusi
harta. Sekali lagi yakinkanlah bahwa semua yang Allah taqdirkan kepada kita semuanya itulah yang
terbaik bagi kita, tentu saja setelah kita mengusahakannya. Karena ada sesuatu
yang AllahI taqdirkan, tetapi Allah sendiri tidak
ridho. Yang insya Allah nanti akan dibahas pada sifat Irodat.
Golongan Golongan yang Menyimpang dari Ahlu Sunnah Wal Jama'ah
1). Kaum Falasifah
Golongan ini mengi'tiqodkan bahwa semua
yang dikerjakan makhluq adalah ciptaan Allah semata, tanpa adanya hukum adat
dan usaha makhuq. hanya dzat Allah nya bersatu dengan alam, sehingga mereka
meyakinkan bahwa alam itu qodim.
2). Kaum
Najjariyyah
Golongan ini mengi'tiqodkan bahwa semua
yang dikerjakan makhluq itu adalah hasil pekerjaan Allah yang mukhtar, namun
apabila sesuai dengan ikhtiyar makhluq, itu adalah ciptaan makhluq. Apabila
tidak sesuai dengan ikhtiyar makhluq, maka itu adalah ciptaan Allah.
3). Kaum mu'tazilah
Golongan ini mengi'tiqodkan bahwa
seluruh kebaikan itu adalah ciptaan Allah, tapi kalau seluruh kejelekan itu
buatan makhluq. Mereka berdalil dengan firman Allah dalam surat An Nisa ayat 79 :
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ
فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ (٧٩)
" Apa saja ni’mat (kebaikan) yang kamu peroleh adalah dari Allah,
dan apa saja bencana (kejelekan) yang
menimpa kamu, maka dari (kesalahan)
dirimu sendiri
"
Padahal ayat ini menurut Ahli Sunnah wal jama'ah adalah
ayat kesopanan, jangan sampai ada fenomena fenomena yang tidak baik disandarkan
kepada Allah. Karena pada haqiqatnya semua pekerjaan yang baik atau yang jelek
itu berasal dari Allah.
Sebagaimana firman AllahI dalam surat An Nisa ayat 78:
قُلْ كُلٌّ
مِنْ عِنْدِ اللَّهِ (٧٨)
" Katakanlah (hai muhammad) bahwa seluruh
kejadian (kebaikan atau kejelekan) adalah ciptaan Allah"
4). Kaum
Thoba'iyyah
Golongan ini mengi'tiqodkan bahwa
kebiasaan sesuatu (dzat/watak makhluq) bisa menghasilkan atsar (hasil) kerja.
Seperti adanya hangus karena dzat/watak api.
5). Kaum
jabbariyyah
Mereka meyakini bahwa makhluq tidak mempunyai daya ikhtiyar,
semua yang terjadi adalah ciptaan Allah semata.
6). Golongan
Qodariyyah, yang terbagi atas 2 golongan yaitu :
a). Yang meyakinkan bahwa makhluq
mempunyai hasil kerja, dan hasil pekerjaannya diperoleh kerja sama dengan
Allah.
b). Yang
meyakini bahwa makhluq mempunyai atsar kerja (kemampuan), namun kemampuannya
merupakan pemberian dari Allah.
7). Golongan ahli
bid'ah
Mereka meyakini adat mempunyai kekuatan
yang dititipkan oleh Allah. Seperti obat mampu menyembuhkan, yang kemampuannya
itu titipan dari Allah.
8). Golongan mu'min jahil
Mereka meyakini bahwa seluruh kejadian
adalah ciptaan Allah, hanya dalam Af'alullah yang mukhtar yang melalui proses
hukum adat, mereka memastikan tidak ada kegagalan adat. Seperti mereka meyakini
obat itu pasti dapat menyembuhkan penyakit.
I'tiqod i'tiqod diatas semuanya adalah bathil dan tidak
sesuai dengan kenyataanya. I'tiqod yang haq (benar) adalah i'tiqod yang
diyakini oleh Ahlu sunnah wal jama'ah, yang dapat menyelamatkan kita dunia dan
akhirat. Yang mengi'tiqodkan bahwa tidak ada yang mempunyai atsar kerja selain
Allah. Tetapi kita sebagai makhluq-Nya diwajibkan untuk kasab (berusaha)
semaksimal mungkin, adapun berhasil atau tidaknya kita pasrahkan kepada Allah I.
Sebagaimana dikatakan di dalam kitab
Tauhar Tauhid :
فَوَاجِبٌ لِلْعَبْدِ
كَسْبٌ كُلِّفَا * وَلَمْ َيكُنْ مُؤَثِّرًا فَلْتَعْرِفَا
I'tiqod Ahlu sunnah wal jama'ah terhimpit diantara tengah
tengah i'tiqod yang batil. Seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam
surat An Nahl ayat 66 :
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ
لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا
سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ
" Dan
sesungguhnya pada binatang ternak itu terdapat pelajaran bagi kamu, kami
memberi minum dari apa yang berada didalam perutnya (berupa) susu yang
bersih yang berada antara kotoran (tahi)
dan darah, yang mudah ditelan bagi orang orang yang meminumnya “
Adapun jawaban jawaban Ahlu Sunnah wal Jama’ah tentang
pendapat pendapat yang bathil itu diantaranya :
·
Tidak ada yang mempunyai atsar (hasil
kerja) selain Allah
·
Semua yang wujud ‘Aridhi itu semuanya
adalah hasil kerja Allah, baik ikhtiyari maupun idhtirori
·
Adat dan kasab (usaha) hanyalah sebagai
sebab adanya sesuatu yang tidak mempunyai atsar, dan bisa saja adat dan kasab
menyalahi (tidak ada hasilnya), tapi adat wajib dihormati.
·
Hukum Syara’ mewajibkan ikhtiyar dan
kasab untuk dapat melaksanakan tho’at dan menjauhi ma’shiyya.
·
Tho’at tidak bisa menyebabkan ke surga,
dan ma’shiyyat tidak bisa menyebabkan ke neraka, tapi ke surga itu atas karunia
Allah dan ke neraka itu atas keadilan
Allah I.
·
Tho’at itu menjadi alamat (tanda) masuk
ke surga, dan ma’shiyyat itu menjadi alamat masuk ke neraka. Hal ini menandakan
bahwa untuk membenarkan terhadap janji dan ancaman Allah. oleh karena itu marilah
kita melaksanakan tho’at kepada Allah I dengan sekuat kuatnya untuk mendapatkan
keridhoan-Nya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat wahdaniyyah terhadap Allah, dengan resiko sah imannya
serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta
tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Pokok dalam ilmu tauhid adalah mengesakan AllahI, karena banyak kaum manusia yang
beriman dan percaya adanya AllahI, tapi mereka masih memusyrikan kepada AllahI.
Dalil Sifat Wahdaniyyah
Adapun dalil yang menunjukan akan wahdaniyyah-Nya Allah
ada 2 dalil yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila Allah tidak wahdaniyyah, maka pasti berjumlah dua
atau lebih, apabila Allah ada dua atau
lebih maka pasti kurang mampu dalam menciptakan makhluqnya karena membutuhkan
yang lainnya. Sedangkan apabila Allah membutuhkan yang lainnya itu mustahil,
dan sudah dijelaskan pada sifat Alqiyamu binnafsi.
b.
Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Al Ikhlash ayat 1 :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
(١)
" Katakanlah
Dialah Allah yang maha esa "
Dan firman-Nya dalam surat Al Anbiyaa ayat 22 :
لَوْ كَانَ
فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلا اللَّهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا
يَصِفُونَ (٢٢)
“ Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain
Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang
mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan “
Ayat di atas menjelaskan bahwa tuhan yang menciptakan
alam semesta ini tidak mungkin lebih dari satu. Sebab seandainya tuhan lebih
dari satu, lalu mereka sepakat menciptakan matahari misalnya, maka ada dua
kemungkinan disana, pertama, tuhan yang kesatu menciptakan, sementara tuhan
yang lain berpangku tangan tidak berbuat apa apa. Dengan begitu bisa berarti
bahwa tuhan yang tidak berbuat apa apa itu tidaklah tuhan yang berkuasa, sia
sia saja ia jadi tuhan, sebab pada saat matahari diciptakan ia tidak berperan
menciptakannya, ia menganggur sama seperti makhluq yang menganggur, jadi ia
bukan tuhan dan tidak bisa disebut tuhan.
Atau kemungkinan kedua, tuhan tuhan itu bekerja sama
menciptakan matahari, matahati diciptakan dengan keroyokan, jika demikian,
jelas jelas mereka bukan tuhan yang maha kuasa, sebab mereka lemah. Bagaimana
tidak, untuk menciptakan matahari saja mereka harus bekerja sama, tidak bisa
menciptakan sendiri. Kekuasaannya tidak muthlaq, sedangkan yang terbatas
kekuasaannya berarti lemah dan tidak layak disebut tuhan.
Jika tuhan lebih dari satu, bisa saja terjadi pembagian
tugas, ada yang tugasnya mencipta matahari, ada yang tugasnya mencipta bumi,
ada yang tugasnya mencipta langit, dan seterusnya. Jika demikian, mereka
bukanlah tuhan yang maha kuasa. Sebab pembagian tugas itu menunjukan kelemahan,
dan menunjukan ketidak mahakuasaan. Tuhan yang sesungguhnya adalah tuhan yang
menciptakan dan menguasai seru sekalian alam. Tuhan yang menciptakan alam
semesta ini dengan kekuasaan-Nya yang sempurna. Tuhan yang ilmu-Nya meliputi
segala sesuatu. Dan yang memiliki sifat maha sempurna seperti itu hanya ada
satu, yaitu Allah. Dialah tuhan yang sesungguhnya. Sebab tidak ada yang
memproklamirkan diri sebagai pencipta alam semesta ini kecuali hanya Allah .
Sifat wahdaniyyah termasuk sifat salbiyyah ya'ni sifat
pencabutan yang mencabut sifat yang tidak pantas pada Allah yaitu Ta'addud (berjumlah). Apabila
kita meyakinkan Allah tersifati oleh
sifat wahdaniyyah, maka kita juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah tersifati oleh sifat ta'adud.
7. Sifat Qudrot
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْقُدْرَةِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ
بِذَاتِهِ تَعَالَى يُوْجِدُ بِهَا وَيُعْدِمُ كُلَّ الْمُمْكِنِ عَلَى وِفْقِ
الْإِرَادَةِ
" Sifat Qudrot
yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat AllahI yang mengadakan dan meniadakan seluruh
perkara yang mumkin sesuai dengan kehendaknya
"
Wajib aqli Allah I tersifati oleh sifat qudrot, ya'ni
Allah I maha kuasa dalam menciptakan
makhluq-Nya, tidak ada yang menemani atau membantu-Nya dalam menciptakan dan
mengurus makhluq-Nya.
Adapun para Malaikat diciptakan oleh Allah I bukan untuk membantu-Nya, tetapi untuk
membuktikan bahwa Allah I kuasa dalam memerintah makhluq-Nya.
yang mana para malaikat diciptakan oleh Allah I tanpa diberi hawa nafsu, yang selalu
melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Sebagaimana firman
AllahI dalam surat At Tahrim ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا
يُؤْمَرُونَ (٦)
" Hai orang orang yang beriman peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya malaikat malaikat yang kasar,
yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan"
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat qudrot terhadap Allah , dan wajib meyakinkan
lemahnya selain Allah (semua makhluq)
yang selalu membutuhkan kepada Allah . dengan resiko sah imannya serta akan
diberi pahala jika meyakinkannya, dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah
imannya jika tidak meyakinkannya.
Sifat qudrot adalah termasuk sifat ma'ani, ya'ni sifat
yang maujud (ada), ya’ni apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah , maka
pasti kita akan bisa melihat sifat qudrot Allah I Yang tidak diawali dengan tidak ada
dulu (qodim) dan tidak diakhiri dengan
tidak ada (baqo'). Ya'ni sifat yang sama dengan Dzat-Nya, dan tidak akan
terpisah dari Dzat-Nya.
Seluruh sifat
ma'ani mempunyai ta'aluq (hubungan) kecuali sifat hayat.
Ta'aluq sifat
qudrot terbagi 3 :
a.
Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi sifat qudrot, yaitu
untuk mengadakan semua makhluq dari tidak ada menjadi ada, dan meniadakan semua
makhluq setelah ada menjadi tidak ada.
b.
Ta'aluq Ta'diyyah, artinya sasaran sifat qudrot, yaitu
terhadap perkara yang mumkinul wujud (mumkin adanya menurut akal), Seperti
mengadakan dan meniadakan makhluq. Sasaran sifat qudrot tidak mungkin terhadap
yang wajibul wujud (wajib adanya menurut akal), seperti adanya Dzat Allah.
Sebab tahsilul hasil, ya’ni tidak ada faidahnya mengadakan dan meniadakan yang
wajib adanya. Serta sasaran sifat qudrot tidak mungkin terhadap yang muhalul
wujud (mustahil adanya menurut akal), seperti tidak adanya AllahI. Sebab Qolbul Haqoiq (membalikkan
fakta) dan tidak ada faidahnya mengadakan dan meniadakan yang mustahil adanya.
c.
Ta'aluq Marotib, artinya sifat qudrot mempunyai
tingkatan/susunan yang berjumlah 8 tingkatan :
1)
Suluhi Qodim, yaitu kontaknya qudrot
AllahI dikala makhluk belum diciptakan.
Jelasnya maslahat/pantasnya sifat qudrot AllahI untuk menciptakan sesuatu yang belum
ada.
2)
Qobdhoh Awwal, yaitu kontaknya qudrot
Allah I dikala alam belum diciptakan kecuali
lauhil mahfudz dan qolam. Sebab makhluq yang akan diciptakan telah tercantum
didalam lauhil mahfudz, yang ditulis oleh qolam.
3)
Tanjizi hadits Awwal, yaitu kontaknya
qudrot AllahI untuk menciptakan sesuatu yang belum
ada menjadi ada.
4)
Qobdhoh Tsani, yaitu kontaknya qudrot
AllahI yang melestarikan sesuatu yang sudah
ada.
5)
Tanjizi Hadits Tsani, yaitu kontaknya
qudrot Allah I yang mengalihkan sesuatu yang hidup
kepada mati, dari alam dunia kepada alam akhirat.
6)
Qobdhoh Tsalits, yaitu kontaknya qudrot
AllahI yang melestarikan makhluq-Nya yang
berada dialam barzakh.
7)
Tanjizi Hadits Tsalits, yaitu kontaknya
qudrot Allah I yang menghidupkan kembali semua makhluq
sesudah mati, yang disebut alam ba'ats.
8)
Qobdhoh Roobi', yaitu kontaknya qudrot
Allah I yang menetapkan abadinya hidup
diakhirat, serta prosesnya sesudah ba'ats. Ya'ni abadinya makhluq didalam surga atau neraka.
Sebetulnya bagi sifat sifat AllahI itu tidak ada tartib/urutannya, karena apabila AllahI berkehendak, maka pasti AllahI langsung menjadikannya.
Sebagaimana
firmannya dalam surat Yaasiin ayat 82 :
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ
شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (٨٢)
" Sesungguhnya keadaan-Nya
apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: " Jadilah !
" Maka terjadilah atau terwujudlah ia "
Tetapi maqsud dari pada ta'aluq marottib disini adalah Tarottub
Aqlan, ya'ni tartib/urutan menurut akal kita, demi memudahkan untuk
memahaminya.
Adapun bagi Allah I itu tidak ada tartib, sebab apabila ada
tartib bagi sifat sifat Allah , maka pasti akan ada sifat yang Mutaqddim
(terdahulu) dan Mutaakhir (terakhir), hal ini adalah mustahil bagi Allah , sebab
sifat sifat yang berhaq bagi Allah itu
semuanya Qodim. Dan apabila Allah berkehendak pasti Allah langsung mewujudkannya.
Apabila kita meyakinkan Allah I tersifati oleh sifat qudrot maka kita
juga harus meyakinkan mustahil Allah I tersifati oleh sifat 'Ajzu (lemah/tidak
kuasa).
Dalil Sifat Qudrot
Adapun dalil yang menunjukan tehadap sifat qudrot AllahI ada dua dalil yaitu :
a). Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila AllahI tidak kuasa pasti akan lemah/tidak
kuasa, apabila AllahI lemah, maka tidak akan terwujud alam
semesta ini. Sedangkan kita sendiri menyaksikan adanya alam semesta ini. Maka
wajib atas AllahI sifat qudrot, yang kuasa dalam
menciptakan makhuq-Nya.
b). Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Al Baqoroh ayat 20 :
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٢٠)
" Sesungguhnya AllahIberkuasa atas segala sesuatu "
8. Sifat
Irodat
Ta'rif dan Defnisi
صِفَةُ
الإِرَادَةِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌٌ بِذََاتِهِ تَعَالَى يُخَصِّصُ
بِهَا الْمُمْكِنَ بِاْلوُجُوْدِ أَوْ بِاْلعَدَمِ أَوْ بِالْغِنىَ أَوْ بِالْفَقْرِ أَوْ بِالْعِلْمِ أَوْ
بِالْجَهْلِ إِلَى غَيْرِ ذَالِكَ
" Sifat Irodat
yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat Allah yang menentukan terhadap
perkara yang mumkin dengan ada atau tiadanya, dengan kaya atau faqirnya, dengan
ilmu atau bodohnya dan lain
sebagainya"
Wajib aqli Allah
tersifati oleh sifat irodat, ya'ni Allah
menghendaki/menentukan terhadap perkara yang mumkin wujudnya. Seperti
ada atau tidak adanya alam semesta, hidup atau matinya seseorang, pintar atau
bodohnya, kaya atau miskinnya, suka atau dukanya, dan masih banyak lagi segala
perkara yang dikehendaki oleh Allah , yang banyak mengandung hikmah bagi kita
jika kita mau mengkajinya.
Kehendak Allah
tidak didorong oleh kejadian atau perkara makhluq, tidak karena motif
atau tujuan lain, tetapi atas kehendak Allah sendiri. Seperti Allah menciptakan
air susu ibu, bukan karena terdorong oleh adanya anak yang dilahirkan, atau
khawatir kepada anak yang belum lahir. Tetapi itu karena kehendak Allah sendiri.
Sebab Allah kuasa memelihara anak tanpa air susu ibunya atau air susu sapi.
Seperti Nabi Adamudan Siti Hawa hidup tanpa air susu.
Demikian pula semua yang ditaqdirkan oleh AllahI tidak terdorong oleh apa dan siapapun
juga. Sehingga diijabahnya do'a pun bukan terdorong karena do'anya atau orang
yang berdo'anya, sebab diijabahnya do’a dan orang yang berdo’anya itu adalah
ciptaan Allah . Apabila orang berdo'a dengan baik dan beradab didalam do'a
pasti akan diijabah/dikabulkan oleh Allah.
Sebagaimana firman-Nya
didalam surat Ghofir ayat 60:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادۡعُوۡنِىۡۤ اَسۡتَجِبۡ لَـكُمۡؕ اِنَّ
الَّذِيۡنَ يَسۡتَكۡبِرُوۡنَ عَنۡ عِبَادَتِىۡ سَيَدۡخُلُوۡنَ جَهَنَّمَ
دَاخِرِيۡنَ
“ Dan Tuhanmu berfirman: " Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina
dina".
Adapun kapan diijabahnya do'a itu adalah urusan Allah, yang mana Dia lebih mengetahui kapan yang lebih baik do'a itu diijabah.
Adapun adab adaban
dalam berdo'a itu diantaranya :
-
Suci dari hadats
-
Menghadap qiblat
-
Khusyu dan tawadhu'
-
Membaca basmalah
-
Memuji Allah
-
Membaca sholawat kepada Nabi Muhammad
-
Dan lain lain
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat irodat terhadap Allah, dengan resiko sah imannya
serta akan diberi pahala jika meyakinkannya, dan berhaq mendapatkan siksa serta
tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Hukum syara' juga
mewajibkan kepada mukallaf beberapa hal diantaranya :
a.
Wajib sadar serta waspada dalam
menghadapi ketentuan ketentuan Allah yang menimpa dirinya, serta sabar dalam menjalankan perintah AllahI dan menjauhi larangan-Nya.
b.
Wajib bertawakkal atau menyerahkan diri
kepada AllahI 100%.
c.
Jangan mengakui bahwa diri sendiri
mempunyai kemampuan untuk beramal ('ujub). Sebab kemampuan beramal itu merupakan
karunia dari Allah.
Hubungan Taqdir, Perintah dan Ridho Allah
Taqdir AllahI adalah suatu kejadian yang sebelumnya
diirodahkan (ditetapkan) dan diciptakan oleh Allah.
Perintah Allah adalah suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh seseorang yang diperintahkan, dan apabila perintah tersebut
dikerjakan maka akan mendapatkan ridho Allah.
Maka hubungannya
ada 4 yaitu :
-
Ada yang ditaqdirkan, diperintah dan
diridhoi oleh Allah. Seperti imannya Abu Bakar AsShiddiq.
-
Ada yang ditaqdirkan, tapi tidak perintah
dan tidak diridhoi oleh Allah. Seperti kafirnya Abu jahal.
-
Ada yang tidak ditaqdirkan, tapi
diperintah dan diridhoi oleh Allah. Seperti imannya Abu jahal.
-
Ada yang tidak ditaqdirkan, tidak
diperintah dan tidak diridhoi oleh Allah yaitu seperti kufurnya Abu bakar.
Jelasnya, Tidak semua yang ditaqdirkan dan tidak
ditaqdirkan itu diperintah dan diridhoi oleh AllahI.
Sifat irodat adalah termasuk sifat ma'ani, ya'ni sifat
yang maujud (ada), apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah maka pasti kita akan bisa melihat sifat
irodat Allah Yang tidak diawali dengan
tidak ada dulu (qodim) dan tidak diakhiri dengan tidak ada (baqo'). Ya'ni sifat
yang sama dengan DzatNya dan tidak akan terpisah dari Dzat-Nya.
Sifat irodat
mempunyai tiga ta'aluq yaitu :
a.
Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi sifat
irodat, yaitu untuk menentukan ada atau tidak adanya makhluq, hidup atau
matinya, dll.
b.
Ta'aluq Ta'diyyah, artinya sasaran sifat
irodat, yaitu semua perkara yang mumkinul wujud.
Tidak pada yang wajibul wujud dan mustahil wujud.
c.
Ta'alluq marotib, artinya tingkatan
sifat irodat yang mempunyai dua tingkatan
yaitu :
1)
Suluhi Qodim, artinya kemampuan irodat
Allah I untuk menentukan sebelum menciptakan
makhluq antara ada atau tidak adanya, panjang atau pendeknya, putih atau
hitamnya, dsb.
2)
Tanjizi Qodim, artinya kontaknya irodat
Allah I untuk menentukan ada atau tidak adanya
makhluq, panjang atau pendeknya, putih atau hitamnya, dsb.
Menurut sebagian ulama sifat irodat juga mempunyai ta’aluq Tanjizi Hadits, artinya penentuan terakhir sebelum ditaqdirkannya.
Jelasnya seluruh makhluq sejak zaman Azalli sudah ditentukan dan baru sekarang
ditaqdirkannya.
Tapi menurut jumhur ulama yang merupakan qoul tahqiq
yaitu tidak adanya tanjizi hadits, karena cukup dengan tanjizi qodim.
Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat irodah maka kita juga
harus meyakinkan mustahil Allah
tersifati oleh sifat 'adamul irodah (tidak berkehendak) atau karohah
(terpaksa).
Dalil Sifat Irodah
Adapun dalil yang menunjukan tehadap sifat irodat Allah
dalil itu ada dua dalil :
a). Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila Allah tidak berkehendak atau
terpaksa dalam menentukan sesuatu, maka pasti Allah lemah/tidak kuasa. Apabila
Allah lemah itu mustahil, yang mana sudah dijelaskan pada sifat qudrot.
b). Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Hud ayat 107 :
اِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيْدُ ﴿هود : ۱۰۷﴾
" Sesungguhnya Tuhanmu (AllahI) mengerjakan apa yang Dia kehendaki
"
Pengertian Qodho' dan Qodar
Qodho adalah kepastian AllahI yang masih dalam penentuan/perencanaan
(belum terjadi). Sedangkan Qodar adalah kepastian Allah yang sedang terjadi
atau telah terjadi setelah ditentukan/direncanakan.
Qodho' AllahI terbagi dua :
a.
Qodho' Muallaq, yaitu kepastian AllahI yang bersangkutan dengan usaha makhluq
dan adat. Apabila terjadi atau menjadi kenyataan melalui taqdir Allah, maka disebut dengan Af'al Mukhtar.
b.
Qodho' Mubarrom, yaitu kepastian
Allah yang tidak dihubungkan dengan
usaha makhluq dan adat. Apabila terjadi atau menjadi kenyataan, maka disebut
Af'al Mudhtor.
9.
Sifat Ilmu
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْعِلْمِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ
قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالَى يَنْكَشِفُ بِهَا الْأَشْيَاءَ إِنْكِشَافًا تَامًّا
" Sifat ilmu
yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat AllahI yang mengetahui terhadap seluruh
perkara (baik yang mumkin, yang wajib atau yang mustahil) dengan pengetahuan
yang sempurna "
Wajib aqli AllahI tersifati oleh sifat ilmu, ya'ni
mengetahui perkara yang wajib adanya, seperti Dzat AllahI sendiri. Mengetahui yang mumkin adanya,
seperti adanya alam semesta ini beserta isinya, dan mengetahui yang mustahil
adanya, seperti tidak kuasanya AllahI itu mustahil.
Arti ilmu disini adalah bahwasanya Allah mengetahui,
bukannya memahami. Sebab arti paham adalah pekerjaan hati, sedangkan Allah tidak mempunyai hati. Bukan pula ma'rifat,
sebab ma'rifat dapat diketahui melalui dalil. Sedangkan pengetahuan Allah bukan
berasal dari dalil, walaupun Allah mengetahui dalil. Bukan pula hasil dari
belajar, juga bukan hasil dari qudrotillah. Sebab ilmu Allah tidak ada
permulaan (qodim) dan tidak ada akhirnya (baqo'). Ilmu Allah juga bukan hasil dari pengalaman atau
berfikir, juga bukan ladunni, sebab ilmu tersebut hanya berada dimakhluq yang
diawali dengan tidak tahu dahulu.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat ilmu terhadap
Allah, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya,
dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Dan syara' juga menganjurkan kepada orang orang yang beriman agar selalu
menjiwai bahwa segala isi hati dan perasaan kita diketahui oleh AllahI. Yang mana iman seperti ini disebut
iman ilmu yaqin. Dalam ilmu tasawwuf menempati maqom muqorrobah, yang selalu
menjaga diri dari ma'shiyat karena dirinya selalu merasa diawasi dan
diperhatikan oleh Allah. Yang merasa tenang dikala ada goncangan dan tentram
dikala ada kericuhan. Mudah mudahan kita menjadi orang orang yang memiliki iman
ilmu yaqin seperti ini. Amiin .!
Sifat ilmu adalah termasuk sifat ma'ani, ya'ni sifat yang
maujud. Apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah I maka pasti kita akan melihat ilmunya
Allah yang tidak diawali dengan tidak
ada dahulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, yang tidak akan pisah dari
DzatNya.
Sifat ilmu
mempunyai 3 ta'aluq :
a.
Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi ilmu AllahI, yaitu untuk mengetahui seluruh perkara. Ya'ni tidak ada satupun
barang yang dzohir atau bathin, hissi atau aqli, ruhani atau jasmani, benda
kecil yang hitam legam terletak diatas batu yang hitam dikala malam gelap
gulita, yang tidak dapat diketahui oleh Allah . Tetap Semuanya itu diketahui
oleh Allah, sehingga bisikan hatipun diketahui oleh AllahI. Oleh sebab itu mu'min yang mendapatkan
predikat iman ilmu yaqin akan selalu merasa dirinya diperhatikan oleh Allah
dimanapun, kapanpun dan saat apapun dia berada.
b.
Ta'aluq Tadiyyah, artinya sasaran ilmu
Allah, yaitu menyeluruh dan tidak terbatas. Baik kepada yang wajibul wujud,
mumkinul wujud, maupun muhalul wujud.
c.
Taaluq Marotib, artinya tingkatan sifat ilmu, yang mempunyai satu
tingkatan yaitu tanjizi qodim, ya'ni Allah I mengetahui seluruh perkara semenjak
qodim (dahulu), baik perkara yang belum ada, yang sudah ada, maupun yang akan
ada, semuanya diketahui oleh Allah.
Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat ilmu,
maka kita juga harus meyakinkan mustahil AllahI tersifati oleh sifat jahlu (bodoh).
Dalil Sifat Ilmu
Adapun dalil yang
menunjukan sifat ilmu ada 2 dalil yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut logika apabila Allah bodoh, pasti tidak mempunyai kehendak dan
kemauan, Apabila Allah tidak mempunyai
kehendak dan kemauan, maka pasti tidak akan terwujud alam semesta ini, termasuk
kita. Sedangkan kita menyaksikan adanya alam semesta ini yang begitu indah.
Maka yakin dan tetaplah adanya sifat ilmu pada Allah.
b.
Dalil Naqli
Firman Allah dalam Al Quran surat Al Baqoroh ayat 231
menjelaskan :
وَاتَّقُوا
اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (٢٣١)
" Dan bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah,
serta ketahuilah bahwa sesungguhnya AllahI maha mengetahui atas segala sesuatu
"
10. Sifat Hayat
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْحَيَاةِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ
قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالَى تُصَحِّحُ لَهُ أَنْ يَتَّصِفَ بِالْعِلْمِ
وَغَيْرِهِ مِنَ الصِّفَاتِ
" Sifat hayat
yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat Allah yang mengesahkan terhadap
AllahI akan tersifati oleh sifat ilmu dan
sifat sifat lainnya "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat hayat, ya'ni
hidupnya Allah yang berbeda dengan hidupnya makhluq. Sebab hidupnya AllahI bukan dengan nyawa, bukan dengan paru
paru, seperti halnya manusia. Tetapi hidupnya Allah dengan sifat hayat-Nya,
yang tidak akan pisah dari dzat-Nya. Oleh sebab itu batalah pendapat kafir
nashroni yang meyakinkan bahwa yang disebut Allah itu adalah oknum hayat tanpa
Dzat-Nya. Dan batal pula pendapat mu'tazilah yang mengatakan bahwa hayat itu
adalah dzat Allah.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat hayat terhadap
Allah , dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya,
dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Dan syara' juga menganjurkan kepada orang orang yang beriman agar meresapkan
dalam jiwanya, bahwa hanyalah Allah yang
hidup sejati, dan menjiwai bahwa semua makhluq adalah sesuatu yang fana' (akan
binasa). Sehingga timbul dalam hati untuk tidak memerlukan kepada sesuatu yang
akan rusak, ya'ni tidak mengharapkan sesuatu dari makhluq.
Sifat hayat adalah termasuk sifat ma'ani ya'ni sifat yang
maujud. Apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah , maka pasti kita akan
melihat hayat-Nya Allah yang tidak
diawali dengan tidak ada dahulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, yang tidak
akan pisah dari dzat-Nya.
Sifat hayat hanya mempunyai ta'aluq ifadah (kegunaan)
yaitu At Tashih. Ya'ni untuk mengesahkan adanya sifat sifat lain bagi
Allah. Seperti qudrot, irodat, ilmu dan sifat sifat yang lainnya,yang disebut
sifat iftqoriyyah (butuhnya makhluq kepada Allah ). Karena terciptanya makhluq itu
dengan 4 sifat Allah, yaitu : sifat qudrot, irodat, ilmu dan hayat.
Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat hayat,
maka kita juga harus meyakinkan bahwa mustahil Allah tersifati oleh sifat maut
(mati).
Dalil Sifat Hayat
Adapun dalil yang
menunjukan sifat hayat ada 2 dalil yaitu :
d.
Dalil Aqli
Menurut logika apabila AllahI mati, maka tidak tersifati oleh sifat
qudrot, irodat, ilmu dan yang lainnya. Apabila demikian maka tidak akan
terwujud alam semesta ini. Maka terbuktilah bahwa AllahI itu tersifati oleh sifat hayat.
b.
Dalil Naqli
Firman
AllahI dalam surat Al Baqoroh ayat 255 :
اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ
الْحَيُّ الْقَيُّومُ (٢٥٥)
"
Allahtiada tuhan selain Dia yang hidup kekal dan tidak butuh kepada selain-Nya "
11. Sifat Sama'
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ
السَّمْعِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالَى يَنْكَشِفُ
أَويَسْمَعُ بِهَا الْمَوْجُوْدَ
" Sifat sama' yaitu sifat yang qodim yang tetap
pada dzat AllahI yang mendengar terhadap seluruh perkara
yang ada "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat
mendengar, Yang mendengarnya Allah sangatlah berbeda dengan mendengarnya
makhluq. Sebab mendengarnya Allah bukan dengan telinga, tetapi dengan sifat
sama'-Nya dan pendengaran-Nya tidak terbatas. Tidak seperti halnya manusia yang
mendengarnya menggunakan telinga dan pendengarannya terbatas serta terhalangi
oleh hijab.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat
sama' terhadap Allah, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika
meyakinkannya, dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak
meyakinkannya. Dan syara' juga menganjurkan kepada orang orang yang beriman
agar meresapkan sifat sama'nya Allah didalam hati dan jiwanya masing masing,
sehingga hati dan jiwanya merasa selalu didengar oleh AllahI.
Sifat sama' adalah termasuk sifat ma'ani, ya'ni sifat
yang maujud. Apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah I maka pasti kita akan melihat sama'-Nya
Allah yang tidak diawali dengan tidak
ada dahulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, yang tidak akan pisah dari
DzatNya.
Sifat sama'
mempunyai 3 ta'aluq yaitu :
a.
Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi sifat
sama', yaitu untuk mendengar dan membukakan semua yang ada (maujudat), yang
biasa disebut ta'aluq inkisyaf.
b.
Ta'aluq ta'diyyah, artinya sasaran sifat
sama, yaitu semua yang ada. Baik yang wajibul wujud maupun
yang mumkinul wujud. Ya'ni seluruh perkara yang dikatakan ada, itu terdengar
oleh Allah.
c. Ta'aluq marotib,
artinya tingkatan sifat sama', yaitu ada 3 :
1). Tanjizi Qodim, artinya Allah
mendengar kepada dzat dan sifat-Nya sendiri yang qodim.
2).
Suluhi Qodim, artinya Allah I mampu untuk mendengar segala sesuatu
yang akan diciptakannya pada zaman azali, ya'ni zaman dimana makhluq belum ada
yang diciptakan.
3). Tanjizi Hadits, artinya kontaknya
sifat sama' / mendengarnya Allah kepada makhluq yang sudah ada.
Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat sama',
maka kita juga harus meyakinkan mustahil Allah tersifati oleh sifat 'Ashom
(tidak mendengar / tuli).
Dalil Sifat Sama’
Adapun dalil yang
menunjukan AllahI tersifati oleh sifat sama' ada 2 dalil
yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut logika apabila Allah tidak mendengar, maka AllahI tersifati oleh sifat kekurangan.
Apabila Allah tersifat oleh sifat kekurangan, maka berarti itu mustahil sebab Allah akan sama seperti makhuq-Nya. Apabila AllahI sama seperti makhluq-Nya itu adalah
mustahil, sebab Allah tersifati oleh sifat mukholafah lil hawadits. Dan Allah
adalah dzat yang sempurna dan memiliki sifat kesempurnaan.
b.
Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat As Syuro ayat
11:
وَهُوَ
السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
" Dialah AllahI yang maha mendengar lagi maha melihat
"
12.
Sifat Basor
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ
الْبَصَرِهِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالىَ يَنْكَشِفُ أَوْيُبْصِرُ بِهَا اْلمَوْجُوْدَ
" Sifat basor yaitu sifat yang qodim yang tetap
pada dzat AllahI yang melihat terhadap seluruh perkara yang ada "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat melihat, yang
melihatnya AllahI berbeda sekali dengan melihatnya
makhluq. Sebab melihatnya Allah bukan dengan mata, tetapi dengan sifat
basor-Nya, dan penglihatannya tidak terbatas serta tidak terhalangi oleh
apapun. Sedangkan melihatnya makhluq menggunakan mata dan penglihatannya
terbatas, serta dapat terhalangi oleh perkara yang menghalangi penglihatannya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat basor terhadap
Allah , dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya,
dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Dan syara' juga menganjurkan kepada orang orang yang beriman agar berma’rifat
dengan meresapkan sifat basornya Allah
didalam hati dan jiwanya masing masing, sehingga hati dan jiwanya merasa
selalu dilihat dan diperhatikan oleh Allah
sehingga dirinya tidak berani melakukan ma'shiyat, karena berada dalam
pengawasan Allah .
Apabila seseorang telah dapat melaksanakan ma’rifat
tersebut terhadap rasa haqiqi, ya’ni merasa dilihat, didengar dan diperhatikan
oleh Allah, maka orang semacam ini namanya ‘Arifiin. Yang mana imannya termasuk
iman ‘Ilmu Yaqin atau Haqqul Yaqin.
Adapun cara untuk
menghasilkan perasaan tersebut ada dua jalan yaitu :
·
Dengan cara tafakkur yang disebut
Taroqqi, ya’ni naik dari makhluq menuju Allah. Yang mana pangkatnya termasuk golongan
Waashiliin.
·
Dengan cara langsung (Tajalli), ya’ni
merasa didengar, dilihat dan diperhatikan oleh Allah, yang disebut Tanazzul,
ya’ni langsung dari Allah kepada makhluq. Yang mana pangkatnya termasuk
golongan ‘Arifin atau menempati maqom Auliyaa.
Tajalli bisa dihasilkan dengan dua cara, yaitu; Takholli dan Tahalli. Takholli
yaitu membersihkan diri dari pada akhlaq akhlaq yang tercela dan mengosongkan
diri dari pada memikirkan dunia, yang dapat membuatnya lupa kepada Allah .
Sedangkan Tahalli yaitu menghiasi diri dengan akhlaq akhlaq yang terpuji
dan menghiasi diri dengan cara memperbanyak dzikr dan ibadah kepada Allah ,
sehingga bisa menghasilkan keridhoan Allah .
Sifat basor adalah termasuk sifat ma'ani, ya'ni sifat
yang maujud. Apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah I, maka pasti kita akan melihat basornya
Allah yang tidak diawali dengan tidak
ada dahulu dan tidak diakhiri dengan tidak ada, yang tidak akan pisah dari
Dzat-Nya.
Sifat basor mempunyai 3 ta'aluq yaitu:
a.
Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi sifat
basor yaitu; untuk membuka / melihat semua perkara yang maujud.
b.
Ta'aluq Ta'diyyah, artinya sasaran sifat
basor yaitu; semua yang maujud. Baik yang wajibul wujud maupun yang mumkinul
wujud.
c.
Ta'aluq Marotib, artinya tingkatan sifat
basor yaitu; ada 3 tingkatan:
1.
Suluhi Qodim, artinya kemampuan sifat
basornya Allah Iuntuk melihat makhluq yang akan
diciptakannya.
2.
Tanjizi Qodim, artinya kontaknya
penglihatan Allah Ikepada Dzat Allah dan sifatNya.
3.
Tanjizi Hadits, artinya kontaknya
penglihatan AllahI kepada seluruh makhluq yang ada.
Perlu diketahui bahwa Sama’ dan Bashornya Allah itu bukan bekas dari pada Qudrot Allah, sebab
Qudrot Allah itu hanya berta’aluq akan perkara yang mumkinul wujud,
sedangkan Sama’ dan Bashor Allah itu
berta’aluq terhadap yang maujud, dan Qudrot Allah adalah termasuk sifat yang maujud, yang bisa
dilihat dan didengar oleh Allah .
Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat basor,
maka kita juga harus meyakinkan mustahil Allah tersifati oleh sifat A'maa
(tidak melihat / buta).
Dalil Sifat Basor
Adapun dalil yang menunjukan Allah tersifati oleh sifat
basor ada 2 dalil yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut logika apabila Allah tidak melihat / buta, maka
AllahI tersifati oleh sifat kekurangan.
Apabila Allah tersifat oleh sifat kekurangan maka itu musatahil, sebab akan sama seperti
makhuq-Nya. Apabila AllahI sama seperti makhluq-Nya itu adalah
mustahil, sebab Allah tersifati oleh sifat mukholafah lil hawadits. Dan Allah
adalah dzat yang sempurna dan memiliki sifat kesempurnaan.
b.
Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat As Syuro ayat 11:
وَهُوَ
السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
" Dialah AllahI yang maha mendengar lagi maha melihat
"
13. Sifat Kalam
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ الْكَلاَمِ هِيَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ
قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالىَ اَلَّتِىْ لَيْسَتْ بِحَرْفٍ وَلا َصَوْتٍ تَدُلُّ
عَلَى الْمَدْلُوْلاَتِ
"
Sifat kalam yaitu sifat yang qodim yang tetap pada dzat Allah yang tidak
berhuruf dan bersuara yang menunjukan dalil terhadap perkara yang dijadikan
dalil "
Wajib aqli Allah terisifati oleh sifat kalam, ya'ni
berfirman. Yang mana firman-Nya tidak ada suara dan tidak ada hurufnya serta
tidak ada batas waktunya. Berbeda dengan
makhluq yang kalamnya bersuara dan berhuruf, serta ada batas waktunya.
Adapun cara malaikat jibril memahami firman Allah yang
tanpa suara dan huruf, ketika mendapatkan wahyu dari AllahI, kemudian disampaikan kepada Nabi
Muhammad, itu merupakan pengertian langsung yang diberikan kepada malaikat
jibrilu secara khusus tanpa melalui suara dan
huruf. Seperti contoh mengertinya seluruh anggota badan ketika bisikan hati
mengatakan atau memerintah sesuatu kepada seluruh anggota badan tanpa melalui
suara dan huruf. Namun bukan berarti firman Allah seperti bisikan hati tadi,
sebab firman Allah berbeda dengan makhluq. Contoh ini hanyalah sebagai
perbandingan dan bantahan terhadap kaum yang tidak percaya terhadap kalamullah
yang tidak bersuara dan berhuruf.
Sekilas kita tidak mengerti apakah ada kalam / ucapan
yang tanpa huruf dan suara ? tapi jangan heran bahwa pada diri manusia pun ada
kalam yang tidak ada huruf dan suaranya yaitu ucapan hati. tapi bukan berarti
Allah serupa dengan makhluq-Nya.
Adapun kalamullah
terbagi 2 yaitu :
1)
Kalam Dal, yaitu sebagian firman Allah yang tertulis dilauhil mahfudz, yang
menunjukan sebagian isi kalamullah yang madlul, yang dibawa oleh Malaikat
Jibril u kebaitul 'izzah, dan disampaikan kepada
nabi Muhammad kemudian ditulis dan
dibukukan menjadi kitab suci Al-Quran pada zaman sohabat Utsman bin Affan,
karena dikhawatirkan banyak para pentahfidz Al-Quran yang sudah meninggal
dunia.
Adapun proses kejadian turunnya
Al-Quran itu bagaimana taqdir atau kehendak Allah I, yang sesuai
dengan kejadian pada waktu itu, yang biasa disebut Asbabun Nuzul. Ayat yang
pertama diturunkan yaitu surat Al ‘Alaq, lima ayat dari pertama melalui
malaikat jibril yang diturunkan sesuai
keperluan pada saat itu, yang mana keperluan tersebut berangsur angsur
diciptakan atau di turunkannya melalui tanjizi hadits qudrot Allah I, agar yang
diturunkan tersebut menjadi cermin (pedoman) bagi umat sampai hari kiamat
datang.
Jadi Al-Quran itu
termasuk kalamullah, barang siapa yang tidak percaya Al Quran itu kalamullah,
maka ia kufur.
Namun Apabila
ada pertanyaan apakah Al Quran itu qodim atau hadits (baru) ? maka perlu
ditinjau dari segi orang yang menanyakannya dan waktu untuk menjawabnya.
Apabila orang
yang bertanya itu termasuk pelajar atau orang yang suka berfikir dan waktu
untuk menjawabnya itu luas, maka jawablah bahwa Al Quran itu baru, yang mana
Allah telah menciptakannya di lauhil mahfudz yang
menunjukan akan beberapa hal/perkara, yang telah menunjukan atas perkara
tersebut oleh kalamullah yang Qodim.
Sebagaimana firman AllahI dalam surat
Az Zukhruf ayat 3 :
إِنَّا جَعَلْنَٰهُ قُرْءَٰنًا عَرَبِيًّا
لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya
kamu memahaminya”
Apabila yang bertanya itu kalangan orang
awam dan waktunya menjawabnya sempit, maka jawablah bahwa Al-Quran itu Qodim. Sebab jikalau dijawab dengan Al-Quran itu baru, khawatir
orang yang bertanya tadi akan mempunyai pemahaman bahwa sifat kalam Allah yang tetap pada-Nya itu berarti baru juga.
Sebagaimana Imam Ahmad bin Hambal enggan menyebutkan Al-Quran itu makhluq,
sebab khawatir jikalau dijawab Al-Quran itu makhluq/baru, orang orang yang
bertanya itu mempunyai pemahaman bahwa Kalamullah (Al Quran) yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad itu sama dengan
kalamullah yang ada pada Dzat Allah, dan itu akan menyebabkan seseorang menjadi
kufur.
Makanya diambil pemahaman dari apa yang
telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hambal t bahwa tidak boleh mengatakan Al-Quran
itu baru/makhluq untuk menjawab pertanyaan dari kalangan awam yang tidak
memahami akan perincian atau pengertian antara mana yang disebut kalam dal, dan
mana yang disebut kalam madlul ?
Berbeda dengan Imam Syafi’I ketika beliau ditanya mengenai Al-Quran apakah Qodim atau Hadits? Beliau
menjawab dengan cara mengisyaratkan keempat jari tangannya yang diacungkan
dengan mengatakan : Al-Quran, Taurat, Injil dan Jabur, ini semuanya baru.
Tetapi beliau tidak bermaksud bahwa ke empat kitabullah itu baru, beliau
bermaksud bahwa yang baru itu adalah ke empat jarinya yang diacungkan tersebut,
agar beliau bisa selamat dari pada ancaman dan siksaan kaum mu’tazilah pada
saat itu.
2)
Kalam Madlul, yaitu kalamullah yang tidak
berpermulaan dan tidak berakhiran, yang tidak ada suara dan hurufnya yang
qodim sama seperti Dzat-Nya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan sifat
kalam terhadap Allah, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika
meyakinkannya dan berhaq mendapatkan siksa serta tidak sah imannya jika tidak
meyakinkannya.
Sifat kalam adalah termasuk sifat ma'ani ya'ni sifat yang
maujud. Apabila mata kita dibukakan hijab oleh Allah I maka pasti kita akan memahami dan
mendengar kalamullah yang tidak diawali dengan tidak ada dahulu dan tidak
diakhiri dengan tidak ada, yang tidak akan pisah dari Dzat-Nya.
Sifat kalam mempunyai 3 ta'aluq yaitu :
a.
Ta'aluq Ifadah, artinya fungsi sifat
kalam yaitu; ta'aluq dilalah (petunjuk), ya'ni Allah I memberi petunjuk kepada makhluq-Nya
dengan firman-Nya.
b.
Ta'aluq Ta'diyyah, artinya sasaran sifat
kalam yaitu terhadap seluruh perkara. Baik yang wajib wujud-Nya, yang mumkin
wujudnya maupun yang mustahil wujudnya, semuanya difirmankan oleh Allah.
c.
Ta'aluq Marotib, artinya tingkatan sifat
kalam yaitu ada 3 tingkatan :
1.
Suluhi Qodim, artinya kemampuan sifat
kalam AllahI untuk memerintah dan melarang sebelum
makhluq-Nya diciptakan, atau sebelum perintah dan larangan tersebut
disampaikan.
2.
Tanjizi Qodim, artinya kontaknya firman
AllahI selain amar dan nahyi yang tidak ada permulaan (qodim).
3.
Tanjizi Hadits, artinya kontaknya firman
AllahI yang berisi larangan atau perintah,
setelah ada yang diperintahkannya atau yang dilarangnya.
Apabila kita meyakinkan Allah tersifati oleh sifat kalam, maka kita juga harus meyakinkan mustahil AllahI tersifati oleh sifat Abkam (tidak
berfirman / bisu).
Dalil Sifat Kalam
Adapun dalil yang menunjukan AllahI tersifati oleh sifat kalam ada 2 dalil
yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut logika apabila AllahI tidak berfirman / bisu, maka AllahI tersifati oleh sifat kekurangan.
Apabila AllahI tersifati oleh sifat kekurangan maka
itu mustahil, sebab akan sama seperti makhuq-Nya. Apabila Allah sama seperti
makhluq-Nya itu adalah mustahil, sebab AllahI tersifati oleh sifat mukholafah lil
hawadits. Dan Allah adalah dzat yang sempurna dan memiliki sifat kesempurnaan.
b.
Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat An Nisa ayat 164
menerangkan :
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا
(١٦٤)
" Dan Allah
berfirman kepada Nabi Musa dengan langsung
"
14. Sifat Kaunuhu Qoodiron
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ
كَوِنِهِ قَادِرًا هِيَ صِفَةٌ ثَابِتَةٌ فِى نَفْسِهَا لاَزِمَةٌ لِلْقُدْرَةِ
" Sifat
Kaunuhu Qoodiron yaitu sifat yang tetap pada Dzat-Nya yang lazim terhadap sifat Qudrot (tidak terpisah dari
sifat Qudrot) "
Wajib aqli Allah
tersifati oleh sifat kaunuhu qoodiron, yaitu bahwasanya
Allah yang maha kuasa. Dan mustahil
AllahI tersifati oleh sifat kaunuhu
'Aajizan yaitu tidak kuasa.
Sifat kaunuhu qoodiron adalah termasuk sifat ma'nawiyyah,
yaitu sifat yang merupakan suatu istilah yang timbul dari adanya sifat ma'ani,
yang lazim (pasti) atasnya, ya’ni Jika ada sifat ma'ani pasti ada sifat
ma'nawiyyah, begitu pula bila ada sifat ma'nawiyyah, pasti timbul sifat ma'ani.
Sifat ma'nawiyyah disebut sifat yang lazim adanya pada
dzat Allah, sebab Allah tidak akan lepas
dari sifat ma'aninya. Sifat ma'nawiyyah disebut juga sifat Tsubutiyyah (yang
tetap), dan merupakan istilah saja (Amrun I'tibariyy), hanya adanya sifat
ma'nawiyyah pada Allah itu talaazum
(pasti). Seperti tetapnya sifat qudrot (ma'ani) terhadap Allah, pasti
Allah disebut yang maha kuasa
(ma'nawiyyah), ya’ni tidak perlu menunggu akan fakta kekuasaan-Nya yaitu
ciptaan-Nya, karena adanya sifat ma'ani terhadap Allah adalah wajib aqli. Ya’ni akal tidak mengerti
apabila Allah tidak kuasa, buktinya
Allah kuasa yaitu adanya alam ini, tidak
mungkin alam ini ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakannya.
Berbeda dengan sifat ma’nawiyyah yang berada di makhluq
yang menunggu pihak ketiga. Seperti adanya sifat pintar (ma'ani) pada
seseorang, tapi orang itu tidak bisa disebut orang yang pintar (ma'nawiyyah)
sebelum ada fakta ilmu yang menunjukan kepintarannya.
Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu qoodiron cukup
dengan dalil dan keterangan sifat qudrot.
15. Sifat Kaunuhu Muriidan
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ
كَوْنِهِ مُرِيْدًا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلإْرَادَةِ
لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهَا
" Sifat Kaunuhu Muriidan yaitu Sifat yang Azali
(Qodim) bagi Allah yang berbeda dengan
sifat Irodat, tetapi lazim atas sifat Irodat "
Wajib aqli Allah
tersifati oleh sifat kaunuhu muriidan yaitu bahwasanya Allah yang
berkehendak / menentukan. Dan mustahil Allah tersifati oleh sifat kaunuhu
kariihan artinya yang terpaksa atau tidak berkehendak / menentukan.
Sifat kaunuhu muriidan adalah termasuk sifat ma'nawiyyah.
Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu muriidan cukup dengan dalil dan
keterangan sifat irodat.
16. Sifat Kaunuhu 'Aliman
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ
كَوْنِهِ عَالِمًا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلْعلِمِ
لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهُ
" Sifat
Kaunuhu 'Aaliman yaitu Sifat yang Azali (Qodim) bagi Allah I yang berbeda dengan sifat Ilmu, tetapi
lazim atas sifat Ilmu "
Wajib aqli Allah
tersifati oleh sifat kaunuhu 'Aliiman, yaitu bahwasanya
Allah yang maha mengetahui. Dan mustahil
AllahI tersifati oleh sifat kaunuhu
jaahilan artinya yang tidak mengetahui / bodoh.
Sifat kaunuhu 'Aliiman adalah termasuk sifat ma'nawiyyah.
Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu 'Aliman cukup dengan dalil dan
keterangan sifat ilmu.
17. Sifat Kaunuhu Hayyan
Ta'rif
dan Definisi
صِفَةُ
كَوْنِهِ حَيًّا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلْحَيَاةِ
لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهَا
" Sifat
Kaunuhu Hayyan yaitu Sifat yang Azali (Qodim) bagi Allah yang berbeda dengan sifat Hayat, tetapi lazim
atas sifat Hayat "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat kaunuhu Hayyan,
yaitu bahwasanya Allah yang hidup. Dan mustahil Allah tersifati oleh sifat kaunuhu
mayyitan artinya yang mati.
Sifat kaunuhu Hayyan adalah termasuk sifat ma'nawiyyah.
Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu Hayyan cukup dengan dalil dan
keterangan sifat hayat.
18. Sifat Kaunuhu Samii'an
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ كَوْنِهِ سَمِيْعًا هِيَ صِفَةٌ
أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلسَّمْعِ لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهُ
" Sifat Kaunuhu Samii'an yaitu Sifat yang Azali
(Qodim) bagi AllahI yang berbeda dengan sifat Sama', tetapi
lazim atas sifat Sama' "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat kaunuhu Samii'an,
yaitu bahwasanya Allah yang mendengar. Dan mustahil AllahI tersifati oleh sifat kaunuhu Asomma, artinya yang tidak mendengar / tuli.
Sifat kaunuhu Samii'an adalah termasuk sifat ma'nawiyyah.
Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu Samii'an cukup dengan dalil dan
keterangan sifat sama'.
19. Sifat Kaunuhu Bashiiron
Ta'rif dan Definisi
صِفَةُ
كَوْنِهِ بَصِيْرًا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ لِلبْصَرِ
لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهُ
" Sifat Kaunuhu Bashiiron yaitu Sifat yang
Azali (Qodim) bagi Allah yang berbeda
dengan sifat bashor, tetapi lazim atas sifat Bashor "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat kaunuhu
bashiiron, yaitu bahwasanya Allah yang melihat. Dan mustahil Allah
tersifati oleh sifat kaunuhu A'maa, artinya yang tidak melihat / buta.
Sifat kaunuhu bashhiiron adalah termasuk sifat
ma'nawiyyah. Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu bashiiron cukup dengan
dalil dan keterangan sifat bashor.
20. Sifat Kaunuhu Mutakalliman
Ta'rif
dan Definisi
صِفَةُ
كَوْنِهِ مُتَكَلِّمًا هِيَ صِفَةٌ أَزَلِيَّةٌ لَهُ تَعَالىَ مُغَايِرَةٌ
لِلْكَلاَمِ لَكِنَّهَا لاَزِمَةٌ لَهُ
" Sifat
Kaunuhu Mutakalliman yaitu Sifat yang Azali (Qodim) bagi Allah I yang berbeda dengan sifat Kalam, tetapi
lazim atas sifat Kalam "
Wajib aqli Allah tersifati oleh sifat kaunuhu
mutakalliman, yaitu bahwasanya Allah yang maha berfirman. Dan mustahil
AllahI tersifati oleh sifat kaunuhu abkama, artinya yang tidak berfirman / bisu.
Sifat kaunuhu mutakalliman adalah termasuk sifat
ma'nawiyyah. Adapun dalil dan keterangan sifat kaunuhu mutakalliman cukup
dengan dalil dan keterangan sifat kalam.
Sifat Jaiz (kewenangan) bagi AllahI
Ta'rif dan Definisi
اَلْجَائِزُ فِى حَقِّهِ
تَعَالىَ هُوَ فَعْلُ كُلِّ مُمْكِنٍ أَوْ تَرْكُهُ
“ Sifat jaiz bagi Allah yaitu mengerjakan (menciptakan) sesuatu yang
mumkin atau tidak menciptakannya “
Pengertian jaiz disini adalah jaiz
menurut akal yang ta'rifnya :
مَا يَصِحُّ فِى الْعَقْلِ وُجُوْدُهُ وَعَدَمُهُ
" Suatu
perkara yang sah (dapat dimengerti) menurut akal adanya atau ketiadaannya
"
Kewenangan atas Allah yaitu menciptakan atau tidak menciptakannya perkara yang mumkinul wujud.
Seperti menciptakan atau tidak menciptakannya manusia, membuat kaya atau
miskinnya seseorang, sehat atau sakitnya, dan masih banyak lagi kewenangan bagi
Allah yang mengandung banyak hikmah bagi
kita jika mau mengkajinya. Karena bagi Allah tidak ada pendorong atau tekanan
dalam menciptakan makhluq-Nya, dan semuanya adalah milik-Nya. Yang mana sang
pemilik itu boleh melakukan sesuatu atas kehendak-Nya, dan pasti semuanya ada
hikmah dan manfaatnya bagi kita sebagai makhluq-Nya. namun bukan berarti
manfaat tersebut bagi Allah atau kembali
kepada Allah , karena Allah lah yang
telah menciptakan akan manfaat tersebut, dan Allah tidak butuh kepada selain-Nya.
Sebagai suatu contoh apabila kita memiliki berbagai macam
ikan pada sebuah kolam ikan, yang mana dalam kolam tersebut terdapat macam
macam ikan, baik yang kecil, sedang ataupun besar. Nah, ikan-ikan tersebut adalah milik kita, yang mana kita berhaq
dan boleh melakukan apa saja terhadap ikan ikan tersebut. Mau dimakan, mau
dijual, mau dijadikan bibit, itu semua terserah kita, karena kita adalah sang
pemilik ikan tersebut, dan itu semua ada hikmah atau manfaatnya.
Ada beberapa perkara yang asalnya
mumkinul wujud menjadi wajibul wujud muqoyyad, ya’ni perkara yang mumkinul
wujud namun sudah difirmankan oleh Allah
dan disabdakan oleh Rosul-Nya terhadap adanya beberapa perkara tersebut
yaitu : 8 perkara adanya tidak akan binasa yang ditakhsis oleh hadits dan
beberapa perkara yang wajib diyakinkan adanya, yang insya Allah akan dijelaskan pada pembahasan Aqoid Sam’iyyah
nanti.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan bahwa
Allah I menciptakan sesuatu itu adalah dengan
kehendak-Nya semata, dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika
meyakinkannya dan akan disiksa serta tidak sah imannya jika tidak
meyakinkannya.
Syara' juga menganjurkan kepada seluruh
orang orang yang beriman untuk menjiwakan dan merasakan bahwa jiwa dan raganya
itu adalah ciptaan Allah , serta dirinya tidak mempunyai rasa memiliki.
Sehingga terasa oleh jiwanya bahwa dirinya bagaikan sehelai benang yang
melayang di udara yang tertiup angin
taqdir Allah yang maha kuasa.
Adapun dalil sifat jaiz bagi Allah ada 2 dalil yaitu :
1.
Dalil Aqli
Menurut
logika apabila AllahI menciptakan makhluq nilainya wajib,
maka mustahil Allah tidak menciptakannya. Apabila demikian maka akan terbalik
keadaannya, yang mumkin adanya menjadi wajib adanya atau mustahil adanya, yang
wajib adanya dan mustahil adanya menjadi mumkin adanya. Sedangkan keadaan
demikian mustahil terjadinya, karena tersaksikan bahwa itu semua tidak terjadi.
Maka tetaplah bagi Allah menciptakan atau tidaknya adalah jaiz (kewenangan) bagi Allah.
2.
Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Al Buruj ayat 16 :
فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ (١٦)
"
(AllahI) maha kuasa berbuat apa yang dia kehendaki "
BAB V
AQOID NABAWIYYAH
Ta’rif /Definisi
اَلْعَقَائِدُ النَّبَوِيَّةُ هِيَ اَلْعَقَائِدُ الَّتِى
تَتَعَلَّقُ بِالنُّبُوَّةِ بِطَرِيْقِ
مَعْرِفَةِ صِفَاتِهَا مِنْ وَاجِبَةٍ وَاسْتِحَالَةٍ وَجَائِزَةٍ
“ Aqoid Nabawiyyah
yaitu keyakinan keyakinan yang berkaitan dengan kenabian, dengan cara
mengetahui sifat sifatnya dari pada yang wajib, yang mustahil dan yang jaiz “
Sifat-Sifat Yang Wajib Dan Yang Mustahil Bagi Rosul
Sebetulnya
sifat sifat yang terpuji pada diri Rosulr itu banyak, seperti tawadhu’ pema’af,
sabar dan lain lain. Namun pada bab ini akan diterangkan sifat sifat yang wajib
bagi Rosul , ya’ni dimana ada Rosul r pasti ada keempat sifat tersebut, yang
mampu membawa umatnya dari jalan yang sesat menuju jalan yang benar dan
diridhoi Allah .
Begitu pun dengan kita sebagai umatnya
harus meniru sifat sifat yang ada di para Rosul r, agar hidup kita terarah kepada jalan
yang benar dan di ridhoi Allah . Karena para Rosul adalah panutan hidup bagi
kita, dengan washilahnya kita bisa mengetahui mana yang haq dan mana yang
bathil, mana yang baik dan mana yang buruk.
Oleh karena itu marilah kita perbanyak
bersholawat dan bertawassul kepada Rosulullah yang telah menunjukan kita kepada
jalan yang haq dan diridhoi Allah, sebagai rasa ungkapan syukur kita kepada
Allah dan terima kasih kita kepada beliau.
Allah memerintahkan
kepada makhluqnya sholat, zakat dan ibadah ibadah lainnya, tetapi Allah tidak melaksanakannya. Wajar saja, karena
Allah adalah sang maha pencipta, yang
maha agung, yang merajai seluruh alam, yang memiliki seluruh ciptaan-Nya, yang
maha menghakimi dan mengadili setiap perbuatan manusia. Tetapi ada salah satu
perintah yang mana Allah
memerintahkannya dan Allah pun
melaksanakannya, apakah itu? Yaitu bersholawat kepada junjungan kita, makhluq
termulia, siapa lagi kalau bukan pimpinan kita baginda Nabi besar Muhammad.
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat
Al Ahzab ayat 56 :
إِنَّ
اللهَ وَمَلَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ
أَمَنُوْا صَلُّوْا عَليَهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
" Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bersholawat kepada Nabi
(oleh karena itulah) hai orang orang yang beriman bersholawatlah kalian kepada
Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya "
Betapa agungnya dan pentingnya sholawat kepada Nabi ,
sehingga Allah dan Malaikat-Nya pun
bersholawat kepada beliau, apalagi kita sebagai umatnya, sebagai pengikut
beliau, harus senantiasa memperbanyak sholawat kepada beliau.
Apabila timbul pertanyaan, apakah sholawat itu bermanfaat
bagi Rosulullah , sedangkan Rosulullah
sendiri penuh dengan rohmat Allah I
dan sudah dijamin untuk masuk surga, lalu apakah manfaat sholawat itu?
Sebetulnya manfaat sholawat itu hakikatnya kembali kepada
orang yang membaca sholawat kepada Rosulullah . Sebagaimana Rosulullah bersabda :
مَنْ
صَلىَّ عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحَطَّ عَنْهُ عَشْرَ خَطِيْئَاتٍ وَرَفَعَ لَهُ
عَشْرَ دَرَجَاتٍ {رواه أحمد والبخارى والنسائ والحاكم}
" Barang siapa yang bersholawat
kepadaku satu kali, maka Allah akan
bersholawat (memberikan rohmat) kepadanya sepuluh kali, dan menghapus sepuluh
kesalahannya, serta diangkat sepuluh derajatnya "
Pengertian sifat wajib dan mustahil disini, itu pun menurut akal. Yang
jumlahnya ada 4 sifat wajib yaitu : Shidiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah. serta sifat mustahilnya 4 yaitu :Kidzb, Khiyanat, Kitman dan
Baladah/Jahlu.
1.
Shidiq
Ta’rif dan Definisi
اَلصِّدْقُ
هُوَ مُطَابَقَةُ خَبَرِهِمْ لِلْوَاقِعِ وَلَوْ بِحَسَبِ إِعْتِقَادِهِمْ
“
Shidiq yaitu sesuai/bertepatannya khobar (berita)
mereka (para Rosul) dengan kenyataannya “
Wajib aqli Rosul tersifati oleh sifat
shidiq, ya'ni selalu sesuai dengan apa yang disampaikannya. Serta benar dan
jujur dalam perkataan, perbuatan dan ketetapan ketetapan yang disampaikannya,
sesuai dengan garis agama yang ditetapkan oleh AllahI. Dan mustahil Rosul tersfati oleh sifat
kidzb, ya'ni bohong atau dusta dalam perkataan, perbuatan dan ketetapan
ketetapan yang disampaikannya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan bahwa
Rosul tersifati oleh sifat shidiq dan wajib meyakinkan bahwa mustahil Rosul
tersifati oleh sifat kidzib (bohong), dengan resiko sah imannya, serta
akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhak akan disiksa, serta tidak sah
imannya jika tidak meyakinkannya.
Dalil Sifat Shidiq
Adapun dalil yang menunjukan sifat shidiq ada 2 dalil
yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut
logika apabila Rosul bohong atau berdusta dalam ucapannya, tentu firman Allah
yang disampaikan kepada umatnya adalah bohong. Sedangkan apabila AllahI bohong itu mustahil, sebab Bohong
termasuk sifat yang keji dan termasuk sifat kekurangan, sedangkan mustahil
Allah tersifati oleh sifat kekurangan.
b.
Dalil Naqli
Firman AllahI dalam surat Al Ahzab ayat 22 menerangkan :
وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ
الأحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
وَمَا زَادَهُمْ إِلا إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا (٢٢)
" Dan tatkala Mu'minin melihat golongan yang
bersekutu itu mereka berkata : inilah yang dijanjkan Allah dan RosulNya kepada kita, dan benarlah Allah dan RosulNya. Dan
yang demikian itu tidak menambah kepada mereka kecuali iman dan keta'atan “
2.
Amanah
Ta’rif dan Definisi
اَلأَمَانَةُ
هِيَ حِفْظُ ظَوَارِهِمْ وَبوَاَطِنهِمْ مِنَ التَلَبُّسِ بِمَنْهِيٍ عَنْهُ
وَلَوْ نَهْيَ كَرَاهَةٍ
“ Amanah yaitu menjaga dzohir dan batinnya para
Rosul dari melakukan perkara yang dilarang oleh syara, walaupun larangan yang
makruh “
Wajib aqli Rosul tersifati oleh sifat
amanah, ya'ni selalu menjaga dirinya dari melakukan perkara yang dilarang oleh
agama, walaupun larangan itu berupa perkara yang makruh. serta dapat dipercaya
dalam perkataan dan perbuatannya. Dan selalu melaksanakan apa apa yang diperintahkan
oleh Allah, serta selalu menjauhi apa apa yang dilarang oleh Allah. Dan
mustahil Rosul tersifati oleh sifat khiyanat, ya'ni beliau beliau memerintahkan
atau melarang sesuatu tetapi beliau tidak mengerjakannya.
Setiap
mukallaf wajib meyakinkan bahwa Rosul tersifati oleh sifat amanah, dan wajib
meyakinkan bahwa mustahil Rosul tersifati oleh sifat khiyanat, dengan
resiko sah imannya, serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan berhak akan
disiksa, serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Dalil Sifat Amanah
Adapun dalil yang menunjukan sifat
amanah ada 2 yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut
logika apabila Rosul Khiyanat atau tidak mengerjakan apa yang diperintahkannya
dan melakukan apa yang dilarangnya, pasti umatnya pun diperintah untuk
khiyanat. Sedangkan hal ini adalah mustahil terjadinya, karena Rosul adalah
panutan umatnya yang selalu mengerjakan dahulu sebelum memerintahkan.
b.
Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat
21 memerintahkan kepada kita untuk mengikuti akhlaq akhlaq Rosul :
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (٢١)
" Sesungguhnya telah ada pada diri Rosulullah
itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
3.
Tabligh
Ta’rif dan Definisi
اَلتَّبْلِيْغُ
هُوَ تَبْلِيْغُ مَا أُمِرُوْا بِتَبْلِيْغِهِ لِلْخَلْقِ
“
Tabligh yaitu menyampaikan apa apa yang diperintahkan para Rosul untuk
disampaikannya kepada makhluq “
Wajib aqli Rosul tersifati oleh sifat
tabligh, ya'ni menyampaikan seluruh perintah dan larangan Allah kepada umatnya.
Dan mustahil Rosul tersifati oleh sifat kitman ya'ni menyembunyikan atau tidak
menyampaikan perintah dan larangan AllahI kepada umatnya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan bahwa
Rosul tersifati oleh sifat tabligh dan wajib meyakinkan bahwa mustahil Rosul
tersifati oleh sifat kitman, dengan resiko sah imannya serta akan diberi
pahala jika meyakinkannya dan akan disiksa serta tidak sah imannya jika tidak
meyakinkannya.
Dalil Sifat Tabligh
Adapun dalil yang menunjukan sifat
tabligh ada 2 yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut logika apabila rosul kitman atau
tidak menyampaikan apa apa yang diperintah dan dilarang oleh AllahI, maka pasti kita sebagai umatnya
diperintahkan untuk kitman. Sedangkan orang yang yang menyembunyikan atau tidak
menyampaikan apa apa yang diperintah dan dilarang oleh Allah maka AllahI akan mela'nat orang tersebut.
b.
Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Al Maaidah ayat
67 :
يَا أَيُّهَا
الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا
بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (٦٧)
"
Hai Rosul ! sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari tuhanmu dan
jika kamu tidak mengerjakan (apa yang telah diperintahkan itu) berarti kamu
tidak menyampaikan amanatnya Allah. Sedangkan Allah memelihara kamu dari
gangguan manusia. Dan sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada
orang orang kafir "
4.
Fathonah
Ta’rif dan Definisi
اَلْفَطَانَةُ
هِيَ اَلتَّيَقُّظُ ِلإِلْزَامِ الْخُصُوْمِ وَإِبْطَالِ دَعَاوِيْهِمُ
الْبَاطِلَةِ
“
Fathonah yaitu kemampuan untuk mengalahkan musuh dan membantah dakwaan dakwaan
mereka yang bathil “
Wajib aqli Rosul tersifati oleh sifat fathonah, ya'ni cerdas atau pandai dalam mengalahkan
musuh-musuhnya untuk mendirikan dan mempertahankan hujjah
islam. Dan mustahil Rosul tersifati oleh sifat baladah/jahlu, ya'ni bodoh atau tidak pandai dalam
mengalahkan musuhnya.
Setiap mukallaf wajib meyakinkan bahwa
Rosul tersifati oleh sifat fathonah dan wajib meyakinkan bahwa mustahil Rosul
tersifati oleh sifat jahlu, dengan resiko sah imannya,serta akan diberi
pahala jika meyakinkannya dan akan disiksa serta tidak sah imannya jika tidak
meyakinkannya.
Dalil Sifat Fathonah
Adapun dalil yang menunjukan sifat
fathonah ada 2 yaitu :
a.
Dalil Aqli
Menurut logika sehat apabila Rosul tidak
cerdas atau pandai dalam mengalahkan musuhnya, maka pasti tidak akan mampu
mendirikan dan mempertahankan hujjah islam. Hal tersebut adalah mustahil karena
tersaksikan bahwa para Rosul telah banyak menyebarkan syiar-syiar agama Allah
dengan hujjahnya yang sangat aktual dan dapat mengalahkan hujjah hujjah kafir
b.
Dalil Naqli
Firman Allah dalam surat Al An'am ayat
83 :
وَتِلْكَ
حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ
إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ (٨٣)
" Dan itulah hujjah hujjah kami yang telahh
kami berikan kepada (Nabi) Ibrohim untuk menghadapi kaumnya, kami tinggikan
siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana
lagi Maha Mengetahui ”
Para
Nabi dan Rosul berhasil menyampaikan da’wahnya dan menjalankan tugasnya karena
beliau memiliki ke empat sifat tersebut. Begitu juga dengan kita apabila kita
ingin berhasil dalam menghasilkan sesuatu, maka kita harus berusaha memiliki
sifat sifat tersebut.
Sifat Jaiz bagi Rosul
Sifat
yang jaiz bagi Rosul adalah A'rodul Basyariyyah, ya'ni sifat sifat yang umumnya
ada pada manusia, yang tidak mengurangi martabat kerosulannya. Seperti makan,
minum, tidur, sakit, menikah dan lain lain.
A'rodul
basyariyyah yang dapat mengurangi martabat para Rosul itu mustahil terjadi.
Adapun sakitnya Nabi Ayyub as yang dikatakan orang orang bahwa beliau terkena
penyakit kulit (borok), yang dipenuhi dengan ulat dan sampai diusir oleh
masyarakat sekitar daerahnya, itu semua adalah bohong belaka. Yang benar
penyakit yang diderita beliau itu adanya didalam kulit dan diluar daging,
sehingga tidak dapat dilihat oleh umum dan tidak menyebabkan jatuhnya martabat
kerosulannya.
A'rodul basyariyyah
dipara Rosul terdiri dari 2 :
1.
Idhtirori, yaitu sifat sifat manusia yang langsung
pemberian dari AllahI (taqdir Allah). Seperti : sakit, sehat,
memiliki anggota tubuh yang sempurna, dan lain lain.
2.
Ikhtiyari, yaitu sifat sifat kemanusiaan yang
dapat diusahakan dan dapat dilaksanakan olehnya. Seperti : makan, minum,
sholat, puasa, menikah, dan lain lain.
Dari A'rodul basyariyyah ikhtiyari tadi
terbagi kepada 5 bagian, yaitu :
1.
Jibilly, yaitu watak kemanusiaan semata
dan tidak ada unsur ibadah jika tidak diniatkan ibadah, serta tidak ada
tuntutan hukum syara', tetapi bisa menjadi uswatun hasanah (suri tauladan yang
baik), yang boleh dikerjakan oleh umatnya. Seperti cara makan, minum, duduk,
berdiri dan lain lain. Tapi prilaku tersebut menjadi wajib bagi Rosul, sebab
pada haqiqatnya adalah memberi contoh kepada umatnya bahwa pekerjaan seperti
itu hukumnya mubah (boleh) menurut syara'.
2.
Bayanan, yaitu pekerjaan Rosul yang
menjadi penjelasan bagi umatnya, baik wajib, sunnah, makruh, haram atau mubah.
3.
Mukhossos bih, yatu prilaku khusus bagi
Rosul yang tidak boleh diikuti oleh umatnya. Seperti wajibnya sholat dhuha dan
witir bagi Nabi, menikahnya nabi Muhammad melebihi dari empat isteri, tidak
batal sholat berbicara kepada Nabi diwaktu sholat, dan lain lain.
4.
Mutaroddid, yaitu prilaku nabi yang
diperselisihkan antara watak kemanusiaannya dan yang menjadi hukum syara'.
Seperti Nabi Muhammad beribadah haji dengan menggunakan kendaraan. Ada yang
berpendapat bahwa menggunakan kendaraan diwaktu menjalankan ibadah haji itu
disunahkan, karena perbuatan Nabi itu adalah menjadi uswatun hasanah. dan
adapula yang berpendapat bahwa Nabi menggunakan kendaraan diwaktu haji itu
adalah watak kemanusiaan saja.
5.
Maa Siwaahu, artinya selain keempat
gambaran tadi. Seperti sholat, thowaf, sodaqoh, dan lain lain yang akan menjadi
wajib, sunnah atau mubah bagi umatnya.
Setiap
mukallaf wajib meyakinkan adanya sifat A'rodul basyariyyah pada diri Rosul,
dengan resiko sah imannya serta akan diberi pahala jika meyakinkannya dan akan
disiksa serta tidak sah imannya jika tidak meyakinkannya.
Dalil Sifat Jaiz bagi Rosul
Adapun dalil sifat jaiz bagi Rosul itu
ada 2 :
a. Dalil Aqli
Menurut
logika apabila rosul tidak tersifati oleh sifat A'rodul Basyariyyah
(kemanusiaan), maka Rosul tidak akan merasakan sakit, tidak makan dan minum,
tidak menikah dan lain lain. Maka apabila demikian itu mustahil, sebab
tersaksikan bahwa Rosul itu bisa terkena sakit, makan dan minum, melaksanakan
pernikahan, dll.
Maka tetaplah pada rosul itu sifat A'rodul Basyariyyah.
b. Dalil Naqli
Firman Allah swt dalam surat Al Kahfi
ayat 110 menerangkan :
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى
إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ
فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (١١٠)
" Katakanlah
(Ya Muhammad) bahwasanya aku (Muhammad) adalah manusia seperti kalian yang mana
aku diberikan wahyu bahwasanya tuhanmu sekalian adalah tuhan yang satu (Allah).
barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan
amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya "
BAB IV
KALIMAT TAUHID
Aqidah-Aqidah yang telah dijelaskan sebelumnya
dikumpulkan seluruhnya dalam kandungan ma'na kalimat tauhid, yaitu :
لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله
" Tiada tuhan (yang berhak disembah)selain Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah.
Pada kalimah لاَإِلَهَ
إِلاَّاللهُ terdapat 4 rahasia kalimah yang terkandung
didalamnya, yang disebut Kalimah Thoyyibah yaitu :
-
لاَ
مَوْجُوْدَ إِلاَّ اللهُ
Ya’ni tidak ada yang wujud haqiqi selain
Allah dan tidak ada yang menghasilkan sesuatu atau memberi bekas selain Allah.
Jadi
kita harus meyakinkan bahwa tidak ada yang wujudnya haqiqi selain Allah dan tidak ada sesuatu pun yang dapat
menghasilkan sesuatu selain Allah, tidak ada yang memberikan manfa’at dan
madhorot selain Allah, dsb.
-
لاَ
مَعْبُوْدَ إِلاَّ اللهُ
Ya’ni tidak ada sesuatu pun yang berhaq
disembah selain Allah.
Jadi
kita harus meyakinkan bahwa tidak ada tuhan yang berhaq disembah selain AllahI, ya’ni hanya AllahI yang berhaq disembah. Dan kita
mengerjakan dan meninggalkan sesuatu itu harus diniatkan ibadah semata mata
kepada Allah.
-
لاَ
مَطْلُوْبَ إِلاَّ اللهُ
Ya’ni tidak ada perintah atau larangan
yang bersumber dari selain Allah.
Jadi
kita harus meyakinkan bahwa kita mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu
itu karena diperintah dan dilarang oleh Allah.
-
لاَ
مَقْصُوْدَ إِلاَّ اللهُ
Ya’ni tidak ada yang dimaksud kecuali
hanya (ridho) Allah.
Jadi
kita harus meyakinkan bahwa kita mengerjakan atau meninggalkan sesuatu itu
harus dimaksud untuk mendapatkan keridhoan Allah semata, tidak ada tujuan selain mengharapkan
ridho-Nya. Insya Allah didalam amal kita akan menjadi ikhlas dan diterima oleh
Allah, serta mendapatkan ridho dan rohmatnya. Amiin....!
Faidahnya kita mengetahui kalimah thoyyibah ini adalah
untuk menghasilkan ilmu pada Aqoid Iman dengan secara tafsili
(detail/terperinci) dan ijmali (global/umum), serta untuk mengetahui
akan mulyanya rahasia yang terkandung dalam kalimah tauhid ini, yang meliputi
akan aqidah yang sudah dijelaskan, sehingga hati menjadi bergetar ketika
mengucapkannya dengan cahaya keyakinan dan bersinar dengan cahaya keimanan.
Jikalau seseorang sudah bisa mengamalkan kalimah
thoyyibah ini, maka insya Allah amal-amalnya akan menjadi thoyyibah
(baik) dan dirinya akan menjadi syakhshiyyah thoyyibah (seseorang yang
berperangai baik)
Para ulama telah berpendapat bahwasanya bagi orang yang
mengucapkan kalimah tauhid ini harus mengetahui ma'nanya secara global bahwa
kalimah ini adalah kalimah yang digunakan untuk mengesakan Allah. Apabila tidak
mengetahui ma'nanya, maka kalimah tauhid ini tidak memberikan manfa'at bagi
orang yang mengucapkannya akan selamat dari pada kekalnya didalam neraka.
Seperti orang kafir mengucapkan kalimah tauhid tetapi ia tidak mengetahui akan
ma'nanya dan tidak bermaksud mentauhidkan Allah , maka kalimah tersebut tidak
memberikan manfa'at kepadanya dari pada selamat dari api neraka. Naudzu billah
...!
Hukum Mengucapkan Kalimah Tauhid
Perlu diketahui bahwasanya manusia itu ada 2 golongan,
yaitu Mu'min dan kafir. Adapun Mu'min yang asli (yang tidak didahului dengan
kafir), maka ia wajib mengucapkan mengucapkan akan kalimah tauhid itu sekali
seumur hidup dengan diniatkan wajib pada mengucapkannya. Apabila ia tidak
mengucapkannya satu kalipun maka ia berdosa, tetapi imannya tetap sah. والله أعلم
Semestisnya bagi orang mu'min yang asli memperbanyak akan
membaca kalimah tauhid dengan mengetahui ma'nanya, dan menghadirkannya didalam
hati, agar memberikan manfa'at didunia dan diakhirat.
Adapun orang kafir mengucapkan akan dua kalimah syahadat/kalimah
tauhid ini hukumnya wajib, karena sebagai syarat akan sahnya iman.
Ada 3 pendapat yang
memperbincangkan masalah syahadat yaitu :
·
Ada yang mengatakan bahwa mengucapkan
syahadat itu syarat dari pada sahnya iman
·
Ada yang mengatakan syahadat itu merupakan
juz (bagian) dari pada haqiqatnya iman. Adapun iman itu mencangkup akan tasdhiq
(membenarkan) didalam hati dan mengucapkan syahadat dengan lisan.
·
Ada yang mengatakan syahadat bukanlah
syarat dari pada sempurnanya iman dan bukan pula bagian dari pada haqiqat iman,
tetapi merupakan syarat untuk menjalankan hukum hukum islam didunia. Adapun
haqiqatnya dia beriman atau tidak itu urusan Allah.
أُمِرْتُ أَنْ أَحْكُمَ بِالظَّاهِرِ
وَاللهُ يَتَوَلىَّ بِالسَّرَائِرِ
" Aku
diperintahkan untuk menghukumi perkara perkara yang dzhohir saja, sedangkan
Allah lah yang mengurus akan perkara perkara yang tersembunyi (haqiqatnya) "
Pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang mu'tamad,
ya'ni bisa dijadikan pegangan didalam hukum. Karena islam itu diperintahkan untuk
berbaik sangka terhadap seseorang, dan hukum islam itu melihat sesuatu itu
dilihat dari segi dzohirnya, adapun haqiqatnya itu urusan Allah. Dan sesuatu
yang dzohir (nampak) itu mencerminkan akan sesuatu yang bathinnya.
Sebagaimana dikatakan :
اَلظَّاهِرُ
مِرْأَةُ الْبَاطِنِ
“ Sesuatu yang
dzohir (nampak) itu adalah sebagai cermin bagi yang bathin (tersembunyi) “
Adapun anak yang belum baligh jika ia meninggal pada
waktu itu, baik ia keturunan muslim maupun non muslim, maka ia akan masuk kedalam
surga yang disebut dalam Al-Quran yaitu Wildanul Mukholadun, karena ia belum
sempat berfikir mengenai ketuhanan. Sedangkan beriman dan bertauhid itu
diperintahkan bagi orang yang sudah mukallaf (baligh & berakal), dan
sesungguhnya anak yang lahir ke alam dunia itu semuanya dalam keadaan fitroh
(suci).
Sebagaimana sabda Nabi SAW :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلىَ الْفِطْرَةِ حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ {رواه الطبرانى والبيهقى وأبى يعلى}
“ Setiap anak itu
dilahirkan itu menurut fitrahnya, maka kedua orang tuanya lah yang akan
menjadikannya seorang yahudi, seorang nashroni atau seorang majusi “ (HR. Thabrani, Baihaqi dan Abi Ya'la)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar